Hubungan Modal Sosial Dan Partisipasi Kepengurusan Dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepa

(1)

KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

PERDESAAN

(Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten

Jepara)

TRI NUGROHO WICAKSONO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan

Nalumsari, Kabupaten Jepara)” benar-benar hasil karya saya sendiri berdasarkan arahan dari dosen pembimbing skripsi belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun kecuali kutipan yang ada dalam tulisan ini. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Bogor, Juli 2016

Tri Nugroho Wicaksono I34120064


(4)

(5)

ABSTRAK

TRI NUGROHO WICAKSONO Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara). Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dari Kementerian Pertanian memiliki tujuan memberi solusi keterbatasan modal khususnya petani kecil. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani pada Program PUAP terhadap tingkat taraf hidup masyarakat. Penelitian dan proses pengambilan data dilakukan pada Program PUAP Desa Ngetuk Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh melalui uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara tingkat modal sosial dan tingkat partisipasi. Hal ini dikarenakan modal sosial antara pengurus, penerima, dan stakeholder mendorong kemauan dan kesadaran untuk berpartisipasi. Selanjutnya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dan tingkat perubahan taraf hidup dikarenakan semua anggota tani dapat melakukan pinjaman sehingga semua anggota tani berpeluang meningkatkan taraf hidup sesuai usahanya.

Kata Kunci: Modal sosial, tingkat partisipasi, PUAP, taraf hidup

ABSTRACT

TRI NUGROHO WICAKSONO The Relations Social Capital and Participation of Management with Living Standard of Rural Agribusiness Development Programs Member (Case Farmers Beneficiaries of Rural Agribusiness Development Program (PUAP) in Ngetuk Village, Nalumsari Subdistrict, Jepara Regency). Supervised by

IVANOVICH AGUSTA

Rural Agribusiness Development Program (PUAP) of the Ministry of Agriculture has the goal to provide solutions lack of capital, especially small farmers. This study purpose to analyze the relationship between social capital with the participation of farmers in PUAP program and the standart of living level. Research and data collection process performed on PUAP Program at Ngetuk Village, Jepara regency, Center of Java, with a quantitative approach and supported by qualitative approach. The results obtained through statistical analysis showed that there is a strong correlation between the levels of social capital and levels of participation. This is because social capital among administrators, recipients, and stakeholders can encourage the willingness and awareness to participate. Then, there is no relationship between the level of participation and change standards of living level because all the members of farmers can apply for loans, so all members of the farmer have opportunity to increase the standards of living appropriate their business work.


(6)

(7)

HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN PARTISIPASI

KEPENGURUSAN DENGAN TARAF HIDUP ANGGOTA

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

PERDESAAN

(Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten

Jepara)

TRI NUGROHO WICAKSONO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga Skripsi dengan judul “Hubungan Modal Sosial dan Partisipasi Kepengurusan dengan Taraf Hidup Anggota Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus Petani Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara)“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW,

keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga hari akhir.

Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat pengambilan data lapangan dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta SP, MSi sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan skripsi ini, serta Pengurus Gapoktan Desa Ngetuk yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Bapak Heru Wicaksono dan Ibu Marni Al-Mesiyem orang tua tercinta, kakak dan adik tersayang serta semua keluarga yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Nabilah Ananda dan Muhammad Ghifari sebagai teman bimbingan, Keluarga PASMAD Madiun, keluarga The Kons, UKM MAX!!, Teater Up To Date, Divisi Broadcasting, serta Kabinet Gercep HIMASIERA 2015 yang selalu memberikan dukungan dan semangat layaknya keluarga. Dan juga ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan SKPM 49 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2016

Tri Nugroho Wicaksono


(12)

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

TINJAUAN TEORITIS 5

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) 5

Modal Sosial 7

Partisipasi 9

Taraf Hidup 12

Kerangka Pemikiran 13

Hipotesis Penelitian 15

PENDEKATAN LAPANG 17

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Penentuan Responden dan Informan 18

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

Definisi Operasional 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Kondisi Geografis dan Keadaan Lingkungan 25

