PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Aplikasi Model Renko untuk Memprediksi Pola Pengendapan Lumpur Aktif di Sedimentasi Akhir pada Sistem Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
1
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair industri merupakan salah satu dampak negatif dari semakin berkembangnya
sektor industri. Masalah ini akan menjadi serius bila tidak mendapatkan penanganan yang baik dari pihak industri yang terkait. Dampak pencemaran
dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem di lingkungan sekitar industri, karena banyak bahan pencemar hasil produksi industri yang sulit
terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai di dalam tanah atau perairan. Limbah cair industri yang berasal dari industri tekstil merupakan salah
satu limbah yang mengandung banyak bahan pencemar yang sulit terurai di lingkungan. Umumnya limbah tersebut mengandung bahan berupa padatan
tersuspensi, bahan terapung dan bahan terlarut. Rata-rata limbah cair tekstil mengandung 750 mgL padatan tersuspensi, dan 500 mgL BOD Biochemical
Oxigen Demand, dengan perbandingan COD Chemical Oxigen Demand : BOD berkisar antara 1,5 : 1 sampai 3 : 1 Potter.,et al,1994; www.menlh.go.id.
Pengolahan limbah cair industri dibutuhkan untuk mengurangi kadar bahan pencemar hasil produksi industri sampai tingkat yang aman dibuang ke
lingkungan. Salah satu sistem pengolahan limbah cair yang sering digunakan oleh industri termasuk industri tekstil untuk menghilangkan bahan-bahan
pencemar organik terlarut maupun koloidal adalah sistem dengan menggunakan lumpur aktif activated sludge system. Salah satu keunggulan sistem ini adalah
kualitas efluen atau output limbah yang baik dengan pengurangan COD dan BOD bisa mencapai lebih dari 90 bahkan lebih www.Forlink,2000.
Sistem lumpur aktif merupakan suatu pengolahan limbah cair industri secara biologis dengan unit pengolahan utama berupa gumpalan partikel
tersuspensi yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui aerasi Frobisher,1962 dalam Said, 1994. Pada sistem ini,
mikroorganisme tumbuh dalam flok lumpur yang terdispersi. Di dalam flok inilah terjadi proses degradasi dan pemisahan komponen limbah www.Forlink,2000.
Salah satu tahap yang sangat penting dalam sistem pengolahan limbah cair lumpur aktif adalah tahapan pemisahan biomassa lumpur dengan air
supernatan efluen di sedimentasi akhir. Keberhasilan tahapan ini menentukan output akhir sistem. Secara umum tahapan ini dilakukan dengan memanfaatkan
fenomena pengendapan sederhana gravitasional. Pada tahapan ini partikel
2
padatan lumpur mengendap ke bawah karena mempunyai berat yang lebih besar sehingga membentuk dua lapisan yaitu bagian atas air supernatan dan bagian
bawah padatan lumpur. Proses fisik pada tahapan ini sering terhambat oleh kemampuan
tersedimentasinya lumpur yang buruk dan sulitnya terkonsentrasi sehingga berakibat lumpur sulit mengendap bulking dan sebagian terbawa ke outlet
carry over. Hasil penelitian Sutapa 2004 memperlihatkan bahwa kesulitan tersebut disebabkan oleh karakteristik flok lumpur yang mengandung jumlah
mikroorganisme berfilamen penyebab kekeruhan lebih tinggi dibanding mikroorganisme pembentuk flok. Keseimbangan antara mikroorganisme
berfilamen dan mikroorganisme pembentuk flok yang merupakan inti dari sistem degradasi aerobik lumpur aktif sangat diperlukan agar permasalahan di atas tidak
terjadi dan sistem mampu menghasilkan kualitas efluen yang tinggi penurunan BOD dan COD 90 .
Tahapan proses pengendapan tersebut membentuk suatu pola secara kontinyu terhadap waktu. Dengan menggambarkan pola pengendapan tersebut
diharapkan mampu mempercepat penanggulangan apabila terjadi masalah seperti kondisi bulking dan carry over. Prediksi terhadap pola pengendapan di
atas dilakukan dengan pendekatan pemodelan. Pemodelan mampu menirukan suatu gejala atau proses yang terjadi dan merupakan representasi dari kondisi
aktual suatu sistem Muhammadi et al.,2001. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini sangat penting
untuk mengetahui pola pengendapan yang terjadi. Model berperan memprediksi pola pengendapan secara cepat sehingga mampu mendeteksi permasalahan
bulking dan carry over di sedimentasi akhir lebih dini. Hal ini sangat bermanfaat untuk penanggulangan lebih lanjut pada sistem pengolahan limbah cair di industri
pengguna sistem lumpur aktif.