Pembelajaran Anak Usia Prasekolah

(1)

PEMBELAJARAN ANAK USIA PRASEKOLAH

DISUSUN OLEH:

Fasti Rola, M.Psi, Psikolog

NIP. 19810314 200501 200 3

DIKETAHUI OLEH:

DEKAN FAKULTAS PSIKOLOGI USU

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 19530131 198003 2 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena itu penulis berharap mendapat masukan dari para pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di tempat penulis bekerja atas dukungan dan hangatnya persaudaraan.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi semua pihak.

Medan, 20 Desember 2011

Fasti Rola, M.Psi, psikolog NIP. 19810314 200501 2 003


(3)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ………... KATA PENGANTAR ……… DAFTAR ISI …………...……… BAB I. PENDAHULUAN ... BAB II. LANDASAN TEORI ...

A. ANAK PRASEKOLAH………... 1. Pengertian Anak Prasekolah………. ... 2. Ciri Tahapan Perkembangan Anak Prasekolah………..

B. PEMBELAJARAN ANAK USIA PRASEKOLAH ...

C. KEMATANGAN SEKOLAH ………... 1. Definisi Kematangan Sekolah ... 2. Aspek Kematangan Sekolah ………

BAB III. KESIMPULAN ...………... DAFTAR PUSTAKA ...

i ii iii 1 3 3 3 3 8 11 11 12 15 16


(4)

I. PENDAHULUAN

Berbicara tentang anak TK, hingga saat ini, kita kerapkali mendengar polemik mengenai boleh tidaknya mengharuskan anak-anak TK untuk bisa membaca dan menulis. Pendapat yang mengharuskan anak TK bisa baca tulis, biasanya dilatar belakangi oleh keinginan untuk bisa masuk SD dengan mudah karena pada saat tes masuk SD, ada banyak sekolah yang mensyaratkan calon siswanya untuk bisa baca tulis. Sedangkan pendapat yang berlawanan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa mengharuskan anak TK bisa membaca dan menulis, berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang seharusnya baru diajarkan di SD. Hal ini membuat aktivitas bermain anak yang seyogyanya dominan untuk usia mereka, menjadi berkurang atau bahkan terabaikan, sehingga dikhawatirkan akan menghambat perkembangan potensi-potensi kemampuan anak secara optimal kelak kemudian hari. Dengan adanya polemik tersebut, tidak jarang membuat orangtua menjadi bingung, pendapat mana yang harus diikuti, karena masing-masing pendapat, tampak memiliki alasan yang cukup kuat (Purbo, dalam

Mengharuskan semua anak TK untuk bisa baca tulis, tampaknya menjadi hal yang kurang bijaksana mengingat setiap anak memiliki kemampuan dan kesiapan belajar baca tulis yang berbeda satu sama lainnya. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang penting untuk dapat diajarkan pada anak TK, ketimbang hanya terfokus pada kemampuan baca tulis semata, misalnya penanaman disiplin, kemandirian, tanggung jawab serta budi pekerti yang baik. Stimulasi terhadap kecerdasan intelektual anak, seperti pada kegiatan baca tulis, memang penting, namun perlu diupayakan jangan sampai stimulasi terhadap kecerdasan intelektual terlalu berlebihan sehingga cenderung memaksakan anak dan melupakan aspek-aspek kecerdasan lain yang juga perlu mendapat stimulasi seperti kecerdasan sosial, emosional, dsb,


(5)

yang semuanya sangat diperlukan agar dapat menjadi bekal bagi anak dalam menghadapi masa depannya kelak (Purbo, dalam

Dalam usahanya dalam merumuskan kembali standar literasi untuk anak prasekkolah Bedrova, Deborah dan Paynter (dalam Rusijono, 2008) menyatakan bahwa salah satu isu yang perlu diperhatikan berkaitan dengan konsep pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak adalah kesesuaian materi atau keterampilan yang diberikan dengan perkembangan anak. Apabila materi dan keterampilan yang diberikan tidak sesuai dengan perkembangan anak, maka hal tersebut justru dapat merugikan perkembangan anak. Hal tersebut menujukkan bahwa pentingnya faktor perkembangan anak sebagai dasar untuk menyusun standar literasi bagi anak prasekolah (Rusijono, 2008).