Kondisi Demografi dan Sosial Budaya 26

Kondisi Ekonomi 27

GAMBARAN UMUM RESPONDEN 29

Jenis Kelamin 29

Pendidikan 29

Pekerjaan 30

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

(PUAP) DI DESA NGETUK 31

Gambaran Umum Kepengurusan Program PUAP 31

Kondisi Penerima Program PUAP 32

Status Pinjaman terakhir 35

Penggunaan Dana Terakhir 36

Keterkaitan Kondisi Penerima Program PUAP dengan Usaha Tani 37

ANALISIS MODAL SOSIAL PROGRAM PUAP 41

Modal Sosial Program PUAP 41

HUBUNGAN PERAN MODAL SOSIAL DENGAN TINGKAT

PARTISIPASI PETANI 53

Identifikasi Tingkat Partisipasi Penerima Program PUAP 53 Hubungan Peran Modal Sosial dan Tingkat Partisipasi Pada Program PUAP 62 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI TERHADAP PERUBAHAN

TARAF HIDUP PENERIMA PROGRAM PUAP 67


(14)

Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Perubahan Taraf Hidup

Penerima Program PUAP 77

SIMPULAN DAN SARAN 83

Simpulan 83

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 85

DAFTAR LAMPIRAN 90


(15)

DAFTAR TABEL

1. Jadwal penelitian tahun 2016 18

2. Teknik pengumpulan data dan jenis data 19 3. Definisi operasional tingkat modal sosial 21 4. Definisi operasional tingkat pasrtisipasi masyarakat 22 5. Definisi operasional tingkat taraf hidup masyarakat 23 6. Tataguna lahan Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara

Tahun 2015 25

7. Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari,

Kabupaten Jepara Tahun 2015 26

8. Jenis pekerjaan penduduk Komposisi usia penduduk Desa Ngetuk,

Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara Tahun 2015 28 9. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin 2016 29 10.Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendididkan terakhir

2016 30

11.Jumlah dan persentase responden berdasarkan pekerjaan utama 2016 30 12.Daftar Kelompok Tani Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten

Jepara Tahun 2015 31

13.Jumlah dan persentase responden berdasarkan status keanggotaan

Program PUAP 2016 33

14.Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama bergabung Program

PUAP 2016 33

15.Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi pinjaman

Program PUAP 2016 34

16.Jumlah dan persentase responden berdasarkan peminjam per tahun

Program PUAP 2016 34

17.Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah peminjam

terakhir Program PUAP 2016 35

18.Jumlah dan persentase responden berdasarkan status pinjaman PUAP

2016 35

19.Jumlah dan persentase responden berdasarkan penggunaan dana

Program PUAP 2016 36

20.Tabulasi silang antara status keanggotaan dan status pinjaman terakhir

Program PUAP 2016 37

21.Tabulasi silang antara status keanggotaan dan tingkat mengelola usaha

Program PUAP 2016 38

22.Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat mengelola

usaha Program PUAP 2016 38

23.Tabulasi silang antara status pinjaman terakhir dan tingkat pendapatan

Program PUAP 2016 39

24.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepercayaan

Program PUAP 2016 41

25.Jumlah dan persentase responden berdasarkan 2016 tingkat kepercayaan terhadap pengurus gapoktan, anggota, dan penyuluh pendamping 2016 43 26.Norma aturan dan penerapan simpan pinjam PUAP 2016 44 27.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat norma 2016 45


(16)

28.Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepatuhan Program

PUAP 2016 46

29.Rata-rata penilaian responden terhadap norma aturan dan kejeraan

sangsi Program PUAP 2016 46

30.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat jaringan Program

PUAP 2016 47

31.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat modal sosial 2016 50 32.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tahap perencanaan

Program PUAP 2016 53

33.Jumlah dan persentase responden berdasarkan undangan rapat

perencanaan Program PUAP 2016 54

34.Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan

perencanaan Program PUAP 2016 55

35.Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesesuaian perencanaan

dan implementasi Program PUAP 2016 56

36.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi tahap

implementasi Program PUAP 2016 56

37.Jumlah dan persentase responden berdasarkan implementasi

pengelolaan usaha pribadi 2016 57

38.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pemanfaatan

Program PUAP 2016 57

39.Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan skala usaha

Program PUAP 2016 58

40.Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan keterampilan

Program PUAP 2016 59

41.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi Program

PUAP 2016 59

42.Jumlah dan persentase responden berdasarkan keberlanjutan Program

PUAP 2016 60

43.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi

Program PUAP 2016 61

44.Koefisien korelasi indikator tingkat modal sosial terhadap tingkat

partisipasi 63

45.Koefisien korelasi tingkat modal sosial terhadap indikator tingkat

partisipasi 64

46.Jumlah dan persentase responden berdasarkan fasilitas rumah tangga

2016 67

47.Skor rata-rata responden berdasarkan kondisi fisik tempat tinggal 2016 68 48.Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi fisik tempat

