2. panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus. 4.
membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat
dirumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. 5.
melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.
6. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
2.4 Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit adalah daftar obat baku yang dipakai oleh rumah sakit yang dipilih secara rasional dan dilengkapi penjelasan, sehingga merupakan
informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit, terdiri dari obat- obatan yang tercantum Daftar Obat Essensial Nasional DOEN dan beberapa
jenis obat yang sangat diperlukan oleh rumah sakit serta dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan bidang kefarmasian dan terapi serta keperluan
rumah sakit yang bersangkutan SK Dirjen YanMed No.
Universitas Sumatera Utara
0428YanMedRSKSSK89 tentang Petunjuk Pelaksanaan Permenkes No. 085MenKesPerI1989.
Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis
fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata
manajemen kefarmasian di rumah sakit. Kegunaan formularium di rumah sakit:
1. membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit
2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar
3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal
Keuntungan adanya sistem formularium ini adalah: 1. para dokter dan staf profesional lainnya mengetahui obat yang secara rutin
tersedia bagi perawatan penderita. 2. sebagai bahan edukasi tentang obat.
3. tidak terjadinya pemborosan 4. perbekaln farmasi dapat dikendalikan secara efisien.
5. mampu menyediakan perbekalan farmasi dalam jumlah yang banyak Siregar dan Amalia, 2004.
2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS
Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional.
Universitas Sumatera Utara
Tugas utama dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan,
pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk
penderita rawat tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unut termasuk poliklinik rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya
minimal Siregar dan Amalia, 2004. Untuk mencapai visi dan misi rumah sakit, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IFRS harus mempunyai sasaran jangka panjang yang menjadi arah dari kegiatan sehari-hari. Tujuan kegiatan harian Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS adalah:
1. memberi manfaat kepada pasien atau penderita, rumah sakit, teman sejawat profesi kesehatan maupun kepada apoteker sendiri.
2. membantu dalam penyediaan perbekalan farmasi yang memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat.
3. menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui
peningkatan kesejahteraan ekonomi. 4. meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu
farmasetik pada umumnya. 5. menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi
antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi profesi, dan spesialis yang serumpun.
Universitas Sumatera Utara
6. memperluas dan memperkuat kemampuan kemampuan apoteker rumah sakit untuk:
a. secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi. b. mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik.
c. melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik, farmasi, dan ikut serta dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa dan
masyarakat. 7. meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan profesional kesehatan lainnya.
8. membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
9. membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian. Sesuai dengan SK Menkes No. 1333MenkesSKXII1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Farmasi rumah sakit baertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Tujuan pelayanan farmasi adalah:
a. melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
Universitas Sumatera Utara
b. menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. melaksanakan KIE komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai obat. d. menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
f. mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
g. mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. Salah satu tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS adalah
pengelolaan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan. Tujuan dari pengelolaan perbekalan farmasi ini adalah: 1. mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
2. menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan. 3. meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga farmasi.
4. mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna. 5. melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Tahap pertama di dalam proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah pemilihan. Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, mementukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
Universitas Sumatera Utara
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk
menetapkan kualitas dan efektivitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. Tahap kedua di dalam prose pengelolaan perbekalan farmasi adalah
perencanaan. Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran.
Adapun pedoman di dalam melakukan perencanaan adalah: 1. doen, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit.
2. data catatan medik. 3. anggaran yang tersedia.
4. penetapan prioritas 5. siklus penyakit
6. sisa persediaan 7. data pemakaian periode yang lalu.
8. rencana pengembangan. Di dalam melakukan perencanaan perbekalan farmasi, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit membutuhkan distributor perbekalan farmasi. Distributor adalah suatu organisasi atau lembaga yang menyediakan atau mendistribusikan produk
atau pelayanan kepada konsumen. Distributor perbekalan farmasi untuk rumah sakit pada umumnya adalah industri farmasi dan pedagang besar farmasi. Untuk
memperoleh perbekalan farmasiyang bermutu baik, perlu dilakukan pemilihan distributor yang baik dan perbekalan farmasi memenuhi semua persyaratan dan
spesifikasi mutu. Beberapa kriteria distributor perbekalan farmasi untuk rumah sakit adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan.
