ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)

(1)

commit to user

i

(Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

Rahayu trihatmami

F1106044

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI

(Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)

Rahayu Trihatmami F1106044

Penelitian ini menganalisis apakah penggunaan faktor - faktor produksi pada usaha penggemukan sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen sudah memenuhi kriteria efisiensi relatif secara teknis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi relatif secara teknis, penggunaan faktor-faktor produksi dan mengetahui skala hasil pada usaha ternak sapi ini.

Penelitian ini mengambil sampel seluruh populasi peternak sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo, dan Sragen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi. Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan digunakan untuk meneliti efisiensi teknis pada usaha penggemukan sapi. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi (bakalan sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa penggemukan sapi) yang berpengaruh pada produksi.

Hasil analisis dari DEA tersebut dapat diketahui beberapa hal: pertama, hanya 9 penggemuk sapi yang efisien secara teknis sedangkan 31 responden lainnya belum efisien secara teknis, kedua, jenis sapi yang efisien untuk diusahakan adalah jenis sapi Brangus, ketiga, efisiensi terjadi pada masa penggemukan minimal 4 bulan, keempat, takaran pemberian bekatul dan konsentrat yang efisien dalam sehari 0,5-0,99 kg, sedangkan hijauan 1 kg dalam sehari dan kelima, berat bakalan sapi yang efisien untuk digemukan berkisar antara 251 – 300 kg.


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

Dipersembahkan kepada : Ayah dan Ibuku tercinta

Kakak – kakakku, dan adikku tersayang. My inspiration Yudi Hermanto

Dosen Pembimbing


(6)

commit to user

vi

Mim p i ta np a tind a ka n a d a la h o m o ng ko so ng , Mim p i d iikuti tind a ka n, inila h SUKSES.

Be la ja rla h p a d a se o ra ng p e m b im b ing , b uka n p e na se ha t!

Ka re na se o ra ng p e m b im b ing p e rna h me la kuka nnya d a n b e rha sil,

Se d a ng ka n se o ra ng p e na se ha t ha nya b isa b e rb ic a ra ta p i b e lum p e rna h m e la kuka n.

Milkila h C inta Ka sih a nta r Se sa m a ,

Ka re na se ja tinya C inta Ka sih itula h ya ng m e nya tuka n Tub uhm u d e ng a n Ro hm u.


(7)

commit to user

vii

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Sapi Di Kabupaten Sragen”

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. AM Soesilo, MSc selaku Pembimbing Akademik.

3. Bapak Dr.Guntur Riyanto M.Si selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Ibu Izza Mafruhah, SE, Msi selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sragen beserta Staf atas bantuannya dalam menyediakan data yang penulis butuhkan.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Surtono dan Ibu Suti Hastuti, terimakasih atas segala kesabaran, doa, dukungan, motivasi, nasehat, dan kasih sayang yang tiada tara sepanjang masa yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

8. Kakak - kakakku, Mbak Tanti dan Mb Diah Serta adikku Imam tersayang terimakasih atas segala perhatian, dukungan, doa, dan kasih sayang kalian.

9. My Inspiration Yudi Hermanto yang tidak henti-hentinya memberikan curahan doa, semangat, kasih sayang, dan kesabarannya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan semua masalah yang penulis hadapi selama penulis menyelesaikan skripsi.

10. Temen – temanku dari kos “Metodologi” makasih ya sudah menemani saya hingga larut malam guna menyelesaikan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah tercipta. Semua itu akan selalu jadi kenangan terindah yang tak akan pernah kulupakan.

12. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi, terimakasih telah membimbing saya dan memberi saya tambahan ilmu yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas sebelas Maret, terima kasih telah melayani kami hingga kami beranjak keluar dari Fakultas tercinta.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuannya.

Semoga semuanya mendapat balasan kebaikan, cinta, dan surga-Nya. AMIN.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di kesempatan yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya, baik penulis maupun para pembaca.

Surakarta, 21 Juni 2010 Penulis


(9)

commit to user

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan ... 10

1. Ekonomi Pertanian ... 10

2. Ekonomi Peternakan ... 13

B. Jenis – Jenis Sapi ... 14

1. Jenis – jenis Sapi Impor ... 15


(10)

commit to user

x

D. Teori Produksi... ... 23

1. Pengertian Produksi... 23

2. Fungsi Produksi... 25

3. Fungsi Produksi Frontier... 26

E. Teori Efisiensi... 27

F. Penelitian Terdahulu ... 33

G. Kerangka Pemikiran ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... ... ... 40

B. Populasi ... ... 40

C. Jenis dan Sumber Data ... ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... ... 40

E. Definisi Operasional Variabel... 41

1. Input... 41

2. Output... 42

F. Alat Analisis DEA... 42

1. Konsep Nilai Dalam DEA... 43

2. Nilai Manajerial DEA... 44

3. Kelebihan Dan Keterbatasan DEA... 45


(11)

commit to user

xi

A. Keadaan Wilayah Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo

dan Kecamatan Sragen... 49

1. Letak Geografis ... ... 49

a. Kecamatan Kedawung... 49

b. Kecamatan Sambirejo... 49

c. Kecamatan Sragen... 50

2. Wilayah Admistrasi ... ... 51

3. Kependudukan ... ... 53

4. Jumlah Penduduk ... ... 55

5. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen. ... ... 56

B. Analisis Deskriptif ... ... 59

C. Analisis Data Dengan Metode DEA……….. 71

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... 76

B. Saran ... ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Wilayah Administratif Kecamatan Kedawung ……….. 51

Tabel 4.2 Wilayah Administratif Kecamatan Sambirejo ……… ... 52

Tabel 4.3 Wilayah Administratif Kecamatan Sragen ………. 52

Tabel 4.4 Kepadatan penduduk kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen 53 Tabel 4.5 Pertumbuhan penduduk alami ( Natural Increase ) kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen tahun 2004 – 2007 ………….. 54

Tabel 4.6 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan sex ratio kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen Akhir tahun 2007 ……… 55

Tabel 4.7 Banyaknya ternak besar dan kecil di kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen tahun 2007 ……… 57

Tabel 4.8 Produksi daging dan kulit di kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen akhir tahun 2007 ………. 58

Tabel 4.9 Berdasarkan Pekerjaan Responden………. 60

Tabel 4.10 Berdasarkan Jenis Bakalan Sapi……… ... 60

Tabel 4.11 Berdasarkan Berat Bakalan Sapi...……… . 61

Tabel 4.12 Berdasarkan Lama Masa Penggemukan……… .... 62

Tabel 4.13 Berdasarkan Sistem Penggemukan………. 62


(13)

commit to user

xiii

Tabel 4.16 Berdasar Banyaknya Hijauan Yang Diberikan Dalam Sehari……. 64

Tabel 4.17 Berdasarkan Harga Bakalan……….. . 65

Tabel 4.18 Berdasarkan Harga Bekatul……… 66

Tabel 4.19 Berdasarkan Harga Konsentrat………. . 67

Tabel 4.20 Berdasarkan Harga Hijauan……… 67

Tabel 4.21 Berdasarkan Produksi Daging Sapi……….... 68

Tabel 4.22 Berdasarkan Harga Produksi Daging Sapi……… . 69

Tabel 4.23 Berdasarkan Kenaikan Bobot Dalam Sehari……… .. 70

Tabel 4.24 Hasil Olahan DEA………... 71

Tabel 4.25 Efisiensi Teknis berdasarka Jenis Bakalan Sapi……… 72

Tabel 4.26 Efisiensi Teknis berdasarkan Berat BakalanSapi……… ... 73

Tabel 4.27 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Bekatul……… . 73

Tabel 4.28 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Konsentrat...………… 74

Tabel 4.29 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Banyaknya Hijauan……… 74

Tabel 4.30 Efisiensi Teknis, Berdasarkan Produksi Daging Sapi………. 75


(14)

commit to user

xiv

Gambar 2.1 Fungsi Produksi ... 25 Gambar 2.2 Ukuran Efisiensi ... 30 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ... 38


(15)

commit to user

i

Rahayu Trihatmami F1106044

Penelitian ini menganalisis apakah penggunaan faktor - faktor produksi pada usaha penggemukan sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen sudah memenuhi kriteria efisiensi relatif secara teknis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi relatif secara teknis, penggunaan faktor-faktor produksi dan mengetahui skala hasil pada usaha ternak sapi ini.

Penelitian ini mengambil sampel seluruh populasi peternak sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo, dan Sragen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi. Alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) dan digunakan untuk meneliti efisiensi teknis pada usaha penggemukan sapi. Variabel-variabel yang mempengaruhi output meliputi (bakalan sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa penggemukan sapi) yang berpengaruh pada produksi.