tinggal 2016 68

49.Jumlah dan persentase responden berdasarkan barang-barang rumah

tangga 2016 69

50.Rata-rata responden berdasarkan kepemilikan barang-barang rumah

tangga 2016 70

51.Skor rata-rata responden berdasarkan pendapatan per bulan 2016 71 52.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan

sebulan 2016 71


(17)

54.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat tabungan sebulan

2016 73

55.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran

sebulan 2016 74

56.Skor rata-rata responden berdasarkan pengeluaran per bulan 2016 75 57.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran

angan sebulan 2016 75

58.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran non

pangan sebulan 2016 75

59.Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat taraf hidup 2016 76 60.Koefisien korelasi indikator tingkat partisipasi terhadap indikator

tingkat perubahan taraf hidup 78

61.Koefisien korelasi tingkat partisipasi terhadap indikator tingkat

perubahan taraf hidup 80

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 15

2. Tingkat kedekatan responden dengan jaringan Program PUAP

pengurus gapoktan, penyuluh pendamping, dan anggota lain 48 3. Tingkat kedekatan responden dengan jaringan usaha tengkulak/pasar

dan pedagang bahan baku 49

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Wilayah 90

2. Kerangka Sampling 92

3. Kuesioner Penelitian 94

4. Panduan Pertanyaan 101

5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 103

6. Tulisan Tematik 107


(18)

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peranan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja sekaligus sumber pendapatan penting bagi masyarakat Indonesia. Bidang tersebut mampu menjadi salah satu sektor penyumbang terbesar pendapatan Negara. Selain itu sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang sedang dikembangkan oleh pemerintah karena sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik tahun 2016 menyebutkan jumlah angkatan kerja nasional yang bekerja di bidang pertanian sebesar 32.9 persen lebih besar jika dibanding dengan penyerapan tenaga kerja pada bidang lain. Sementara jika ditambah dengan jumlah perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi mampu menyerap 55.2 persen total penyerapan lapangan kerja di Indonesia (BPS 2016a). Sektor yang menjadi arus utama tenaga kerja nasional ini tidak terlepas dari berbagai masalah. Masalah tersebut terutama terkait dengan sektor pertanian primer yang pada umumnya berpusat di perdesaan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 jumlah penduduk miskin tercatat 28.5 juta jiwa. Sementara sekitar 63.4 % dari jumlah penduduk miskin berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0.3 hektar (Kementan 2008b). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran pada tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia karena masih banyak petani yang memiliki skala usaha rendah.

Skala usaha yang rendah pada masyarakat desa rata-rata terjadi karena berbagai persoalan seperti pengetahuan, produktivitas, dan modal. Kementan (2008b) menjelaskan bahwa keterbatasan modal menjadi salah satu masalah mendasar dalam usaha masyarakat dibanding pasar, teknologi, dan organisasi tani. Rata-rata dengan tingkat kemiskinan yang tinggi di perdesaan, masyarakat cukup sulit untuk memperoleh tambahan modal dikarenakan lembaga simpan pinjam dan bank yang masih sulit dijangkau. Serupa dengan pendapat Zanzes et al. (2015) yang mengatakan bahwa umumnya masalah kemiskinan di Indonesia berhubungan erat dengan permasalahan pertanian meliputi sulit mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, keterbatasan pada akses informasi pertanian, kendala sumberdaya manusia, dan keterbatasan modal. Keterbatasan modal menjadi masalah paling dasar yang harus segera diselesaikan bagi sebagian besar petani Indonesia agar dapat mengembangkan usahanya.

Sesuai pada tujuan mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan produktivitas pertanian, maka pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian. Realisasi Program Jangka Menengah Kementerian Pertanian (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Berpacu dengan realisiasi rancangan tersebut pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (Kementan 2008a). Salah satunya adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dibawah koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) dan berada dalam kelompok program pemberdayaan masyarakat. Melalui tujuan PUAP, yaitu mengurangi


(20)

tingkat kemiskinan dan pengangguran. PUAP difokuskan untuk mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para petani di perdesaan. Guna mencapai tujuan tersebut, maka dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur partisipasi masyarakat, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi (Kementan 2010).

