Tujuan Manfaat Studi Kasus

I.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya studi kasus ini adalah untuk mengetahui metode kebijakan dan peran pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas, sejak merebaknya flu burung di Kota Bogor hingga bulan Mei 2007.

I.3 Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak terkait dunia veteriner, kesehatan masyarakat, pemerintah pusat dan khususnya masyarakat Kota Bogor terhadap peran pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dalam penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas di Kota Bogor sehingga diharapkan mampu menekan penyebaran virus flu burung pada manusia. TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Flu Burung Istilah Flu Burung atau Avian Influenza AI Flu burung atau Avian Influenza AI merupakan sebutan penyakit yang sama, meskipun ada yang membedakan bahwa Avian Influenza adalah penyakit pada hewan khususnya unggas, sedangkan flu burung adalah penyakit pada manusia. Namun, dari berbagai sumber termasuk dari WHO World Health Organization ataupun OIE Office Internationale des Epizooties tidak secara spesifik membedakan kedua sebutan ini Akoso 2006. Agen penyebab Gambar1. Virus Avian Influenza sumber: Wibawan et al 2006 Walaupun flu burung telah lama dikenal, namun bahwa penyebabnya oleh sebuah agen filterable yaitu sejenis virus, baru diketahui pada tahun 1901. Pada tahun 1955, virus ini diidentifikasikan kedalam jenis virus influenza tipe A yang termasuk kedalam keluarga Orthomyxoviridae Halvorson 2002. Virus influenza ini terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B, dan tipe C. Partikel virus ini memiliki sampul dengan aktivitas Hemaglutinin HA dan Neuramidase NA yang merupakan kunci dasar dalam penentuan identitas serologik dari virus influenza dengan menggunakan nomor kombinasi H dan N. Dalam virus tipe A mempunyai 16 Hemaglutinin H 1 -H 16 dan 9 Neuramidase N 1 -N 9 . Beberapa sub tipe strain yang sudah dikenal antara lain H 1 N 1 , H 1 N 2 , H 2 N 2 , H 3 N 3 , H 5 N 1 , H 7 N 7 , dan H 9 N 1 . Beberapa diantara sub tipe virus tersebut dikenal sangat ganas, yaitu H 5 dan H 7 , sedangkan sub tipe virus yang ditemukan mewabah dan menyebabkan terjadinya flu burung dibeberapa negara Asia adalah H 5 N 1 Vahlenkamp dan Harder 2006. Virus Avian Influenza merupakan virus yang lemah dan tidak tahan terhadap panas dan desinfektan. Dalam daging ayam, virus ini mati dengan pemanasan pada suhu 80ºC selama satu menit atau 70°C selama 30 menit. Pada telur ayam, virus ini mati pada suhu 64°C selama 4,5 menit. Namun pada kotoran ayam, virus Avian Influenza mampu bertahan selama 35 hari pada suhu 4°C. Sedangkan dalam air, virus tersebut dapat bertahan hidup selama 4 hari pada suhu 0°C. Dikandang ayam, virus ini mampu bertahan hidup selama 2 minggu setelah depopulasi ayam Depkominfo 2006. Sifat lainnya dari virus Avian Influenza menurut Halvorson 2002 adalah mudah mengalami mutasi, mampu mengaglutinasi sel darah merah pada ayam dan virus mudah mati diluar tubuh tidak stabil dilingkungan. Sedangkan karakteristik biologis virus AI menurut Tabbu 2007 adalah komposisi genetik virus AI sangat labil mudah mengalami mutasi, virulensi dan pato genitas sangat bervariasi dan sangat mudah menular dengan pola penularannya sulit diketahui. Jenis Hewan Rentan Menurut Akoso 2006, hampir setiap spesies avian atau bangsa burung adalah rentan terhadap infeksi virus Avian Influenza, namun derajat kerentanan antar spesies berbeda-beda. Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis burung, antara lain: ayam, burung puyuh, kalkun, ayam mutiara, angsa, itik, entok, burung merak, puyuh, unggas liar, burung camar, kontul. Burung peliharaan juga sering tertular, misalnya burung beo, merpati, parkit, kakatua, elang dan nuri, juga pernah dilaporkan pada kalkun sejak tahun 1963 dinegara bagian California dan Minnesota, AS. Di Indonesia Avian Influenza dengan patogenitas rendah tahun 1982 pernah didiagnosis pada beberapa jenis burung antara lain: burung nuri H 4 N 4 , burung pelikan H 4 N 6 , dan itik H 4 N 2 dan H 4 N 6 . Bahkan sejak tahun 1991 berdasarkan pengujian pada burung unta ditemukan beberapa isolat virus yakni sub tipe virus H 3 N 2 , H 4 N 2 , H 6 N 6 , H 5 N 2 , H 5 N 9 , H 7 N 1 , H 7 N 3 , H 9 N 2 , H 10 N 4 dan H 10 N 7 yang kesemuanya merupakan virus AI dengan patogenitas rendah Akoso 2006. Sejak ratusan tahun yang lalu, para ahli telah melaporkan unggas air, misalnya entok, itik, dan unggas air lain yang hidup di laut secara normal membawa virus AI H 5 N 1 meski dalam tubuh unggas tersebut terinfeksi, namun tidak menunjukkan gejala sakit dan unggas-unggas tersebut dapat hidup secara sehat dan normal Santosa 2007. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim AI FKH UGM, virus H 5 N 1 dapat menginfeksi pada babi. Virus ini pertama kali diisolasi dari babi pada tahun 1930 di Amerika yang kemudian dikenal sebagai Swine Influenza Virus SIV dengan sub tipenya H 1 N 1 , H 2 N 2 dan H 3 N 3 , namun demikian, hingga saat ini belum dibuktikan adanya penularan virus AI dari babi ke manusia Trobos 2007. Menurut Tabbu 2007 babi berpotensi sebagai ’mixing vessel’ yakni tempat bercampur, bertukar, pengaturan kembali materi genetik, sedangkan burung puyuh berpotensi sebagai sumber penularan dan ’mixing vessel’ pada virus influenza unggas dan manusia. Jenis hewan mamalia lain yang juga ditemukan virus AI adalah kucing, virus AI dapat ditularkan ke kucing melalui kontak langsung close contact dari unggas yang terinfeksi AI. Kucing yang terinfeksi virus H 5 N 1 memperlihatkan gejala sakit: suhu badan tinggi, gejala pernafasan parah dan berakhir dengan kematian. Akan tetapi, perlu dilakukan penelitian tentang peran kucing dalam epidemiologi AI Songserm et al 2006. Dalam penelitian lainnya, hewan peka terhadap AI semakin berkembang. Meski demikian, Departemen Pertanian masih fokus terhadap unggas sebagai hewan rentan tertular AI dan mampu menularkan virus sebagai sumber penyebab utama flu burung pada manusia Bagindo 2007. Penyebaran Flu Burung Pada Unggas di Indonesia Sebagai bagian dari negara-negara di dunia, penyebaran flu burung di dunia sangat berpengaruh terhadap penyebaran flu burung di Indonesia. Pada akhir tahun 1800 dan awal tahun 1900 dilaporkan telah terjadi penyebaran virus Avian Influenza di Eropa melalui suatu acara pameran unggas. Dengan kejadian tersebut, Eropa dinyatakan enzootik untuk Avian Influenza yang berlangsung lama hingga tahun 1930 Akoso 2006. Daerah Tertular AI pada unggas 30 propinsi Daerah Bebas 3 propinsi K 7 M 6 K 2 M 0 K 3 M 0 K 1 2 M 1 0 K 2 0 M 1 8 K 2 6 M 2 1 K 5 M 4 K 5 M 3 K 1 M 1 Penyebaran flu burung pertama kali di Indonesia diduga pada pertengahan 2003 yang diawali dengan kematian sejumlah besar unggas di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah dan Kabupaten Tangerang, Banten. Selain di Indonesia, kejadian ini juga dilaporkan terjadi di negara lain di asia seperti Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Republik Demokratik Laos, Cina dan Malaysia Siegel 2006. Di awal letupan wabah, beberapa negara kesulitan untuk membedakan antara Avian Influenza dan Newcastle Disease, terutama terhadap galur Vellogenic Viscerotropic Newcastle Disease VVND akoso 2006. Gambar 2. Penyebaran Daerah Endemis AI Pada Unggas kumulatif 2003-2007 Dan Manusia di Indonesia Juni 2005-25 Januari 2007. Dirjend PP dan PL, Depkes.2007. Kejadian AI di Indonesia terus berlanjut. Bahkan penyakit ini menjadi endemik dan terdapat di sebagian besar wilayah provinsi di Indonesia. Daerah penyebarannya meluas dari 9 provinsi dengan 53 kabupatenkota tahun 2003 menjadi 26 provinsi dengan 172 kabupatenkota tahun 2006 dengan diagnosis lebih lanjut dipastikan bahwa wabah disebabkan oleh virus flu burung tipe A, sub tipe H 5 N 1 . Bahkan hingga Mei 2007 wilayah yang tertular flu burung pada unggas telah mencapai 31 propinsi Deptan 2007. Kasus pada Manusia di Indonesia Flu burung pada manusia pertama kali ditemukan di Italia lebih dari 100 tahun yang lalu, menyebar di seluruh dunia dan dapat mengakibatkan penyakit dengan gejala ringan hingga dapat mengakibatkan kematian pada manusia. Kematian akibat flu burung