2. telah diakreditasi. 3. mempunyai reputasi yang baik.
4. selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai distributor perbekalan farmasi dengan mutu yang tertinggi dan harga yang terendah.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS harus mengadakan kesepakatan yang jelas dengan pihak distributor mengenai jaminan mutu terhadap produk yang
dipasarkan. Beberapa kesepakatan yang sebaiknya dicapai antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS dengan distributor adalah:
1. sistem mutu produk dari distributor kepada rumah sakit selau tertinggi. 2. penerapan standar sistem mutu formal sesuai kontrak yang disetujui antara
Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS dengan distributor. 3. evaluasi secara berkala terhadap praktik pengendalian mutu distributor oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS ataupun oleh pihak ketiga. 4. inspeksi atau pengujian penerimaan lot dengan pengambilan contoh oleh pihak
distributor. 5. inspeksi penerimaan atau penyortiran oleh pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IFRS. 6. penyertaan data inspeksi atau pengujian yang ditetapkan dan rekaman
pengendalian proses dari distributor. Tahap ketiga dari proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah
pengadaan. Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui:
Universitas Sumatera Utara
a. pembelian Proses pembelian perbekalan farmasi dilakukan melalui cara:
1. secara tender oleh panitia pembelian barang farmasi. 2. secara langsung dari pabrik atau distributor atau pedagang besar farmasi.
b. sumbangan atau droping atau hibah. c. produksi atau pembuatan sediaan farmasi baik steril maupun non steril.
Tahap keempat dari proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah produksi. Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Adapun kriteria obat yang
diproduksi adalah: 1. sediaan farmasi dengan formula khusus.
2. sediaan farmasi dengan harga murah. 3. sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
4. sediaan farmasi yang tidak ada di pasaran. 5. sediaan farmasi untuk penelitian.
6. sediaan nutrisis parenteral 7. rekonstruksi sediaan obat kanker.
Tahap kelima dari proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah penerimaan. Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan
perbekalan farmasi adalah: 1. pabrik harus mempunyai sertifikat analisa.
Universitas Sumatera Utara
2. barang harus bersumber dari distributor utama. 3. harus mempunyai Material Safety Data Sheet MSDS.
4. khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of origin.
5. masa kadaluarsa minimal 2 tahun. Tahap keenam dari proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah
penyimpanan. Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi. Beberapa persyaratan yang ditetapkan dalam proses penyimpanan adalah:
1. dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya. 2. dibedakan menurut suhunya, kestabilannya.
3. mudah tidaknya terbakar atau meledak. 4. tahan atau tidaknya terhadap cahaya.
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Tahap ketujuh dari proses pengelolaan perbekalan farmasi adalah pendistribusian. Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan
farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem
distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
1. efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada. 2. metode sentralisasi atau desentralisasi.
3. sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.,
2.5.1.1 Pelayanan Farmasi Klinis
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan hasil outcome terapi dan meminimalkan
meliputi: 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasu peracikan obat,
penyerahan obat disertai dengan pemberian informasi obat. Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat medication error. Tujuan dilakukan pengkajian resep adalah untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, dan bila ditemukan masalah terkait obat
harus dikonsultasikan kepada penulis resep. Di dalam kegiatannya apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
dengan persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi
meliputi: a. nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien khusus
untuk pasien kemoterapi. b. nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter.
c. tanggal resep. d. ruangan atau unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi: a. nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. dosis dan jumlah obat c. stabilitas untuk obat-obat kemoterapi
Universitas Sumatera Utara
d. aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat. b. duplikasi pengobatan.
c. alergi, dan reaksi obat yang tidak dikehendaki. d. kontraindikasi.
e. interaksi obat. 2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lainyang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien. Tujuan diadakannya penelusuran
ini adalah: a. membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik atau
pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat.
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan yang diperlukan.
c. mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki ROTD
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat. e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
f. melakukan penilaian terhadap rasionalitas obat yang diresepkan.