Unit pelaksana dari Program PUAP ini adalah Gapoktan di setiap desa. Gapoktan merupakan kelembagaan tani yang akan mengelola dan menyalurkan penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota dengan didampingi oleh Tenaga Pendamping PUAP (Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani). Seperti pada tujuan PNPM Mandiri program ini juga mensyaratkan partisipasi aktif, kesadaran kritis, dan kemandirian masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam lembaga gapoktan pelaksana program menjadi sangat penting dalam mencapai keberhasilan program tersebut. Melalui partisipasi masyarakat miskin mampu menumbuhkan kesadaran kritis untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Penumbuhan partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat tersebut akan dapat tercapai melalui penguatan modal sosial dalam masyarakat. Seperti yang dikutip dari Wibawa (2013) bahwa modal sosial merupakan hubungan yang aktif di antara manusia, rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku mampu memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi serta memungkinkan adanya kerja sama. Hal tersebut menunjukan bahwa penguatan modal sosial mampu memfasilitasi pelaksanaan Program PUAP secara partisipastif untuk mencapai tujuan program tersebut yaitu mengatasi permasalahan modal dan mengembangkan usaha tani masyarakat. Pengembangan usaha tani tersebut ketika berjalan secara berkelanjutan akan mampu memberi peningkatan taraf hidup masyarakat.

Hasil Evaluasi pelaksanaan PUAP selama 3 tahun menunjukan bahwa dana PUAP tahun 2008-2009 yang diterima Gapoktan sebesar Rp 100 juta telah bertumbuh dan meningkat sebesar 5-30 % (Kementan 2010). Jika dilihat pada beberapa kasus di berbagai daerah, program PUAP sebagian besar mampu membawa pengaruh positif terhadap usaha agribisnis yaitu peningkatan pendapatan dan peningkatan taraf hidup anggota gapoktan. Sedangkan pada beberapa kasus lain program mengalami kendala seperti kemacetan pembayaran dan dana pinjaman tidak kembali, serta rendahnya produktivitas gapoktan. Hal ini dikarenakan belum terwujudnya partisipasi yang tinggi pada Program PUAP sehingga partisipasi dirasa sangat dibutuhkan di setiap tahap program pembangunan. Mengacu dengan dibutuhkannya modal sosial dan partisipasi dari masyarakat sesuai dengan syarat program pembangunan, diharapkan program PUAP ini mampu memberi pengaruh peningkatan taraf hidup masyarakat melalui perkembangan modal usaha yang berkelanjutan. Oleh karena itu perlu diketahui hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mendorong perubahan taraf hidup petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).

Perumusan Masalah

Modal sosial mengacu pada apa yang dibawa atau dimiliki masyarakat dalam membantu menjalani suatu organisasi sosial. Modal sosial merupakan suatu sistem hasil dari organisasi sosial dan ekonomi seperti pandangan umum (world-view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran


(21)

ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta dan Cullen 2000 dalam Nasdian 2014). Hasil tindakan kolektif dari modal sosial dalam pembangunan ini memberi dampak pada kelancaran dan kemudahan suatu program pembangunan seperti PUAP. Namun beberapa stakeholder maupun pengelola program masih ada yang lebih mengutamkan modal fisik dan manusia daripada modal sosial. Padahal modal sosial ini akan mampu memberi pengaruh langsung dan tidak langsung pada pelaksanaan program melalui tindakan kolektif dan nantinya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat Oleh karena itu, menjadi penting dalam penelitian ini untuk menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani pada program PUAP?

