Analisis Usahatani Jambu Biji (Studi Kasus : Desa Sugau, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

PENENTUAN DAN PEMETAAN STATUS HARA FOSFOR DAN SENG TANAH SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOSTATISTIK SKRIPSI OLEH :
TEGUH BAGUS SURYA 100301119
AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

PENENTUAN DAN PEMETAAN STATUS HARA FOSFOR DAN SENG TANAH SAWAH DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOSTATISTIK SKRIPSI OLEH :
TEGUH BAGUS SURYA 100301119
AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH Skripsi Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agroekoteknologi, Minat Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian
Nama NIM Program Studi Minat

: Penentuan dan Pemetaan Status Hara Fosfor dan Seng Tanah Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Menggunakan Pendekatan Geostatistik

: Teguh Bagus Surya : 100301119 : Agroekoteknologi : Ilmu Tanah

Ketua

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Anggota

(Ir. Hardy Guchi, MP) NIP. 1956 0812198603 1001

(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP) NIP. 1969 0502199403 2005

Diketahui Oleh Ketua Program Studi Agroekoteknologi
(Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.) NIP. 1964 0620199803 2001
Tanggal Lulus :

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Pemupukan yang berlebihan dapat mengancam kelestarian lingkungan dan merugikan secara ekonomi. Penyebaran spasial hara-hara tanah merupakan informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan manajemen lahan spesifik lokasi, yakni berupa penyusunan peta status hara yang dapat menjadi dasar arahan pemupukan yang tepat sasaran dan menguntungkan secara ekonomis serta mempertahankan kelestarian lingkungan. Untuk menentukan korelasi, tingkat keragaman spasial dan memetakan distribusi P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia, dilakukan penelitian di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan April hingga September 2014 menggunakan metode survei grid bebas skala 1 : 60.000 pada wilayah studi seluas 4.770 ha dengan mengambil sampel dari 44 titik yang disertai koordinat lokasi pada kedalaman 0—20 cm. Variabel tanah yang diamati adalah P-potensial (ekstraksi HCl 25 %), P-tersedia (Bray II), dan Zn-tersedia (ektraksi HCl 25 %). Selanjutnya data dianalisis dalam statistik deskriptif, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, analisis korelasi Pearson, serta analisis geostatistik (semivariogram dan interpolasi kriging).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut 36,24 mg/100g, 17,73 ppm, dan 27,75 ppm. P-potensial dan P-tersedia secara nyata berkorelasi positif pada taraf 1 % sementara keduanya tidak berkorelasi secara nyata dengan Zn-tersedia. P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut memiliki tingkat keragaman spasial yang lemah, sedang, dan lemah dengan rentang efektif 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Penyebaran spasial P-potensial adalah rendah (2,95 %; 141 ha), sedang (61,15 %; 2.917 ha), dan tinggi (35,90 %; 1.712 ha), P-tersedia adalah rendah (2,56 %; 5.122 ha), sedang (52,18 %; 2.489 ha) dan tinggi (45,26 %; 2.159 ha), serta Zntersedia seluruhnya (100 %; 4.770 ha) berstatus di atas 1 ppm atau termasuk cukup.

Kata kunci : Keragaman Spasial, Tanah Sawah, P, Zn, Geostatistika
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Exessive fertilization may damage environmental sustainability and diminish economical efficiency. Spatial variability of soil nutrients is such an essential information for implementing site-spesific land management. Soil nutrient mapping is capable to be utilized as guideline for planning targeted and profitable fertilization as well as sustainable environment. This study was aimed for assessing correlation, determining spatial dependence and mapping spatial distribution of potential-P, available-P, and available-Zn, conducted in Perbaungan District, Serdang Bedagai from April to September 2014 using flexible grid survey at 1 : 60.000 scale within 4.770 ha study area for collecting 44 geographical-referenced soil samples at 0—20 depth. Observed soil properties were potential-P (HCl 25 % extraction), available-P (Bray II), and available-Zn (HCl 25 % extraction). All soil properties were analyzed with descriptive statistics, Kolmogorov-Smirnov normality test, Pearson Correlation test, and geostatistical analyses (semivariogram and kriging interpolation).
The results showed that mean value of potential-P, available-P, and available-Zn are 36,24 mg/100g, 17,73 ppm, dan 27,75 ppm, respectively. Potential-P and available-P are positively correlated at 1 % test level while both are not correlated with available-Zn. The spatial dependence of potential-P, available-P, and available-Zn are weak, moderate, and weak, respectively with spatial effective range 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Spatial distribution of potential-P is categorized as low (2,95 %; 141 ha), moderate (61,15 %; 2.917 ha), and high (35,90 %; 1.712 ha), available-P is categorized as low (2,56 %; 5.122 ha), moderate (52,18 %; 2.489 ha) and high (45,26 %; 2.159 ha), and available-Zn is categorized to be higher than 1 ppm all over study area.
Keywords : Spatial Variability, Paddy Soil, P, Zn, Geostatistics
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 4 Agustus 1992 dari ayah Misno (Alm.) dan Ibu Arsihani. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) 2010, dengan memilih Program Studi Agroekoteknologi dan pada semester VII memilih minat Ilmu Tanah.
Sejak masa kuliah, penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum di Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah. Selain itu, penulis pernah aktif di UKM Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU dan juga aktif dalam organisasi luar universitas di Forum Lingkar Pena (FLP) Sumatera Utara. Pada tahun 2013, penulis merupakan kandidat terpilih dalam pelatihan kepemimpinan mahasiswa Young Leaders for Indonesia (YLI) angkatan V di Jakarta serta pernah berhasil meraih juara III pada kompetisi esai nasional dengan topik Koperasi Pertanian Organik.
Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Kebun Laras PT Perkebunan Nusantara IV Simalungun dari tanggal 16 Juli 2013 sampai 20 Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan dan Pemetaan Status Hara Fosfor dan Seng Tanah Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Menggunakan Pendekatan Geostatistik”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih sebesarbesarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Ir. Hardy Guchi, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat dan bimbingan mulai dari menetapkan judul, melakukan penelitian, hingga pada ujian akhir. Khusus untuk Ibu Masrina S. di Laboratorium R&D Asian Agri Kebun Bahilang, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dalam pelaksanaan analisis tanah.
Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan mahasiswa yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2014
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ..........................................................................................................ii
ABSTRACT .........................................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................v
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................1 Tujuan Penelitian.....................................................................................4 Hipotesis Penelitian.................................................................................4 Kegunaan Penelitian................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah ....................................................................5 Analisis Geostatistik................................................................................7 Unsur Hara Fosfor (P) ...........................................................................10 Unsur Hara Seng (Zn) ...........................................................................13 Kondisi Lingkungan Tanah Sawah .......................................................15 Status Hara Tanah dan Rekomendasi Pemupukan................................18
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................21 Bahan dan Alat ......................................................................................21 Metode Penelitian..................................................................................21 Pelaksanaan Penelitian ..........................................................................24 Persiapan Awal...............................................................................24 Penyediaan Peta .............................................................................24 Pengambilan Contoh Tanah ...........................................................25 Penanganan Contoh Tanah.............................................................25 Analisis Kimia Tanah.....................................................................25 Pengambilan Data Kuesioner .........................................................25 Pengolahan Data.............................................................................26 Analisis Statistik Deskriptif..................................................26 Uji Normalitas Sebaran Data ................................................26 Analisis Korelasi...................................................................27 Analisis Geostatistik .............................................................27 Pembuatan Peta Sebaran Spasial....................................................28
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ......................................................................................................29 Kondisi Umum Wilayah Studi .......................................................29 Analisis Statistik Deskriptif ...........................................................30 Uji Normalitas Sebaran Data .........................................................31 Analisis Korelasi Pearson ..............................................................32 Data Hasil Wawancara ...................................................................32 Analisis Geostatistik.......................................................................34 Penyebaran Spasial.........................................................................37 Pembahasan ........................................................................................... 43 Korelasi Hara Fosfor dan Seng Tanah Sawah.......................................43 Tingkat Keragaman Spasial Fosfor dan Seng .......................................44 Penyebaran Spasial Fosfor dan Seng ....................................................45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan............................................................................................ 48 Saran ...................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Jumlah Responden per Desa.........................................................................24 2. Statistik deskriptif P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia.........................30 3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia..................................................................................................31 4. Analisis Korelasi Pearson P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia.............32 5. Tabulasi data kuesioner tiap desa.................................................................33 6. Model Semivariogram untuk P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia .................................................................................................... 34 7. Penyebaran spasial P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia ........................37 8. Tabulasi data P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia pada tiap desa..........41
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Model Semivariogram .........................................................................................9 2. Peta penyebaran titik sampel tanah....................................................................22 3. Histogram P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia...........................................31 4. Model Semivariogram Eksponensial P-potensial ..............................................35 5. Model Semivariogram Linear P-tersedia ...........................................................35 6. Model Semivariogram Eksponensial Zn-tersedia..............................................36 7. Peta penyebaran P-potensial ..............................................................................38 8. Peta penyebaran P-tersedia ................................................................................39 9. Peta penyebaran Zn-tersedia..............................................................................40
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal. 1. Luaran analisis data SPSS untuk statistik deskriptif..........................................53 2. Luaran analisis data SPSS untuk uji normalitas ................................................54 3. Luaran analisis data SPSS untuk analisis korelasi.............................................56 4. Tabulasi data kuesioner wawancara ..................................................................57 5. Luaran analisis geostatistik ArcGIS 10 untuk P-potensial ................................60 6. Luaran analisis geostatistik ArcGIS 10 untuk P-tersedia ..................................61 7. Luaran analisis geostatistik ArcGIS 10 untuk Zn-tersedia ................................62 8. Kriteria P-potensial, P-tersedia, Zn-tersedia .....................................................63 9. Peta penyebaran spasial P-potensial ..................................................................64 10. Peta penyebaran spasial P-tersedia ..................................................................65 11. Peta penyebaran spasial Zn-tersedia ................................................................66 12. Hasil analisis kimia laboratorium P-potensial dan P-tersedia .........................67 13. Hasil analisis kimia laboratorium Zn-tersedia .................................................69 14. Acuan pemupukan fosfor dan seng tanah sawah .............................................73 15. Peta penyebaran titik sampel tanah..................................................................74 16. Peta administrasi Kecamatan Perbaungan .......................................................75 17. Peta penutupan lahan Kecamatan Perbaungan ................................................76 18. Peta satuan lahan Kecamatan Perbaungan.......................................................77 19. Foto kegiatan pengambilan contoh tanah ........................................................78 20. Foto kegiatan wawancara.................................................................................79
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Pemupukan yang berlebihan dapat mengancam kelestarian lingkungan dan merugikan secara ekonomi. Penyebaran spasial hara-hara tanah merupakan informasi yang sangat penting dalam pelaksanaan manajemen lahan spesifik lokasi, yakni berupa penyusunan peta status hara yang dapat menjadi dasar arahan pemupukan yang tepat sasaran dan menguntungkan secara ekonomis serta mempertahankan kelestarian lingkungan. Untuk menentukan korelasi, tingkat keragaman spasial dan memetakan distribusi P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia, dilakukan penelitian di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan April hingga September 2014 menggunakan metode survei grid bebas skala 1 : 60.000 pada wilayah studi seluas 4.770 ha dengan mengambil sampel dari 44 titik yang disertai koordinat lokasi pada kedalaman 0—20 cm. Variabel tanah yang diamati adalah P-potensial (ekstraksi HCl 25 %), P-tersedia (Bray II), dan Zn-tersedia (ektraksi HCl 25 %). Selanjutnya data dianalisis dalam statistik deskriptif, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, analisis korelasi Pearson, serta analisis geostatistik (semivariogram dan interpolasi kriging).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut 36,24 mg/100g, 17,73 ppm, dan 27,75 ppm. P-potensial dan P-tersedia secara nyata berkorelasi positif pada taraf 1 % sementara keduanya tidak berkorelasi secara nyata dengan Zn-tersedia. P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia berturut-turut memiliki tingkat keragaman spasial yang lemah, sedang, dan lemah dengan rentang efektif 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Penyebaran spasial P-potensial adalah rendah (2,95 %; 141 ha), sedang (61,15 %; 2.917 ha), dan tinggi (35,90 %; 1.712 ha), P-tersedia adalah rendah (2,56 %; 5.122 ha), sedang (52,18 %; 2.489 ha) dan tinggi (45,26 %; 2.159 ha), serta Zntersedia seluruhnya (100 %; 4.770 ha) berstatus di atas 1 ppm atau termasuk cukup.
Kata kunci : Keragaman Spasial, Tanah Sawah, P, Zn, Geostatistika
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
Exessive fertilization may damage environmental sustainability and diminish economical efficiency. Spatial variability of soil nutrients is such an essential information for implementing site-spesific land management. Soil nutrient mapping is capable to be utilized as guideline for planning targeted and profitable fertilization as well as sustainable environment. This study was aimed for assessing correlation, determining spatial dependence and mapping spatial distribution of potential-P, available-P, and available-Zn, conducted in Perbaungan District, Serdang Bedagai from April to September 2014 using flexible grid survey at 1 : 60.000 scale within 4.770 ha study area for collecting 44 geographical-referenced soil samples at 0—20 depth. Observed soil properties were potential-P (HCl 25 % extraction), available-P (Bray II), and available-Zn (HCl 25 % extraction). All soil properties were analyzed with descriptive statistics, Kolmogorov-Smirnov normality test, Pearson Correlation test, and geostatistical analyses (semivariogram and kriging interpolation).
The results showed that mean value of potential-P, available-P, and available-Zn are 36,24 mg/100g, 17,73 ppm, dan 27,75 ppm, respectively. Potential-P and available-P are positively correlated at 1 % test level while both are not correlated with available-Zn. The spatial dependence of potential-P, available-P, and available-Zn are weak, moderate, and weak, respectively with spatial effective range 4.505,04 m, 4.256,16 m, dan 7.718,21 m. Spatial distribution of potential-P is categorized as low (2,95 %; 141 ha), moderate (61,15 %; 2.917 ha), and high (35,90 %; 1.712 ha), available-P is categorized as low (2,56 %; 5.122 ha), moderate (52,18 %; 2.489 ha) and high (45,26 %; 2.159 ha), and available-Zn is categorized to be higher than 1 ppm all over study area.
Keywords : Spatial Variability, Paddy Soil, P, Zn, Geostatistics
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Penggunaan pupuk yang rasional dan berimbang merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam keberlanjutan produksi pertanian. Keberhasilan produksi tidak hanya diukur dari seberapa tinggi besaran panen yang dihasilkan, tetapi juga sejauh mana tindakan pengelolaan lahan dapat mempertahankan kelestarian lingkungan. Hal ini menuntut adanya upaya untuk mempertimbangkan segala faktor yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh tindakan pengelolaan tersebut. Menurut Zubair dan Ahmad (2011), pemupukan yang rasional dan berimbang harus memperhatikan kadar unsur hara dalam tanah, jenis dan mutu pupuk yang akan diberikan, keadaan pedoagroklimat serta unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam sistem produksi berkelanjutan (sustainable production system) dan kelestarian lingkungan, tetapi juga meningkatkan pendapatan petani dan penghematan sumberdaya energi. Kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh dua faktor yang saling berkaitan : (a) ketersediaan hara dalam tanah, termasuk pasokan melalui air irigasi dan sumber lainnya, dan (b) kebutuhan hara tanaman. Karena itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat spesifik lokasi dan spesifik varietas (Nurmegawati et.al., 2012).
Adiningsih (2004) dalam Barus dan Andarias (2007) menyatakan bahwa pada lahan sawah intensifikasi pemakaian pupuk P cenderung berlebih, sehingga
Universitas Sumatera Utara

banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk P pada tanaman tidak diikuti dengan peningkatan hasil serta efisiensinya sangat rendah, sementara harga pupuk tersebut cukup mahal. Dari hasil analisis, jumlah P yang terangkut pada saat panen cukup kecil dan fosfat yang diserap tanaman padi pada lahan irigasi 15—20 % dan pada lahan kering hanya 10—15 % dari takaran pupuk yang diberikan, sementara sisanya tinggal di dalam tanah sebagai residu dalam bentuk senyawa P. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), rata-rata unsur hara P yang terangkut panen pada gabah dan jerami padi adalah sekitar 3 kg/ton hasil, sedangkan untuk unsur hara Zn sekitar 0,05 kg/ton hasil. Setiap ton gabah membutuhkan sekitar 2,6 kg P/ha sehingga efisiensi pemupukan sangat diperlukan agar jumlah unsur hara yang terangkut dan yang berada dalam tanah berada dalam kondisi seimbang.
Pagani et.al. (2013) mengatakan bahwa pengujian hara merupakan perangkat yang penting dalam menentukan kebutuhan hara tanaman. Yang termasuk hal ini antara lain uji tanah, analisis tanaman, dan pembacaan sensor tanaman. Hasil pengujian ini harus disesuaikan dengan status hara tanah dan kecukupan tanaman dalam rangka memberikan perlakuan masukan yang tepat, baik berupa pupuk maupun bahan organik. Sementara itu, menurut Aisyah et al. (2010), dengan pertimbangan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, petani perlu melakukan pengelolaan kesuburan tanah yang efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan manajemen hara spesifik lokasi yang memperhitungkan keragaman spasial status hara sehingga dapat mengurangi kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebih atau kurang.
Universitas Sumatera Utara

Penetapan status hara tanah merupakan bagian dari kegiatan uji tanah yang meliputi pengambilan contoh tanah, analisis kimia di laboratorium dengan metode yang tepat dan teruji, serta interpretasi hasil analisis yang kemudian disajikan dalam bentuk peta status hara. Wigena et.al. (2012) menyatakan bahwa peta status hara tanah sawah sangat bermanfaat untuk arahan penyusunan rekomendasi pemupukan padi sawah spesifik lokasi serta arahan kebutuhan pupuk di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. Peta status hara lahan sawah pada skala tingkat semidetail bermanfaat untuk penyusunan rekomendasi pemupukan padi sawah spesifik lokasi serta arahan penggunaan pupuk tingkat kabupaten.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (2013), Serdang Bedagai merupakan salah satu daerah andalan produksi beras di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2012, luas baku lahan sawah di Kabupaten Serdang Bedagai mencapai 35.308 ha atau sekitar 18 % dari total luas wilayah. Kecamatan yang memiliki areal persawahan yang cukup luas di Serdang Bedagai adalah Kecamatan Perbaungan. Luas areal sawah di kecamatan saat ini mencapai 5.868 ha dengan rata-rata produksi 55,40 kuintal/ha pada tahun 2012. Namun, guna menyusun rekomendasi pupuk spesifik lokasi, hingga saat ini belum tersedia peta status hara yang memadai untuk areal persawahan di Kecamatan Serdang Bedagai, terutama untuk tingkat semidetail.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menentukan status hara fosfor dan seng tanah sawah di Kecamatan Perbaungan sehingga dapat digunakan sebagai arahan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi.
Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian 1. Menentukan korelasi hara P dan Zn tanah sawah di Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Menentukan tingkat keragaman spasial hara P dan Zn tanah sawah di
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Memetakan distribusi spasial hara P dan Zn tanah sawah di Kecamatan
Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Hipotesis Penelitian
Terdapat korelasi yang nyata antara P-potensial dan P-tersedia, P-potensial dan Zn, serta P-tersedia dan Zn tanah sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Kegunaan Penelitian
Sebagai dasar arahan rekomendasi pemupukan untuk manajemen lahan sawah spesifik lokasi di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Survei dan Pemetaan Tanah Rossiter (2000) mendefinisikan survei tanah sebagai proses menentukan
pola tutupan tanah, menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang dapat dipahami dan diinterpretasi oleh berbagai kalangan pengguna. Sedangkan menurut Rayes (2007), survei tanah adalah penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metodemetode tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu, yang ditunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan.
Menurut Soil Suvey Division Staff (1993), survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah , mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, membuat alur batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempegaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.
Rayes (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga metode yang digunakan dalam survei tanah, yakni metode Grid Kaku, Fisiografi (Interpretasi Foto Udara/IFU), dan Grid Bebas. 1. Metode Grid Kaku, dilakukan dengan pengambilan contoh tanah yang secara
sistematik dirancang dengan mempertimbangkan kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak pengamatan teratur dengan pola persegi (rectangular
Universitas Sumatera Utara

grid) dengan interval titik pengamtan berjarak sama pada arah horizontal dan vertikal. 2. Metode Fisiografi (IFU), dilakukan dengan interpretasi foto udara untuk mendelienasi landform pada darah yang disurvei, diikuti dengan peninjauan lapangan terhadap komposisi satuan peta hanya pada daerah pewakil, sehingga tidak semua delineasi dikunjungi. 3. Metode Grid Bebas, merupakan perpaduan metode grid Kaku dan fisiografi yang umumnya diterapkan pada survei tingkat semidetail hingga detail. Pengamatan di lapangan dilakukan seperti Grid Kaku, tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah tergantung pada fisiografi daerah survei. Jika terjadi perubahan fisiografi yang menyolok dalam jarak dekat, perlu pengamatan lebih rapat, sedangkan jika landform cenderung seragam maka jarak pengamatan dapat berjauhan. Sehingga, kerapatan pengamatan disesuaikan menurut kebutuhan skala survei yang dilaksanakan serta tingkat kerumitan pola tanah di lapangan

Peta tanah semidetail merupakan peta yang umumnya dibuat dengan skala 1 : 50.000 dengan intensitas pengamatan sekitar 1 untuk setiap 50 ha, tergantung dari kerumitan bentang lahan. Pengamatan lapangan bisasanya dilakukan dengan sistem grid yang dibantu oleh hasil interpretasi foto udara dan citra satelit. Pada jenis skala ini, luas tiap 1 cm2 pada peta adalah sekitar 25 ha di lapangan. Peta semidetail memberi gambaran tentang potensi daerah secara lebih rinci dan dapat menunjukkan lokasi proyek yang akan dilaksanakan. Peta ini umum digunakan untuk rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, perencanaan mikro dan
Universitas Sumatera Utara

operasional untuk proyek-proyek pertanian, perkebunan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi (Rayes, 2007).
Analisis Geostatistik Geostatistika merupakan cabang ilmu statistik untuk menganalisis dan
memprediksi variabel (nilai) yang berkaitan dengan karakteristik ruang dan waktu suatu fenomena. Geostatistika mengintegrasikan dimensi atau koordinat spasial (dan kadang juga temporal) dengan data yang dianalisis, sehingga dapat memprediksi fenomena yang sama pada lokasi yang tidak diambil sampel. Geostatistika dapat digunakan dalam bidang ilmu tanah (soil science) untuk memetakan tingkat polusi tanah oleh Nitrogen, Fosfor, dan Kalium, memodelkan distribusi spasial variabel seperti konduktivitas hidrolik tanah, serta mempelajari hubungan antara variabel tersebut dan hasil panen secara keseluruhan (Indarto, 2013).
Geostatistika menyediakan perangkat untuk memperbaiki perancangan pengambilan contoh dengan menggunakan tingkat autokorelasi spasial di wilayah pengambilan sampel dan sangat bermanfaat untuk menggambarkan hubungan antardata serta mengurangi kesalahan, penyimpangan, dan meningkatkan ketelitian data (Myers, 1997, dalam Eltaib et al., 2002). Geostatistika telah banyak digunakan untuk mengestimasi sejumlah karakteristik tanah yang penting, di antaranya beberapa sifat kimia tanah (Aisyah et al. 2010), Kalium tanah sawah (Masjkur, 2005), dan hara-hara mikro tanah sawah (Liu et al., 2004).
Di antara beberapa teknik dalam geostatistika, Kriging merupakan bentuk prosedur interpolasi yang memberikan estimasi terbaik dengan bias kecil untuk nilai-nilai yang beragam dalam ruang. Prosedur ini dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara

mengestimasi nilai-nilai pada wilayah yang tidak diambil sampel. Estimasi menggunakan Kriging dikalkulasi sebagai nilai-nilai yang dibobotkan pada konsentrasi sampel-sampel yang saling berdekatan. Oleh karena itu, apabila data terlihat sangat kontinu pada ruang, titik-titik yang berjarak lebih dekat pada wilayah yang terestimasi akan menerima pembobotan yang lebih tinggi daripada yang berjarak lebih jauh (Cressie, 1990, dalam Liu et al., 2004).
Menurut Indarto (2013), Kriging adalah sekumpulan metode interpolasi yang didasarkan pada model semivariogram untuk memprediksi nilai autokorelasi spasial, error, dan arah korelasi spasial. Semivariogram merupakan suatu fungsi yang menyatakan keragaman (variance) di antara sampel-sampel yang dipisahkan oleh jarak yang berbeda-beda. Umumnya, semivariogram akan menunjukkan yang kecil untuk perbedaan jarak yang relatif pendek. Semakin panjang perbedaan jarak, maka keragaman akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki auokorelasi spasial (spatial auto-correlation).
Autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut suatu variabel pada daerah tertentu terkait atau saling berhubungan dengan nilai atribut apda daerah lain yang letaknya berdekatan atau bertetangga. Menurut Johnston et al. (2001), semivariogram menggambarkan autokorelasi spasial pada titik-titik sampel yang diukur. Apabila setiap pasangan lokasi diplotkan, maka terdapat suatu model yang disesuaikan. Ada beberapa karakteristik yang umum digunakan untuk menggambarkan model tersebut, yaitu range, sill, dan nugget (Johnston et al., 2001), sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1 berikut.
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Model Semivariogram (Bohling, 2005) Bohling (2005) mendefinisikan Sill sebagai nilai semivariance pada saat variogram mulai mendatar, yang juga dapat mengacu pada amplitudo komponen tertentu dari semivariogram. Pada gambar di atas, sill bisa mengacu baik pada keseluruhan sill (1,0) maupun partial sill yakni selisih (0,8) antara sill dan nugget (0,2). Dalam hal ini, makna dapat tergantung pada konteks. Sedangkan range merupakan jarak di mana semivariogram mencapai nilai sill, atau jarak saat model pertama kali mulai mendatar. Johnston et al. (2001) menyatakan bahwa letak titik sampel yang dipisahkan pada jarak lebih dekat daripada range secara spasial berautokorelasi, sementara jarak yang lebih jauh tidak ada autokorelasi. Masih menurut Johnston et al. (2001), secara teoritis, pada jarak pemisahan sama dengan nol (misal, lag = 0), nilai semivariogram seharusnya juga nol. Namun, pada jarak pemisaan yang sangat kecil, perbedaan antar pengukuran sering cenderung tidak sama dengan nol. Hal ini disebut dengan efek nugget. Efek
Universitas Sumatera Utara

nugget dapat dianggap sebagai error pengukuran atau sumber keragaman spasial pada jarak yang lebih kecil dari interval (range). Error pengukuran terjadi karena kesalahan inheren pada alat pengukuran. Fenomena alam dapat beragam secara spasial melalui suatu rentang skala. Keragaman pada skala yang lebih kecil daripada jarak pengambilan contoh dapat muncul sebagai nilai nugget.
Dalam analisis geostatistik, rasio nugget/sill menentukan tingkat autokorelasi spasial pada masing-masing variabel tanah seperti yang dinyatakan oleh Cambardella et al. (1994) bahwa variabel memiliki tingkat autokorelasi spasial yang kuat jika nilai rasio > 25 %, moderat jika nilai rasio 25 %—75 %, dan kuat jika nilai rasio > 75 %. Autokorelasi spasial yang kuat pada variabel tanah mengacu pada faktor-faktor intrinsik seperti pembentukan tanah, tekstur, dan mineralogi yang umumnya dipengaruhi oleh bahan induk tanah. Sedangkan tingkat autokorelasi spasial yang lemah lebih mengacu pada faktor-faktor ekstrinsik seperti pemupukan dan pengolahan tanah.

Unsur Hara Fosfor (P) Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Akan tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Unsur hara P dalam tanah dapat digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. Menurut Nyakpa et al. (1988), bentuk P pada tanah masam yaitu H2PO4- lebih dominan dijumpai dan terus ke bentuk HPO42- dan PO42- sedangkan P yang dapat diserap tanaman dalam bentuk orthophospat yaitu H2PO4- dan HPO42- pada umumnya dapat tersedia bagi tanaman.
Universitas Sumatera Utara

Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Pada Ultisol, tidak tersedia dan tidak larutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik tanah (Nyakpa et al., 1988).
Hanya sebagian kecil dari P total dalam tanah berada pada larutan tanah pada satu waktu, biasanya kurang dari 4 pon per acre. Rentang konsentrasi dalam larutan tanah mulai kurang dari 0,1 hingga sekitar 5 ppm. Kebanyakan tanaman merespon terhadap penambahan P saat tingkat larutan tanah kurang dari 0,1 – 0,2 ppm. Tingkat larutan P pasti secara konstan berubah, lebih sering dua kali sehari selama masa penyerapan puncak saat musim tanam. proses-proses kesetimbangan (pertukaran dan pelarutan) sebagaimana penurunan bahan organik dan jumlah penambahan pupuk untuk pergerakan P dari cadangan melimpah tanah ke bentuk terlarut (Hodges, 2011).
Tanaman-tanaman yang cepat tumbuh dapat mengangkut hara P sebanyak 1 kg/ha/hari (2,3 kg P2O5/ha/hari). Total jumlah P yang diangkut tanaman dari lahan bervariasi sesuai tanaman. Besar pengangkutan hara fosfat dari lahan pada tanaman yang dipanen kebanyakan berada pada 10—30 kg P/ha per panen (23—69 kg P2O5/ha). Tanaman padi yang menghasilkan panen 2—8 ton/ha mengangkut sekitar 4—16 kg P/ha (9—37 kg P2O5/ha) per panen jika jerami tetap berada di lahan, atau 6—22 kg P/ha (14—50 kg P2O5/ha) per panen jika jerami juga diangkut. Untuk gandum (panen 8 ton/ha) dan kentang (panen 40 ton/ha), sebanyak 28 kg P/ha (64 kg P2O5/ha) per panen terangkut jika sisa
Universitas Sumatera Utara

tanaman tetap tinggal di lahan, dan akan lebih banyak jika sisa tanaman juga terangkut. Dalam jangka panjang, aplikasi P harus sama dengan jumah yang terangkut pada panen tanaman. Pada tanah-tanah dengan kapasitas pengikatan yang tinggi (seperti yang terdapat pada tanah-tanah tropis), aplikasi P hingga 200 kg P/ha (460 kg P2O5/ha) atau lebih sebagai aplikasi pada satu waktu, diikuti dengan laju tahunan yang normal, bisa jadi dibutuhkan untuk mempertahankan kandungan P di dalam larutan tanah di atas batas kritis (Lægreid et.al., 1999).
Tidak seperti nitrogen, pengelolaan P memerlukan strategi jangka panjang. Hal ini disebabkan terutama karena sifat P yang tidak mobil, sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman dan tidak mudah hilang dari tanah. Dengan demikian cara pengelolaan hara P menjadi lebih kompleks dan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Perubahan ketersediaan hara P alami di tanah. Hal ini terkait dengan penentuan
takaran pupuk P yang perlu ditambahkan untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah. 2. Pengaruh penimbunan hara P di tanah sebagai akibat dari pemberian pupuk P secara intensif dan terus-menerus. 3. Pemeliharaan tingkat kesuburan dan status hara P tanah pada level optimal, sehinggamampumencukupi kebutuhan dan tidakmenimbulkan kahat hara lain seperti Zn dan N pada tanaman padi. (Abdulrachman dan Sembiring, 2006)
Universitas Sumatera Utara

Unsur Hara Seng (Zn) Unsur hara mikro esensial adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman
pada kadar < 50 mg/kg bahan (kriteria lain < 0,1 %). Semua unsur hara, termasuk hara mikro, akan mempunyai efek yang sama-sama merugikan pertumbuhan apabila kurang atau tidak tersedia bagi tanaman (defisiensi), tetapi mempunyai pola efek yang tidak sama apabila tersedia berlebihan. Kelebihan unsur hara mikro akan langsung bersifat toksik bagi tanaman, tetapi sebelum meracuni tanaman, terdapat area luxury consumption (konsumsi berlebihan) yang tidak berefek negatif tetapi tidak efektif karena peningkatan serapan hara tidak diikuti dengan perbaikan tanaman. Timbulnya permasalahan hara mikro umumnya dipicu oleh kebiasaan petani yang lebih memprioritaskan pemupukan hara-hara makro, yang memacu penyerapan hara-hara mikro akibat membaiknya pertumbuhan dan produksi tanaman (Hanafiah, 2005).
Praktik pertanian intensif dengan aplikasi pemupukan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil. Hal ini juga dapat menambah kebutuhan hara-hara mikro ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang dapat disediakan tanah. Pada beberapa tahun terakhir, defisiensi dari satu atau lebih hara mikro telah terjadi dengan meningkatnya frekuensi pemupukan. Defisiensi hara mikro dapat menghambat perkembangan dan hasil tanaman, serta menyebabkan inefisiensi penyediaan hara mikro pada pemupukan dan pengapuran (Lægreid et.al., 1999).
Mousavi (2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya defisiensi Zn, antara lain : 1) Keasaman tanah yang tinggi akibat pencucian yang intensif; 2) Kadar hara P yang terlalu tinggi dalam
Universitas Sumatera Utara


tanah; dan 3) Terhalangnya penyerapan Zn karena adanya kation-kation logam seperti Cu2+ dan Fe2+. Rehm and Schmitt (1997) menyatakan bahwa aplikasi pupuk fosfat berlebihan telah menyebabkan defisiensi hara Zn dan penurunan produksi pada tanaman jagung. Sedangkan menurut Hanafiah (2005), serapan P yang tinggi pada tanaman dapat menghambat metabolisme dan penyerapan Zn oleh akar. Sementara itu Sofyan et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk hara makro terus-menerus seperti Urea, Amonium Sulfat, TSP/SP-36 dan KCl pada lahan sawah intensifikasi dapat mengakibatkan terkurasnya unsur hara mikro di antaranya Zn. Kahat Zn dapat terjadi karena terbentuknya persenyawaan Zn-P, ZnCO3, Zn(OH)2, atau karena drainase buruk pada lahan sawah yang dapat membentuk senyawa ZnS yang tidak larut.
Reduksi akan mengakibatkan ketersediaan Zn dan Cu dalam larutan tanah menurun. Penurunan kadar Zn dalam larutan tanah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (1) terbentuknya endapat Zn(OH)2 sebagai akibat meningkatnya pH setelah penggenangan; (2) terbentuknya endapan ZnCO3 karena adanya akumulasi CO2 hasil dekomposisi bahan organik; dan (3) terjadinya endapan ZnS karena adanya H2S sebagai akibat reduksi berlebihan atau adanya endapan Zn3(PO4)2 karena adanya fosfat berlebihan. Oleh sebab itu kekahatan Zn pada tanah sawah tidak dapat diukur melalui kelarutan Zn namun perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya (Yoshida, 1981).
Bentuk unsur hara mikro ini yang diserap tanaman adalah bentuk kation Zn2+ sebagai hasil pelapukan bahan-bahan mineralnya. Kation dalam larutan hara berada dalam kesetimbangan dengan kationdd pada situs pertukaran koloid tanah. Kation ini membentuk senyawa khelat dengan senyawa organik, sehingga
Universitas Sumatera Utara

ketersediaannya menurun dengan meningkatnya kadar bahan organik tanah. Defisiensi Zn juga dijumpai pada tanah organik. Pada tanah berkapur, defisiensi terjadi akibat tingginya pH sehingga terjadi presipitasi Zn oleh ion-ion hidroksil. Sedangkan pada tanah berpasir yang masam, defisiensi terjadi akibat intensifnya pencucian. Pada kasus lain, defisiensi Zn juga terjadi akibat pemupukan fosfat takaran tinggi yang menyebabkan Zn diikat oleh senyawa fosfat terlarut (Hanafiah, 2005).
Kondisi Lingkungan Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah,
baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, melainkan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Hardjowigeno et al., 2004).
Tanah tergenang mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Oksigen pada lapisan olah tanah yang tergenang dalam jangka panjang relatif terbatas. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap perpindahan hara melalui proses difusi maupun aliran massa. Hal ini erat hubungannya dengan perubahan kimia maupun elektrokimia yang terjadi dalam suasana kurang oksigen. Serangkaian perubahan yang terjadi dalam suasana oksigen terbatas akibat adanya penggantian ruang pori tanah menyebabkan gas
Universitas Sumatera Utara

CO2, asam organik, gas methana, dan molekul hidrogen meningkat (Yoshida, 1981).
Tanah sawah di dataran rendah, didominasi (55%) oleh subordo Aquept dan Aquent (Aluvial dan Tanah Glei), sedangkan tanah sawah di daerah “uplands” didominasi (17%) oleh subordo Udept (Latosol dan Regosol). Tanahtanah sawah yang termasuk ke dalam subordo Aquept dan Aquent, umumnya berasal dari tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, khususnya di daerah pelembahan atau lahan rawa. Sedangkan yang termasuk Udept, umumnya berasal dari tanah kering yang disawahkan (Hardjowigeno et al., 2004).
Akibat genangan tanah sawah terbagi atas dua lapisan. Lapisan pertama terbentuk dari tanah lumpur setebal beberapa milimeter yang berbatasan langsung dengan air yang menggenanginya disebut lapisan oksidatif. Lapisan ini masih mengandung oksigen yang berasal dari udara yang menembus lapisan air dan berasal dari asimilasi ganggang-ganggang dalam air. Dalam lapisan oksidatif tersebut hidup jasad renik aerob. Selain itu, terdapat pula hasil-hasil oksidasi seperti nitrat, sulfat, dan ferri. Oksigen tidak dapat menembus lebih dalam lagi sehingga lapisan tanah lumpur di bawah lapisan oksidatif ini miskin oksigen dan disebut lapisan reduktif. Lapisaan reduktif berrwarna lebih kelam, yang terkait dengan warna hasil-hasil reduksi. Potensial oksidasi-reduksi (Eh) di lapisan ini rendah dan jasad renik yang mampu hidup adalah jasad renik yang bersifat anaerob (Abdulrachman et al., 2009).
Yoshida (1981) menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses yang mengkonsumsi elektron (sehingga terjadi penurunan Eh) dan menghasilkan ion
Universitas Sumatera Utara

OH- (sehingga pH meningkat) dan terbentuk besi ferro. Kecepatan reduksi dan macam serta jumlah hasil reduksi ditentukan oleh: (a) macam dan kandungan bahan organik; (b) macam dan konsentrasi zat anorganik penerima elektron; (c) pH; dan (d) lamanya penggenangan. Menurut Sanchez (1993), kuatnya proses reduksi bergantung pada jumlah bahan organik yang mudah melapuk. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya makin besar kekuatan reduksinya. Pada umumnya, kadar zat yang tereduksi mencapai puncak pada 2—4 minggu setelah penggenangan kemudian berangsur-angsur menurun sampai suatu tingkat keseimbangan.
Menurut Ponnamperuma (1985), besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, yang mana Eh rendah meningkatkan ketersediaan P, K, Fe, Mn, dan Si tetapi mengurangi ketersediaan S dan Zn. Sulaeman et al. (1997) telah mempelajari pengaruh perubahan potensial redoks terhadap sifat erapan P tanah dan kelarutan untuk tanah sawah bukaan baru Petroferic Hapludox di Dorowati Lampung dan dilaporkan bahwa : (1) besi sudah mulai tereduksi pada Eh 400 mV dan memberikan kadar besi terlarut hingga 59 ppm pada Eh – 300 mV dan (2) kebutuhan pupuk P untuk mencapai 0,02 ppm P terlarut pada Eh sekitar 0 mV (nilai Eh yang umum berlaku pada masa pertumbuhan padi sawah) sebesar 95 dan 268 mg P/kg tanah masing-masing untuk tanah lapisan atas dan bawah.
Selain ketersediaan hara, produktivitas tanaman padi ditentukan kesuburan tanah, kondisi iklim (curah hujan dan radiasi surya), varietas tanaman, serta pengendalian hama penyakit tanaman. Dalam kondisi lingkungan biotik dan abiotik yang optimal, tanaman padi dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan potensi hasil atau hasil maksimum untuk varietas tertentu. Namun demikian kondisi ideal seperti ini tidak mudah terpenuhi karena banyaknya faktor penghambat pertumbuhan tanaman padi sawah (Setyorini et al., 2004).
Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan peningkatan mutu intensifikasi yakni menerapkan rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Teknologi yang dikembangkan mencakup penyiapan lahan secara tepat waktu, pemanfaatan air secara optimal, penggunaan bibit unggul, perbaikan budidaya, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penekanan kehilangan hasil (Wahyunto, 2009).
Status Hara Tanah dan Rekomendasi Pemupukan Status hara tanah dapat dibuat apabila telah disusun kriteria klasifikasi
berdasarkan hasil-hasil penelitian uji tanah, mulai dari penjajagan hara, studi korelasi, kalibrasi, sampai penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian uji tanah yang telah dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak HCl 25 % untuk penetapan P dan K potensial mempunyai korelasi yang baik dengan hasil tanaman padi sawah (Nursyamsi, 1994 dalam Sofyan et al., 2004).
Berdasarkan penelitian-penelitian kalibrasi di berbagai tempat diperoleh bahwa klasifikasi P untuk padi sawah dengan pengekstrak HCl 25 % adalah rendah (< 20 mg/100g), sedang (20—40 mg/100 g), dan tinggi (> 40 mg/100 g) (Moersidi, et al., 1990). Sedangkan klasifikasi hara K dengan pengekstrak yang sama untuk padi sawah yaitu rendah (< 10 mg K2O/100 g), sedang (10—20
Universitas Sumatera Utara

K2O/100 g), dan tinggi (> 20 mg K2O/100) (Adiningsih et al., 1989 dalam Sofyan et al., 2004).
Penelitian status hara tanah sawah dapat digunakan sebagai acuan efisiensi penggunaan pupuk. Hasil penelitian Jauhari dan Juanda (2006) untuk mengetahui status hara di lahan sawah seluas 1.980,062 ha di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa terdapat 61,97 % berstatus hara P tinggi, 36,20 % berstatus P sedang, dan 1,82 % berstatus hara P rendah. Dari informasi tersebut, kebutuhan pupuk SP-36 di Kecamatan Maos berdasarkan anjuran 118,880 ton SP-36 per musim pupuk SP-36 dapat dihemat sebesar 194,873 ton/musim atau bila harga pupuk SP-36 Rp 1.900/kg pengeluaran dapat dihemat Rp 370.259.631 per musim.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Zubair dan Ahmad (2011) di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa takaran pupuk P menurut anjuran Dinas Pertanian setem