pada manusia pertama kali dilaporkan di Hongkong Sianipar 2006. Di Indonesia, kasus flu burung pada manusia hingga 31 Mei 2007 tercatat sebanyak 98 kasus dan 78 diantaranya meninggal dunia Komnas FBPI 2007. Dengan pertimbangan bahwa flu burung merupakan penyakit yang dapat menular dari unggas atau hewan lainnya ke ma nusia zoonosis dan untuk melaksanakan kegiatan kewaspadaan dini, kesiapsiagaan dan penanggulangan flu burung, maka Menteri Kesehatan telah menetapkan flu burung sebagai Kejadian Luar Biasa KLB sejak tahun 2005 yang lalu melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1372MenkesSKIX2005 tanggal 19 september 2005 Dirjend PP dan PL, Depkes 2006. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Flu Burung di Indonesia Menurut Departemen Komunikasi dan Informasi Depkominfo 2006, dalam upaya melaksanakan pencegaha n dan penanggulangan flu burung dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza, Pemerintah RI mempunyai rencana strategis nasional. Adapun rencana strategis tersebut adalah: 1. Pengendalian penyakit Avian Influenza pada hewan. 2. Penatalaksanaan kasus pada manusia dan pencegahan infeksi baru pada unggas Koordinasi dengan Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup. 3. Perlindungan pada kelompok resiko tinggi koordinasi dengan Departemen Pertanian. 4. Surveilans epidemiologi Pada manusia dan unggashewan. 5. Restrukturisasi sistem industri perunggasan. 6. Komunikasi, resiko, informasi dan peningkatan kesadaran masyarakat. 7. Memperkuat peraturan perundang-undangan. 8. Peningkatan kapasitas Capacity Building. 9. Penelitian kaji tindak. 10. Monitoring dan evaluasi. Menurut Ditjen Peternakan 2006, dalam mengatasi flu burung pada hewan unggas, rencana strategis tersebut diatas diperkuat dengan pelaksanaan 9 sembilan langkah penanggulangan yang terdiri atas: 1. Peningkatan keamanan dari penularan biosekuriti. 2. Vaksinasi. 3. Pemusnahan terbatas depopulasi didaerah tertular. 4. Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan. 5. Surveilans dan penelusuran tracing back. 6. Pengisian kandang kembali restocking. 7. Pemusnahan menyeluruh stamping-out di daerah tertular baru. 8. Peningkatan kesadaran masyarakat public awareness 9. Monitoring dan evaluasi. Selain itu, dalam penanggulangan penyakit, langkah utama yang dilakukan pemerintah adalah meliputi pencegahan, pengobatan, pengendalian, penolakan dan pemberantasan. Namun demikian, strategi yang digunakan tergantung pada patogenitas virus yang ada, jenis unggas terserang, distribusi geografi penyakit, keperluan pasar domestik atau internasional dan status ekonomi negara Bachri 2006. Sehingga langkah pencegahan dan penanggulangan harus meliputi : 1. Kesiagaan Darurat Keterlambatan dalam penanganan wabah dapat berakibat meluasnya daerah penyebaran penyakit dan permasalahannya akan bertambah kompleks. Antisipasi datangnya bahaya atau kesiapsiagaan sangat diperlukan untuk peningkatan kewaspadaan, terutama kewaspadaan sedini mungkin sebelum semuanya menjadi terhambat. 2. Biosekuriti Faktor terpenting dalam menghadapi bahaya wabah Avian Influenza adalah melaksanakan biosekuriti secara ketat. Gerakan melaksanakan biosekuriti perlu dilakukan secara menyeluruh dan diikuti dengan sosialisasi pentingnya melakukan praktek biosekuriti secara benar kepada masyarakat, khususnya peternak dan para pekerja peternakan. Tujuan dilakukannya biosekuriti ini adalah untuk menahan virus Avian Influenza yang terdapat disumber infeksi agar tidak terjadi pencemaran lingkungan Biokontainmen, untuk mencegah terjadinya perembesan atau introduksi jasad renik ke peternakan yang masih bebas AI dan untuk mencegah terjadinya perkembangan virus AI lebih lanjut. 3. Program Vaksinasi Apabila wabah telah terjadi disuatu daerah dengan populasi ayam yang padat dan pelaksanaan biosekuriti tidak seimbang dengan pelaksanaan dan penataan peternakan yang sesuai dengan sistem industri modern, maka tindakan vaksinasi harus menjadi pilihan pertama untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Target yang diharapkan dari vaksinasi ini adalah untuk menurunkan derajat kerentanan terhadap infeksi dan menurunkan jumlah virus yang tercurah kedalam suatu lingkungan. Vaksin yang digunakan pun akan lebih baik dengan menggunakan vaksin inaktif homologous atau vaksin yang disiapkan dari ‘autogenous’ yakni vaksin dengan subtipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit untuk unggas yang akan dilindungi Lee et al 2004. 