Hasil analisis dari DEA tersebut dapat diketahui beberapa hal: pertama, hanya 9 penggemuk sapi yang efisien secara teknis sedangkan 31 responden lainnya belum efisien secara teknis, kedua, jenis sapi yang efisien untuk diusahakan adalah jenis sapi Brangus, ketiga, efisiensi terjadi pada masa penggemukan minimal 4 bulan, keempat, takaran pemberian bekatul dan konsentrat yang efisien dalam sehari 0,5-0,99 kg, sedangkan hijauan 1 kg dalam sehari dan kelima, berat bakalan sapi yang efisien untuk digemukan berkisar antara 251 – 300 kg.


(16)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan ke arah komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan pada saat ini peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri. Apabila perkembangan ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang profesional dan tata laksana yang baik, produksi ternak yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami kerugian.

Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005, dalam Hadi et al 2002; hal 145) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono 2007, dalam hadi et al 2002; hal 147). Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660 ton, atau setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong (Koran Tempo tanggal 12 oktober 2008), sementara produksi hanya 288.430 ton.


(17)

commit to user

2 Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi daging pada tahun 2010 sebesar 2,72kg/kapita/tahun sehingga kebutuhan daging dalam negeri mencapai 654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi 1,49%/tahun (Badan Pusat Statistik tahun 2005). Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Populasi tersebut belum mampu mengimbangi laju permintaan daging sapi yang terus meningkat. Untuk mengantisipasinya, pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan (Priyanti 1998, dalam Hadi et al 2002; hal 147).

Tujuan pemeliharaan sapi potong oleh peternakan rakyat adalah untuk pembibitan (reproduksi) dan penggemukan (Prasetyo 1994, dalam Hadi et al 2002; hal 148). Usaha pembibitan umumnya dilakukan di daerah dataran rendah dengan ketersediaan pakan relatif kurang, sedangkan usaha penggemukan banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan ketersediaan pakan relatif cukup. Usaha pembibitan relatif tidak memerlukan banyak pakan karena tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan pedet, sedangkan penggemukan memerlukan lebih banyak pakan karena tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging.

Kecilnya skala usaha pemeliharaan sapi di daerah intensif disebabkan peternakan merupakan usaha yang dikelola oleh rumah tangga petani, dengan modal, tenaga kerja, dan manajemen yang terbatas. Kecilnya pemilihan ternak juga karena umumnya usaha pembibitan atau penggemukan merupakan usaha sampingan, selain usaha tani utama seperti padi, palawija, sayuran atau tanaman perkebunan. Di daerah pertanian ekstensif, cukup besarnya skala usaha disebabkan


(18)

commit to user

3 padang rumput untuk penggembalaan cukup tersedia, sehingga kebutuhan tenaga kerja dan biaya pakan dapat dikatakan hampir mendekati nol (Hadi et al, 2002; hal 149).

Sapi potong sudah menjadi salah satu pilihan komoditas yang diyakini bisa menjadi sumber pendapatan keluarga karena proses pemeliharaan sapi potong sebenarnya cukup mudah, namun yang menjadi permasalahan adalah pemeliharaan yang dilakukan para peternak. Beberapa peternak belum memiliki orientasi bahwa beternak sapi potong bisa menjadi sumber pendapatan utama. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka tentang beternak sapi potong.

Masalah utama usaha penggemukan komersial adalah tingginya biaya tetap (fixed cost) untuk manajemen dan lain – lain. Untuk menekan biaya diperlukan sapi bakalan yang harganya relatif murah tetapi mempunyai ADG (penambahan berat harian) yang tinggi. Selama ini, perusahaan swasta mengimpor sapi bakalan dari Australia karena dinilai lebih murah dibanding mendatangkan sapi lokal jenis Peranakan Ongole dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat atau daerah lainnya. Jika pembibitan dapat dilakukan di Jawa yang sekaligus merupakan daerah sentra konsumen daging sapi di Indonesia, dengan menggunakan bangsa sapi dengan ADG yang tinggi seperti peranakan Simmental atau sederajad, maka peternak kecil berpeluang untuk memasok sapi bakalan secara lebih efisien bagi usaha penggemukan.

Teknologi pembibitan mungkin tidak dipengaruhi skala usaha (bersifat “ scale neutral” ), tetapi meningkatnya skala akan menghemat biaya (size


(19)

commit to user

4 economies). Kebutuhan pakan dan biaya bakalan per ekor akan sama pada skala kecil dan besar, tetapi pada skala besar biaya operasional lebih efisien. Total biaya tetap akan semakin besar dengan meningkatnya usaha, tetapi dengan jumlah induk yang makin besar, biaya manajemen untuk memproduksi per ekor pedet akan makin kecil.

Keadaan ini merupakan dampak positif dari meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat serta semakin selektifnya konsumen. Faktor penunjang lainnya adalah semakin digalakkannya subsektor kepariwisataan yang pada kenyataannya memang menuntut ketersediaan daging berkualitas tinggi. Namun, hal ini tidak didukung dengan ketersediaan bakalan sehingga sampai saat ini Indonesia masih banyak mengimpor sapi dari negara lain.

Sudah saatnya kita melakukan koreksi total bagi penanganan usaha peternakan rakyat, yang dalam skala makro, tidak hanya akan meningkatkan taraf kehidupan peternak, tetapi juga penghematan devisa. Peningkatan skala usaha, penanganan yang lebih intensif dan penggunaan berbagai hasil penelitian di bidang pakan ternak, pemuliaan ternak, pencegahan dan pengobatan penyakit ternak yang dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga – lembaga penelitian lainnya, yang terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak sudah saatnya dilakukan.

Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pengembangan agrobisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dan


(20)

commit to user

5 biaya murah serta optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah low external input sustainable agriculture ( LEISA ) dan zero waste, terutama di wilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha pembibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan secara terintegrasi melalui perkebunan, tanaman pangan, dan memanfaatkan sumber pakan biomas lokal ( Nuansa Aulia, 2009).

Perkembangan peternakan sapi pedaging di Indonesia saat ini lebih mengarah kepada segi komersial yang pengelolaannya telah dilakukan secara profesional. Sistem penggemukan sapi pun semakin modern karena terpacu oleh tuntutan penyediaan daging yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Upaya pemerintah dalam mengantisipasi kenyataan ini sebenarnya sudah bisa dirasakan, sebagai contoh daerah Indonesia bagian Timur telah dicanangkan sebagai wilayah pengembangan ternak potong, terutama sapi penghasil daging. Sementara itu, di Pulau Jawa, pada dekade terakhir ini telah berkembang pula usaha penggemukan pedet. Bahkan dari pedet jantan sapi perah pun (yang dahulu kurang mempunyai nilai selain untuk pejantan), kini kelahirannya sudah ditunggu – tunggu untuk dipersiapkan masuk ke dalam kandang penggemukan.

Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengembangan usaha penggemukan sapi dan untuk menjaga eksistensi usaha penggemukan sapi di tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu meliputi Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan Kecamatan Sragen adalah bagaimana mengkondisikan para pengusaha penggemukan sapi yang ada untuk


(21)

commit to user

6 menggunakan faktor-faktor produksi yang ada dengan seefisien mungkin sehingga akan menghasilkan output dan keuntungan yang optimal.

Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan Kecamatan Sragen menarik untuk diteliti karena ketiga kecamatan tersebut merupakan sentra, pemasok daging sapi terbanyak di Kabupaten Sragen dengan total mencapai 1380 ton per tahun (sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2008) dan pionner, yaitu perintis usaha penggemukan sapi sejak tahun 1987 (sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen) usaha penggemukan sapi di kabupaten Sragen, kontribusi terhadap PDRB dari usaha penggemukan sapi juga sangat tinggi, selain itu jumlah peternak penggemukan sapi didaerah ini cukup banyak dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Sragen (sumber: www.sragenkab.go.id)

Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen terus berupaya meningkatkan produktifitas usaha penggemukan sapi guna memberikan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta kualitas peternakan salah satu upaya yang dilakukan adalah pinjaman modal pada akhir tahun 2006 untuk sapi kereman sebesar Rp.150.000.000,00 dengan bunga 1,1 % per bulan sebagai bantuan modal usaha penggemukan sapi dari pemerintah kepada ketiga kecamatan tersebut, serta untuk mememenuhi kebutuhan permintaan daging sapi yang terus meningkat di Kabupaten Sragen pada khususnya dan wilayah Karisidenan Surakarta pada umumnya.

Mengingat besarnya kontribusi daging sapi di tiga kecamatan tersebut terhadap permintaan daging sapi di Kabupaten Sragen, maka perlu adanya sebuah


(22)

commit to user

7 penelitian yang bisa dijadikan salah satu alternatif solusi masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengusaha penggemukan sapi. Dalam hal ini yaitu bagaimana mengkombinasikan semua faktor-faktor produksi yang ada agar dapat dikelola dengan baik sehingga produksi daging sapi, umumnya di Kabupaten Sragen dapat dioptimalkan dan produksi daging sapi di Kabupaten Sragen pun akan lebih efisien. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk menganalisis efisiensi produksi usaha penggemukan sapi di tiga kecamatan, Kabupaten Sragen dengan judul ”ANALISIS EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI (Studi Kasus Di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen)”.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh perumusan masalah, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah efisien teknis secara relatif usaha penggemukan sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen?

2. Jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen?

3. Berapa lamakah waktu yang efisien untuk masa penggemukan sapi?

4. Berapakah takaran bekatul, konsentrat dan hijauan yang efisien dalam sehari yang diberikan oleh penggemuk sapi?


(23)

commit to user

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian seperti telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengukur efisiensi teknis secara relatif usaha penggemukkan Sapi di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen.

2. Untuk mengetahui jenis sapi apakah yang paling efisien untuk diusahakan di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen di Kabupaten Sragen.

3. Untuk mengetahui berapa lama waktu yang efisien untuk masa penggemukan sapi.

4. Untuk mengetahui berapakah takaran bekatul, konsentrat dan hijauan yang efisien dalam sehari yang diberikan oleh penggemuk sapi.

5. Untuk mengetahui berapakah berat bakalan sapi yang efisien untuk dibudidayakan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan usaha penggemukan sapi di Kabupaten Sragen khususnya pada kecamatan yang usaha penggemukan sapinya belum berkembang.


(24)

commit to user

9 2. Bagi Masyarakat

Dapat menunjukkan bahwa peternakan khususnya usaha penggemukan sapi merupakan alternatif sumber pendapatan untuk tingkat pendidikan yang rendah.

3. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan keilmuan, serta sebagai bahan referensi untuk melengkapi penelitian-penelitian lebih lanjut yang masih ingin menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.


(25)

commit to user

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekonomi Pertanian Dan Ekonomi Peternakan

1. Ekonomi pertanian

Pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya yang efisien pada tahap-tahap awal proses pembangunan menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenaga kerja dan formasi kapital yang selanjutnya dapat digunakan untuk membangun sektor industri. Pertanian atau usaha tani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis (suhu, kelembaban udara, curah hujan, topografi dan sebagainya) berinteraksi melalui proses tumbuh kembang tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan serat alam (Tatiek Koerniawati, 1993; 5).

Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu: a. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya

mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan dan ekstraksi hasil hutan.


(26)

commit to user

11 b. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatif yaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Pertanian juga merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia yang merupakan Negara agraris.Pertanian berhubungan dengan usaha pemanfaatan tanah untuk menanam tanaman atau pohon – pohonan. Ilmu pertanian merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian baik mengenai subsektor tanaman pangan dan holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan (Moehar Daniel, 2000 : 14).

Pertanian dibagi menjadi dua yaitu pertanian dalam arti sempit dan pertanian dalam arti luas.Pertanian dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana produksinya bahan makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang – kacangan dan umbi – umbian), tanaman sayuran dan buah – buahan.Pada umumnya sebagian hasil pertanian rakyat adalah untuk dikonsumsi keluarga. Adapun petanian dalam arti luas adalah banyak sekali macamnya, yaitu (1) pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit, (2) perkebunan, termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar, (3) kehutanan, (4) peternakan, (5) perkebunan baik perikanan darat maupun perikanan laut (Mubyarto, 1994; 16)

a. Pengertian usaha tani


(27)

commit to user

12 1) Menurut Mubyarto, usaha tani dapat didefinisikan sebagi himpunan dari sumber – sumber alam yang terdapat ditempat itu, yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah dan air, perbaikan – perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan – bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut (Mubyarto,1994; 66).

2) Menurut Musher dalam Mubyarto (1994 ;66), usaha tani merupakan suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan oleh seseorang petani tertentu apakah dia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji.

Usaha tani berdasarkan tujuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Mubyarto, 1994 :18).

1)Usaha tani keluarga ( family farm ) yang mempunyai tujuan utama untuk memperoleh pendapatan keluarga yang terbesar. Usaha tani ini pada umumnya diusahakan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan (subsisten) petani dan keluarganya. Secara ekonomis dapat dikatakan bahwa hasil produksinya sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga dan faktor produksi atau modal yang digunakan sebagian besar berasal dari dalam usahanya sendiri.

2)Usaha tani komersial, yaitu tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya. Secara ekonomis usaha


(28)

commit to user

13 tani komersial ini menggunakan modal yang besar, buruh upahan dan peralatan yang bermesin.

Usaha tani yang baik adalah usaha tani yang produktif dan efisien.

Usaha tani produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi.Pengertian produktivitas ini, secara teknis merupakan perkalian antara efisien dan kapasitas. Efisien mengukur banyaknya output yang diperoleh dari suatu input. Sementara kapasitas menggambarkan kemampuan yang dapat memberikan hasil produksi bruto yang sebesar – besarnya pada tekhnologi tertentu.

2. Ekonomi peternakan

Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Mubyarto, 1977;22), yaitu:

a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional.

Ketrampilan sederhana dan menggunakan bibit local dalam jumlah dan mutu yang relative terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minum dan dimandikan seperlunya sebelumnya dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota keluarga peternak.Tujuan utama ialah sebagai hewan kerja dalam


(29)

commit to user

14 membajak sawah/tegalan, hewan penrik gerobak atau pemgamgkut beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.

b. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.

Ketrampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan.Penggunaan bibit unggul, obat – obatan dan makanan penguat cenderung meningkat, walaupun lamban.Jumlah ternak yang dimiliki 2 – 5 ekor ternak besar dan 5 – 100 ekor ternak kecil terutama ayam.Bahan makanan berupa ikutan panen seperti bekatul, jagung, jerami dan rumput – rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri.

Tujuan utama dari memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.

c. Peternak komersil.

Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang agak modern.Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar.Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak – banyaknya.Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar.

B. Jenis – jenis Sapi

Berikut ini jenis – jenis sapi, baik sapi impor maupun sapi lokal (Nuansa Aulia, 2009; hal 14 - 20 )


(30)

commit to user

15 1. Jenis – jenis Sapi impor

a. Limousine

Limousine merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

Sapi jenis ini merajai di pasar – pasar sapi Indonesia dan merupakan sapi primadona untuk penggemukan. Harganya mahal, karena memiliki tingkat pertambahan badan yang cepat per harinya, yaitu 1,1 kg.

b. Charolais

Charolais sapi jenis ini juga dikembangkan di negara Perancis, warna bulu perak dan merupakan jenis paling besar di negara tersebut, jarang dijumpai di pasar – pasar tradisional, pertumbuhan badan per harinya mencapai 1,3 kg. Merupakan salah satu jenis sapi dagingyang terkenal di Perancis. Ukuran tubuhnya besar dan padat, tetapi kasar. Kakinya pendek dan warna bulunya kuning keputih – putihan atau krem. Sifatnya tenang dan berat badannya bisa mencapai 1.200 – 1.500 kg.

c. Hereford

Hereford merupakan jenis yang juga turunan dari sapi Eropa yang dikembangkan di Inggris, yaitu daerah Hereford. Berat jantan rata- rata 900 kg dan betina 725 kg. Sapi jenis sapi ini mempunyai ciri-ciri dengan tubuh rendah ( kaki pendek ), lebar, dan padat dengan


(31)

commit to user

16 daging yang halus. Warna bulunya merah, tetapi bagian kepala ke arah moncong berwarna putih. Sapi ini memliki nafsu makan yang kuat.

d. Shortorn

Shortorn merupakan sapi yang sama dengan Hereford yaitu dikembangkan di negara Inggris. Bobot jantan rata – rata 1100 kg dan betina 850 kg. Sapi ini mempunyai ciri – ciri dengan bulu bewarna merah tua, tubuhnya besar, dan badan samping rata. Kepalanya pendek, akan tetapi lebar. Tanduknya juga pendek mengarah ke samping dan ujungnya mengarah ke depan. Legernya pendek dan besar, bidang badan samping dan dada rata. Bahunya lebar, berdaging tebal dan kuat, rusuknya melengkung lebar. Garis punggungnya lurus sampai ke ekor.

e. Simmental

Simmental merupakan sapi yang berasal dari lembah Simme negara Switzerland, tapi banyak dikembangkan di Australia dan Selandia Baru. Bobot jantan rata – rata 1100 kg dan betina 800 kg. Sapi ini banyak kita jumpai di pasar – pasar tradisional.

f. Brahman

Brahman merupakan sapi yang berasal dari India, namun banyak dikembangkan di Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia adalah dari Amerika. Jenis sapi yang masuk di Indonesia adalah


(32)

commit to user

17 dari Amerika. Bobot jantan maksimum 800 kg dan betina 550 kg. Di Amerika maupun di Australia, sapi Brahman disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan menghasilkan sapi brahman cross. Beberapa peternak di Pulau Jawa sudah menggunakan sapi brahman cross sebagai bakalan untuk usaha penggemukan yang diimpor dari Australia. Penggemukan yang telah dilakukan di daerah Wonogirin( jawa Tengah ) mendapatkan pertambahan bobot badan sekitar antara 0,83 – 1,5 kg / hari dengan bobot badan awal berkisar antara 240 – 300 kg.

g. Aberdeen Angus

Abeerden Angus merupakan sapi yang masuk di Indonesia melalui negara Selandia Baru, tapi asal sapi ini dari Skotlandia. Bobot jantan rata – rata 900 kg dan betina 700 kg.

h. Brangus

Brangus merupakan sapi dari persilangan betina Brahman dengan jantan Aberdeen Angus. Bulunya halus dan pada umumnya berwarna hitam dan merah. Sapi jenis sapi ini tidak bertanduk, tetapi bergelambir, bertelinga, berponok kecil, dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim dan mampu pula menyesuaikan diri terhadap kualitas pakan yang tidak terlalu tinggi


(33)

commit to user

18 i. Santa Gertudris

Sapi santa gertrudis merupakan hasil persilangan antara pejantan brahman dengan induk shortorn dan pertama kali diciptakan dan dikembangkan di daerah Texas, Amerika Serikat. Sapi ini bergelambir dan jantan berponok kecil. Bulunya berwarna cokelat kemerahan, pendek, dan halus. Postur tubuhnya termasuk besar dengan punggung dan kepala lebar. Sapi ini mempunyai lipatan kulit di bawah leher. Masuk ke Indonesia pada tahun 1973. Bobot badan jantan dewasa sekitar 900 kg, sedangkan betina dewasa sekitar 725 kg.

j. Droughmaster

Droughmaster merupakan sapi hasil persilangan antara betina brahman dengan jantan shortorn, dikembangkan di Australia. Jarang kita jumpai di Indonesia.

2. Jenis – jenis Sapi lokal

Sapi lokal adalah sapi yang sudah lama dan berkembang secara turun temurun terdapat di Indonesia. Berikut ini adalah jenis – jenis sapi yang biasa digunakan sebagai bakalan ntuk usaha penggemukan (Nuansa Aulia, 2009; hal 21 - 23 ).


(34)

commit to user

19 a. Sapi Ongole

Sapi Ongole merupakan sapi yang berasal dari India. Sapi ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal abad ke- 20 dan diternakkan secara turun – temurun di Pulau Sumba, sehingga sapi ini juga dikenal sebagai Sumba Ongole. Sapi Ongole ini memiliki ciri – ciri dengan postur tubuh lebih besar dibandingkan sapi – sapi lokal lainnya. Warna bulunya dari putih sampai putih keabu – abuan dengan campuran kuning orange ke kelabu. Sapi Ongole memiliki tubuh yang besar, kuat, tahan panas, dan makanannya sederhana. Sapi ini mudah dikenal dengan ponok bulat dan besar; gelambir lebar dan bergantung mulai dari leher melelui perut hingga skrotum. Bobot badan yang jantan sekitar 600 – 700 kg dan betina sekitar 450 – 650 kg. Pertambahan bobot badan sekitar antara 0,47 – 0,81kg / hari.

b. Sapi Peranakan Ongole ( PO )

Sapi Peranakan Ongole ( PO ) adalah sapi hasil perkawinan sapi Ongole dengan sapi – sapi lokal yang telah dilakukan di Sumatera dan Pulau Jawa. Poster tubuh maupun berat badan sapi ( PO ) ini lebih kecil dibandingkan dengan sapi Ongole.

c. Sapi bali

Sapi Bali merupakan sapi hasil keturunan dari sapi liar yang sudah mengalami proses yang cukup lama. Sapi Bali memiliki bulu halus,


(35)

commit to user

20 pendek – pendek, dan mengkilap. Pada saat muda, warna bulunya yang cokelat akan berubah menjadi hitam. Sapi Bali dapat mencapai bobot badan jantan dewasa antara 350 – 400 kg dan betina dewasa antara 250 – 300 kg.

d. Sapi Madura

Sapi Madura merupakan sapi yang diperkirakan sebagai hasil perkawinan antara sapi Bali dengan sapi India ( Bos Indicus ). Perkiraan ini didasarkan pada tanda – tanda kesesuaian ponok dan bulu yang diturunkan dari kedua jenis sapi tersebut.

C. Berbagai Sistem Penggemukan

Pada prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan, serta lama penggemukan. Di luar negeri, penggemukan sapi dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening, dan kombinasi keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem kereman (Sori Basya Siregar, 2008; hal 32 - 40).

a. Pasture Fattening

Pasture fattening merupakan suatu sistem penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara menggembalakan sapi dipadang penggembalaan. Dengan demikian, teknik pemberian pakan dalam sistem ini adalah dengan penggembalaan. Tidak ada penambahan


(36)

commit to user

21 pakan berupa konsentrat maupun biji – bijian sehingga pakan yang tersedia hanya berasal dari hijauan yang terdapat di padang penggembalaan.

Oleh karena itu, hijauan yang terdapat di padang penggembalaan di samping rumput - rumputan yang ada, harus ditanami leguminosa agar kualitas hijauan yang ada di padang penggembalaan itu lebih tinggi. Kandang pada sistem penggemukan sapi pasture fattening hanya berfungsi sebagai tempat berteduh sapi – sapi pada malam hari atau pada waktu hari sedang sangat panas. Penggemukan dengan sistem pasture fattening memerlukan padang penggembalaan yang relatif luas sehingga sulit bila dilaksanakan di daerah – daerah yang padat penduduknya seperti di Pulau Jawa.

b. Dry lot fattening

Dry lot fattening merupakan sistem penggemukan sapi dengan pemberian ransum atau pakan yang mengutamakan biji – bijian seperti jagung, sorgum, atau kacang – kacangan. Di Amerika Serikat, penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening dilakukan pada daerah pusat produksi jagung yang dikenal dengan corn belt. Pemberian jagung yang telah digiling dan ditambah dengan pemberian hijauan yang berkualitas sedang pada penggemukan sapi sudah memberikan pertambahan bobot badan yang lumayan. Namun, belakangan ini penggemukan sapi dengan sistem dry lot fattening


(37)

commit to user

22 bukan hanya memberikan satu jenis biji – bijian saja, tetapi sudah merupakan suatu bentuk yang diformulasi dari berbagai jenis bahan konsentrat.

c. Kombinasi pasture dan dry lot fattening

Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening banyak dilakukan di daerah – daerah subtropis maupun tropis dengan peritmbangan musim dan ketersediaan pakan. Di daerah subtropis, pada musim dingin sebelum salju turun, sapi digemukkan dengan sistem pasture. Setelah turun salju, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot.

Di daerah tropis, pada musim banyak produksi hijauan ataupun rumput, penggemukan sapi dilakukan dengan pasture. Pada musim tertentu pada musim kemarau, sewaktu produksi sijauan sudah sangat menurun, penggemukan sapi diteruskan dengan sistem dry lot. Penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening dapat pula diartikan dengan menggembalakan sapi – sapi pada padang – padang penggembalaan di siang hari selama beberapa jam, sedangkan pada sore dan malam hari sapi – sapi dikandangkan dan diberi pakan konsentrat secukupnya. Dibandingkan dengan sistem penggemukan sapi pasture fattening, lama penggemukan sapi dengan sistem kombinasi pasture dan dry lot fattening lebih singkat, tetapi lebih lama dibandingkan dengan sistem pasture fattening.


(38)

commit to user

23

d. Kereman

Penggemukan sapi dengan sistem kereman dilakukan dengan cara menempatkan sapi – sapi dalam kandang secara terus – menerus salama beberapa bulan. Sistem ini tidak begitu berbeda dengan penggemukan sapi dengan sistem dry lot, kecuali tingkatnya yang masih sangat sederhana. Pemberian pakan dan air minum dilakukan dalam kandang yang sederhana selama berlangsungnya proses penggemukan. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada ketersediaan pakan hijauan dan konsentrat. Apabila hijauan tersedia banyak maka hijauanlah yang lebih banyak diberikan, sebaliknya, apabila konsentrat mudah diperoleh, tersedia banyak, dan harganya relatif murah maka pemberian konsentratlah yang diperbanyak.

Penggemukan sapi dengan sistem kereman hanya terdapat di Indinesia dan banyak dilakukan di daerah – daerah Magetan, Wonogiri, Wonosobo, Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

D. Teori Produksi

1. Pengertian produksi

Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat dengan cara mengkombinasikan faktor – faktor produksi: capital, tenaga kerja, teknologi, managerial skill (Soeharno, 2006; 55 ).


(39)

commit to user

24 Menurut Mubyarto (1977; 59) faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja dan modal, disamping faktor produksi keempat yaitu managemen (koordinasi atau entrepreneurship) yang berfungsi mengkoordinir ketiga faktor produksi yang lain sehingga benar – benar mengeluarkan hasil produksi (output).

Usaha tani yang produktif berarti usaha tani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi ( output ) yang dapat diperoleh dari satu ke satuan input (Mubyarto, 1977; 57). Sedangkan kapasitas tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar – besarnya pada tingkatan teknologi tertentu.

Dalam ekonomi pertanian dibedakan pengertian produktivitas dan pengertian produktivitas ekonomis daripada usaha tani.Dalam pengertian ekonomi maka letak atau jarak usaha tani dari pasar penting sekali artinya. Kalau dua buah usaha tani mempunyai produktivitas fisik yang sama, maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempuyai nilai yang lebih tinggi karena produktivitas ekonominya lebih besar ( Mubyarto, 1994; 77).


(40)

commit to user

25

2. Fungsi

produksi

Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor – faktor produksi (input) ( Mubyarto, 1977; 58). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini dituliskan sebagai :

Y =f (x1, x2 …….xn)

Dimana; Y = adalah hasil produksi fisik x1………xn = faktor – faktor produksi

Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa factor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisa peranan masing – masing factor produksi, maka dari sejumlah factor – factor produksi itu salah satu factor produksi kita anggap variable (berubah – ubah) sedangkan faktor – faktor produksi lainnya dianggap konstan.


(41)

commit to user

26 Sumber: Mubyarto 1977:58

3. Fungsi Produksi Frontier

Production frontier memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan fungsi produksi dan umumnya banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efesiensi, frontier digunakan untuk menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan (Coelli et al 1998, dalam Ahmad Yousuf 2008 ).

Fungsi produksi Frontier pertama kali dikembangkan ( Aigneret al; Meeusen dan Van den Broek 1977, dalam Ahmad Yousuf 2008 ). Fungsi ini menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan untuk sejumlah input produksi yang dikorbankan. ( Greene1996, dalam Ahmad Yousuf 2008 ) menjelaskan bahwa dengan model produksi frontier dimungkinkan mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu kelompok atau usaha tani tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang diobservasi. Lebih lanjut, dengan basis kerangka teori produksi ini, banyak model telah dikembangkan untuk mengestimasi efisiensi teknik suatu usaha tani (firm) dengan mempertimbangkan aspek teori dan empirik yang berbeda (Coelli et al 1998, dalam Ahmad Yousuf 2008 ).

Konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau


(42)

commit to user

27 menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem1998, dalam Ahmad Yousuf). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien.

Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan atas 4 cara yaitu: (1)deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

E. Teori Efisiensi

Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis dapat mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi.Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum.Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen dalam pengambilan keputusan untuk usahataninya.Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan sebuah ukuran kinerja yang diharapkan (Hadad, 2003:hal 1).

Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil, juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai


(43)

commit to user

28 output yang sama besarnya. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi.

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan ( Farrell1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 ), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Menurut Lau dan Yotopoulos 1971, dalam Ahmad Yousuf konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya atau menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunaan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi


(44)

commit to user

29 teknis dan efisiensi harga. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008. Menurut Sugiyanto 1982, dalam Ahmad Yousuf 2008 efisiensi ekonomis dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum (profit maximization) dan kriteria biaya minimum (cost minimization).Efisiensi ekonomi akan tercapai bila kenaikan hasil sama dengan nilai penambahan faktor-faktor produksi atau nilai marginal (NPM) dari faktor-faktor produksi sama dengan biaya korbanan marginalnya (BKM). Dengan kata lain, menurut Bravo-Ureta dan Pinheiro 1993, dalam Ahmad Yousuf 2008 rasio produk marginal untuk tiap pasangan input sama dengan rasio harganya.

Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya yang minimum. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier, sedangkan inefisiensi alokatif mengacu pada penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 pada Gambar 2.2 Konsep efisiensi Farrel ini diasumsikan pada kondisi Constant Return to Scale.

Pada Gambar 2.2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi


(45)

commit to user

30 satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan output tetap.

Gambar 2.2 Ukuran Efisiensi

Sumber: Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008

Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif

S

P

A

R Q

Q’

S’ A’

0 X2/y


(46)

commit to user

31 inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’.Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ.Oleh Farrell 1957, dalam Ahmad Yousuf 2008 efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency).

Menurut Kumbakhar dan Lovell 2000, dalam Ahmad Yousuf 2008, produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Menurut Bakhshoodeh dan Thomson 2001, dalam Ahmad Yousuf 2008 petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu.

Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output (indeks efisiensi Timmer) merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yangdicapai oleh


(47)

commit to user

32 observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli 1996, dalam Ahmad Yousuf 2008 ):

TE = = E[exp(-Ui)/

ε

i].

dimana nilai TEi antara 0 dan 1 atau 0 < TEi < 1.

Pada saat produsen telah menggunakan sumberdayanya pada tingkat produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor penghambat.Tetapi banyak faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi.Penentuan sumber dari inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total.

Ada beberapa efek model efisiensi teknis yang sering digunakan dalam penelitian empiris menggunakan analisis stochastic frontier.(Coelli et al. 1998, dalam Ahmad Yousuf 2008) membuat model efek inefisiensi teknis diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan variabel acak yang tidak negatif. Untuk usahatani ke-I pada tahun ke-t, efek inefisiensi teknis uit diperoleh dengan pemotongan terhadap distribusi N(μit,σ|), dengan rumus:

µit = δ0 + Zit δ + wit. E( YUi,Xi ) E ( Y* Ui =0,Xi )


(48)

commit to user

33 dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1xM) yang nilainya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (Mx1) dan wit adalah variabel acak.

Dengan mengasumsikan bahwa sebuah usahatani dalam mencapai keuntungannya harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada, atau berarti sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif. Dengan demikian, akhirnya akan diperoleh fungsi biaya frontier dual yang bentuk persamaannya sebagai berikut:

C = C(yi,pi,βi) + ui. dimana:

C = biaya produksi yi = jumlah output pi = harga input

βi = koefisien parameter

ui = error term (efek inefisiensi biaya)

F. Penelitian Terdahulu

1. Hadi, Prajogo U dan Nyak Ilham ( 2002 ), dalam penelitiannya dengan judul “Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan dan Sapi Potong di Indonesia”. Penelitian ini membahas bahwa sumber utama sapi bakalan untuk usaha adalah kegiatan pembibitan sapi potong di dalam negeri oleh peternak kecil, sedangkan produksi sapi bakalan


(49)

commit to user

34 sangat dipengaruhi oleh problem dan prospek usaha pembibitan itu sendiri. Beberapa temuan krusial dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)skala usaha pembibitan per peternak sangat kecil ( 1 – 3 ekor ) dengan teknologi budi daya sederhana, 2)pembibitan umumnya dilakukan di daerah dataran rendah dengan ketersediaan pakan terbatas, sedangkan penggemukan dilakukan di dataran tinggi dengan ketersediaan pakan cukup, 3)produktivitas masih rendah karena rasio pelayanan kawin suntik per kebuntingan masih tinggi, jarak waktu beranak cukup panjang, tingkat kematian pedet prasapih tinggi, dan adanya serangan parasit, 4)di daerah tertentu peternak cenderung memilih peranakan bangsa sapi betina Peranakan Friesh Holland ( PFH ) dan semen Simmental dan sederajad karena harga pedetnya sangat tinggi, 5)usaha pembibitan dengan induk peranakan ongole ( PO ) dan semen Simmental mendatangkan kerugian, sedangkan dengan induk PFH dan semen Simmental memberikan keuntungan, walaupun sangat marjinal, 6)usaha penggemukan memberikan keuntungan jauh lebih besar namun membutuhkan modal jauh lebih besar pula yang sulit dipenuhi peternak sehingga usaha pembibitan masih merupakan lahan usaha yang dipilih peternak, 7)perlu integrasi kuat antara usaha pembibitan sabagai pemasok sapi bakalan dengan usaha penggemukan ( termasuk perusahaan “feedlot” ) sebagai pengguna sapi bakalan, dan 8) perlu perbaikan program kawin suntik dengan penyediaan semen Simmental


(50)

commit to user

35 dan sederajad dalam jumlah cukup. Dalam penelitian ini menggunakan metode DEA dengan pendekatan tingkat peternakan lintas penampang, survei data di dua provinsi wilayah selatan Thailand yang digunakan untuk memperkirakan nilai efisiensi ekonomi.Kemudian, sebuah regresi Tobit diperkirakan untuk meneliti efek peternakan, sosio ekonomi dan faktor – faktor manajemen peternakan efisiensi.Melalui ini, kemungkinan perubahan dalam nilai inefisiensi dapat dijelaskan oleh faktor di atas. 2. Penelitian oleh Titik Wulandari (2000) dalam skripsi dengan judul

“Analisis Efisiensi Usaha Tani Bawang Merah dan Cabai Besar dalam Diversivikasi Pertanian di Kecamatan Saden Kabupaten Bantul”. Di dalam penelitian ini penulis mengambil perumusan masalah, pertama apakah produksi bawang merah dan cabai besar penelitian sudah efisien secara teknis. Kedua apakah produksi bawang merah dan cabai besar didaerah penelitian sudah efisien secara ekonomis.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah, pertama produksi bawang merah dan cabai besar yang menggunakan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja didaerah penelitian tidak memenuhi kriteria efisiensi secara teknis. Kedua dalam produksi bawang merah dan cabai besar yang menggunakan faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja didaerah penelitian belum memenuhi kriteria efisiensi secara ekonomis.


(51)

commit to user

36 3. Wirat Krasachat (2007) dalam penelitiannya dengan judul “Efisiensi Ekonomi Pertanian Ternak Sapi di Thailand”. Penelitian ini membahas mengenai faktor yang mempengaruhi inefisiensi ekonomi ternak sapi di Thailand. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa ada konfirmasi bahwa ukuran peternakan, yang cukup variabilitas ternak dan perbedaan terkonsentrasi pakan yang digunakan telah mempengaruhi inefisiensi ekonomi peternakan sapi sementara, perbedaan usia produsen, pedidikan dan pengalaman, pakan kasar, jumlah kunjungan pertahun pertanian dan milik kelompok tani tidak memiliki yang berbeda pada efisien ekonomi di Thailand produksi ternak di berbagai peternakan. Hasilnya menunjukan keuntungan dalam campuran pakan ternak siap digunakan oleh produsen dan pertanian kecil di Thailand ternak sapi potong.

4. Ghorbani, SA Mirmahdavi dan E. Rahimabadi Rahimabadi(2009) dalam pnelitiannya yang berjudul “Efisiensi ekonomi penggemukan sapi Caspian Farms”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur efisiensi teknis (ET), efisiensi alokatif (EA), dan efisiensi ekonomi (EE) usaha penggemukan sapi di Kaspia dngan mengambil sampel sebanyak 70 peternak. Analisis data dengan menggunakan metode DEA. Berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu dapat dirtingkatkan efisiensi usaha penggemukan sapi di Kaspia dengan menggunakan input produksi seperti penambahan lamanya masa penggemukan dan ditingkatkan


(52)

commit to user

37 asupan gizi sebagai energy untuk asupan protein kasar dalam melahirkan anak sapi. Data yang digunakan dalam studi ini didasarkan pada survey wawancara langsung dari 70 peternakan yang dipilih dengan metode sampling acak proporsional di klasifikasikan di sebagian besar adalah daerah penghasil ternak di Iran Utara (dekat Laut Kaspia) selama satu masa penggemukan. Isi kuesioner seperti jumlah anak sapi yang dilahirkan, umur petani, pendidikan dan pengalaman peternak, asupan makanan sehari – hari, metabolized energi, dan asupan protein kasar anak sapi dan lamanya periode penggemukan yang diperoleh. Selain itu biaya input dan nilai output yang diperoleh.


(53)

commit to user

38

G. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Keterangan :

USAHA

PENGGEMUKAN SAPI

OUTPUT INPUT

-.Bakalan Sapi - Jumlah Bekatul - Jumlah Konsentrat - Jumlah Hijauan

- lama masa penggemukan

-Nilai Produksi daging sapi

EFISIENSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI


(54)

commit to user

39 Berdasarkan gambar diatas efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana baiknya sumber - sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Sumber daya ekonomi merupakan input antara lain bakalan sapi, jumlah bekatul, jumlah konsentrat, jumlah hijauan, dan lama masa penggemukan sapi sedangkan outputnya adalah nilai produksi daging sapi. Efisiensi usaha penggemukan sapi dapat diketahui dengan mengamati input dan output yaitu dalam produksi daging sapi dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopment Analysis).


(55)

commit to user

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen, dengan jenis penelitian exploratif. Penelitian ini bersifat terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas.

B. Populasi

Populasi jumlah keseluruhan dari satuan – satuan atau individu – individu yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto, 2000; hal 42). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penggemuk sapi di kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen.

C.Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu diperoleh dari hasil metode observasi dan interview kepada para pembudidaya penggemukan sapi dengan menggunakan daftar kuisioner. Adapun sumber lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengambil dari situs – situs internet dan dari Dinas Peternakan Kabupaten Sragen.


(56)

commit to user

41 Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Dengan kuisioner, yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan yang diberikan kepada para peternak untuk diisi jawaban yang semestinya.

2. Mengadakan observasi, yaitu pengamatan secara langsung ke lapangan guna memperoleh data – data maupun informasi – informasi yang dibutuhkan.

3. Kajian pustaka, yaitu dengan mendapatkan keterangan maupun teori dari berbagai sumber pustaka.

E. Definisi Opersional Variabel 1. Input

a. Bakalan sapi

Merupakan berat bakalan sapi yang akan diternak, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

b. Jumlah Bekatul

Merupakan jumlah bekatul yang dikonsumsi oleh sapi dalam satu hari dengan jumlah sapi dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). c. Jumlah konsentrat

Merupakan jumlah konsentrat yang dikonsumsi oleh sapi dalam satu hari, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).


(57)

commit to user

42 d. Jumlah hijauan

Merupakan jumlah hijauan yang dikonsumsi oleh sapi dalam satu hari, dinyatakan dalam satuan kilogram ( kg ).

e. Lama Masa Penggemukan Sapi

Yaitu waktu berapa lama sapi diternak untuk diproduksi (bulan).

2. Output

- Nilai produksi daging sapi

Merupakan bobot sapi yang diproduksi per 3 bulan, dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

Dalam penelitian ini variabel-variabel diatas akan dianalisis dengan menggunakan alat analisis Data Envelopment Analysis (DEA).

F. Alat Analisis DEA ( Data Envelopment Analysis)

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah metode analisis DEA. Metode Data Envelopment Analysis ( DEA ) adalah metode non parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan tentang langkah yang dirancang untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit ekonomi yang lain dalam satu


(58)

commit to user

43 pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis input dan output yang sama.

Penerapan metode DEA diasumsikan dapat mengatasi keterbatasan yang dimilki oleh regresi berganda atau analisis rasio parsial. Analisis regresi dapat menunjukan elastisitas penggunaan input terhadap output yang dihasilkan dalam suatu sektor ekonomi. Sektor ekonomi dapat dinilai efisien apabila nilai output yang dihasilkan secara riil lebih tinggi dari nilai output yang dihasilkan dalam estimasi. Sejalan dengan analisis rasio, analisis regresi juga memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menganalisis kondisi pada saat terdapat banyak input dan output. Di sisi lain, analisis non parametrik (salah satunya DEA) dapat mengeliminir kendala yang dihadapi oleh analisis parametrik untuk menganalisis efisiensi tingkat input terhadap nilai tambah ( output ) ( PAU UGM, 2000; hal 1 ) :

1. Konsep Nilai dalam DEA

Dea menentukan ukuran untuk input dan output unit ekonomi yang nilainya tidak negative dan setiap unit ekonomi harus dapat memakai ukuran yang sama untuk evaluasi rasionya (total output tertimbang / total input tertimbang ≤ 1). Teori DEA memiliki beberapa konsep nilai yang digunakan sebagai dasar proses manajerial (PAU UGM, 2000; hal 2) yaitu : a) Nilai rasio efisiensi bersifat relatif, berarti DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap unit ekonomi yang relatif


(59)

commit to user

44 terhadap sampel unit lain. Hal ini dapat digunakan untuk melihat unit ekonomi yang membutuhkan perbaikan manajerial.

b) DEA menunjukan unit ekonomi yang memiliki efisiensi sempurna dengan nilai 100% dan yang kurang efisien dengan nilai < 100%. Di samping itu terdapat angka multiplier yang digunakan sebagai dasar perbaikan manajerial.

c) Dea menyajikan matriks efisiensi silan yang dapat menunjukan unit ekonomi efisien dengan input berbeda dan menghasilkan output berbeda dengan unit ekonomi lain .

2. Nilai manajerial DEA

DEA memiliki beberapa nilai manajerial, antara lain :

a) DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap UKE, relative terhadap UKE yang lain dalam sampel. Angka efisien ini memungkinkan seorang analisis untuk mengenali UKE yang paling membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang tidak/kurang efisien.

b) Jika suatu UKE kurang efisien (efisiensi < 100%), DEA menunjukan sejumlah UKE yang memiliki efisiensi sempurna (efficiency reference set, efisiensi = 100%) dan seperangkat angka pengganda (multipliers) yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun strategi perbaikan, informasi tersebut memungkinkan seorang analisis membuat UKE hipotesis yang menggunakan input yang


(60)

commit to user

45 lebih sedikit dan menghasilkan output paling tidak sama atau lebih banyak dibandingkan UKE yang tidak efisien, sehingga UKE hipotesis tersebut akan memiliki efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output dari UKE yang tidak efisien. Pendekatan tersebut memberi arah strategi bagi manajer untuk meningkatkan efisiensi suatu UKE yang tidak efisien melalui pengenalan terhadap input yang terlalu banyak digunakan serta output yang produksinya terlalu rendah sehingga seorang manajer tidak hanya mengetahui UKE yang tidak efisien tetapi ia juga mengetahui berapa tingkat input dan output yang harus disesuaikan agar dapat memiliki efisiensi yang tinggi.

c) DEA menyediakan matrik efsiensi silang. Efisiensi silang UKE A terhadap UKE B merupakan rasio dari output tertimbang dibagi input tertimbang yang dihitung dengan menggunakan tingkat input dan output UKE A dan bobot input dan output B. analisis efisiensi silang dapat membantu seorang manajer untuk mengenali UKE yang efisien tapi menggunakan kombinasi input dan menghasilkan kombinasi output yang sangat berbeda dengan UKE yang lain. UKE tersebut sebagai maverick (menyimpang, unik).

3. Kelebihan dan keterbatasan DEA

Adapun kelebihan dari metode DEA dibandingkan dengan alat analisis yang lain antara lain :


(61)

commit to user

46 a) DEA dapat mengukur tingkat efisiensi relative yang menggunakan

banyak input dan banyak output.

b) Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.

c) DMU (Decision Making Unit) dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.

d) Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Meskipun untuk menghitung efisiensi relative memiliki banyak kelebihan dibandingkan analisa rasio parsial dan analisa regresi, DEA memiliki keterbatasan, yaitu :

a) DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat dukur, demikian pula dengan analisis rasio dan analisis regresi. Kesalahan dalam memasukan input dan output yang valid akan memberikan hasil yang bias. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan UKE yang pada kenyataannya tidak efisien menjadi nampak efisien, dan sebaliknya.

b) DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit lain dalam tipe yang sama. Tanpa mampu mengenali perbedaan – perbedaan tersebut. DEA akan memberi hasil yang bias. Masalah ini terkandung pada data base-nya, bukan pada teknik DEA-nya. Masalah ini tidak hanya relevan untuk DEA, tetapi juga menyangkut semua teknik untuk mengukur efisiensi.


(62)

commit to user

47 c) Dalam bentuk dasarnya DEA berasumsi adanya Constant Retunr To Scale (CRTS). CRTS menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output. Ini merupakan asumsi yang penting, sebab asumsi ini memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan terhadap unit isoquant, walaupun pada kenyataannya hal tersebut tidak selalu (jarang) terjadi.

Bobot input dan output yang dihasilkan oleh DEA tidak dapat ditfsirkan dalam nilai ekonomi, meskipun koefisien tersebut memiliki formulasi matematik yang sama. Tetapi hal ini bukan merupakan kendala yang serius, sebab DEA bertujuan mengukur efisiensi teknis relatif.

4. Bentuk formulasi ( DEA )

Fungsi tujuan programasi linier dalam model DEA akan menjadi rasio efisiensi (total output tertimbang / total input tertimbang). Rasio efisiensi tersebut akan dibandingkan dengan rasio efisiensi sampel lain (yang berperan sebagai benchmark / reference set)bernilai paling efisien ( 100% ). Dari hasil perbandingan tersebut didapatkan nilai multiplier pengganda Y (shadow price).Angka shadow price tersebut digunakan sebagai dasar penyesuaian input dan output unit ekonomi yang kurang efisien menuju efisien. Formulasi fungsi tujuan ditunjukan dengan (PAU UGM, 2000):


(63)

commit to user

48 Maksimumkan Zk =

Formulasi DEA yang merupakan transformasi dari program linier tersebut adalah :

Maksimumkan Zk = , dengan kendala ( constraint ) :

[Pkj]UrkY.rj- ≤ 0; j = 1,…n

[qk] = 1 Urk 0; r = 1,…s Vrk ≥ 0; j = 1,…m

Keterangan :

n = jumlah unit ekonomi i = input i k = unit ekonomi k m = jumlah input r = output r j = unit ekonomi j s = jumlah output V dan u


(64)

commit to user

49 BAB IV

GAMBARAN UMUM

A.Keadaan Wilayah Kecamatan Kedawung, Kecamatan Sambirejo dan

Kecamatan Sragen

1. Letak Geografis

a. Kecamatan Kedawung

Luas wilayah Kecamatan Kedawung adalah 4.978 Ha, terdiri dari 10 Desa, 158 Dukuh, 88 RW, 301 RT dengan jumlah penduduk akhir Maret 2007 adalah 58.011 jiwa ( L : 28.667 dan P : 29.344). Jarak Ibukota Kecamatan ke Kabupaten : 8,5 Km.

Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :

- Sebelah utara : Kecamatan Karangmalang. - Sebelah Selatan : Kecamatan Karanganyar. - Sebelah Barat : Kecamatan Masaran. - Sebelah Timur : Kecamatan Sambirejo.

b. Kecamatan Sambirejo

Luas wilayah Kecamatan Sambirejo adalah 4.843 Ha, terdiri dari 9 Desa, 157 Dukuh, 241 RT 91 RW.jumlah penduduk akhir Juni 2007 adalah 27.777 jiwa ( L : 13.696 dan P : 14.081).


(65)

commit to user

50 Kecamatan Sambirejo terletak di sebelah selatan ibukota Kabupaten Sragen, berjarak 12 Km dari ibukota Kabupaten Sragen dan 45 Km dari Kota Solo, dan berada 191 m diatas permukaan air laut. Wilayah selatan merupakan lereng Gunung Lawu, wilayah tengah daerah berbukit dengan Curah Hujan sekitar 25,21 mm/th dan Suhu rata-rata 18-27° C.

Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :

- Sebelah utara : Kecamatan Gondang. - Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar. - Sebelah Barat : Kecamatan Kedawung. - Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur.

c. Kecamatan Sragen

Kecamatan Sragen sebagai Ibukota Kabupaten Sragen merupakan pusat pemerintahan yang strategis menjadi tolok ukur pelaksanaan pembangunan disegala bidang di Kabupaten Sragen. Sebagai Pusat Pemerintahan di Kabupaten Sragen maka dituntut menampilkan wajah ibukota yang dapat menjadi identitas Kota Sragen yang ASRI (Aman, Sehat, Rapi dan Indah) secara lahir dan batin yang merupakan semboyan dan cita-cita masyarakat Kabupaten Sragen.

Kecamatan Sragen terdiri dari 6 Kelurahan ( Sine, Sragen Kulon, Sragen Tengah, Sragen Wetan, Nglorog) dan 2 Desa (Tangkil dan


(66)

commit to user

51 Kedungupit) yang terdiri dari 113 Dukuh, 364 RT, 111 RW. Dengan luas wilayah 2.727 Ha prosentase 2.90%.

Adapun batas – batas wilayahnya yaitu :

- Sebelah utara : Kecamatan Sukodono. - Sebelah Selatan : Kabupaten Karangmalang. - Sebelah Barat : Kecamatan Sidoharjo. - Sebelah Timur : Kecamatan Ngrampal.

2. Wilayah Administrasi

Tabel 4.1 Wilayah Administratif Kecamatan Kedawung No Nama Desa Pusat Desa Jumlah

Dukuh

Jumlah RT

Jumlah RW

1. Desa Karangpelem Karangpelem 16 25 8

2. Desa Mojodoyong Botok 20 26 8

3. Desa Jenggrik Terban 14 27 7

4. Desa Mojokerto Mojokerto 21 32 11

5. Desa Kedawung Kedawung 21 34 9

6. Desa Bendungan Kampungbaru 25 36 8

7. Desa Wonokerso Pilang 15 32 14

8. Desa Wonorejo Babatan 10 14 6

9. Desa Celep Tanjung 11 30 9

10. Desa Pengkok Pengkok 5 45 8

Sumber:http//www.sragenkab.go.id

Berdasarkan data di atas, kecamatan Kedawung terbagi menjadi 10 kelurahan/Desa, 158 Dukuh, 88 RW, 301 RT.


(67)

commit to user

52 Tabel 4.2 Wilayah Administratif Kecamatan Sambirejo

No Nama Desa Pusat Desa Jumlah Dukuh

Jumlah RT

Jumlah RW

1 Musuk Jaten 22 27 10

2 Jetis Toro 18 26 8

3 Sukorejo Sukorejo 17 15 7

4 Jambeyan Jambeyan 14 22 10

5 Sambi Bulu 25 40 13

6 Dawung Cetokan 18 33 11

7 Blimbing Blimbing 17 29 14

8 Sambirejo Purworejo 16 25 7

9 Kadipiro Gondang Baru 10 24 11

Sumber: http//www.sragenkab.go.id

Berdasarkan data di atas, kecamatan Sambirejo terdiri dari 9 Desa, 157 Dukuh, 241 RT 91 RW.

Tabel 4.3 Wilayah Administratif Kecamatan Sragen No Nama Desa / Kel Pusat Desa /

Kel Jumlah Dukuh Jumlah RT Jumlah RW

1 Kel.Sine Bangak 13 32 13

2 Kel.Sragen Kulon Tegalsari 13 91 23

3 Kel.Sragen Tengah Karangdowo 16 52 16

4 Kel.Sragen Wetan Sragen Dok 9 60 15

5 Kel.Nglorog Ngrandu 11 30 11

6 Kel.Karang Tengah Klitik 20 31 7

7 Desa Tangkil Tangkil 13 36 16

8 Desa Kedungupit Kedungupit 18 32 10

Sumber:http//www.sragenkab.go.id

Berdasarkan data di atas, kecamatan Sragen terdiri dari 6 Kelurahan ( Sine, Sragen Kulon, Sragen Tengah, Sragen Wetan, Nglorog) dan 2 Desa (Tangkil dan Kedungupit) yang terdiri dari 113 Dukuh, 364 RT, 111 RW.


(1)

commit to user

73

yaitu sebanyak 93,58 % dan yang paling rendah efisiensinya adalah berat

bakalan sapi 401 kg ke atas yaitu sebanyak 87,11%.

Tabel 4.26 Efisiensi Teknis Berdasarkan Berat Bakalan Sapi.

No

Bakalan sapi

( kg )

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

4

5

200 – 250

251 - 300

301 - 350

351 – 400

401 keatas

93.58

93.09

92.84

92.97

87.11

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

b.

Jumlah Bekatul

Setiap responden dalam memberikan bekatul pada ternak berbeda

takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat

efisiennya paling tinggi terdapat pada kelompok responden yang memberi

bekatul dengan takaran 0,5 – 0,99 kg per hari yaitu sebesar 98,56%.

Tabel 4.27 Efisiensi Teknis Berdasarkan Banyaknya Bekatul.

No

Bekatul

( kg )

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

4

0,5 – 0,99

1 – 1,49

1,5 – 1,99

2 keatas

98.56

93.60

88.14

92.03


(2)

commit to user

74

c.

Jumlah Konsentrat

Setiap responden dalam memberikan konsentrat pada ternak berbeda

takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat

efisiensinya paling tinggi yaitu kelompok responden yang memberi

konsentrat dengan takaran 0,5 – 0,99 kg per hari yaitu 99,76%.

Tabel 4.28 Efisiensi Teknis Berdasar Banyaknya Konsentrat

No

Konsentrat

( kg )

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

0,5 – 0,99

1 – 1,49

1,5 ke atas

99.76

93.28

90.61

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

d.

Jumlah Hijauan

Setiap responden dalam memberikan hijauan pada ternak berbeda

takarannya. Hasil dari data di atas pada efisiensi teknis yang tingkat

efisiensinya paling tinggi 99,20% yaitu responden yang memberi hijauan

sebanyak 1 kg dalam sehari.

Tabel 4.29 Efisiensi Teknis Berdasar Banyaknya Hijauan.

No

Hijauan

( kg )

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

1

2

3

99.20

93.32

90.97


(3)

commit to user

75

e.

Produksi Daging Sapi

Berdasarkan produksi daging sapi.Efisiensi teknis yang tingkat

efisiensinya paling tinggi yaitu 93,45% pada produksi daging sapi antara

250 – 349 kg.

Tabel 4.30 Efisiensi Teknis Berdasar Produksi Daging Sapi.

No Produksi Daging

Sapi ( kg )

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

250 – 349

350 – 449

450 – 549

93.45

92.29

93.13

Sumber: Data primer dan hasil olahan DEA.

f.

Lama masa penggemukan

Berdasarkan hasil olahan DEA dapat diketahui bahwa pada efisiensi

teknis yang efisien untuk membudidayakan sapi yaitupada lama masa

penggemukan sapi 4 bulan sebesar 96,57%, 5 bulan sebesar 96,77% dan 6

bulan sebesar 96,80%.

Tabel 4.31 Efisiensi Teknis Berdasar Lama Masa Penggemukan.

No Bakalan sapi

Ef. Teknis

( % )

1

2

3

4

3 bulan

4 bulan

5 bulan

6 bulan

88.87

96.57

96.77

96.80


(4)

commit to user

76

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

1.

Dari hasil pengolahan dengan menggunakan DEA menunjukkan sebanyak 9

responden sudah efisien secara teknis, yaitu peringkat 1 sampai 9,

sedangkan 31responden lainnya yaitu peringkat 10 sampai 40 belum efisien

secara teknis.

2.

Dari ke empat jenis sapi tersebut yang efisien untuk diusahakan di

Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen adalah jenis sapi Brangus

yang secara teknis sebesar 97,39%.

3.

Efisiensi terjadi pada masa penggemukan sapi bila diproduksi selama

minimal 4 bulan.

4.

Berat bakalan sapi yang yang efisien untuk diternak berkisar antara 251 –

300 kg.

5.

Dalam pemberian makanan berupa bekatul, yang efisien adalah dengan

takaran 0,5 – 0,99 kg dalam sehari.

6.

Dalam pemberian makanan berupa konsentrat, yang efisien adalah dengan

takaran 0,5 – 0,99 kg dalam sehari.

7.

Dalam pemberian makanan berupa hijauan, yang efisien adalah dengan

takaran 1 kg dalam sehari.


(5)

commit to user

77

B.

Saran

1.

Karena hasil dengan DEA yang efisien belum mencapai 100% yaitu

peternak sapi yang peringkat nomor 10 sampai 40 perlu mengikuti tata cara

pengelolaan dari penggemuk sapi peringkat 1 sampai 9 tentang bagaimana

cara memelihara sapi agar hasil yang diperoleh efisien.

2.

Untuk hasil yang lebih efisien, bagi para penggemuk sapi disarankan untuk

membudidayakan jenis sapi Brangus dan alternatif kedua adalah jenis sapi

Ongole.

3.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih efisien seharusnya para petnggemuk

sapi membudidayakan ternak mereka dalam masa penggemukan sapi

minimal selama 4 bulan.

4.

Sebaiknya membeli bakalan yang beratnya berkisar antara 251 – 300 kg

untuk dibudidayakan karena hasil yang diperoleh lebih maksimal.

5.

Pemberian bekatul yang paling efisien dalam sehari rata - rataantara 0,5 –

0,99 kg, sehingga bagi penggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih

banyak dari takaran rata – rata sebaiknya dikurangi takarannya.

6.

Pemberian konsentrat yang paling efisien dalam sehari rata - rata antara 0,5

– 0,99 kg, sehingga bagi petnggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih

banyak dari takaran rata – rata sebaiknya dikurangi takarannya.

7.

Pemberian hijauan yang paling efisien dalam sehari yaitu 1kg, sehingga

bagi penggemuk sapi yang pemberian takarannya lebih dari 1kg sehari

sebaiknya dikurangi.Terkait dari kesimpulan nomor 2 sampai 7, maka


(6)

commit to user

78

sebaiknya bagi pengemuk sapi pemula maupun yang sudah lama yang

dianalogikan peringkat 10 sampai 40 mengadopsi sistem tata cara

pengelolaan hewan ternak yaitu menyangkut jenis sapi, berat bakalan,

takaran pemberian makanan (seperti bekatul, konsentrat dan hijauan). Hal

ini direkomendasikan karena berdasarkan hasil penelitian penggemuk sapi

peringkat 1 sampai 9 memiliki tata cara pengelolaan hewan ternak sapi yang

efisien.