Perkembangan merupakan proses interaksi antara kematangan dan proses belajar. Kematangan adalah ciri bawaan dari anak. Proses belajar harus didukung oleh perkembangan dari diri anak, artinya belajar dapat dimulai apabila kematangan sudah mencapai titik siap untuk berkembang. Montesori menyebut tahap perkembangan dari diri anak yang siap mendukung kegiatan tertentu dengan istilah masa atau periode sensitif (Patmonodewo dalam Rusijono, 2008).Pada periode sensitif ini apabila lingkungan memberikan rangsangan atau kesempatan kepada anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan tugas perkembangan tersebut maka anak akan merasa senang melaksanakan dan perkembanan anak menjadi optimal. Sebaliknya apabila lingkungan tidak memberikan rangsangan terhadap perkembangan yang terjadi dari dalam diri maka anak akan kecewa sehingga menghambat perkembangan anak (Rusijono, 2008).


(6)

II. LANDASAN TEORI

A. ANAK PRASEKOLAH 1. Pengertian Anak Prasekolah

Menuru Biechler dan Snowman (dalam Patmonodewo, 2003), yang dimaksud dengan anak prasekorah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Biasanya anak mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan - 5 tahun), kelompok Bermain (usia 3 tahun), dan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti programTaman Kanak-Kanak.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 Ayat 2 menyebutkan bahwa pendidikan anak prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin seumur hidup (Patmonodewo, 2003).

2. Ciri Tahapan Perkembangan Anak Prasekolah

Adapun ciri tahapan perkembangan anak prasekolah adalah (dalam Patmonodewo, 2003) :

a. Perkembangan Jasmani

Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6 tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak prasekolah. Perbedaannya terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan keterampilan yang mereka miliki. contohnya, pada anak prasekolah telah tampak otot-otot tubuh yang berkembang dan memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai keterampilan.


(7)

Gerakan anak prasekolah lebih terkendali, dan terorganisasi dalam pola-pola, seperti rnenegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai secara santai, dan mampu melangkahkan kaki dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Terbentuknya pola-pola tingkah laku ini memungkinkan anak untuk berespons dalam berbagai situasi.

Anak-anak lebih mampu mengendalikan otot lengan dan baru kemudian otot tangan yang akan dipergunakan untuk menulis dan memotong dengan gunting. Kecepatan perkembangan jasmani dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan lingkungan fisik lain misalnya tersedianya alat permainan serta kesempatan yang diberikan kepada anak untuk melatih berbagai gerakan. Pada usia lima tahun mereka meloncat dengan mempertahankan keseimbangannya. Perkembangan keterampilan cepat berkembang melalui latihan bermain yang bersifat fisik melalui kegiatan melompat, memanjat, lari, dan mengendarai sepeda roda tiga.

Keterampilan motorik kasar dan halus sangat pesat kemajuannya pada tahapan anak prasekolah. Keterampilan motorik kasar adalah koordinasi sebagian besar otot tubuh misalnya melompat, main jungkat-jungkit, dan berlari. Keterampilan motorik halus adalah koordinasi bagian kecil dari tubuh, terutama tangan. Keterampilan motorik halus misalnya,kegiatan membalik halaman buku, menggunakan gunting dan menggabungkan kepingan apabila bermain puzzle.

Pada usia antara 4-5 tahun, biasanya mereka sudah mampu membuat gambar, gambar orang. Bentuk gambar orang biasanya ditunjukkan dengan lingkaran yang besar, yaitu kepala dan ditambahkan bulat kecil sebagai mata, hidung, mulut, dan telinga. Kemudian ditarik garis-garis dengan maksud menggambar badan, kaki dan tangan. Anak yang berusia 3 tahun sudah mulai menunjukkan kemampuannya membuat suatu bentuk, misalnya: lingkaran, segi-3, segi-4, dan garis silang; pada saat ini anak telah mencapai tahap bentuk. Selanjutnya mereka sampai pada tahapan desain, mereka mampu menggabungkan dua bentuk dasar menjadi pola yang lebih kompleks. Tahap gambar, menurut teori Kellogg adalah periode


(8)

perkembangan artistik, yang biasanya dicapai pada waktu anak berusia 4 atau 5 tahun, dimana gambar yang dibuat anak sifatnya tidak lagi abstrak tetapi lebih rnenunjukkan apa yang ada di sekitamya.

b. Perkembangan Kognitif

Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir. Kemampuan anak untuk rnengkoodinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat digunakan sebagai tolok ukur pertumbuhan kecerdasan.