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dicanangkan Kementerian Pertanian memiliki tujuan utama untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, PUAP difokuskan untuk mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para petani di perdesaan. Seperti pada tujuan PNPM Mandiri, PUAP juga mensyaratkan partisipasi aktif, kesadaran kritis, dan kemandirian masyarakat dalam pelaksanaan program ini di masyarakat (Kementan 2010). Partisipasi anggota gapoktan dalam mengelola PUAP jika dilakukan secara terorganisir dan terkoordinir mampu mengantarkan pada perkembangan program PUAP salah satunya yaitu peningkatan pendapatan anggota dan jika berkelanjutan akan memberi dampak pada taraf hidup masyarakat. Sehingga perlu dianalisis hubungan partisipasi dengan perubahan taraf hidup petani pada program PUAP?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mendorong perubahan taraf hidup petani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Tujuan spesifik pada penelitian ini adalah :

1. Menganalisis hubungan modal sosial dengan partisipasi petani dalam program PUAP.

2. Menganalisis hubungan partisipasi dengan perubahan taraf hidup petani pada program PUAP.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa mamfaat antara lain : 1. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan mengenai hubungan modal sosial dengan partisipasi pada program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP terhadap taraf hidup masyarakat, terutama hubungan modal sosial dengan partisipasi dalam mengembangkan program pembangunan.


(22)

Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk memperoleh pengetahuan akan pentingnya modal sosial dan partisipasi pada program PUAP sehingga masyarakat mampu meningkatkan taraf hidup mereka.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan khususnya bagi tim pengelola PUAP Pusat hingga Daerah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan PUAP agar mampu memberi peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya anggota gapoktan.


(23)

TINJAUAN TEORITIS

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang selanjutnya disingkat PUAP adalah program bantuan langsung masyarakat sebagai impelmentasi dari program utama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan keberhasilan melalui penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan Usaha Produktif petani untuk mendukung swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Bantuan modal tersebut diberikan untuk menumbuh kembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran (Kementan 2015a). Kegiatan PUAP memiliki bentuk yaitu pemberian fasilitas modal kepada Gapoktan, yang selanjutnya dikoordinir mereka dan disalurkan kepada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian (Kementan 2010).

Secara umum Program PUAP bertujuan untuk: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; (2) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani (PMT); (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Selanjutnya sasaran program PUAP yang hendak dicapai adalah: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di desa terutama desa miskin sesuai dengan potensi pertanian desa; (2) Berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi; (3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha (Kementan 2015a).

Program PUAP memiliki Indikator keberhasilan yang terbagi kedalam keberhasilan output, outcome, serta benefit dan impact yang nantinya menjadi tolak ukur keberhasilan dan perkembangan program PUAP tersebut. Indikator keberhasilan output tersebut antara lain: (1) Tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP 2015 kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan (2) Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh dan PMT. Selanjutnya pada indikator keberhasilan outcome antara lain: (1) Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik petani pemilik penggarap, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani; (2) Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha; dan (3) Meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan. Sementara indikator benefit dan Impact yang ingin dicapai program ini antara lain: (1) Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan; (2) Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh


(24)

petani; dan (3) Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan (Kementan 2015a).

Selanjutnya untuk menentukan peserta program atau Gapoktan dari berbagai desa, Kementerian Pertanian atau Tim PUAP Pusat telah menentukan terlebih dahulu kriteria Gapoktan yang layak untuk menerima bantuan. Keriteria tersebut telah diambil dan disepakati secara formal dan tertulis dalam pedoman umum PUAP dari tahun ke tahun. Kriteria Gapoktan penerima bantuan modal usaha PUAP yaitu : a) Memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola usaha agribisnis; b) Mempunyai kepengurusan yang aktif dan dikelola oleh petani; dan c) Pengurus Gapoktan adalah petani dan bukan Kepala Desa/Lurah dan Sekretaris Desa/Lurah atau yang setingkat dengan jabatan tersebut. Pada setiap desa calon lokasi PUAP, akan ditetapkan 1 (satu) Gapoktan penerima Dana BLM PUAP Tahun 2015 (Kementan 2015a).

