Pemodelan Sistem untuk Memprediksi Pengendapan Lumpur

19 perilaku tersebut dan membuat analisis serta peramalan perilaku gejala atau proses di masa datang Muhammadi et al.,2001. Sedangkan Mantulangi 1993, menyatakan bahwa simulasi merupakan model matematika yang dapat menjelaskan perilaku sistem dalam suatu lintasan waktu. Melalui observasi perilaku model matematika pada lintasan waktu tersebut, analis dapat menduga perilaku sistem yang sebenarnya. Di dalam metode simulasi dicoba untuk ditemukan model yang cocok dengan persolan yang dihadapi. Perumusan persoalan dan pembuatan model dilakukan berdasarkan keadaan masalah yang dihadapi. Di dalam simulasi model untuk masalah yang satu kemungkinan akan berbeda dengan model untuk masalah lainnya. Keuntungan dari simulasi model adalah fleksibilitasnya yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi Mantulangi,1993.

II.5.2. Pemodelan Sistem untuk Memprediksi Pengendapan Lumpur

Pola pengendapan lumpur aktif mampu diidentifikasi apabila diketahui kecepatan pengendapan lumpur tersebut. Kecepatan pengendapan tersebut berubah terus tergantung dari waktu dan konsentrasi lumpur dan faktor-faktor biologis lumpur. Sampai saat ini belum ada yang mampu memadukan faktor- faktor biologis yang berpengaruh terhadap pengendapan lumpur aktif secara komprehensif sehingga menjadi sebuah formula. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang terkait. Oleh karena itu dilakukan pendekatan model untuk mendefinisikan hubungan dalam proses pengendapan lumpur aktif. Model yang banyak digunakan untuk menentukan hubungan kecepatan pengendapan zona lumpur pada berbagai konsentrasi adalah model Vesilind 1986 [persamaan 1] yang mengandung 2 parameter konstan: Vo dan n. Untuk memperoleh parameter Vesilind dilakukan percobaan pengenceran yang lama, menghamburkan tenaga dan menghasilkan data yang menyebar Vanderhasselt dan Vanrolleghem, 2000. Beberapa pendekatan lain dilakukan untuk menghubungkan indeks volume lumpur SVI,SSVI dengan parameter Vo dan n melalui fungsi empirik. Hubungan tersebut bisa diperoleh dengan mengambil data eksperimen yang banyak dari SVI dan parameter Vesilind. Akan tetapi hubungan tersebut masih dipertanyakan validitasnya dikarenakan kecepatan pengendapan zona lumpur dengan stirrer Vzs dipengaruhi oleh faktor-faktor 20 yang tidak berhubungan dengan parameter Vesilind ataupun SVI Vanderhasselt dan Vanrolleghem, 2000. Model lain yang digunakan untuk memprediksi kecepatan pengendapan lumpur adalah model yang diajukan oleh Takacs et al 1991[persamaan 2]. Model ini mampu mendeskripsikan konsentrasi yang rendah dengan lebih baik dibanding model Vesilind. Model Takacs sering disebut sebagai persamaan dua eksponensial Renko, 1998. Kelemahan model ini adalah banyaknya parameter 5 parameter yang diperoleh sehingga tidak praktis digunakan di lapangan. Penelitian lanjutan mengenai kecepatan pengendapan juga dilakukan oleh Renko 1998[persamaan 3]. Model ini mampu mengatasi kelemahan model Takacs dengan parameter yang lebih sedikit. Model Renko juga mampu mengidentifikasi hubungan antara SSVI dan kecepatan pengendapan zona. nX s e V V − = .......................................................................................................[1] Dimana, Vs : Kecepatan pengendapan zona m.h -1 V : Kecepatan pengendapan maksimum m.h -1 n : Parameter Konstanta Vesilind m 3 .kg -1 X : Konsentrasi lumpur aktif m -3 .kg. p j p h j h X r X r sj e V e V V − − − = .........................................................................................[2] V V sj ≤ ≤ Dimana, sj V : Kecepatan pengendapan dari partikel padat pada layer j V : Kecepatan pengendapan maksimum V : Kecepatan pengendapan maksimum praktis r h , r p : Parameter pengendapan Takacs yang menggambarkan pengendapan padatan r h : Parameter pengendapan Takacs yang berhubungan dengan komponen yang menghambat pengendapan. r p : Parameter pengendapan Takacs yang berhubungan dengan konsentrasi rendah dan komponen larutan yang lambat mengendap. 21 min X X X j − = j X : Konsentrasi padatan di layer j in ns x f X = min min X : Konsentrasi padatan minimum yang dicapai di tiap layer in x : Konsentrasi padatan yang masuk sedimentasi kedua ns f : Fraksi yang tidak mengendap non-settleable dari in x 2 2 2 , o h X X t o o o e X h X C X h X C h t h β α α β α β + − + + + = ..............................................[3] Dimana, , o h t h : Tinggi permukaan lumpur saat waktu t m h o : Tinggi awal permukaan lumpur m t : Waktu h X : Konsentrasi lumpur aktif m -3 .kg α , β , C : Parameter pengendapan lumpur aktif dengan satuan secara berurutan m.h -1 , m -6 .kg -2 , m -2 .kg.h -1 Penelitian ini lebih difokuskan pada pengembangan model Renko dengan menggunakan jenis lumpur limbah tekstil yang sampai saat ini belum banyak diketahui. Alasan pengambilan model ini adalah parameter model Renko yang lebih sedikit dan mampu menggambarkan konsentrasi yang rendah dengan lebih baik. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian Renko selain perbedaan jenis lumpur, penelitian ini juga menggunakan metode pengambilan sampel yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode Renko sehingga lebih praktis digunakan di lapangan. 22 III. METODOLOGI PENELITIAN III. 1. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan mencatat secara penuh data kurva pengendapan lumpur dengan parameter fisiko-kimiawi untuk pembuatan modelnya. Sampel lumpur diambil dari outlet tanki aerasi secukupnya, dan dimasukan kedalam wadah penampung. Parameter fisiko-kimiawi yang diukur merupakan parameter operasional pada sistem pengolahan limbah. Pengukuran dilakukan bersamaan dengan waktu pengambilan sampel. Parameter operasional yang diukur meliputi pH, temperatur, DO, MLSS, kemudian dihitung SV sludge Volume dan SVI. Penyimpanan lumpur dan pengukuran parameter dilakukan pada suhu ruang.