Piaget (dalam Patmonodewo, 2003), menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan yaitu tahapan sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan

kongkret operasional dan formal operasional. Tahapan-tahapan tersebut berkaitan dengan pertumbuhan kematangan dan pengalaman anak. Walaupun pada umumnya usia anak prasekolah dikaitkan dengan tahapan perkembangan dari Piaget, yakni tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional ((0-2-7 tahun), kecepatan perkembangan anak bersifat pribadi, tidak selalu sama untuk masing-masing anak.

c. Perkembangan Bahasa

Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk bahasa mereka meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditujukan pada rangkaian dan percepatan perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya.

Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan


(9)

berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan menyanyi. Sejak anak berusia dua tahun anak memiliki minat yang kuat untuk menyebut berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat yang sekaligus akan menambah perbendaharaan kata yang telah dimiliki. Hal-hal di sekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri; pengalaman-pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti pula apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menjelaskannya. Dengan menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa, akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Melalui bahasa, pendengar/penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni (misalnya menggambar). Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang dunia dalam kaitan dirinya kepada orang lain.

d. Perkembangan Emosi dan Sosial

Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak prasekolah lebih rinci, bernuansa atau disebut terdiferensiasi. Berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan tersebut. Pertama,

kesadaran kognitifnya yang telah meningkat memungkinkan pemahaman terhadap lingkungan berbeda dari tahapan semula. Imaginasi atau daya khayalnya lebih berkembang. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan ini adalah berkembangnya wawasan sosial anak. Umumnya mereka telah memasuki lingkungan dimana teman sebaya mulai berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Tidak mengherankan bahwa orang berpendapat bahwa perkembangan umumnya hidup dalam latar belakang kehidupan keluarga, sekolah dan teman sebaya.


(10)

Sementara itu perlu diketahui bahwa setiap anak sejak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan tersebut apabila dunia lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam menjamin hubungan dengan lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan kepuasan dalam hidupnya, dan sehat secara fisik dan mental.

Dalam periode prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perkembangan kelekatan anak dengan pengasuh pertama ketika masih bayi adalah sangat penting dalam mengembangkan emosinya dalam tatanan lingkungan baik di dalam maupun di luar keluarga. Perkembangan kelekatan anak dengan pengasuh pertama ketika masih bayi adalah sangat penting dalam mengembangkan emosinya dalam tatanan lingkungan baik di dalam maupun diluar keluarga.

Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Reaksi mereka terhadap rasa dingin, sakit, bosan atau lapar berupa tangisan (menangis adalah satu tanda dari tingkah laku sosialisasi), yang sulit dibedakan. Tetapi dengan berjalannya waktu para pengasuh dapat membedakan reaksi anak terhadap stimulinya.

Tingkah laku sosialisasi adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekadar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap tingkah laku anak.

Diharapkan melalui kegiatan di kelas, anak prasekolah dapat dikembangkan minat dan sikap terhadap orang lain. Tatanan sosial yang sehat akan mampu mengembangkan perkembangan konsep yang positif, keterampilan sosial dan kesiapan untuk belajar secara


(11)

formal. Di antara berbagai ragam kegiatan dikelas ini, bermain merupakan kegiatan yang sangat mendukung perkembangan anak.

Masalah sosial dan emosional yang sering muncul pada anak usia sekolah antara lain adalah:

 Rasa cemas yang berkepanjangan atau takut yang tidak sesuai dengan kenyataan.

 Kecenderungan depresi, permulaan dari sikap apatis dan menghindar dari orang-orang di lingkungannya.

 Sikap yang bermusuhan terhadap anak dan orang lain.

 Gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk.

 Gangguan makan, misalnya nafsu makan sangat menurun.

