Pola Komunikasi Pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.

POLA KOMUNIKASI PADA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA
AGRIBISNIS PERDESAAN DI KECAMATAN CIAMPEA
KABUPATEN BOGOR

MUH. ZAINAL S

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pola Komunikasi pada
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Muh. Zainal S
NIM I352120011

RINGKASAN
MUH. ZAINAL S. Pola Komunikasi pada Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
DJUARA P. LUBIS dan PARLAUNGAN A. RANGKUTI.
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah
program Kementerian Pertanian berbentuk pemberian bantuan modal usaha
bersifat dana bergulir bagi petani anggota yang tergabung dalam Gabungan
Kelompok Tani. Untuk mencapai hasil maksimal, petani anggota didampingi oleh
penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani yang bertugas menyampaikan
informasi program PUAP secara baik dan benar. Penelitian ini bertujuan
menghasilkan deskripsi pola komunikasi pada program PUAP, analisis hubungan
karakteristik individu anggota, kredibilitas penyuluh pendamping dan Penyelia
Mitra Tani dengan pola komunikasi serta analisis keberhasilan program PUAP
dan hubungannya dengan pola komunikasi pada program PUAP.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Ciampea pada bulan April-Juni

2014 dengan menggunakan metode survei bersifat deskriptif korelasional.
Populasi penelitian adalah petani anggota yang menerima dana program PUAP
tahun 2013 tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani meliputi: Benteng
Makmur, Tunas Jaya, Tani Waluya dan Karya Mandiri berjumlah 170 petani.
Penarikan sampel diawali dengan menentukan ukuran sampel menggunakan
rumus Slovin dan selanjutnya dilakukan penarikan sampel dari anggota setiap
Gabungan Kelompok Tani secara proporsional sehingga diperoleh jumlah sampel
sebesar 63 petani. Pengumpulan data menggunakan kuesioner melalui wawancara
terstruktur, pengamatan dan wawancara mendalam kepada informan yang terkait
dengan topik penelitian. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam tabel
frekuensi serta dianalisis menggunakan uji rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) pola komunikasi penyuluh pendamping
dan Penyelia Mitra Tani pada program PUAP berbentuk satu arah, isi pesan tidak
dipahami oleh responden dan frekuensi komunikasi yang rendah, (2) karakteristik
individu berhubungan nyata dengan pola komunikasi penyuluh pendamping dan
Penyelia Mitra Tani, khususnya tingkat pendidikan berhubungan nyata dengan
arah komunikasi, status responden dalam kelompok berhubungan nyata dengan
arah komunikasi dan isi pesan serta pengalaman menerima bantuan berhubungan
nyata dengan frekuensi komunikasi, (3) kredibilitas penyuluh pendamping dan
Penyelia Mitra Tani berhubungan nyata dengan pola komunikasi, khususnya

kejujuran dan keahlian berhubungan sangat nyata dengan isi pesan, daya tarik
berhubungan nyata dengan isi pesan dan frekuensi komunikasi serta keakraban
berhubungan nyata dengan arah komunikasi dan frekuensi komunikasi (4) pola
komunikasi penyuluh pendamping berhubungan nyata dengan keberhasilan
program PUAP, khususnya isi pesan berhubungan nyata dengan pengelolaan
modal usaha, (5) sedangkan pola komunikasi Penyelia Mitra Tani pada aspek arah
komunikasi, berhubungan nyata negatif dengan aktivitas agribisnis responden.
Kata kunci: PUAP, pola komunikasi, kredibilitas penyuluh pendamping, penyelia
mitra tani, keberhasilan program PUAP

SUMMARY
MUH. ZAINAL S. Communication Patterns in the Rural Agribusiness
Development Program (PUAP) In Ceampea District Bogor Regency. Supervised
by DJUARA P. LUBIS dan PARLAUNGAN A. RANGKUTI
Rural Agribusiness Development Program (PUAP) is a program of
venture capital provision as a revolving fund for farmers members of Farmers
Group (Gapoktan) from the ministry of agriculture in Indonesia. To reach the
maximum result, the farmer members were assisted by an extension agent and
Mitra Tani supervisor in charge of conveying information of PUAP program in a
good and right manner. This study was aimed to describe the communication

pattern in PUAP program, analyse the relationship between member’s individual
characteristics, extension agent and Mitra Tani supervisor credibility, and the
communication patterns as well as to analyse the success of PUAP program and
its’ relation to the communication pattern in PUAP program.
This study was conducted in Ciampea District, in April until June 2014. A
descriptive correlational survey method was used. The population of this study
were 170 farmers members of Gapoktan who received fund of PUAP program in
2013, include: Benteng Makmur, Tunas Jaya, Tani Waluya and Karya Mandiri. A
sample size was determined using Slovin’s formula. A random sample of each
Gapoktan was taken proportionally thus the number of 63 samples was used. Data
were collected by using a questionnaire, conducting structured interviews,
observation, and informants in-depth interview. The data obtained were processed
and presented in tables of frequency and analyzed by Spearman rank test.
The results showed that: (1) one way communication pattern was used by
the extension agent and Mitra Tani supervisor in PUAP, message content was not
understable by the respondents, while the frequency of communication was law,
(2) individual characteristic was significantly related to the extension agent and
Mitra Tani supervisor communication pattern, especially the level of education
was related significantly with the direction of the communication, while the real
experience of receiving assistance significantly related to the frequency of

communication, (3) credibility of extension agent and Mitra Tani supervisor was
related to the patterns of communication, especially the honesty and expertise
were significantly related to the content of the message, attractiveness was
significantly related to the content of the message and the frequency of
communication, while familiarity of extension agent was significantly related to
the direction and frequency of communication (4) communication patterns of
extension agent was significantly related to the success of PUAP, especially
message content was significantly related to the management of venture capital,
(5) communication pattern of Mitra Tani supervisor in the aspect of
communication direction had significant negative relationship with respondents’
agribusiness activities.
Keywords:

PUAP, communication pattern, credibility of extension agent,
mitra tani supervisor, success of the PUAP

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POLA KOMUNIKASI PADA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA
AGRIBISNIS PERDESAAN DI KECAMATAN CIAMPEA
KABUPATEN BOGOR

MUH. ZAINAL S

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MSi

Judul Tesis : Pola Komunikasi pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
Nama
: Muh. Zainal S
NIM
: I352120011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Djuara P. Lubis, MS
Ketua

Dr Parlaungan A. Rangkuti, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Djuara P. Lubis, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Pola
Komunikasi, dengan judul Pola Komunikasi pada Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Djuara P. Lubis dan Dr Parlaungan

A. Rangkuti selaku pembimbing, serta Dr Ir Ninuk Purnaningsih yang telah
banyak memberi masukan dan saran demi perbaikan tasis ini. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga atas segala doa, bantuan
dan kasih sayangnya serta seluruh teman-teman khususnya teman-teman
seperjuangan KMP 2012. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan
keberkahan dan kemudahan dalam keseharian kita.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Muh. Zainal S

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Pembangunan Partisipatif
Komunikasi Partisipatif dalam Pembangunan
Arah Komunikasi
Isi Pesan
Frekuensi Komunikasi
Faktor Yang Berhubungan dengan Komunikasi Partisipatif
Karakteristik Individu
Kredibilitas Komunikasi Partisipatif

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Penelitian tentang Komunikasi Partisipatif
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

3
3
4
9
10
10
11
12
14
16
19
21

3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Sumber Data Penelitian
Instrumen Penelitian
Definisi Operasional
Peubah Karakteristik Individu Anggota Penerima Program PUAP
Peubah Kredibilitas Penyuluh Pendamping Program PUAP
Peubah Kredibilitas Penyelia Mitra Tani Program PUAP
Peubah Pola Komunikasi Penyuluh Pendamping Program PUAP
Peubah Pola Komunikasi Penyelia Mitra Tani Program PUAP
Peubah Keberhasilan Program PUAP
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik Pengumpulan Data
Analisis Data

22
22
22
22
24
24
24
24
25
26
27
27
28
28
30
30

4 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
INDIVIDU PROGRAM PUAP
Kecamatan Ciampea
Deskripsi Pelaksanaan Program PUAP
Deskripsi Realisasi Program PUAP di Kecamatan Ciampea
Penyuluh Pendamping Program PUAP
Penyelia Mitra Tani Program PUAP
Deskripsi Karakteristik Individu Responden Program PUAP
Kredibilitas Penyuluh Pendamping
Kredibilitas Penyelia Mitra Tani

30
30
31
33
34
35
36
38
39

5 POLA KOMUNIKASI PADA PROGRAM PUAP
Pola Komunikasi Penyuluh Pendamping
Arah Komunikasi Penyuluh Pendamping
Isi Pesan Penyuluh Pendamping
Frekuensi Komunikasi Penyuluh Pendamping
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pola Komunikasi Penyuluh
Pendamping
Hubungan Kredibilitas Penyuluh Pendamping dengan Pola Komunikasi
Program PUAP
Pola Komunikasi Penyelia Mitra Tani
Arah Komunikasi Penyelia Mitra Tani
Isi Pesan Penyelia Mitra Tani
Frekuensi Komunikasi Penyelia Mitra Tani
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pola Komunikasi
Penyelia Mitra Tani
Hubungan Kredibilitas Penyelia Mitra Tani dengan Pola Komunikasi
Pada Program PUAP

41
41
42
43
44

6 KEBERHASILAN PROGRAM PUAP
Pengelolaan Modal Usaha Program PUAP
Aktivitas Agribisnis Program PUAP
Hubungan Pola Komunikasi Penyuluh Pendamping dengan
Keberhasilan Program PUAP
Hubungan Pola Komunikasi Penyelia Mitra Tani dengan
Keberhasilan Program PUAP
Jumlah Petani Penerima Modal Usaha Program PUAP
Pendapatan Petani Penerima Program PUAP

55
55
56

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

67
67
67
68

RIWAYAT HIDUP

74

44
46
48
49
50
50
51
52

58
59
59
64

DAFTAR TABEL
1

Penelitian tentang komunikasi komunikasi partisipatif

16

2

Jumlah keseluruhan populasi penelitian

23

3

Jumlah sampel penelitian pola komunikasi pada program
PUAP di Kecamatan Ciampea tahun 2013

24

4

Jumlah item pertanyaan variabel uji validitas

29

5

Hasil uji reliabilitas item pertanyaan setiap variabel menggunakan
Cronach’s Alpha

29

Jumlah dan persentase responden program PUAP berdasarkan
karakteristik individu di Kecamatan Ciampea tahun 2013

36

Jumlah dan persentase responden mengenai penilaian
terhadap kredibilitas penyuluh pendamping di Kecamatan
Ciampea tahun 2013

38

Jumlah dan persentase responden mengenai penilaian terhadap
kredibilitas Penyelia Mitra Tani di Kecamatan Ciampea tahun 2013

39

Jumlah dan persentase responden mengenai pola komunikasi
penyuluh pendamping program PUAP di Kecamatan Ciampea
tahun 2013

41

6

7

8

9

10 Hasil uji hubungan antara karkateristik individu anggota
dengan pola komunikasi penyuluh pendamping

44

11 Hasil uji hubungan antara kredibilitas penyuluh pendamping
dengan pola komunikasi penyuluh pendamping program PUAP

46

12 Jumlah dan persentase responden mengenai pola komunikasi
Penyelia Mitra Tani program PUAP di Kecamatan Ciampea tahun 2013

48

13 Hasil uji hubungan antara karakteristik individu responden dengan pola
komunikasi Penyelia Mitra Tani program PUAP

50

14 Hasil uji hubungan antara kredibilitas Penyelia Mitra Tani dengan pola
komunikasi Penyelia Mitra Tani program PUAP

52

15 Jumlah dan persentase responden mengenai keberhasilan program
PUAP di Kecamatan Ciampea tahun 2013

54

16 Hasil uji korelasi antara pola komunikasi penyuluh pendamping dengan
keberhasilan program PUAP

56

17 Hasil uji hubungan antara pola komunikasi PenyeliaMitra Tani dengan
keberhasilan program PUAP

57

18 Jumlah petani penerima bantuan modal usaha program PUAP
di Kecamatan Ciampea tahun 2013

59

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

Jadwal pelaksanaan penelitian pola komunikasi pada program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

72

Jumlah Gapoktan penerima dana program PUAP di Kabupaten Bogor
tahun 2008 2012.

73

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu masalah mendasar yang dihadapai petani adalah kurangnya
akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi serta organisasi tani yang
masih lemah (Kementan 2013). Kementrian Pertanian mulai tahun 2008 telah
melaksanakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di
bawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPMMandiri) dan berada dalam kelompok pemberdayaan masyarakat (Kementan
2013). Menurut Suparjan (2003) bahwa keberhasilan sebuah kegiatan
pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat akan ditentukan oleh komunikasi
yang partisipatif. Adanya komunikasi yang partisipatif memungkinkan anggota
komunitas penerima program (partisipan) memiliki rasa tanggung jawab untuk
keberlanjutan memberdayakan diri dan masyarakat serta dapat menggali potensi
dan kreativitas masyarakat.
Paradigma komunikasi partisipatif ditandai dengan terakomodasinya
aspirasi semua pihak dalam program pembangunan. Menurut Sumardjo (1999)
model komunikasi pembangunan yang dinilai layak untuk dikembangkan adalah
model komunikasi konvergen atau interaktif yang bersifat dua arah, yakni
partisipatif baik vertikal maupun horizontal. Artinya keputusan di tingkat
perencanaan program pembangunan sangat memperhatikan kebutuhan dan
kepentingan di tingkat “bawah” (atau yang biasa disebut sasaran pembangunan)
tanpa harus mengabaikan arah dan percepatan pembangunan berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan rakyat dan memperhatikan hak-haknya sebagai
manusia dan warga negara
Program PUAP merupakan bentuk pemberian bantuan modal usaha berupa
dana Bantuan Langsung Mandiri (BLM) bagi petani anggota baik petani pemilik,
petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang bersifat dana
bergulir dengan mekanisme pembayaran langsung ke rekening Gapoktan yang
bertujuan mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Untuk mencapai
hasil yang maksimal dalam pelaksanaan program PUAP, petani anggota Gapoktan
didampingi oleh penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT)
(Kementan 2013). Kaitannya dengan kredibilitas penyuluh, dengan adanya
kredibilitas yang baik maka diharapkan mampu mewujudkan komunikasi yang
baik pula. Permasalahan yang dialami petani anggota Gapoktan penerima program
PUAP diantaranya petani anggota Gapoktan kurang mengetahui, memahami
pengelolaan dan mengembangkan dana program PUAP (Laporan Akhir PUAP
Kabupaten Bogor 2012).
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komunikasi partisipatif
menjadi penting dalam program pembangunan. Satriani dan Muljono (2011)
mengatakan melalui dialog terjadi saling menghargai dan saling memiliki kegiatan
dalam posdaya kenanga sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab sesama
kader untuk menyelesaikan permasalahan. Susanti (2013) mengatakan bahwa
faktor individu, peran pendamping serta faktor sosial budaya mempengaruhi
komunikasi partisipatif perempuan kepala keluarga.

2
Berdasarkan hasil kajian terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, maka
penelitian tentang pola komunikasi pada program PUAP di Kabupaten Bogor
dipandang perlu dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel yang
berhubungan erat dengan karakteristik individu, dan peran pendamping dalam hal
ini kredibilitas penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Penelitian pola
komunikasi pada program PUAP menarik untuk dilakukan karena sampai saat ini
penelitian atau kajian yang secara spesifik membahas tentang pola komunikasi
pada program PUAP belum pernah dilakukan khusunya di Kabupaten Bogor.
Penelitian yang dilakukan ini dimaksudkan untuk prospek pengembangan
program PUAP yang lebih baik dimasa yang akan datang terutama di Kabupaten
Bogor yang memiliki penduduk mayoritas petani dan tinggal di perdesaan.

Perumusan Masalah
Program PUAP merupakan program pemberdayaan yang dilaksanakan
oleh pemerintah dengan bentuk pemberian bantuan modal usah bersifat dana
bergulir bagi petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan).
Permasalahan yang dialami petani anggota penerima program PUAP diantaranya
kurang mengetahui, memahami pengelolaan dan mengembangkan dana program
PUAP secara baik dan benar (Laporan Akhir PUAP Kabupaten Bogor 2012).
Manfaat dari program PUAP dapat terwujud apabila mendapat dukungan
dari penyuluh pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT) yang bertugas
menyampaikan informasi program PUAP secara baik dan benar. Keberhasilan
program PUAP lebih jauh lagi terlihat apabila terjadi perubahan kehidupan petani
ke arah yang lebih baik yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan petani
anggota dalam mengelola bantuan program PUAP dengan baik dan benar,
meningkatnya jumlah petani yang mendapatkan bantuan program PUAP,
meningkatnya aktivitas agribisnis petani dan meningkatnya pendapatan petani
serta kemandirian setelah menerima bantuan program.
Berdasarkan uraian pemikiran di atas, adapun permasalahan yang
melatarbelakangi penelitian ini dapat dirumuskan:
1. Bagaimana pola komunikasi yang terjadi pada program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan
2. Bagaimana hubungan karakteristik anggota kelompok tani, kredibilitas
penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) dengan pola
komunikasi pada program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
3. Sejauhmana keberhasilan program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan

3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan
menghasilkan:
1. Deskripsi pola komunikasi dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan
2. Analisis hubungan karakteristik individu anggota kelompok tani, kredibilitas
penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani dengan pola komunikasi pada
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
3. Analisis keberhasilan program PUAP dan hubungannya dengan pola
komunikasi pada program Pengembangan Usaha Agribisnis

Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini
berguna untuk:
1. Secara akademis, hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan
pemikiran ilmiah bagi pengembangan disiplin ilmu Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan khususnya yang berkaitan dengan pola komunikasi.
2. Secara praktis, bagi peneliti hasil penelitian ini berguna untuk menambah
wawasan dan pemahaman dan menjadi referensi untuk penelitian lanjutan
yang berhubungan dengan pola komunikasi khususnya pada program PUAP.
3. Bagi Pemerintah Kabupaten Bogor khususnya Dinas Pertanian dan Badan
Ketahanan Pangan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan (BKP5K), hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan
yang berguna dalam upaya menentukan kebijakan dalam program kerjanya
yang berhubungan dengan pogram PUAP.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Pembangunan Partisipatif
Secara umum, partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau
kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Partisipasi adalah proses
tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan diantara stakeholders yang
berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas
dengan pengambil kebijakan dan kelompok-kelompok lain. Partisipasi juga dapat
diartikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat
dalam seluruh inisiatif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif
(participatory development) adalah proses yang melibatkan masyarakat secara
aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan
mereka (Syahyuti 2006).
Akar pendekatan partisipatif dalam pembangunan dapat ditelusuri ke awal
1970-an ketika orang-orang dalam pengembangan masyarakat mulai
mempertanyakan pendekatan topdown yang digunakan terutama pada 1950-an
dan 1960, Agunga 1996, Yoon 1999 (Msibi dan Penzhorn 2010). Dalam

4
pembangunan partisipatif, terjadi perubahan paradigma komunikasi menjadi
bawah-atas. Pembangunan diawali dari perencanaan berdasarkan aspirasi
masyarakat, dimana pada realisasinya akan sesuai dengan yang benar-benar
dirasakan oleh masyarakat (Rinawati 2005).
Schramm (Nasution 1996) menjelaskan bahwa dengan pembangunan yang
partisipatif memberikan kesempatan kepada masyrakat untuk mengambil bagian
secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar semua
pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan. Memberi kesempatan
kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat
rakyat kecil dan menciptakan arus informasi yang berjalan dari bawah ke atas.
Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat
ditentukan oleh tiga unsur pokok yaitu: 1) adanya kesempatan yang diberikan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi, 2) adanya kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi, 3) adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Partisipasi
masyarakat berawal atau dilandasi dengan adanya kebersamaan (togetherness,
commonality) (Mardikanto 2010).
Model partisipasi masyarakat telah bergeser dari yang sebelumnya
terfokus pada penerima manfaat atau kelompok terabaikan (sebagaimana yang
diterapkan dalam banyak proses pembangunan), ke bentuk pelibatan warga yang
lebih luas dibidang-bidang yang mempengaruhi kehidupan mereka secara
langsung. Partisipasi masyarakat adalah proses ketika warga sebagai individu
maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut
mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan kebijakan
kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka (Sumarto 2003).
Menurut Nasdian (2003) terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi.
Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan
dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan
sumberdaya dan kapasitas yang dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur
tangan dan prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus mempertimbangkan
adanya intervensi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat.
Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang lebih efesien, mengingat
kualitas sumberdaya dan kapasitas masyarakat tidak memadai. Jadi masyarakat
miskin tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi dalam
pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan menurut Slamet (2003) adalah ikut sertanya masyarakat dalam
perencanaan pembangunan, ikutserta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, ikut
serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.

Komunikasi Partisipatif dalam Pembangunan
Mulyana (2008), mengutip pendapat John R. Wenburg, William W.
Wilmot, Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, mengemukakan bahwa
kerangka pemahaman mengenai komunikasi setidaknya terbagi dalam tiga yakni
komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan
komunikasi sebagai transaksi. Pertama, pemahaman mengenai komunikasi satu
arah adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari
seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (kelompok orang) lainnya, baik

5
secara langsung ataupun melalui media. Jadi komunikasi dianggap suatu proses
linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima,
sasaran atau tujuannya. Mulyana (2008) menghimpun defenisi komunikasi yang
sesuai dengan konsep ini diantaranya dikemukakan oleh Laswell bahwa cara yang
baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut, “Who says what in channel to whom with what effect”.
Menurut Rogers komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingka
laku mereka.
Berlo (1960) mendefenisikan komuniksi sebagai proses di mana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan tujuan untuk
mengubah tingkah laku. Kedua, pemahaman tentang komunikasi sebagai interaksi
menyetarakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang
arahnya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit dinamis dari
pada komunikasi satu arah, namun pandangan kedua ini masih membedakan para
peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena itu masih tetap berorientasi
sumber, meskipun kedua peran tersebut dianggap bergantian. Jadi pada dasarnya
proses interaksi yang berlangsung juga masih bersifat mekanis dan statis.
Konsep komunikasi sebagai interaksi di antaranya dikemukakan oleh
Rogers dan Shoemaker (1986) memperkenalkan model komunikasi inovasi.
DeVito (1997) mendefenisikan komunikasi sebagai tindakan yang dilakukan oleh
satu orang atau lebih, mengirim dan menerima pesan, dapat terdistorsi oleh
ganguan (noice), terjadi dalam konteks tertentu, memiliki pengaruh pada
perubahan perilaku manusia dan ada peluang untuk melakukan umpan balik.
Model ini dikenal dengan model SMCRE
Ketiga, pemahaman tentang komunikasi sebagai transaksi
adalah
komunikasi bersifat dinamis. Pandangan inilah yang disebut komunikiasi sebagai
transaksi. Istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang
berkomunikasi berada dalam keadaan interdependensi atau timbal balik.
Pendekatan transaksional menyarankan bahwa semua unsur dalam proses
komunikasi saling berhubungan (Mulyana 2008).
Dalam konsep komunikasi sebagai transaksional, komunikasi difokuskan
pada reciver sebagaimana pada model convergence (Rogers dan Kincaid 1981).
Model convergence tersebut bersifat pertukaran informasi dua arah,
memperhatikan kebutuhan dan adanya saling berbagi pengetahuan (knowledgesharing model). Model ini memiliki pertanyaan utama “Who is talking back to the
who talk to them”. Artinya komunikasi dialogis membentuk kearah saling
pengertian, persetujuan bersama dan kerjasama.
Masalah model komunikasi terdahulu (linier) berakar dari: (1) informasi
hanyalah substansi fisik, (2) Pemikiran-pemikiran individu terpisah atau tersendiri,
jadi kedua asumsi tersebut menyebabkan adanya tujuh bias dalam teori dan
pendekatan komunikasi terdahulu (linier) (Kincaid 1979).
1. Memandang komunikasi itu lebih sebagai suatu hal yang linier, satu
arah (biasanya vertikal), bukan proses cyclical ataupun dua arah.
2. Bias pada sumber didasarkan pada ketergantungan bukan pada
hubungan antara yang berkomunikasi dan keterkaitan fundamental
mereka yang berkomunikasi

6
3. Kecenderungan memandang objek-objek komunikasi sebagai objek fisik
yang terisolasi dan simple (sederhana) pada konteks dimana komunikasi
itu terjadi
4. Kecenderungan untuk melihat pada pesan semata dengan mengabaikan
keheningan, tanda baca dan waktu pesan
5. Kecenderungan untuk menganggap fungsi utama komunikasi adalah
untuk mempengaruhi bukan untuk saling mengerti, kesepakatan dan
tindakan kolektif
6. Kecenderungan untuk berkonsentrasi pada efek psikologis dari
komunikasi terhadap masing-masing individu bukan efek sosial dan
hubungan antara individu di dalam jaringan komunikasi
7. Mempercayai adanya hubungan searah bukan hubungan timbal balik ciri
sistem informasi yang pada dasarnya saling berhubungan.
Menurut Sumardjo (1999), dalam konteks pembangunan model
komunikasi pembangunan yang dinilai layak untuk dikembangkan adalah model
komunikasi konvergen atau interaktif yang bersifat dua arah, yakni partisipatif
baik vertikal maupun horizontal. Artinya keputusan ditingkat perencanaan
program pembangunan sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan di
tingkat “bawah” (atau yang biasa disebut sasaran pembangunan) tanpa harus
mengabaikan arah dan percepatan pembangunan berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan rakyat dan memperhatikan hak-haknya sebagai manusia dan warga
negara. Hal ini akan menghasilkan keseimbangan dalam perspektif teori
pertukaran (exchange theory) melalui jalur kelembagaan yang mapan, didukung
oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horizontal
dalam sistem sosial pertanian.
Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat manusia secara lebih
layak, keberadaan masyarakat dengan aspek kepentingan dan kemampuannya
lebih dikenal dan dihargai sehingga mendorong terjadinya partisipasi masyarakat
lebih luas. Perencanaan program pembangunan bukan hanya menjadi tugas
pemerintah, bahkan masyarakat lokalpun dapat membuat suatu perencanaan
pembangunan untuk di desa atau wilayah mereka. Pemerintah dan masyarakat
juga dapat membuat suatu perencanaan pelaksanaan suatu program agar sesuai
dengan keinginan masyarakat, dan sesuai pula dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh masyarakat sebagai sasaran program pembangunan.
Mefalopulos (2003) menyatakan bahwa komunikasi partisipatif
merupakan pendekatan yang mampu memfasilitasi masyarakat terlibat dalam
pengambilan keputusan tentang isu-isu yang berdampak pada hidup mereka,
sebuah proses yang mampu menangani kebutuhan dan prioritas yang relevan
dengan orang-orang tertentu dan pada saat yang sama membantu dalam
keberdayaan mereka.
Mc Phail (2009) menyatakan kedudukan komunikasi partisipatif
berhubungan dengan perspektif proyek pembangunan di negara dunia ketiga dan
keterkaitannya dengan konsep Freire. Komunikasi partisipatif fokus pada
peyertaan warga asli (native population) dalam proyek pembangunan, didasari
tiga rasionalitas, yaitu: (1) warga asli memiliki informasi relevan tentang
lingkungan dan sumberdaya, yang tanpa hal ini proyek akan gagal (2) warga asli
memiliki hak asasi manusia fundamental berkontribusi kemajuan mereka dan (3)
penyertaan warga asli akan menarik dukungan untuk memfasilitasi pencapian

7
tujuan bersama (common goals). Konsep partisipatif erat kaitannya dengan model
komunikasi Paulo Freire yang terdiri dari lima kunci konsep: (1) Dialogue,
sebagai komunikasi timbal balik di antara orang-orang yang terlibat dalam
organisasi pembangunan yang mereka layani (2) Conscientization, adalah
pengakuan, kesadaran dan penanganan perbedaan kekuasaan yang melekat
(inherent power) dan kemungkinan pencabutan hak di antara organisasi dan
penduduk asli, (3) Praxi, melibatkan pengujian yang sedang berlangsung dari
teori dan praktek; (4) Transformation, merujuk pada pencerahan atau pendidikan
penduduk asli sebagai cara membangunan kesadaran aktif dan pemikiran kritis
dan atau perlu implementasi perubahan (5) Critical consciousness, adalah
keaktifan pelibatan sosial dan politik penerima manfaat. Penggabungan kelima
kunci konsep tersebut dalam mendesain proyek pembangunan menyebabkan
komunikasi lebih demokratis.
Bessette, Hadiyanto (2008) mendefinisikan bahwa “Komunikasi
pembangunan partisipatif adalah suatu aktivitas yang direncanakan yang
didasarkan pada proses-proses partisipatif disatu sisi, dan pemanfaatan media
komunikasi dan komunikasi tatap muka disisi lain, dengan tujuan untuk
memfasilitasi dialog di antara pemangku kepentingan yang berbeda, yang
berkisar pada perumusan masalah atau sasaran pembangunan bersama,
mengembangkan dan melaksanakan atau menjabarkan seperangkat aktivitas yang
memberi kontribusi untuk mencari solusi yang didukung bersama”.
Proses-proses partisipatif yang dimaksud adalah adanya partisipasi
komunitas, yakni adanya keterlibatan aktif kelompok komunitas yang berbeda,
bersama-sama pemangku kepentingan lainnya dan beberapa agen pembangunan
serta peneliti yang bekerja dengan komunitas serta para pengambil keputusan.
Secara umum yang dimaksud dengan pemangku kepentingan antara lain anggota
komunitas (masyarakat), kelompok-kelompok masyarakat yang aktif, aparat
pemerintah lokal atau regional, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), petugas
teknis pemerintah atau lembaga lainnya yang bekerja di tingkat komunitas, para
pembuat kebijakan yang semestinya terlibat dalam upaya pembangunan yang
berlangsung.
Komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi
komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman
yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Rahim (2004), mengajukan empat
konsep terkait komunikasi partisipatif akan mendorong terbangunnya
pemberdayaan (empowerment) yaitu heteroglasia, dialogis, poliponi dan karnaval.
Pertama, Heteroglasia: Konsep ini menunjukkan fakta bahwa sistem
pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas yang
berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor budaya yang
saling mengisi satu sama lain. Kedua, Dialog adalah komunikasi transaksional
dengan pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling berinteraksi dalam
suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada makna-makna yang saling
berbagai.
Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suarasuara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka,
memperjelas satu sama lain, dan tidak menutupi satu sama lain. Keempat,
Karnaval: Konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua varian dari
semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parodi, dan hiburan

8
secara bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga
diselingi oleh humor dan canda tawa.
Karakteristik model komunikasi partisipatif adalah pertama, pertukaran
informasi (information exchange) di antara kelompok yang terlibat dalam proses
pembangunan (Servaes 1996; Jacobson dan Servaes 1999; Mody 1991; Melkote
2001; Thomas 2004 dalam Aminah 2013). Pertukaran informasi dilakukan
melalui dialoge. Nair dan White 1987 (Rahim 2004) menyatakan komunikasi
transaksional sebagai dasar komunikasi partisipatif adalah dialog, dimana
pengirim dan penerima berinteraksi dalam waktu yang sama untuk berbagi makna
dengan kekuatan seimbang dan setara. Kedua, komunikasi partisipatif dianggap
sebagai proses daripada sebagai model yang statis. Sebagai proses sosial,
komunikasi partisipatif dimaksudkan untuk mencapai pengertian bersama
(common understanding) di antara seluruh partisipan untuk mencapai concensus.
Dialog menjadi sarana atau basis komunikasi dalam pertukaran informasi
sesuai pendapat Rahim (2004) bahwa esensi dialog adalah pengakuan
(recognition) dan penghormatan (respect) untuk pembicara lain, suara lain sebagai
subjek yang mandiri (autonomos sunject), tidak hanya sebagai objek komunikasi.
Dalam dialog setiap orang memiliki hak sama untuk berbicara dan mendengar dan
untuk mengharapkan suara mereka tidak tertindas oleh suara lain. Dialog sebagai
basis komunikasi dalam program pembangunan yang mengklaim sebagai
partisipatif berarti masyarakat saling bertukar informasi dan bekerja sama dengan
outsiders (aparat penyedia program, fasilitator dan elit lokal) dalam proses
pengambilan keputusan. Adanya niat baik (well-intentioned) para outsiders ini
untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat memiliki
kemampuan mengkontrol aktifitas program bagi meningkatnya kualitas hidup
mereka.
Habermas (Aminah 2013) menyatakan bahwa pembicaraan ideal (speech
ideal situation) tercapai apabila digunakan analisis kualitas dialog. Selain itu,
insider (petani) dan outsider (penyuluh pendamping, pakar, birokrasi penyedia
program) terlibat dalam dialog dalam implementasi program berdasarkan ciri :
1. Adanya keinginan peserta agar dialog dilaksanakan atas dasar saling
pengertian, sehingga setiap orang memiliki kedudukan yang setara dalam
dialog dan memiliki kesempatan yang sama untuk berpendapat,
mengekspresikan maksud, perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang berlaku
secara timbal balik.
2. Dialog menghindari kepentingan subjektivitas, dan peserta program bebas dari
dominasi pihak lain.
3. Menumbuhkan klaim-klaim validitas (kebenaran, ketepatan, kejujuran dan
komprehensibiltas), pernyataan disertai argumentasi berdasarkan pada fakta,
data, dan bukti-bukti dan bersedia tunduk pada argumen yang paling rasioanal.
Hamijoyo (2005) model konvergensi komunikasi berlandaskan konsepsi
komunikasi sosial sebagai suatu proses dialog dua arah dalam upaya mencapai
saling pengertian dan kesepakatan antara dua individu atau dua kelompok atau
bahkan lebih dan bukan satu orang atau satu kelompok yang berkuasa atau
berwibawa memaksakan kekuasaan atau kewibaannya kepada yang lain. Pusat
perhatian dari komunikasi partisipatif adalah pemberdayaan masyarakat melalui
keterlibatan aktif mereka dalam identifikasi masalah, pengembangan solusi dan
pelaksanaan strategi.

9
Penelitian Satriani dan Muljono (2011) mengenai komunikasi partisipatif
dalam kegiatan Posdaya Kenanga menunjukkan bahwa melalui dialog terjadi
saling menghargai dan saling memiliki kegiatan sehingga menimbulkan rasa
tanggung jawab sesama kader untuk menyelesaikan permasalahan. Penelitian
Msibi and Penzhon (2010) penggunaan pendekatan komunikasi partisipatif di
pemerintah daerah kungwini di Afrika Selatan menunjukkan bahwa komunikasi
partisipatif memastikan bahwa masyarakat adalah bagian dari proses
pembangunan dan bahwa kebutuhan, harapan dan inisiatif pelaksanaan
pembangunan bersifat terbuka. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi partisipatif
adalah komunikasi sosial sebagai suatu proses dialog sebagai sarana pertukaran
informasi dan bekerjasama dimana setiap individu memiliki hak yang sama untuk
berbicara dan mendengar memiliki kekuatan simbang dan setara serta pengakuan
dan penghormatan kepada pembicara atau individu lain dalam proses pengambilan
keputusan.
Pola komunikasi dalam pelaksanaan program PUAP melibatkan penyuluh
pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT), petani anggota penerima program
PUAP yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) baik petani
pemilik, petani penggarap maupun buruh tani. Penelitian ini mengkaji pola
komunikasi penyuluh pendamping, Penyelia Mitra Tani dengan petani anggota
penerima program PUAP maupun sebaliknya, dengan fokus kajian pada aspek
arah komunikasi, isi pesan komunikasi dan frekuensi komunikasi.

Arah Komunikasi
Menurut Rogers (2003), Arah komunikasi yang terjadi dalam organisasi
ada tiga jenis yaitu: Komunikasi vertikal adalah arah arus komunikasi yang terjadi
dari atas ke bawah (downward communication) dan berlangsung di antara orangorang yang berada pada tatanan manajemen atau atasan yang menyampaikan
pesan dari atasan ke bawahan. Upward communication adalah arah komunikasi
yang terjadi dari bawahan ke atasan yang memiliki beberapa fungsi diantaranya
penyampaian informasi mengenai pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan
penyampaian saran-saran perbaikan. Komunikasi horizontal adalah arah
komunikasi yang terjadi secara mendatar atau sejajar di antara para pekerja dalam
suatu unit dimana terjadi pertukaran informasi antara orang-orang yang memiliki
hubungan dekat dalam unit kerja yang sama. Cross channel communication
adalah komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi di antara seseorang
dengan orang lain yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan bagian.
Arah komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu arah
komunikasi antara penyuluh pendamping, Penyelia Mitra Tani dengan petani
anggota penerima program PUAP yang tergabung dalam Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan) maupun sebaliknya. Susanti (2013) menunjukkan bahwa arah
komunikasi saat pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup berjalan dua
arah yang ditandai dengan fasilitator melakukan diskusi dengan peserta.
Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan masukan,
pertanyaan mengenai materi program yang belum dimengerti.

10
Isi Pesan
Berlo (1960) tiga faktor yang terkandung dalam pesan adalah kode pesan,
isi pesan dan perlakuan pesan. Isi pesan merupakan materi pesan yang terseleksi
oleh komunikator untuk mengekpresikan tujuan, yang termasuk isi pesan adalah
pernyataan atau pemaknaan yang kita buat, informasi yang ditampilkan,
kesimpulan yang kita buat, dan pembenaran (judgments) yang dimaksud dalam
pesan. Pesan dapat secara panjang dan lebar mengupas berbagai segi namun inti
pesan dari komunikasi selalu mengarah pada tujuan akhir dari komunikasi.
Penyampaian pesan melalui lisan, face to face, langsung, menggunakan media dan
saluran. Isi pesan bersifat informatif, persuatif dan koersif. Pesan yang mengena
harus memenuhi syarat yaitu: umum, jelas, gambalng, bahasa yang jelas, positif,
seimbang, penyesuaian dengan keinginan komunikan.
Menurut Berlo (1960) mengartikan isi pesan sebagai materi dalam pesan
yang telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya
berkomunikasi. Karena isi pesan meliputi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
orang serta penilaian seseorang terhadap suatu pesan. Menurut Lestari dkk (2001)
materi adalah isi atau topik pengajaran yang bermanfaat bagi pembelajar. Materi
tersebut harus: a) sesuai dengan kebutuhan pembelajar, b) dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, c) tersusun dengan baik, logis dan jelas, d) konsisten
dengan tujuan keseluruhan, e) menantang, menyenangkan dan penting bagi
pembelajar.
Ernawati (2011) menunjukkan bahwa materi komunikasi yang disampaikan
dalam bentuk sosialisasi meliputi kesehatan, pendidikan dan ekonomi pada
program Pos Daya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selain itu materi
dapat dipahami serta dapat menambah keterampilan masyarakat. Isi pesan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah materi pesan atau informasi mengenai
program PUAP yang disampaikan secara langsung bersifat jelas, mudah dipahami
dan dimengerti.

Frekuensi Komunikasi
Berkaitan dengan dinamika receiver dalam mendapatkan informasi (pesan
komunikasi), menurut Roger dan Shoemaker (1971), kecenderungan individu
menginterpretasikan pesan menurut kebutuhan dan lain-lain, di antaranya sangat
dipengaruhi oleh kontak interpersonal dan kekosmopolitan individu yang
bersangkutan. Frekuensi interaksi dapat dilihat bagimana seseorang berinteraksi
dengan orang lain, apakah seseorang sering mengadakan interaksi atau tidak
(Walgito 2007). Soekanto (2007) mengatakan bahwa interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak adanya kontak sosial dan komunikasi, kontak sosial
dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: antara individu, antara individu
dengan satu kelompok atau sebaliknya dan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Frekuensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah intensitas
kunjungan dalam bentuk pertemuan yang dilakukan penyuluh pendamping dan
Penyelia Mitra Tani dengan petani anggota kelompok tani dalam program PUAP.
Hartati (2011) menunjukkan bahwa komunikasi penyuluh pendamping meliputi
frekuensi, intensitas kunjungan dan bimbingan teknis memiliki hubungan sangat

11
nyata dengan peran Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang meliputi
fasilitator bantuan modal dan lembaga ekonomi petani. Lebih lanjut di jelaskan
bahwa semakin sering petani berhubungan dengan penyuluh pendamping dan
waktu yang cukup dalam setiap kunjungan akan memberikan banyak informasi
yang diperoleh sehingga dapat membantu Gapoktan dalam penguatannya
sehingga berperan dengan baik.

Faktor Yang Berhubungan dengan Komunikasi Partisipatif
Rahim (White 2004) menyatakan bahwa penerapan komunikasi partisipatif
melalui model dialogis menuntut adanya pengetahuan tentang heteroglasia sosial
dalam sistem pembangunan. Penerapan komunikasi partisipatif dalam
pengambilan keputusan dan pertukaran informasi dengan penekanan pada dialog
dalam program pembangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal
maupun eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik masyarakat sebagai sistem
sosial dan heteroglasia sosial dalam usia, pendidikan, status perkawinan, jumlah
tanggungan, jenis pekerjaan, motivasi dan faktor lainnya (Mefalopulos 2003).
Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam penerapan komunikasi
partisipatif melalui dialog adalah peran pendamping sebagai agen eksternal (Ife
1995) dan dukungan kelembagaan (White 2004).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan
komunikasi partisipatif dapat dipengaruhi oleh faktor individu, peran pendamping
dan komponen sosial budaya. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini
meliputi: umur, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, status dalam
kelompok, luas lahan dan pengalaman menerima bantuan. Sedangkan peran
pendamping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek kredibilitas
penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT).

Karakteristik Individu
Rakhmat (2008) mengemukakan bahwa karakteristik manusia terbentuk
aleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis
mencakup genetik, sistem saraf dan sistem hormonal. Faktor sosiopsikologis
terdiri dari komponen-komponen konatif (tindakan) yang berhubungan kebiasaan
dan afektif (faktor emosional). Soekartawi (2005), mengemukakan lebih rinci
mengenai perbedaan individu yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi
inovasi yaitu: 1) umur, 2) pendidikan, 3) status sosial ekonomi , 4) pola hubungan
(lokalit atau kosmopolit), 5) keberanian mengambil resiko, 6) sikap terhadap
perubahan sosial, 7) motivasi berkarya, 8) aspirasi, 9) fatalisme (tidak adanya
kemampuan mengontrol masa depan sendiri, 10) dogmatisme (sistem kepercayaan
yang tertutup). Lionberger dan Gwin (1982) mengungkapkan peubah-peubah yang
penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik.
Karakteristik individu meliputi : usia, tingkat pendidikan dan ciri psikologis.
Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan, difusi suatu inovasi atau
penyebaran ide baru pada suatu sistem sosial, pelakunya paling tidak memiliki
tiga karakteristik yaitu status sosial, kepribadian dan kemampuan berkomunikasi.

12
Heterogenitas khalayak dapat merupakan kesulitan bagi komunikator dalam
menyampaikan pesan-pesan, hal ini disebabkan adanya perbedaan karakteristik
individual khalayak meliputi, jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan,
pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan
sebagainya (Effendy 2001). Penelitian (Nindatu 2012) tentang efektivitas
komunikasi program PUAP menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
antara karakteristik individu anggota Gapoktan dengan persepsi terhadap bantuan
Program PUAP. Penelitian Susanti (2013) mengenai komunikasi partisipatif dalam
program pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) menunjukkan
bahwa, faktor individu mempengaruhi komunikasi partisipatif perempuan kepala
keluarga.
Berdasarkan penjelasan teoritis mengenai karakteristik individu, maka dapat
dikatakan bahwa karakteristik individu merupakan ciri kepribadian seseorang
yang ada sejak lahir dan berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan
terutama lingkungan dimana mereka tinggal. Karakteristik individu yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah karakteristik petani anggota kelompok tani
dalam program PUAP meliputi; umur, tingkat pendidikan, status kepemilikan
lahan, status dalam kelompok, luas lahan dan pengalaman menerima bantuan.

Kredibilitas Komunikasi Partisipatif
DeVito (1997) menjelaskan kredibilitas pembicara sangat penting, karena
akan mempengaruhi citra pembicara tersebut di depan khalayak. Tidak ada situasi
komunikasi dimana kredibilitas tidak memmemilikii pengaruh. Terdapat tiga
aspek kualitas utama dari kredibilitas:
1. Kompetensi mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut
khalayak dimiliki oleh pembicara. Makin tinggi pengetahuan dan kepakaran
pembicara yang dirasakan khalayak, makin besar kemungkinan khalayak
mempercayai pembicara. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Memiliki pengalaman atau pendidikan khusus terkait topik
pembicaraan.
b. Memiliki beragam sumber artikel yang dirujuk, disertai bukti.
2. Karakter mengacu pada itikad dan perhatian pembicara kepada khalayak. Di
sini yang dimaksud adalah kejujuran dan sifat-sifat hakiki seseorang. Sebagai
pembicara, memiliki kualitas-kualitas karakter yang akan meningkatkan
kredibilitas. Beberapa saran yang perlu diperhatikan:
a. Kejujuran dan sikap tidak memihak.
b. Kepedulian pada nilai-nilai yang kekal.
c. Kesamaan dengan khalayak, utamanya kepercayaan, sikap, nilai dan
tujuan.
d. Kepedulian akan kesejahteraan khalayak.
3. Karisma mengacu pada kepribadian dan kedinamisan pembicara. Khalayak
lebih menyukai pembicara yang dinamis ketimbang pembicara yang ragu-ragu
dan tidak tegas. Beberapa saran yang penting untuk menunjukkan karisma :
a. Sikap positif terhadap pertemuan antara pembicara dan pendengar.
b. Adanya ketegasan.

13
c. Memiliki semangat, pembicara yang lesu yang tertatih-tatih selama
pembicaraan sangat berbeda dengan pembicara yang karismatik.
Soekartawi (2005) menyebutkan faktor-faktor