Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
d. Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang
memang memiliki daerah hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.
e. Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan
ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana wisata rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk
tujuan studi maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya. 2.
Wisata Sosial Budaya, yang terdiri dari: a.
Peninggalan sejarah kepurbakalan dan monumen, wisata ini termasuk golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,
bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya seperti tempat bekas pertempuran battle fields yang merupakan daya
tarik wisata utama di banyak negara. b.
Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau
daerah tertentu. Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada temanya, antara lain museum arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam, seni dan
kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan tema khusus lainnya.
1.3 Motif Wisata
Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau setidak-tidaknya semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian untuk
dapat mengetahui semua jenis motif wisata tersebut. Tidak ada kepastian bahwa
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
motivasi wisata motivation research tersebut telah meliputi semua kemungkinan motif perjalanan wisata. Pada hakikatnya motif orang untuk mengadakan motif
wisata tersebut tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Motif-motif wisata yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Motif Fisik, yaitu motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah
seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya. 2.
Motif budaya, motif tersebut lebih memperhatikan motif wisatawan bukan atraksinya. Hal tersebut terlihat dari motif wisatawan yang datang ke tempat
wisata lebih memilih untuk mempelajari, sekedar mengenal, atau memahami tata cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain dari pada menikmati atraksi
yang dapat berupa pemandangan alam atau flora dan fauna. 3.
Motif interpersonal, merupakan motif yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, berkenalan dengan orang-
orang tertentu atau sekedar melihat tokoh-tokoh terkenal. 4.
Motif status atau prestise, merupakan motif yang berhubungan dengan gengsi atau status seseorang. Maksudnya ada suatu anggapan bahwa orang yang
pernah mengunjungi suatu tempat tertentu dengan sendirnya melebihi sesamanya yang tidak pernah berkunjung ke tempat tersebut.
Munculnya kebutuhan untuk berwisata yang didorong oleh berbagai faktor sosial, ekonomi , psikologi, dan lain-lain tentu tidak dengan sendirinya
dilanjutkan dengan pencarian informasi. Penjelasan sosiologi dan psikologi membenarkan bahwa kebutuhan yang dirasakan tidak secara otomatis bisa
dipenuhi, meskipun seharusnya demikian. Demikian pula informasi yang tidak
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
lengkap, kepribadian yang belum matang, pengalaman wisata yang terbatas, dn sebagainya dapat membatalkan niat seseorang untuk mengambil keputusan dan
memutuskan untuk berwisata. Menurut Inskeep 1991 : 38, diberbagai macam literatur dimuat berbagai
macam komponen wisata. Namun ada beberapa komponen wisata yang selalu ada dan merupakan komponen dasar dari wisata. Komponen-komponen tersebut
saling berinteraksi satu sama lain. Komponen-komponen wisata tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Atraksi dan kegiatan-kegiatan wisata` Kegiatan-kegiatan wisata yang dimaksud dapat berupa semua hal yang
berhubungan dengan lingkungan alami, kebudayaan, keunikan suatu daerah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan wisata yang
menarik wisatanya untuk mengunjungi sebuah obyek wisata. 2. Akomodasi
Akomodasi yang dimaksud adalah berbagai macam hotel dan berbagai jenis fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan untuk para wisatawannya
yang berniat untuk bermalam selama perjalanan wisata yang mereka lakukan. 3. Fasilitas dan pelayanan wisata
Fasilitas dan pelayanan wisata yang dimaksud adalah semua fasilitas yang dibutuhkan dalam perencanaan kawasan wisata. Fasilitas tersebut termasuk
tour and travel operations disebut juga pelayanan penyambutan. Fasilitas tersebut misalnya : restoran dan berbagai jenis tempat makan lainnya, toko-
toko untuk menjual hasil karajinan tangan, cinderamata, toko-toko khusus,
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
toko kelontong, bank, tempat penukaran uang dan fasilitas pelayanan keuangan lainnya, kantor informasi wisata, pelayanan pribadi seperti salon
kecantikan, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas keamanan umum termasuk kantor polisi dan pemadam kebakaran, dan fasilitas perjalanan
untuk masuk dan keluar seperti kantor imigrasi dan bea cukai. 4. Fasilitas dan pelayanan transportasi
Meliputi transportasi akses dari dan menuju kawasan wisata, transportasi internal yang menghubungkan atraksi utama kawasan wisata dan kawasan
pembangunan, termasuk semua jenis fasilitas dan pelayanan yang berhubungan dengan transportasi darat, air, dan udara.
5. Restoran Meliputi usaha jasa pangan, yaitu tempat dimana dijual makanan dan
minuman untuk kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata. 6. Infrastruktur lain
Infrastruktur yang dimaksud adalah penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, telekomunikasi seperti telepon, telegram, telex, faksimili,
dan radio. 7. Elemen kelembagaan
Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata, termasuk perencanaan tenaga
kerja dan program pendidikan dan pelatihan, menyusun strategi marketing dan program promosi : menstrukturisasi organisasi wisata sektor umum dan swasta
; peraturan dan perundangan yang berhubungan dengan wisata; menentukan
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
kebijakan penanaman modal bagi sektor publik dan swasta; mengendalikan program ekonomi, lingkungan dan sosial kebudayaan.
Hampir semua unsur pariwisata harus berurusan baik dengan organisasi pariwisata tingkat pusat maupun daerah. Namun demikian ada beberapa tahapan
keselamatan dan keamanan wisatawan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Yang berwenang di bidang pariwisata yang dapat memacu peningkatan
kerjasama yang lebih baik di tingkat daerah dan menyiapkan langkah-langkah keselamatan dan keamanan pariwisata tingkat nasional.
Sebelum mendiskusikan arti penting dan hubungan antara ekonomi dan periwisata sangat penting untuk mengetahui dimensi-dimensi wisata. Sehingga
akan diperoleh pemahaman yang jelas antara pengaruh dimensi-dimensi tersebut, dan kaitannya dengan isu ekonomi suatu kawasan destinasi wisata.
Secara umum dimensi-dimensi wisata antara lain terdiri atas atraksi, fasilitas, transportasi dan keramahan. Dalam pariwisata, dimensi-dimensi tersebut
menjadi faktor yang menentukan tingkat komperatif penyelenggaraan dan destinasi wisata. Atraksi merupakan salah satu dimensi yang unik, karena
seringkali atau dapat dinikmati pada kawasan tertentu dan masa atau waktu tertentu. Biasanya seringkali tidak dapat ditiru oleh destinasi-destinasi di tempat
lain. Atraksi selalu menarik orang untuk datang ke dalam sebuah kawasan tujuan wisata, meskipun destinasi lainnya seperti fasilitas, transportasi dan keramah-
tamahan destinasi sangat kurang. Di Jawa, contoh terbaik untuk kasus ini adalah festival Kasodo di Pegunungan Tengger. Festival yang hanya terjadi sekali dalam
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
setahun dilakukan di pegunungan tengger dengan satu ekstrem dan memerlukan perjuangan untuk mencapai pegunungan tersebut.
Atraksi dapat berdasarkan sumber daya alam, budaya, etnisitas, atraksi alam seperti bentangan pantai pasir putih, air terjun, bentang padang rumput
pegunungan, hutan, sungai, gua fauna dan yang lainnya merupakan andalan utama sebuah destinasi wisata. Setidaknya, sumber daya alam dan kekayaan hayati yang
melimpah dan menakjubkan itu, telah menarik wisatawan mancanegara untuk datang berwisata ke Indonesia.
Oleh karena itu, pembangunan kepariwisataan melibatkan sektor swasta dan sektor publik. Keterlibatan sektor publik penting berdasarkan dua hal.
Pertama, karena adanya kesenjangan antara jumlah investasi yang dibutuhkan dengan penghasilan yang diharapkan, sangatlah tidak mungkin proyek besar ini
dapat dibiayai sektor swasta sendiri. Kedua, karena kepariwistaan, investasi dari sektor publik dapat menjadi pemicu keterlibatan sektor swasta.
1. Langkah-langkah dalam proses pembangunan
Proses pembangunan dimulai dengan menganalisa empat sektor : potensi pasar, perencanaan dan rekayasa, sosial ekonomi, dan jalur hukum dan bisnis.
