13
Flokulasi mampu menetralkan kandungan kimiawi yang sangat tinggi menjadi lebih rendah, proses ini sangat berperan dalam menunjang tahap selanjutnya
yaitu proses aerasi secara biologis dengan demikian larutan limbah dapat dipisahkan secara lebih mudah.
II.4.3. Proses Sedimentasi Lumpur Aktif
Dalam proses lumpur aktif, polutan organik diserap oleh mikroorganisme dalam tanki aerasi. Mikroorganisme ini secara essensial adalah lumpur aktif itu
sendiri. Akan tetapi tanpa sedimentasi atau pemisahan lumpur dari larutannya, proses pengolahan tidak akan efektif sama sekali. Untuk alasan tersebut maka
pengendapan gravitasi sedimentasi pada tanki kedua secondary tank merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem pengolahan lumpur aktif
Nathanson,1997; James, 1994. Sedimentasi adalah proses pemisahan dari air, partikel larutan yang lebih
berat dari air dengan pengendapan secara gravitasi, sedimentasi digunakan untuk memisahkan flok biologis dan memproduksi effluen yang lebih jernih
Metcalf and Eddy,1991. Bila lumpur tidak cepat mengendap, beberapa akan terbawa ke efluen dan akan menyebabkan pencemaran pada air supernatan
yang diperoleh Nathanson,1997. Pada beberapa kasus setelah proses sedimentasi dilakukan penambahan koagulan bahan kimia yang meningkatkan
flokulasi dan menyebabkan penggendapan flok Schoeder,1977. Dalam beberapa kondisi, proses sedimentasi sering terhambat. Alasan
utamanya adalah pesatnya pertumbuhan bakteri berfilamen atau berserabut, secara subur di tanki aerasi dan membuat lumpur menjadi halus dan ringan.
Lumpur berfilamen yang tumbuh secara berlebihan seperti ini lambat mengendap, sehingga supernatan yang jernih tidak akan diperoleh di akhir proses, Kondisi ini
sering disebut dengan bulking Nathanson,1997. Kondisi bulking seperti ini bisa dikontrol dan dibatasi dengan melakukan penyesuaian pada konsentrasi MLSS
dan rasio FM. Penyesuaian akan efektif bila diketahui pola pengendapan lumpur aktif.
Pola pengendapan mampu diidentifikasi berdasarkan nilai kualitas pengendapan lumpur yang disebut Sludge Volume Index SVI Metcalf dan Eddy,1991.
Penyesuaian diperoleh dengan mengembalikan lumpur dari tanki sedimentasi kedua ke aerasi dan pengaturan konsentrasi MLSS yang mempunyai SVI yang
tinggi Nathanson,1997.
14
Dalam penangangan limbah cair industri dengan menggunakan sistem lumpur aktif, bila konsentrasi dari larutan padat suspended solid sangat tinggi,
mencapai 500 mgl, partikel limbah tidak mengendap secara independen, flok partikel melekat bersama dan massa partikel mengendap membentuk lapisan
yang berbeda antara flok lumpur dan supernatan Schoeder,1977; Eckenfelder,1989. Dengan asumsi kecepatan pengendapan proporsional
dengan konsentrasi padatan limbah dan tidak ada interaksi mekanis antar partikel, secara konseptual pola pengendapan berikut dapat menjelaskan sistem
yang terjadi :
Gambar 3 Skema konseptual pola pengendapan lumpur aktif Eckenfelder,1989; Metcalf and Eddy,1991
Pada skema konseptual di atas, selama periode pengendapan maka kecepatan mengendap lumpur dalam keadaan yang sama. Daerah A
menggambarkan konsentrasi awal dari partikel lumpur yang teraerasi kondisi I, bersamaan dengan terjadinya pengendapan partikel padatan mengendap di
daerah D secara konstan, dan terbentuk daerah C sebagai daerah transisi dan daerah supernatan B kondisi II. Pada kondisi III terjadi hal yang sama dengan
padatan yang mengendap lebih banyak daerah D dan supernatan yang meningkat daerah B serta penurunan daerah A. Kemudian kecepatan
pengendapan akan menurun karena meningkatnya densitas dan viskositas larutan di sekitar partikel dan kondisi IV pun terbentuk dimana partikel lumpur
sudah mengendap penuh daerah D sehingga antara padatan dan air supernatan daerah B terlihat jelas Eckenfelder,1989;Metcalf dan Eddy,1991.
Fenomena yang ditunjukan pada Gambar 3 menjadi dasar identifikasi kurva fase mengendapnya lumpur yang terflokulasi. Pada konsentrasi awal yang
seragam lumpur mengendap dengan kecepatan yang seragam pula. Ada tiga fase pengendapan yang terbentuk yaitu fase zona, fase transisi dan fase
15
pemadatan Eckenfelder,1989. Skema umum fase pengendapan lumpur disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema umum fase pengendapan lumpur terflokulasi.
Eckenfelder,1989 Seperti halnya kondisi yang terjadi di lapangan ada interaksi antar partikel
dan konsentrasi biomassa yang tidak mengendap sempurna ke dasar tanki bulking yang berpengaruh terhadap turunnya kecepatan mengendap lumpur.