Universitas Sumatera Utara
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan.
h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat. i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat.
k. mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter.
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan pasien.
Kegiatan yang dilakukan dalam penelusuran riwayat penggunaan obat adalah penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien atau keluarganya
serta melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien. Di dalam melakukan kegiatannya ada beberapa hal informasi yang harus diperoleh antara
lain adalah: 1. nama obat termasuk obat non resep, dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi, dan lama penggunaan obat. 2. reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi.
3. kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat jumlah obat yang tersisa. 3. Pelayanan Informasi Obat PIO.
Pelayanan Informasi obat PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker,
Universitas Sumatera Utara
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit. Adapun tujuan diselenggarakan Pelayanan Informasi Obat PIO ini adalah:
a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak diluar rumah sakit.
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat atau perbekalan farmasi, terutama bagi komite atau Sub Komite Farmasi dan
Terapi. c. menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan yang dilakukan dalam Pelayanan Informasi Obat PIO ini adalah:
a. menjawab pertanyaan. b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
c. menyediakan informasi bagi Komite atau Sub Komite Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.
d. bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
f. melakukan penelitian. Dalam melaksanakan Pelayanan Informasi Obat PIO ini, beberapa faktor
yang perlu diperhatikan adalah: a. sumber daya manusia SDM
b. tempat c. perlengkapan
Universitas Sumatera Utara
4. Konseling Konseling adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan pasien atau
dengan kelurgapasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan kepada pasien atau kelurga pasien mengeksplorasikan diri dan
membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien atau keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi,
memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness, dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.
Tujuan khusus konseling adalah: a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien.
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien. c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat.
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan penyakitnya.
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. f. meminimalkan atau mencegah masalah terkait obat.
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi. h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling ini adalah: a. membuka komunikasi antara apoteker dan pasien.
Universitas Sumatera Utara
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions.
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat.
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien. f. dokumentasi.
Didalam melakukan konseling ini, beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah:
1. kriteria pasien Beberapa kriteria pasien yang harus mendapat konseling adalah:
a. pasien kondisi khusus seperti, pediatri, geriatri, gangguan fungsi dan ginjal, ibu hamil dan menyusui.
b. pasien dengan terapi jangka panjang atau mempunyai penyakit kronis seperti, TBC, Diabetes Melitus, Epilepsi.
c. pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus seperti penggunaan inhaler.
d. pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit seperti, digoksin, phenytoin.
e. pasien yang menggunakan banyak obat polifarmasi f. pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
2. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang harus dimiliki adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. ruangan atau tempat konseling. b. alat bantu konseling seperti, kartu pasien, catatan konseling.
5. Pemantauan Terapi Obat PTO Pemantauan Terapi Obat PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat ini adalah untuk meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki ROTD. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pemantauan terapi obat ini adalah:
a. pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki ROTD.
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat. c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
Sebelum dilakukan kegiatan pemantauan terapi obat, tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah:
1. pengumpulan data pasien. 2. identifikasi masalah terkait obat.
3. rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat. 4. pemantauan
5. tindak lanjut. 6. monitoring efek samping obat MESO
Monitoring Efek Samping Obat MESO adalah merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang tidak dikehendaki ROTD yang
terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah adalah reaksi obat yang tidak
Universitas Sumatera Utara
dikendaki yang terkait dengan efek farmakologi. Tujuan dilakukannya monitoring efek samping obat ini adalah:
a. menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b. menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan.
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
d. meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki. e. mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat meliputi: a. mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat.
c. mengevaluasi laporan efek samping obat dengan algoritme Naranjo. d. mendiskusikan dan mendokumentasikan efek samping obat di komite atau sub
komite Farmasi dan Terapi. e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat nasional
Didalam melakukan kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat, beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah kerjasama dengan Komite
Farmasi dan Terapi dan ruang rawat serta ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Universitas Sumatera Utara
7. Visite Visite adalah merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait
obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta tenaga kesehatan lainnya. Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi
mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber yang lain.