B. PEMBELAJARAN ANAK USIA PRASEKOLAH

Selama dalam pendidikan prasekorah dan Sekolah Dasar, anak-anak memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan jasmani. Pada usia 3 tahun anak mampu melakukan berbagai gerakan yang telah mantap, seperti berlari, dan melempar. Walau begitu orangtua dan guru jangan terlalu mengharapkan penguasaaan gerakan diluar kemampuan anak. Anak-anak yang berusia 4 dan 5 tahun meskipun sudah mampu duduk diam untuk waktu yang singkat misalnya untuk mendengarkan cerita, mereka tetap masih membutuhkan latihan gerakan sehingga anak-anak ini tidak terlalu banyak duduk (Patmonodewo, 2003).

Dalam merancang pendidikan untuk anak, para orang tua dan guru perlu berpikir, sebaiknya agar tidak terlalu banyak menuntut keterampilan di luar kemampuan anak. Anak usia prasekolah belum terampil melakukan kegiatan jasmani yang disertai aturan-aturan, anak-anak masih sering mengalami kegiatan jasmani yang disertai aturan-aturan, anak-anak


(12)

masih sering mengalami kesulitan. Setiap hari anak-anak membutuhkan latihan kegiatan jasmani yang disertai kebugaran dan aktivitas yang tinggi (Patmonodewo, 2003).

Williams dan Kamii (dalam Patmonodewo, 2003) menyarankan untuk mendorong kemampuan berpikir anak; sebaiknya guru merancang suatu kegiatan yang memungkinkan rnasing-masing anak mendapat kesempatan khusus untuk melakukan penyelesaian rnasalah; menentukan atau memutuskan sendiri kegiatan mana yang dipilih serta memberikan kesempatan pada anak untuk rnemilih cara menyelesaikan yang lain. Selain itu, bahasa dan berpikir memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Pemikir yang berada pada tahapan praoperasional dapat didorong untuk melakukan diskusi berkenaan pendapat masing-masing anak. Dengan demikian cara berpikir dengan egosentris sedikit demi sedikit akan berkurang.

Pengembangan kurikulum anak usia dini hendaknya dikembangkan berdasarkan tiga pilar, yaitu (Sujiono, 2009) :

a. Penataan lingkungan di dalam dan luar kelas b. Kegiatan bermain dan alat permainan edukatif

c. Interaksi yang ditunjukkan oleg guru dan anak serta orang-orang yang terdapat dilembaga pendidikan tersebut.

Selanjutnya pilar tersebut perlu dijabarkan ke dalam suatu strategi pembelajaran pada pendidikan anak usia dini yang terdiri dari komponen-kompenen berikut (Sujiono, 2009). a. Tujuan yang mengarah pada tugas-tugas perkembangan di setiap rentang usia anak. b. Materi yang diberian harus mengacu dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan yang

sesuai dengan perkembangan anak

c. Metode yang dipilih seharusnya bervariasi sesuai dengan tujuan kegiatan belajar dan mampu melibatkan anak secara aktif dan kreatif serta menyenangkan

d. Media dan lingkungan bermain yang digunakan haruslah aman dan menimbulkan ketertarikan bagi anak dan perlu adanya waktu yang cukup untuk eksplorasi


(13)

e. Evaluasi yang terbaik dan dianjurkan untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah asesmen melalui observasi partisipatif terhadap apa yang dilihat, didengar dan diperbuat oleh anak.

Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini pada hakikatnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak (Sujiono dalam Sujiono, 2009).

Bennett, Finn dan Cribb (dalam Sujiono, 2009) menjelaskan bahwa pada dasarnya pengembangan program pembelajaran adalah pengembangan sejumlah pengalaman belajar melalui kegiatan bermian yang dapat memperkaya pengalaman anak tentang berbagai hal, seperti cara perpikir tentang diri sendiri, tanggap pada pernyataan, dapat memberikan argumentasi untuk mencari berbagai alternatif, Selain itu dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan kebiasaan dari setiap karakter yang dapat dihargai oleh masyarakat serta mempersiapkan anak-anak memasuki dunia orang dewasa yang penuh tanggung jawab.

Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2009) berpendapat bahwa tujuan program pembelajaran yang utama adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif. Kurikulum anak usia dini haruslah memfokuskan pada perkembangan yang optimal pada seorang anak melakui lingkungan sekitarnya yang dapat menggali berbagai potensi tersebut melalui permainan serta hubungan dengan orangtua dan orang dewasa lainnya. Seharusnya kelas-kelas bagi anak usia dini merupakan kelas yang mampu menciptakan suasana kelas yang kreatif dan penuh kegembiraan bagi anak.

Fungsi pembelajaran memiliki sejumlah fungsi, yaitu(Sujiono, 2009) “

1. Untuk mengembangkan sekuruh kemampuan yang dimiliki anak sesuai dengan tahap perkembangannya


(14)

2. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar 3. Mengembangkan sosialisasi anak

4. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak

5. Memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya.

C. KEMATANGAN SEKOLAH 1. Definisi Kematangan Sekolah

Kematangan sekolah adalah suatu kondisi dimana anak telah memiliki kesiapan yang cukup memadai baik secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial dalam memenuhi tuntutan lingkungan formal, lembaga prasekolah atau sekolah yang akan dimasukinya (Patmonodewo, 2000).

Meisels (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) mendefinisikan 4 pendekatan teoritis terhadap kesiapan belajar anak, yaitu :

1. Sudut pandang Nativist/Maturationist.

Kesiapan dilihat dari anak itu sendiri yang dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap anak berkembang secara bertahap dan pada umumnya setiap anak berkembang dengan tahapan yang sama, walaupun terkadang ada sedikit perbedaan. Pengaruh eksternal dapat memperikan pengaruh yang positif maupun negatif dan pada akhirnya membuat setiap anak terlihat beda (Garret, dalam

2. Sudut Pandang Empiricist/ Environmentalist

Sudut pandang ini mengatakan bahwa seorang anak harus memiliki satu set keterampilan yang harus dikuasai sebelum masuk sekolah. Keterampilan tersebut bisa berupa mengetahui warna, bentuk, bagaimana cara menulis nama, susunan abjad dan hitungan dari satu sampai 10. Untuk mengetahui apakah anak telah siap untuk sekolah maka dilakukan pengujian dengan memberikan tugas-tugas ketrampilan tertentu.


(15)

3. Sudut pandang Social Constructivist

Sudut pandang ini mengatakan bahwa masyarakat dan lingkungan dimana anak hidup harus dipertimbangkan dalam menilai kesiapan belajar anak. Pandangan ini menolak bahwa kesiapan belajar hanya dilihat dari anak itu sendiri atau sesuatu yang bersifat eksternal dan dipelajari oleh anak, namun kesiapan adalah suatu set gambaran yang yang dibentuk oleh orang-orang dalam suatu masyarakat, keluarga dan sekolah. Oleh karena itu kesiapan belajar pada setiap anak berbeda-beda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya (Meisels, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads).

4. Sudut pandang Interactionalist

Sudut pandang ini menggabungkan antara anak dan masyarakat tempat anak dibesarkan. Fokusnya pada ketrampilan anak saat ini, pengetahuan, kemampuan yang dimiliki oleh anak serta bagaimana anak dibesarkan dan diajarkan (Meisels, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads).

2. Aspek-Aspek Kematangan Sekolah

Aspek minimal yang harus dipenuhi pada kesiapan sekolah adalah

1. Kemampuan bersosialisasi

McClelland dan Lentz (dalam bahwa ada standar minimal kemampuan sosial yang harus dimiliki oleh anak, seperti bisa berteman dengan siswa lainnya secara adekuat, tidak agrsif dan tidak melukai anak-anak lain. Hartup (dalam atribut sosial yang harus dipenuhi untuk mengukur kemampuan sosial anak, yaitu:


(16)

a. Individual Attributs

Seperti anak-anak memiliki perasaan yang positif, tidak tergantung dengan orang dewasa dan memiliki kemampuan untuk berempati dan memiliki satu atau dua teman dengan hubungan yang positif, memiliki rasa humor dan tidak ingin menyendiri.

b. Social Skills

Contohnya anak-anak mendekati orang lain secara positif, mereka memberikan alasan yang jelas terhadap berbuatan mereka. Anak-anak tidak gampang untuk digertak, mampu masuk dalam kelompok secara baik. Anak mampu mengekspresikan rasa marah dan frustasi tanpa menyakiti orang lain. Anak mampu berdiskusi dan mampu menunjukkan ketertarikan pada orang lain.

c. Peer relationship Attibutes

Contohnya, ia diterima oleh orang lain, terkadang diajak bermain oleh temannya dan cukup dikenal diantara teman-temannya.