III. 1.1. Penentuan pH dan Temperatur

Temperatur dan pH diukur bersama-sama dengan menggunakan pH meter HI 9025 Hanna Instruments. Diambil 30 ml sampel lumpur aktif, ditempatkan dalam gelas beker. Kemudian elektrode pH meter dicelupkan ke dalam sampel, dibiarkan beberapa saat sampai nilainya stabil. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali ulangan. III.1.2. Penentuan DO DO Disolved Oksigen adalah banyaknya oksigen yang terkandung dalam cairan limbah. Alat yang digunakan dalam mengukur DO ini adalah DO meter tipe OM- 14, tingkat ketelitian alat ini mencapai 0.01. DO diukur dengan mencelupkan ke dalam sampel yang telah diambil. III.1.3. Penentuan SV 30 SV 30 atau volume lumpur mll adalah banyaknya lumpur yang dapat mengendap tiap 1 liter cairan limbah, dalam waktu 30 menit. SV 30 diukur dengan mengambil 1 liter cairan limbah, dimasukkan dalam kerucut Imhoff. Setelah 30 menit diukur volume lumpur yang dapat mengendap APHA, 1994. III.1.4. Penentuan MLSS MLSS atau bahan padat tersuspensi mgl adalah banyaknya bahan padat yang tersuspensi dalam cairan limbah. MLSS ditentukan berdasarkan