Hal ini yang menyebabkan efektifitas dan kualitas effluen menjadi rendah. Diyakini akibat pengaruh di atas proses pengendapan membentuk suatu pola
yang kontinyu terhadap waktu. Skema fase pengendapan 4 menjadi dasar pemikiran dilakukan penelitian ini. Asumsi dasar yang dipergunakan adalah
pengaruh dari faktor lingkungan seperti pH, suhu dan lainnya dianggap konstan. II.4.4. Karakteristik Flok
Dalam Sistem lumpur aktif mikroorganisme bersama-sama dengan partikel-partikel terlarut dalam limbah membentuk flok sebagai unit operasional
dasar lumpur aktif yang sering disebut dengan proses Bioflokulasi. Dari beberapa penelitian secara fisik didapatkan informasi bahwa dalam pembentukan flok
lumpur aktif terdapat dua macam struktur, yaitu mikrostruktur dan makrostruktur Sezgin, 1978 dalam Sutapa, 2004.
Mikrostruktur dipengaruhi oleh adhesi mikrobiologis, pembentukan agregat, dan bioflokulasi. Hal ini merupakan dasar pembentukan flok lumpur aktif,
karena bila suatu mikroorganisma tidak mampu bergabung dengan mikroorganisma lainnya, maka endapan sedimen yang terdiri dari kumpulan
mikroorganisme tidak akan terbentuk. Pada sistem lumpur aktif yang hanya terdiri dari bakteri pembentuk flok floc forming bacteria, flok yang terbentuk
Fase pemadatan Fase Transisi
Fase zona
T ingg
i perm u
kaa n
lum p
u r
Waktu pengendapan
16
adalah mikrostruktur. Pembentukan flok makrostruktur pada sistem lumpur aktif dipengaruhi oleh mikroorganisma berfilamen. Mikroorganisma ini membentuk
suatu hubungan atau ikatan diantara flok-flok yang terbentuk oleh bakteri pembentuk flok Sutapa, 2004.
Dalam pembentukan flok tersebut, mikroorganisme yang paling berperan adalah bakteri hampir 95 dari total biomassa lumpur aktif. Ada dua kelompok
bakteri yang paling dominan yaitu bakteri pembentuk flok serta bakteri berfilamen. Jenis bakteri seperti Zooglea ragimera, Flavobacterium, Pseudomonas,
Alcaligenes dan Achromobacter merupakan bakteri pembentuk flok, sementara jenis
Flavobacterium ferrugenum, Nocardia, Sphaerotilus natans, Haliscomenobacter hydrosis, Microthrix parvicella merupakan bakteri berfilamen
Jenkins et al.,1993. Berdasarkan keberadaan bakteri filamennya terdapat 3 tipe flok yang terbentuk dalam lumpur aktif yaitu :
1. Flok Normal atau flok ideal Pada flok normal ini pertumbuhan bakteri filamen seimbang dengan
bakteri pembentuk flok. Bakteri filamen berada didalam flok, sebagian kecil membentuk juluran keluar dari flok gambar 5a. Flok yang terbentuk
kokoh dan besar sehingga menghasilkan supernatan yang jernih dengan nilai Sludge Volume Index berkisar antara 70- 120 mlg.
2. Pinpoint flok
Pada tipe flok ini hanya terdapat sedikit atau bahkan tidak terdapat bakteri filamen Gambar 5b. Floknya berukuran kecil dan rapuh, mudah
terpecah oleh adanya turbulensi dalam bak aerasi. Flok sulit untuk mengendap, meghasilkan supernatan yang keruh, nilai SVI rendah yaitu
di bawah 70 mlg. 3. Flok
Bulking Bakteri filamen sangat banyak, tumbuh di dalam dan diluar flok Gambar
5c. Bakteri filamen menyebabkan struktur flok menjadi difus, atau terjadi ikatan bridging antar flok. Flok sukar untuk mengendap, nilai SVI tinggi
yaitu di atas 150 mlg sehingga menghasilkan bulking.
17
a. flok normal b. Pinpoint flok
c. Flok bulking Gambar 5 Tipe Flok Berdasarkan Keberadaan Filamennya.
Jenkins et al.,1993 Didalam flok, bakteri filamen berperan sebagai backbone atau kerangka dasar
flok. Bakteri filamen memberi bentuk dan kekuatan pada flok. Sezgin dalam Jenkins et al. 1993. Menemukan bentuk flok berubah dari sferis pada saat
jumlah bakteri filamen sedikit, menjadi silindris pada saat jumlah bakteri filamen banyak. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan flok searah dengan
pertumbuhan bakteri filamen. Bulking digambarkan sebagai keadaan limbah yang sulit untuk
mengendap sehingga pada aliran keluarnya tetap mengandung senyawa organik tinggi. Dilihat dari segi struktur, bulking mengacu pada pertumbuhan flok
makrostruktur dengan jumlah bakteri filamen yang sangat banyak Gray,1995. Bakteri ini menyebabkan partikel-partikel flok sulit untuk bergabung membentuk
massa flok yang lebih besar sehingga sulit mengendap. Selain komposisi limbah, kondisi operasional dan design sistem mempengaruhi terjadinya bulking.
Sehingga perlu upaya mengoptimalkan performa kondisi operasional dan design sistemnya.
Prediksi terhadap performa tangki sedimentasi kedua sangat sulit dilakukan dikarenakan keheterogenan larutan limbah. Kesulitan tersebut mampu
diatasi dengan membuat pemodelan sistem terhadap design dan performa proses yang terjadi pada tanki tersebut. Menurut James 1994, ada dua faktor
yang paling berpengaruh terhadap performa proses di tanki sedimentasi yaitu : 1 Konsentrasi dari larutan limbah 2 Bahan yang terflokulasi dari partikel limbah
tersebut. Pemodelan sistem mampu mengidentifikasi dengan tepat kedua faktor di atas.
18
II.5. Prediksi Pola Pengendapan Lumpur II.5.1. Teori Pemodelan Sistem