Dari data dasar ini, dipilih sektor yang siap untuk dibangun. Tujuan atau hal- hal mendasarkan dan tolok ukur ditetapkan serta mempersiapkan masterplan.
Dampak lingkungan juga dimasukkan ke dalam perkiraan biaya keseluruhan pembangunan pada setiap sektor. Dari sini dapat dibuat studi kelayakan awal.
Jika diputuskan proyek tersebut akan dilanjutkan maka rancangan pembangunan jangka panjang dipersiapkan bersama dengan analisa finansial
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
dan ekonomi yang lebih rinci. Rancangan pemasaran dan administratif dipersiapkan untuk membantu proyek yang telah dipilih, sehingga selanjutnya
keseluruhan studi kelayakan finansial dan dampak ekonomi dapat ditentukan. 2.
Analisa pasar Tujuan dari analisa pasar adalah untuk memperkirakan aliran wisatawan yang
datang ke tujuan dalam jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan mengkaji sumber-sumber wisatawan pada sektor tersebut dibandingkan dengan
persaingan dalam kerangka kebutuhan turis sekarang dan yang akan datang. 3.
Inventarisasi atraksi wisata Tujuan dari inventarisasi adalah untuk merangkum atraksi wisata di daerah itu.
Pertanyaan penting yang harus dijawab adalah “Apa yang kita punyai disini yang bisa menarik bagi wisatawan untuk datang?” sering kali apa yang
danggap “biasa” bagi orang disana akan menarik bagi orang dari luar. Satu cara pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan membedakan antara
atraksi inti dan pembantu. Atraksi inti ini memberi ciri di daerah itu, yang mendasari alasan wisatawan untuk berkunjung. Bisa atraksi alam seperti air
terjun Niagara atau jalan hidup seperti suku Amish di Pensylvania atau Kampung Naga di Tasikmalaya. Atraksi pembantu adalah semua yang
dibangun mengelilingi attraksi inti, misalnya di air terjun Niagara ada perjalanan perahu Mald of the Mist yang membantu orang sampai jarak
beberapa yard dari dasar air terjun, dan juga museum orang-orang pemberani yang berusaha menerobos air terjun.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
4. Inventarisasi fasilitas pariwisata
Inventarisasi yang serupa juga dilakukan pada fasiltias wisatawan seperti penginapan, penjualan makanan dan minuman dan toko-toko pengecer yang
ditujukan untuk wisatawan. Informasi yang dikumpulkan di lokasi, seperti jumlah kamar atau kursi, kenyamanan dan pelayanan yang diberikan dan pasar
menyediakan. 5. Jenis Transportasi
Pada bagian ini sudah termasuk transportasi ke, dari dan di dalam tempat tujuan itu sendiri. Untuk pembawa komersial, biaya dan frekuensi pelayanan,
kota melayani dengan sumbangan langsung, dan rancangan selanjutnya dapat ditentukan.
5. Pasar yang ada
Hasil akhir dari pendapatan ini adalah untuk menjawab pertanyaan di bawah ini.
- Pada siapa akan kita tujukan?
- Kapan mereka akan datang dan seberapa lama mereka akan menetukannya ?
- Dari mana mereka datang dan bagaimana mereka bisa mencapai daerah ini ?
- Mengapa mereka datang untuk berkunjung?
Pemasaran lebih berseni dibanding ilmu pengetahuan. Satu hal yang sering digunakan dalam pemasaran adalah “Menarik orang-orang yang serupa dengan
yang telah datang”. Tipe orang tertentu dan telah datang ke daerah itu. Dengan mengidentifikasi target pasar yang serupa. Dengan menjawab pertanyaan “Siapa
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
yang tertarik kesini ? mungkin dapat ditentukan pasar mana yang paling sesuai untuk dijadikan target. Sumber : Happy Marpaung, 2002 : 47
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
BAB III
GAMBARAN UMUM
Gambar 3.1 Peta Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya.Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah
penduduknya 37.070.731 jiwa 2005. Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak
kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa
Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan
Samudera Hindia Pulau Sempu dan Nusabarung. Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang
cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85 terhadap Produk Domestik Bruto PDB.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 3.1 Pembagian Wilayah Jawa Timur
No. KabupatenKota
Ibu kota
1 Kabupaten Bangkalan
Bangkalan 2
Kabupaten Banyuwangi Banyuwangi
3 Kabupaten Blitar
Blitar 4
Kabupaten Bojonegoro Bojonegoro
5 Kabupaten Bondowoso
Bondowoso 6
Kabupaten Gresik Gresik
7 Kabupaten Jember
Jember 8
Kabupaten Jombang Jombang
9 Kabupaten Kediri
Kediri 10
Kabupaten Lamongan Lamongan
11 Kabupaten Lumajang
Lumajang 12
Kabupaten Madiun Madiun
13 Kabupaten Magetan
Magetan 14
Kabupaten Malang Kepanjen
15 Kabupaten Mojokerto
Mojokerto 16
Kabupaten Nganjuk Nganjuk
17 Kabupaten Ngawi
Ngawi 18
Kabupaten Pacitan Pacitan
19 Kabupaten Pamekasan
Pamekasan 20
Kabupaten Pasuruan Pasuruan
21 Kabupaten Ponorogo
Ponorogo 22
Kabupaten Probolinggo Probolinggo
23 Kabupaten Sampang
Sampang 24
Kabupaten Sidoarjo Sidoarjo
25 Kabupaten Situbondo
Situbondo 26
Kabupaten Sumenep Sumenep
27 Kabupaten Trenggalek
Trenggalek 28
Kabupaten Tuban Tuban
29 Kabupaten Tulungagung
Tulungagung 30
Kota Batu -
31 Kota Blitar
- 32
Kota Kediri -
33 Kota Madiun
- 34
Kota Malang -
35 Kota Mojokerto
- 36
Kota Pasuruan -
37 Kota Probolinggo
- 38
Kota Surabaya -
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Probolinggo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang terletak dikaki Gunung Semeru, Gunung Argopuro dan Pegunungan Tengger.
Kabupaten Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya Gunung Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Giliketapang dengan taman lautnya, Pantai
Bentar, Ranu Segaran dan Sumber Air Panas yang terletak di Desa Tiris serta Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan masa lalu. Selain itu Kabupaten
Probolinggo memiliki bermacam-macam seni budaya khas, diantaranya Karapan Sapi, Kuda Kencak, Tari Glipang dan Tari Slempang, Tari Pangore dan Seni
Budaya masyarakat Tengger. Selain obyek wisata dan keseniannya kabupaten Probolinggo juga menghasilkan buah-buahan, sayur-sayuran serta hasil
perkebunan lainnya. Kabupaten Probolinggo mempunyai semboyan Prasadja Ngesti
Wibawa. Makna semboyan : Prasadja berarti : bersahaja, blaka, jujur, bares, dengan terus terang, Ngesti berarti : menginginkan, menciptakan, mempunyai
tujuan, Wibawa berarti : mukt i, luhur, mulia. Prasadja Ngesti Wibawa berarti : Dengan rasa tulus ikhlas bersahaja, jujur, bares menuju kemuliaan.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 3.2 Logo Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Probolinggo memiliki luas sekitar 1.696,166 Km persegi, tepatnya pada 112° 51 - 113° 30 Bujur Timur dan 7° 40 - 8° 10 Lintang Selatan,
berada pada ketinggian 0-2500 m dpl. Batas Wilayah Administratif Kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut :
di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Jember,
di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lumajang Kabupaten Malang.
Di tengah-tengah Kabupaten Probolinggo terdapat Kota Daerah Otonom yaitu Pemerintah Kota Probolinggo.
Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang
sebagian besar hidup sebagai nelayan seperti Kecamatan Tongas, Sumberasih, Dringu, Pajarakan, Kraksaan, Paiton. Sedangkan daerah pegunungan potensi
untuk pengembangan sektor perkebunan dengan berbagai komoditinya.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Kata Probolinggo menurut sejarahnya diceritakan bahwa ketika seluruh Wilayah Nusantara dapat dipersatukan di bawah kekuasaan Majapahit tahun 1357
M Th.1279 Saka , Maha Patih Gadjah Mada telah dapat mewujudkan ikhrarnya dalam Sumpah Palapa, menyambut keberhasilan ini, Sang Maha Raja Prabu
Hayam Wuruk berkenan berpesiar keliling negara. Perjalanan muhibah ini terlaksana pada tahun 1359 Th 1281 Saka . Menyertai perjalanan bersejarah ini,
Empu Prapanca seorang pujangga ahli sastra melukiskan dengan kata-kata, Sang Baginda Prabu Hayam Wuruk merasa suka cita dan kagum, menyaksikan
panorama alam yang sangat mempesona di kawasan yang disinggahi ini. Masyarakatnya ramah, tempat peribadatannya anggun dan tenang, memberikan
ketentraman dan kedamaian serta mengesankan. Penyambutannya meriah aneka suguhan disajikan, membuat Baginda bersantap dengan lahap. Taman dan darma
pasogatan yang elok permai menyebabkan Sang Prabu terlena dalam kesenangan dan menjadi kerasan. Ketika rombongan tamu agung ini hendak melanjutkan
perjalanan, Sang Prabu diliputi rasa sedih karena enggan untuk berpisah. Saat perpisahan diliputi rasa duka cita, bercampur bangga. Karena Sang Prabu Maha
Raja junjungannya berkenan mengunjungi dan singgah berlam-lama di tempat ini. Sejak itu warga disini menandai tempat ini dengan sebutan Prabu Linggih.
Artinya tempat persinggahan Sang Prabu sebagai tamu Agung. Sebutan Prabu Linggih selanjutnya mengalami proses perubahan ucap hingga kemudian berubah
menjadi Probo Linggo. Maka sebutan itu kini menjadi Probolinggo.
Masyarakat suku Tengger, adalah komunitas tersendiri yang mendiami kawasan lereng pegunungan Bromo - Semeru, yang terletak di wilayah Kabupaten
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jumlah komunitas ini tidak banyak, yakni sekitar 100.000 jiwa.
Walaupun berdiam di lereng gunung, komunitas ini bukanlah suku terasing, primitif atau terisolasi, karena mereka masih berhubungan dengan masyarakat
lain. Secara administratif, masyarakat suku Tengger ini mendiami beberapa desa yang merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Kabupaten Probolinggo,
Lumajang, Pasuruan dan Malang. ”Desa Tengger” tempat bermukimnya masyarakat suku Tengger tersebut adalah desa Jetak, Wonotoro, Ngadirejo,
Ngadisari dan Cemara Lawang Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo; Ledokombo, Pandansari, dan Wonokerto Kecamatan Sumber, Kabupaten
Probolinggo; Tosari, Wonokitri, Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan; Keduwung Kecamatan Puspo, Kabupaten
Pasuruan; Ngadas Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang; dan Argosari serta Ranupani kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. ”Desa Tengger” yang
berada pada puncak tertinggi gunung Bromo adalah desa Ngadisari. Di desa-desa tersebut tempat masyarakat Hindu Tengger bermukim, juga terdapat sistem
pemerintahan desa, yang dipimpin oleh seorang kepala desa yang dipilih oleh masyarakat. Misalnya, desa Ngadisari, secara administratif dipimpin oleh kepala
desa yang beragama Hindu dan telah berpendidikan S2 . Mulai memasuki desa-desa ini terdapat tugu batas desa, terlihat kekhasan
perkampungan masyarakat Hindu, yakni terdapatnya bangunan mirip candi atau pura berukuran kecil tinggi sekitar 150 cm – 200 cm, lebar 50 cm di depan
rumah-rumah penduduk, mirip di Bali. Bentuk rumah-rumah pada umumnya
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
disesuaikan dengan tekstur tanah yang berbukit, walaupun tidak tampak berbeda dengan rumah-rumah orang Jawa pada umumnya. Beberapa tampak seperti
bangunan rumah seperti banyak terdapat di perkotaan gaya modern, terutama di pinggir jalan umum. Biasanya rumah-rumah ini milik orang kaya di Tengger,
yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Kebanyakan rumah warga Tengger berbentuk ”rumah biasa”, berbahan semen tembok, dan papan.
Strata ekonomi menengah ke bawah biasanya menempati rumah-rumah yang terletak agaki masuk ke dalam, yakni daerah perbukitan. Yang menarik,
mulai batas desa Jetak ke atas hingga Ngadisari dan Cemoro Lawang, yang notabene hanya dihuni oleh warga Hindu Tengger, pemilikan tanah dan bangunan
properti adalah mutlak milik orang Hindu Tengger. Keputusan ini adalah ”keputusan adat” sejak dulu kala turun temurun. Satu-satunya pihak luar yang
diperkenankan untuk memiliki lahan di wilayah Hindu Tengger tersebut adalah perusahaan otobis AKAS, itupun dibatasi, dan sekarang properti AKAS tersebut
berupa tanah untuk perkebunan agrobis tidak terurus dan ”kembali menjadi milik masyarakat adat Tengger”. Namun realitas ini tidak akan dapat diperoleh
dari penuturan atau pengakuan orang Tengger, baik oleh dukun sekalipun. Jika ditanya hal seperti ini, biasanya tokoh masyarakat Tengger akan menjawab
dengan sangat diplomatis. Membeli tanah di Tengger, boleh, tetapi ada syaratnya dan syaratnya sangat sulit dan berbelit-belit. Artinya, sama dengan ”tidak boleh”.
Orang luar yang diperbolehkan memiliki properti di Tengger ini harus sudah diakui secara adat ”dibaptis” menjadi wong Tengger. Atau dengan kata
lain, orang yang bisa memiliki properti di Tengger adalah wong Tengger. Namun,
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
jika ada yang demikian, orang tersebut tetap dibatasi hak-hak sipilnya di Tengger, misalnya ia tetap tidak diperkenankan menjadi dukun suku Tengger. Setelah batas
desa Jetak ke bawah karena lokasi yang bergunung-gunung berturut-turut adalah desa Sukapura, Pakel, Ngepung, Kuripan, Muneng berbatasan dengan wilayah
Kota Probolinggo. Dari dataran rendah Kota Probolinggo hingga desa Muneng, terus ke atas hingga desa Kuripan, Ngepung, Pakel, dan Sukapura, masih dijumpai
masyarakat campuran Jawa-Madura selayaknya di wilayah Probolinggo pada umumnya, yang rata-rata beragama Islam dan sebagian kecil Kristen. Dari desa
Sukapura hingga menjelang batas desa Jetak, masih dijumpai warga Muslim dan Kristen. Di kawasan ini masih terlihat anak-anak perempuan berjilbab. Di
kawasan ini juga masih terlihat bangunan masjid, namun tidak tampak bangunan gereja, hanya kelompok masyarakat penghayat ajaran Kristiani, yang bernama
”Lembah Kasih”, yang menempati rumah penduduk. Yang menarik di kawasan desa ini, adalah pekuburan, dengan pintu gerbang bertuliskan ”RUMAH MASA
DEPAN” dengan huruf kapital berukuran menyolok disertai tulisan bahasa Arab berbunyi: ”Inna lillaahi wa inna ilaihi raji’uun” pada bagian atas dan tulisan
”Griya Kalanggengan” dengan menggunakan huruf Jawa aksara Jawa yang ditulis pada bagian bawah dari tulisan utama. Pada kawasan ini papan nama
identitas kantor, warung, dan tempat-tempat layanan umum, semua ditulis dengan bahasa Indonesia kecuali pekuburan tadi, yang menggunakan 3 bahasa. Setelah
batas desa Jetak, pemandangan menjadi lain sama sekali yakni rumah-rumah yang pada halamannya dilengkapi dengan bangunan mirip candi atau pura,
sebagaimana telah disinggung di bagian depan. Di kawasan puncak Bromo,
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
terdapat banyak tempat layanan umum seperti hotel, rumah penginapan, rumah makan, wartel, dan sebagainya. Umumnya menggunakan bahasa Indonesia,
bahasa Inggris dan bahasa Perancis untuk menandai jenis layanan mereka.
3.1 Adat istiadat