Masyarakat Tengger Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur

Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009 Pintu gerbang utama menuju ke laut pasir dan gunung Bromo melalui Cemoro Lawang. Kawasan ini merupakan daerah wisata yang paling ramai terutama pada hari libur. Beberapa aktivitas dapat dilakukan di daerah ini antara lain : berkemah, menikmati pemandangan alam, berkuda menuju Lautan Pasir atau berjalan kaki. Untuk mencapai puncak gunung Bromo dapat menaiki tangga yang telah disediakan. Kawah Gunung Bromo merupakan kawah yang menganga lebar dengan kepulan asap yang keluar dari dasar kawah menandakan bahwa gunung tersebut masih aktif.

4.2 Masyarakat Tengger

Masyarakat Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang. Orang-orang suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan agama Hindu. Mereka yakin merupakan keturunan langsung dari Majapahit. Nama Tengger berasal dari Legenda Roro Anteng dan Joko Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger, yaitu Teng akhiran nama Roro An-teng dan ger akhiran nama dari Joko Se-ger. Menurut legenda, asal usul Suku Tengger yaitu dahulu di pulau Jawa di perintah oleh Raja Brawijaya dari Majapahit yang mempunyai anak perempuan bernama Rara Anteng. Pada suatu hari, seorang Senopati berdarah Brahmana yang bernama Jaka Seger sedang menempuh perjalanan jauh melintasi daerah ini bertemu dengan Rara Anteng. Kedua muda-mudi tersebut saling tertarik dan jatuh cinta yang akhirnya dikawinkan oleh Resi Ki Dadap Putih. Sejak saat itu Rara Anteng dan Jaka Seger resmi menjadi pasangan suami-istri. Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009 Bertahun-tahun Rara Anteng dan Jaka Seger mendambakan keturunan, namun Yang Maha Kuasa belum juga berkenan mengkaruniai putra. Maka bertapalah mereka di Watu Kuta menghadap gunung Bromo. Siang malam hanya berdoa semoga Sang Maha Agung mengabulkan permintaannya. Suatu ketika, terjadi isyarat alam yang sangat dahsyat. Gunung Bromo berdentum hebat. Dari kawahnya menyembur api yang membiaskan sinar kemerahan, menerangi pekat malam dan menyadarkan kekhusukan Rara Anteng dan Jaka Seger yang sedang bertapa. Mereka yakin bahwa peristiwa alam dahsyat yang baru saja terjadi merupakan isyarat bahwa permohonan akan terkabul. Namun isyarat alam itu segera diikuti oleh terdengarnya suara gaib yang mengatakan : “Bahwa kelak apabila Sang Hyang Widhi berkenan mengaruniai putra-putri, salah seorang akan dijadikan korban persembahan ke kawah gunung Bromo”. Kembali dentuman dahsyat kawah gunung Bromo itu terjadi, seakan menjadi saksi, bahwa terkabulnya permohonan Rara Anteng dan Jaka Seger harus ditebus dengan persembahan salah seorang anaknya ke kawah gunung Bromo. Ternyata isyarat alam itu benar. Selang beberapa waktu kemudian Rara Anteng melahirkan putra pertama. Anak sulung ini diberi nama Tumenggung Klewung. Disusul kemudian dengan putra-putri berikutnya yang jumlahnya sebanyak 25 orang. Anak paling bungsu diberi nama Raden Kusuma. Kehadiran 25 putra putri tersebut sangat membahagiakan. Namun dibalik kebahagiaan itu terselip kecemasan tentang syarat yang harus dipenuhi. Rara Anteng dan Jaka Seger senantiasa menjaga putra-putrinya dengan hati-hati. Kepada mereka disarankan untuk selalu menjauhi kawah gunung Bromo. Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009 Ketika pada suatu hari terdengar dentuman keras dari kawah Gunung Bromo, pasangan suami istri ini kembali menjadi gundah. Mereka menangkap isyarat alam yang maknanya merupakan peringatan untuk menagih janjinya. Diam-diam ada pertentangan batin yang sangat mengusik, antara kewajiban untuk memenuhi syarat dengan naluri orang tua yang menyayangi putra-putrinya. Pada akhirnya diputuskan untuk tidak merelakan salah satu dari putra-putrinya dijadikan korban persembahan. Mereka tepis semua kecemasan, kesanggupan untuk memenuhi syarat korban persembahan secara perlahan mulai dilupakan. Putra-putrinya disembunyikan dibalik gunung Penanjakan dengan harapan terhindar dari bahaya. Tetapi kehendak yang Sang Maha Agung tak bisa dielakkan lagi. Pada suatu hari kawah Gunung Bromo menyemburkan api, lidah api yang membara menjilat Raden Kusuma, menyeretnya masuk ke dalam kawah. Dengan misterius Raden Kusuma hilang. Setelah itu suasana alam menjadi tenang kembali dan dentuman api kawah reda. Dalam keheningan alam, terdengar suara gaib yang mengisyaratkan bahwa hilangnya Raden Kusuma adalah perwujudan dari syarat yang harus dipenuhi, sebagai persembahan kepada Dewata Sang Hyang Agung, atas terkabulnya permintaan ketika mereka bertapa. Selanjutnya suara gaib Raden Kusuma berpesan agar setiap tanggal 14 bulan Purnama, di Bulan KASADA, disediakan sebagian hasil ladang umtul dikirimkan kepada Raden Kusuma di kawah gunung Bromo. Meskipun masih diliputi suasana sedih, suara gaib yang mereka dengar merupakan petunjuk yang mereka yakini untuk kemudian dapat mereka laksanakan. Rara Anteng dan Jaka Seger menyadari meskipun mereka sudah Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009