8. Evaluasi Penggunaan Obat EPO Evaluasi Penggunaan Obat EPO adalah merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dari Evaluasi Penggunaan Obat EPO ini adalah:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan. b. membandingkan pola penggunaan obat pada periodewaktu tertentu.
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat. Kegiatan yang dilakukan dalam Evaluasi Penggunaan Obat EPO adalah
mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif algoritma Gyssen maupun secara kuantitatif metode ATCDDD. Di dalam melakukan kegiatan Evaluasi
Penggunaan Obat EPO, beberapa faktor yang perlu diperhatikan meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas.
Universitas Sumatera Utara
9. Dispensing Sediaan Khusus Dispensing sediaan khusus steril harus dilakukan di instalasi farmasi
rumah sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah: a. menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
b. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya c. menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
9.1 Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan yang ditetapkan. Kegiatan pencampuran obat suntik meliputi:
a. mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus. b. melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.
c. mengemas menjadi sediaan siap pakai. Di dalam melakukan kegiatan pencampuran obat, beberapa faktor yang
perlu diperhatikan adalah ruangan khusus, lemari pencampuran Biological Safety Cabinet serta HEPA Filter.
9.2 Penyiapan Nutrisi Parenteral Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuha pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang
menyertai. Kegiatan dalam penyiapan nutrisi parenteral meliputi:
Universitas Sumatera Utara
a. mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral, untuk kebutuhan perorangan.
b. mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. Di dalam melakukan kegiatan penyiapan parenteral nutrisi, beberapa
faktor yang perlu diperhatikan adalah: a. tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat dan ahli gizi.
b. sarana dan prasarana. c. ruangan khusus
d. lemari pencampuran Biological Safety Cabinet. e. Kantung khusus untuk nutrisi parenteral.
9.3. Penanganan Sediaan Sitotoksik Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap
pakai sesuai kebutuha pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan
obatnya dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan, pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses
pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan penanganan sediaan sitotoksik harus
sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan yang di lakukan dalam penanganan sitotoksik adalah:
a. melakukan perhitungan dosis secara akurat b. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai.
c. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan. d. mengemas dalam kemasan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
e. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku. Di dalam melakukan kegiatannya, beberapa faktor yang perlu diperhatikan
meliputi: 1. ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai.
2. lemari pencampuran Biological Safety Cabinet. 3. hepa filter
4. alat pelindung diri 5. sumber daya manusia yang terlatih
6. cara pemberian obat kanker.
2.5.2 Pengelolaan dan Penggunaan Obat Secara Rasional PPOSR
PPOSR adalah pengelolaan obat yang dilaksanakan secara efektif dan efisien dimana pemanfaatan atau efikasi, keamanan safety dan mutu quality
obat terjamin; serta penggunaan obat secara 4 T + 1 W, artinya obat harus diberikan dengan tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan senantiasa
waspada terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat yang tidak diinginkan.
Kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat dimulai dari: a.
Pemilihan jenis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan; b.
Perencanaan untuk mengadakan obat dan alat kesehatan tersebut dalam jenis, jumlah, waktu dan tempat yang tepat;
c. Pengadaan berdasarkan pertimbangan dana yang tersedia dan skala prioritas
untuk pengadaan yang tepat;
Universitas Sumatera Utara
d. Penyimpanan yang tepat sesuai dengan sifat masing-masing obat dan alat
kesehatan; e.
Penyaluran kepada unit-unit pelayanan dan penunjang yang membutuhkan obat dan alat kesehatan tersebut di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah
Pusat, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap; f.
Penulisan resep oleh dokter Prescribing Process; g.
Peracikan oleh farmasis Dispensing Process; h.
Pemberian oleh perawat kepada penderita Administration Process; i.
Penggunaan oleh penderita Consuming Process; j.
Pemantauan khasiat dan keamanan obat oleh dokter, perawat, farmasis dan penderita.
Seluruh kegiatan pengelolaan dan penggunaan obat yang dimulai dari pertama sampai langkah ke 10 disebut sebagai Lingkar Sepuluh Kegiatan
Pengelolaan Dan Penggunaan Obat Secara Rasional LSK-PPOSR, dimana jika semua langkah dilakukan dengan tepat, maka diharapkan akan dapat mencegah
timbulnya masalah-masalah yang berkaitan dalam pengelolaan dan penggunaan obat serta alat kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Instalasi Central Sterilization Supply Department CSSD Atau
Instalasi Pusat Sterilisasi Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan
untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba yang dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika . Central Sterilization Supply Department CSSD
atau Instalasi Pusat Sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar atau pedoman dan
memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi CSSD atau Instalasi Pusat Sterilisasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah
sakit dan dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit Depkes, 2009. Ruang pusat sterilisasi dibagi atas 5 ruang
yaitu: 1. Ruang Dekontaminasi
Pada ruang ini terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara, dan dikontrol
untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun, dan hal-hal berbahaya
lainnya. Pada ruang dekontaminasi, sistem ventilasi harus didisain sedemikian rupa sehingga udara di ruang dekontaminasi harus:
a. dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter. b. tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya.
c. pada ruang dekontaminasi tidak dianjurkan menggunakan kipas angin.
Universitas Sumatera Utara
Pada ruangan dekontaminasi suhu dan kelembaban yang dianjurkan adalah:
a. suhu udara antara 18 -22 derajat Celsius. b. kelembaban udara antara 35-75.
Secara umum, praktek kebersihan sebaiknya mencakup: a. setidaknya sekali sehari dipel atau divacum basah.
b. setidaknya sekali sehari membersihkan dan mendisinfeksi sink atau tempat mencuci, meja kerja, dan peralatan.
c. langsung membersihkan dan mendisinfeksi tumpahan darah dengan disinfektan yang terdaftar menurut peraturan yang ada.
d. secara teratur membersihkan rak-rak penyimpanan, dinding, langit-langit, ventilasi AC, dan fixture lainnya.
e. prosedur kontrol terhadap binatang perusak. f. setidaknya sekali sehari sampah dibuang.
g. pemisahan sampah infeksi dan non infeksi. Lokasi ruangan dekontaminasi harus:
1. terletak diluar lalu lintas utama rumah sakit. 2. dirancang sebagai area tertutup, secara fungsional terpisah dari area di
sebelahnya, dengan ijin masuk terbatas. 3. dirancang secara fungsional terpisah dari area lainnya sehingga benda-benda
kotor langsung datang atau langsung masuk ke ruang dekontaminasi, benda- benda kotor tersebut kemudian dibersihkan sebelum dipindahkan ke area
bersih atau ke area proses sterilisasi.
Universitas Sumatera Utara
4. disediakan peralatan yang memadai dari segi disain, ukuran, dan tipenya untuk pembersihan alat-alat kesehatan.
2. Ruang pengemasan alat Di ruang ini dilakukan proses pengemasan alat untuk alat bongkar pasang
maupun pengemasan dan penyimpanan barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan barang tertutup.
3. Ruang produksi dan prosesing Di ruang ini dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk penyimpanan barang tertutup. Selain linen, pada ruang ini juga dilakukan pula persiapan untuk
bahan seperti kasa, kapas. 4. Ruang sterilisasi
Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat dan bahan. Untuk sterilisasi Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih
dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi dengan exhaust. 5. Ruang penyimpanan barang steril
Ruang ini sebaiknya berada dekat dengan ruang sterilisasi. Di ruang ini penerangan harus memadai, suhu antara 18-22 derajat celcius dan kelembaban 35-
37, ventilasi menggunakan sistem tekanan postif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90-95. Dinding dan lantai ruangan terbuat dari bahan yang
halus, kuat sehingga mudah dibersihkan, alat steril disimpan pada jarak 19-24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta
diupayakan untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta
Universitas Sumatera Utara
alat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih, bebas
dari penyakit menular dan menggunakan pakaian yang sesuai persyaratan. Lokasi ruang penyimpanan steril harus jauh dari lalu lintas utama dan jendela serta pintu
sesedikit mungkin dan terisolasi Depkes, 2009.
2.7 Instalasi Gas Medis