2. Koordinasi motorik dan kesehatan fisik.

Beberapa penulis (Dean, Ashon dan Elliot,1994 dan Docket, 2000, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) menyatakan bahwa kesehatan fisik dan kemampuan motorik yang baik membantu anak-anak untuk siap sekolah. Lewitt dan Baker (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) melaporkan bahwa 75% guru menyatakan bahwa kesehatan fisik dan kemampuan motorik yang baik merupakan aspek yang penting dalam kesiapan belajar.

3. Penyesuaian emosional

Dockett, et.al (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) membuat survey dengan memberikan pertanyaan yang terbuka mengenai hal apa saja yang penting dalam kesiapan sekolah. 36% orang tua menjawab penyesuaian diri merupakan aspek yang terpenting dari yang lainnya. Pada studi yang sama, 44 % guru menjawab penyesuain diri merupakan hal


(17)

yang penting dan termasuk dalam kemampuan sosial. Penyesuaian ini termasuk didalamnya adalah mengikuti instruksi yang diberikan seperti duduk, diam dan mendengarkan, konsentrasi dan lainnya. Label yang tidak aik yang dierikan oleh guru pada anak bisa dibawa anak seumur hidupnya.

4. Kemampuan kognitif

Anak-anak mampu menggunakan bahasa dengan baik dan jelas dalam berkomunikasi (Carnegie Task Force,dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads). Anak cepat beradaptasi dengan lingkungan belajarnya dan anak memiliki ketekunan dalam belajar.

5. Bahasa

Para ahli menitikberatkan pada kemampuan anak dalam berkomunikasi secara efektif dengan gurunya dan mampu menyampaikan ide-idenya dengan jelas.

6. Pengetahuan umum dan keahlian

Keterampilan-keterampilan yang penting untuk dikuasai anak diantaranya adalah cara berpakaian, BAB, mengikat tali sepatu, dan mampu makan siang sendiri. Yang termasuk pengetahuan yang harus dipenuhi contohnya seperti ide-ide, fakta-fakta atau konsep-konsep, mengetahui alfabeth dan angka-angka.

7. Aturan

Dockett, et.al (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) melakukan penelitian yang menyatakan bahwa 76% keberhasilan dalam sekolah ditentukan oleh peraturan. Hal ini termasuk didalamnya harapan-harapan yang bersifat implicit dan eksplisit seperti duduk dengan benar, membuang sampah pada tempatnya, menggantung tas ditempatnya dan tidak berlari-lari didalam kelas.


(18)

III. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil kesimpulan :

1. Pendidikan anak prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin seumur hidup

2. Dalam membuat suatu strategi pembelajaran bagi anak usia prasekolah, yang harus diperhatikan adalah tujuan yang mengarah kepada tugas perkembangan, materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, metode yang dipilih lebih bervariasi, media dan lingkungan yang harus aman dan menyenangkan, serta dilakukannya pelaksanaan evaluasi yang tepat.

3. Tujuan program pembelajaran yang utama dalam pendidikan anak usia dini adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif. Kurikulum anak usia dini haruslah memfokuskan pada perkembangan yang optimal pada seorang anak melakui lingkungan sekitarnya yang dapat menggali berbagai potensi tersebut melalui permainan serta hubungan dengan orangtua dan orang dewasa lainnya.

4. Kesiapan belajar anak untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah formal, dapat dilihat dari beberapa kriteria penting seperti kemampuan bersosialisasi, kemampuan koordinasi motorik dan kesehatan fisik, kemampuan penyesuaian emosional, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa, pengetahuan umum serta keahlian dan kemampuan untuk memahami aturan-aturan.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Patmonodewo, S. (2000). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. --- (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Purbo, Adriani. Haruskah Anak TK Bisa membaca dan Menulis. ( Diunduh pada http://www.parentsguide.co.id/smf/index.php?topic=320.0;wap2)

Rusijono.(2008). Peran Keluarga Terhadap Kesiapan Belajar Anak Di Sekolah Dasar Kabupaten Siduarjo. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol.9 No. 1.

Sujiono, Yuliani Nurani.(2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT. Indeks ; Jakarta.


(1)

2. Mengenalkan anak dengan dunia sekitar 3. Mengembangkan sosialisasi anak

4. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak

5. Memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya.

C. KEMATANGAN SEKOLAH

1. Definisi Kematangan Sekolah

Kematangan sekolah adalah suatu kondisi dimana anak telah memiliki kesiapan yang cukup memadai baik secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial dalam memenuhi tuntutan lingkungan formal, lembaga prasekolah atau sekolah yang akan dimasukinya (Patmonodewo, 2000).

Meisels (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) mendefinisikan 4 pendekatan teoritis terhadap kesiapan belajar anak, yaitu :

1. Sudut pandang Nativist/Maturationist.

Kesiapan dilihat dari anak itu sendiri yang dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap anak berkembang secara bertahap dan pada umumnya setiap anak berkembang dengan tahapan yang sama, walaupun terkadang ada sedikit perbedaan. Pengaruh eksternal dapat memperikan pengaruh yang positif maupun negatif dan pada akhirnya membuat setiap anak terlihat beda (Garret, dalam

2. Sudut Pandang Empiricist/ Environmentalist

Sudut pandang ini mengatakan bahwa seorang anak harus memiliki satu set keterampilan yang harus dikuasai sebelum masuk sekolah. Keterampilan tersebut bisa berupa mengetahui warna, bentuk, bagaimana cara menulis nama, susunan abjad dan hitungan


(2)

3. Sudut pandang Social Constructivist

Sudut pandang ini mengatakan bahwa masyarakat dan lingkungan dimana anak hidup harus dipertimbangkan dalam menilai kesiapan belajar anak. Pandangan ini menolak bahwa kesiapan belajar hanya dilihat dari anak itu sendiri atau sesuatu yang bersifat eksternal dan dipelajari oleh anak, namun kesiapan adalah suatu set gambaran yang yang dibentuk oleh orang-orang dalam suatu masyarakat, keluarga dan sekolah. Oleh karena itu kesiapan belajar pada setiap anak berbeda-beda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya (Meisels, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads).

4. Sudut pandang Interactionalist

Sudut pandang ini menggabungkan antara anak dan masyarakat tempat anak dibesarkan. Fokusnya pada ketrampilan anak saat ini, pengetahuan, kemampuan yang dimiliki oleh anak serta bagaimana anak dibesarkan dan diajarkan (Meisels, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads).

2. Aspek-Aspek Kematangan Sekolah

Aspek minimal yang harus dipenuhi pada kesiapan sekolah adalah

1. Kemampuan bersosialisasi

McClelland dan Lentz (dalam bahwa ada standar minimal kemampuan sosial yang harus dimiliki oleh anak, seperti bisa berteman dengan siswa lainnya secara adekuat, tidak agrsif dan tidak melukai anak-anak lain. Hartup (dalam atribut sosial yang harus dipenuhi untuk mengukur kemampuan sosial anak, yaitu:


(3)

a. Individual Attributs

Seperti anak-anak memiliki perasaan yang positif, tidak tergantung dengan orang dewasa dan memiliki kemampuan untuk berempati dan memiliki satu atau dua teman dengan hubungan yang positif, memiliki rasa humor dan tidak ingin menyendiri.

b. Social Skills

Contohnya anak-anak mendekati orang lain secara positif, mereka memberikan alasan yang jelas terhadap berbuatan mereka. Anak-anak tidak gampang untuk digertak, mampu masuk dalam kelompok secara baik. Anak mampu mengekspresikan rasa marah dan frustasi tanpa menyakiti orang lain. Anak mampu berdiskusi dan mampu menunjukkan ketertarikan pada orang lain.

c. Peer relationship Attibutes

Contohnya, ia diterima oleh orang lain, terkadang diajak bermain oleh temannya dan cukup dikenal diantara teman-temannya.