4. Surveilans dan Monitoring Surveilans adalah suatu penelitian cermat terhadap berbagai aspek kejadian dan penyebaran penyakit yang ditujukan pada upaya pengendalian penyakit secara efektif. Ditjen Peternakan 2006 menambahkan, termasuk dalam kegiatan ini adalah pengumpulan dan evaluasi data tentang: a. Laporan morbiditas dan mortalitas b. Laporan penyidikan lapangan atas kejadian wabah ataupun kejadian kasus secara individual. c. Isolasi dan identifikasi agen infeksi oleh laboratorium. d. Efektivitas vaksinasi dalam populasi. e. Data lain untuk kajian epidemiologi. Ditambahkan Soejoedono dan Handharyani 2005 upaya pemantauan lalu lintas unggas juga merupakan hal penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya bibit endemik dari luar daerah. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati kondisi fisik, kesehatan hewan serta melakukan uji laboratorium sampel darah unggas terhadap kemungkinan Avian Influenza. Dalam kondisi wabah, maka pengendalian dibagi kedalam beberapa zona wilayah, yakni: 1. Daerah tertular; daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara klinis dan hasil uji laboratorium. 2. Daerah terancam; daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular atau tidak memiliki batasan alam dengan daerah tertular. 3. Daerah bebas; daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus secara klinis maupun secara uji laboratorium, atau memiliki batas alam pulau. 5. Pendidikan dan latihan Pendidikan dan latihan bagi para petugas bidang kesehatan hewan dan para peternak sangat penting dilakukan agar diperoleh pemahaman tentang apa yang harus dilakukan untuk menjaga status kesehatan unggas dan lingkungannya. 6. Karantina Fungsi utama karantina adalah untuk mencegah masuknya penyakit AI dari luar negeri dan mencegahnya tersebar penyakit didalam negeri dari satu area ke area yang lain atau dari satu pulau ke pulau yang lain. Pengawasan dilakukan secara ketat terhadap setiap pergerakan unggas, peralatan peternakan, atau lalu lintas perorangan agar tidak menjadi perantara dalam penyebaran virus. Sebagai upaya lainnya, untuk menangani perkembangan virus Avian Influenza diwilayah Indonesia yang menunjukkan peningkatan dan sudah mengarah pada tingkat yang cukup membahayakan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pena nganan dan Pengendalian Virus Flu Burung Avian Influenza kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan, Panglima TNI, Para Gubernur, dan Para BupatiWalikota tanggal 12 Februari 2007 Krisnamurthi 2007. Pengenalan Kota Bogor Letak Geografis Menurut Anonim 2007a , s ecara geografis Kota Bogor terletak di antara 106º-48° BT dan 6°-26° LS dan terletak tepat di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta berdekatan dengan Ibukota Negara dan daerah penyangga lainnya. Kota Bogor memiliki potensi yang strategis bagi perkemb angan dan pertumbuhan ekonomi, jasa dan pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata serta juga merupakan ancaman tersendiri atas berbagai penyakit menular seperti flu burung. Selain itu, Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26 ° C dengan suhu terendah 21,8 ° C dengan suhu tertinggi 30,4 ° C. Kelembaban udara 70 , curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 - 4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Sehingga Kota Bogor dijuluki sebagai Kota Hujan. Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan. Kota Bogor merupakan salah satu Kota dalam wilayah Propinsi Jawa Barat. Kemudian secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan yang terdiri dari Kecamata n Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Dengan total ada 68 kelurahan, 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec.