Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Termal vs Putaran rpm tiap bahan bakar Berdasarkan hasil perhitungan dengan variasi pembebanan yang terlihat
pada grafik 4.9 tampak efisiensi termal mesin meningkat saat beban dinaikkan hingga batas maksimum daya yang dihasilkan oleh bahan bakar batas daya masih
terpenuhi dan kemudian turun pada pembebanan yang telah berlebih. Pada grafik 4.10 terlihat juga bahwa efisiensi termal meningkat setara dengan putaran yang
meningkat dan saat putaran mulai turun efisiensipun ikut turun. Dan dari hasil perhutungan efisiensi thermal brake terendah terjadi pada pengujian dengan
menggunakan bahan bakar “P” dengan efisiensi pada beban puncaknya adalah 9,13 diputaran 4690 rpm. Sementara efisiensi “Et” tertinggi pada pembebanan
puncaknya yaitu pembebanan 6 lampu 600 watt diputaran 4333 rpm yaitu
7,51. Dengan dilakukannya pencampuran E25, efisiensi thermal brake meningkat bila dibandingkan dengan “P” pada beban puncaknya adalah 9,86
pada putaran 4610 rpm. Dengan ditambahkannya hidrogen dalam campuran efisiensi termal brake meningkat menjadi 10,58 dipembebanan puncaknya
diputaran 4590 rpm. Dengan ini dinyatakan bahwa pencampuran etanol pada premium dapat meningkatkan efisiensi thermal dan menambahkan hidrogen
dalam campuran juga meningkatkan efisiensi thermal.
4.6 Hasil Pembakaran
Pada pengujian ini juga dilakukan penelitian terhadap proses pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar saat menggunakan bahan bakar premium, etanol
Universitas Sumatera Utara
dan saat menggunakan campuran bahan bakar campuran premium, etanol dan hidrogen. Salah satu parameter yang diteliti yaitu busi. Busi bertugas membantu
proses pembakaran, sesuai data timing pengapian yang dihasilkan dari putaran rotor magnet yang disampaikan fulser dan diolah oleh CDI, serta dibangkitkan
oleh koil dan diteruskan ke busi. Api dan suhu busi juga dituntut tinggi, untuk mencegah timbulnya endapan kerak. Kondisi pembakaran dapat diteliti dengan
cara melihat warna elektroda busi. Karena saat terjadi pembakaran, elektroda busi berada di dalam ruang bakar. Gambar 4.11 menunjukkan busi yang masih baru
yang akan digunakan dalam pengujian, sebagai berikut:
Gambar 4.11 Busi yang akan digunakan dalam pengujian Busi nomor 1 pada gambar diatas digunakan pada bahan bakar “P”, busi nomor 2
digunakan pada bahan bakar “Et”, busi nomor 3 digunakan pada bahan bakar
“E25”, dan busi nomor 4 digunakan pada bahan “H2,5”. Setelah pengujian
selesai, terlihat jelas perbedaan pada elektroda busi. Perbedaan tersebut akan terlihat secara visual pada gambar dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12 Busi yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan
bahan bakar “P”
Gambar 4.13 Busi yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan
bahan bakar “Et”
Gambar 4.14 Busi yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan
bahan bakar “E25”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15 Busi yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan bahan
bakar “H2,5”
Dari gambar diatas terlihat perbedaan elektroda busi antara penggunaan bahan
bakar “P”, “Et”, “E25” dan “H2,5”. Warna hitam yang terlihat, menunjukkan
besarnya konsentrasi endapan karbon pada elektroda busi. Hal ini disebabkan adanya kandungan karbon dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dalam
ruang bakar. Semakin banyaknya endapat karbon yangterlihat menandakan semakin tidak sempurnanya jenis bahan bakar ini terbakar.
Dalam hal ini terlihat bahwa endapan karbon terbanyak yang ditandai dengan
warna hitam pekat pada elektroda yaitu pada bahan bakar “P”, diikuti oleh bahn bakar “E25” dengan warna elektroda hitam yang tidak terlalu pekat, kemudian
campuran “H2,5” yang memiliki warna elektroda coklat. Dan “Et” terlihat
pembakarannya lebuh sempurna dengan melihat elektroda hasil pembakaran masih terlihat putih bersih.
4.7 Pengujian Emisi Gas Buang