2. Koordinasi motorik dan kesehatan fisik.

Beberapa penulis (Dean, Ashon dan Elliot,1994 dan Docket, 2000, dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) menyatakan bahwa kesehatan fisik dan kemampuan motorik yang baik membantu anak-anak untuk siap sekolah. Lewitt dan Baker (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) melaporkan bahwa 75% guru menyatakan bahwa kesehatan fisik dan kemampuan motorik yang baik merupakan aspek yang penting dalam kesiapan belajar.

3. Penyesuaian emosional

Dockett, et.al (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) membuat survey dengan memberikan pertanyaan yang terbuka mengenai hal apa saja yang penting dalam kesiapan


(4)

yang penting dan termasuk dalam kemampuan sosial. Penyesuaian ini termasuk didalamnya adalah mengikuti instruksi yang diberikan seperti duduk, diam dan mendengarkan, konsentrasi dan lainnya. Label yang tidak aik yang dierikan oleh guru pada anak bisa dibawa anak seumur hidupnya.

4. Kemampuan kognitif

Anak-anak mampu menggunakan bahasa dengan baik dan jelas dalam berkomunikasi (Carnegie Task Force,dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads). Anak cepat beradaptasi dengan lingkungan belajarnya dan anak memiliki ketekunan dalam belajar.

5. Bahasa

Para ahli menitikberatkan pada kemampuan anak dalam berkomunikasi secara efektif dengan gurunya dan mampu menyampaikan ide-idenya dengan jelas.

6. Pengetahuan umum dan keahlian

Keterampilan-keterampilan yang penting untuk dikuasai anak diantaranya adalah cara berpakaian, BAB, mengikat tali sepatu, dan mampu makan siang sendiri. Yang termasuk pengetahuan yang harus dipenuhi contohnya seperti ide-ide, fakta-fakta atau konsep-konsep, mengetahui alfabeth dan angka-angka.

7. Aturan

Dockett, et.al (dalam http://www.parenting.nsw.gov.au/uploads) melakukan penelitian yang menyatakan bahwa 76% keberhasilan dalam sekolah ditentukan oleh peraturan. Hal ini termasuk didalamnya harapan-harapan yang bersifat implicit dan eksplisit seperti duduk dengan benar, membuang sampah pada tempatnya, menggantung tas ditempatnya dan tidak berlari-lari didalam kelas.


(5)

III. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil kesimpulan :

1. Pendidikan anak prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin seumur hidup

2. Dalam membuat suatu strategi pembelajaran bagi anak usia prasekolah, yang harus diperhatikan adalah tujuan yang mengarah kepada tugas perkembangan, materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, metode yang dipilih lebih bervariasi, media dan lingkungan yang harus aman dan menyenangkan, serta dilakukannya pelaksanaan evaluasi yang tepat.

3. Tujuan program pembelajaran yang utama dalam pendidikan anak usia dini adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak secara menyeluruh serta terjadinya komunikasi interaktif. Kurikulum anak usia dini haruslah memfokuskan pada perkembangan yang optimal pada seorang anak melakui lingkungan sekitarnya yang dapat menggali berbagai potensi tersebut melalui permainan serta hubungan dengan orangtua dan orang dewasa lainnya.

4. Kesiapan belajar anak untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah formal, dapat dilihat dari beberapa kriteria penting seperti kemampuan bersosialisasi, kemampuan koordinasi motorik dan kesehatan fisik, kemampuan penyesuaian emosional, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa, pengetahuan umum serta keahlian dan kemampuan untuk memahami


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Patmonodewo, S. (2000). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. --- (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Purbo, Adriani. Haruskah Anak TK Bisa membaca dan Menulis. ( Diunduh pada http://www.parentsguide.co.id/smf/index.php?topic=320.0;wap2)

Rusijono.(2008). Peran Keluarga Terhadap Kesiapan Belajar Anak Di Sekolah Dasar Kabupaten Siduarjo. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol.9 No. 1.

Sujiono, Yuliani Nurani.(2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT. Indeks ; Jakarta.