Program pengembangan masyarakat yang diinisiasi pemerintah pada dasarnya membutuhkan pastisipasi anggota untuk mencapai keberhasilan setiap program tersebut. Sama halnya seperti pelaksanaan PUAP, program ini juga melibatkan peran aktif anggota melalui musyawarah/rapat anggota sebagai forum tertinggi dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang diputuskan pada musyawarah/ rapat anggota yaitu memilih dan memberhentikan pengurus, penambahan anggota, pengesahan rencana usaha Gapoktan terkait dengan penyaluran dana BLM PUAP, penetapan unit usaha otonom, evaluasi pengembangan pengelolaan unit usaha Gapoktan, penyusunan dan perubahan RUB, tahapan penyaluran dan pemanfaatan dana BLM-PUAP. (Kementan 2015b). Jika dilihat dari pedomam umun program PUAP, pelaksanaan kegiatan PUAP ini memiliki tahapan atau prosedur baik dari perencanaan, menikmasti hasil, hungga evaluasi. Tahapan pelaksaan program PUAP tersebut meliputi: 1. Identifikasi dan verifikasi usulan Desa calon lokasi serta Gapoktan calon penerima dana BLM PUAP 2015; 2. Verifikasi, pemberkasan, dan penetapan Desa/Gapoktan penerima dana BLM PUAP 2015; 3. Pelatihan bagi fasilitator (Penyuluh dan PMT) serta pembekalan pengetahuan tentang PUAP bagi pengurus Gapoktan; 4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT; 5. Sosialisasi dan koordinasi kegiatan PUAP; 6. Pendampingan; 7. Penyaluran BLM PUAP 2015; 8. Pembinaan dan Pengendalian; 9. Pengawasan; dan 10. Evaluasi dan pelaporan (Kementan 2015a).

Hasil penelitian dari beberapa daerah yang sudah dapat diketahui perkembangan PUAP menunjukkan bahwa pelaksanaan Program PUAP mampu memberi manfaat peningkatan pendapatan petani dan di daerah lain ada yang tidak memberi peningkatan pendapatan. Pada Penelitian di Desa Kuta Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Aceh Barat Daya hasilnya menunjukan Program PUAP ini sangat memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan sebesar 16 persen membuat program ini berhasil dalam meningkatkan total pendapatan masyarakat penerima program yaitu para petani menjadi lebih berinovasi dalam berusaha tani dalam hal pemilihan benih yang lebih berkualitas dan perawatan yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu Penyuluh Pertanian berpengaruh penting dalam hal menyampaikan informasi tentang Program PUAP, yang diantaranya pemberian pinjaman bantuan modal, informasi tentang teknologi, pupuk, dan sebagainya. Perkembangan PUAP di desa Kuta Jeumpa masih dalam bentuk Gapoktan dan


(25)

belum menjadi LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dikarenakan PUAP ini sebagai program baru dan masih butuh proses untuk menjadi LKM (Siregar et al. 2013)

Modal Sosial

Disadari atau tidak modal sosial sudah ada dan melekat pada setiap masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial. Modal ini sangat berbeda dengan modal lain karena modal ini tidak berwujud nyata dan tampak namun bisa kita identifikasi keberadaannya dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan Alfitri (2011) modal sosial adalah kemampuan membangun jaringan dan kerjasama antar masyarakat dalam bentuk norma resiprositas dan jaringan keterlibatan antar warga yang bermanfaat terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kemandirian masyarakat lokal. Berbeda dengan modal lain seperti modal ekonomi dan modal manusia, modal sosial lebih memperlihatkan hubungan dan potensi pada kelompok dengan perhatian ruang jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir yang dari kehidupan berkelompok. Sementara modal manusia lebih menekankan pada sesuatu yang merujuk pada individual seperti daya dan keahlian yang dimiliki individu. Begitu pula modal fisik yang lebih menekankan pada keuangan, asset, serta barang-barang terlihat lain yang dapat digunakan sebagai modal (Alfitri 2011).

Bank Dunia (1999) dalam Alfitri (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sesuatu yang merujuk pada dimensi institusional, hubungan yang tercipta dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Pada awalnya memang modal sosial diidentifikasi pada suatu institusi ataupun dalam kelembagaan formal sebagai sesuatu yang mampu merekatkan dan menambah kerjasama mereka namun seiring perkembangan menurut Putnam, Coleman, dan Fukuyama modal sosial dapat dikembangkan dalam bentuk norma informal yang dimiliki bersama antar anggiota masyarakat dalam melakukan kerjasama. Berdasarkan kategorinya Cox (1995) dalam Alfitri (2011) menjelaskan modal sosial sebagai rangka hubungan manusia dibentuk dari komponen yaitu kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan (networks) yang memungkinkan efektivitas dan efisiensi kerjasama didalamnya.

Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain kan melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita harapkan dan akan bertindak kedalam pola yang saling mendukung (Putnam dalam Alfitri 2011). Kepercayaan dapat membuat masyarakat saling bersatu dan bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah. Kepercayaan memiliki beberapa tingkatan berdasarkan ranah dan sumber hadirnya kepercayaan tersebut. Pada tingkat individual kepercayaan hadir dari nilai kepercayaan agama yang dianut, kompetensi seeorang, serta norma keterbukaan dalam masyarakat. Selanjutnya pada tingkat komuntas, kepercayaan hadir berdasarkan nilai dan norma yang telah melekat dalam hubungan-hubungan masyarakat. Sementara pada tingkat institusi, kepercayaan akan muncul dari karakteristik sistem yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota kelompok. Namun kepercayaan dapat hilang daya optimalnya ketika


(26)

mengabaikan salah satu spektrum pentiing didalamnya yaitu rentang rasa mempercayai seperti berkurang pengharapan dan kepercayaan dikarenakan suatu norma baru ataupun suatu kejadian (Alfitri 2011).

Norma

Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Norma ini biasanya telah terinstitusionalisasi termasuk sanksi sosialnya yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan bermasyarakat (Alfitri 2011). Norma biasanya memiliki aturan kolektif yang tidak tertulis namun telah dipahami masyarakat dalam mengatur pola hidup mereka seperti menghormati yang lebih tua, sopan santun, tidak mengganggu kesibukan orang lain, dan adat istiadat. Norma yang telah mendalam tersebut dapat menimbulkan kohesivitas masyarakat, namun norma ini juga dapat membuat masyarakat tertutup dengan ide atau pemikiran baru karena lebih mengutamakan hubungan atau melihat dari labelnya saja ketimbang melihat substansi pemikiran tersebut (Alfitri 2011).

Jaringan Sosial

Jaringan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam membangun relasinya. Kunci keberhasilan membangun modal sosial terletak pada kemampuan sekelompok orang melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Jaringan sosial ini membuat masyarakat mampu memiliki variasi hubungan saling berdampingan dengan prinsip kesukarelaan, kesamaan, kebebasan, dan keadaan sehingga kerjasama dan upaya saling menguntungkan akan timbul dalam jaringan ini untuk mencapai tujuan bersama. Jaringan sosial memiliki tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Ketika kelompok terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan dan pengalaman secara turun temurun cenderung memiliki kohesifitas tinggi, tetapi jaringan dan kepercayaan terbangun sangat sempit, lain halnya dengan kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih terbuka akan memilik jaringan lebih luas dan memfasilitasi pastisipasi masyarakat dengan baik. Tipologi ini yang membuat dampak positif bagi kelompok sehingga mampu mendorong kemajuan kelompok dan mendorong pembangunan (Alfitri 2011).

Selanjutnya Nasdian (2014) mengelompokan modal sosial kedalam empat dimensi untuk melihat hubungan sesama mayarakat dan komunitas serta hubungan dengan pihak berpengaruh lain. Keempat dimensi tersebut meliputi Integrasi, Pertalian, Integrasi Organisasional, dan Sinergi. Integrasi (integration) merupakan ikatan kuat antar anggota keluaga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Contohnya ikatan-ikatan berdasarkan etnik, kekerabatan, dan agama. Pertalian (linkage) adalah ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Seperti jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama. Selanjutnya integrasi organisasional (organizational integrity) merupakan keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan penegakan aturan. Terakhir adalah Sinergi (sinergy) meliputi relasi


(27)

antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations) yang berfokus tentang apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak untuk partisipasi warganya. Dari keempat dimensi ini pada dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horizontal sedangkan ketiga dan keempat ditambah pasar (market) berfokus pada tingkat vertikal (Nasdian 2014). Penciptaan modal sosial yang efektif dengan memperhatikan setiap komponen-komponen diatas harus menjadi tujuan dari program pembangunan karena penciptaan setiap komponen dan dimensi tersebut membuat masyarakat mampu mengembangkan diri, menumbuhkan rasa memiliki dan pelibatan aktif masyarakat dalam program sehingga meciptakan kemandirian masyarakat dalam mendukung program pembangunan.

Konsep modal sosial dan partisipasi sebenarnya merupakan kedua konsep yang saling berhubungan dalam setiap kegiatan masyarakat. Alfitri (2011) menjelaskan bahwa modal sosial berbentuk nilai dan norma informal yang dimiliki bersama kelompok masyarakat mampu menumbuhkan kerjasama. Modal sosial yang telah diterapkan dalam pola kehidupan masyarakat menbuat tingkat modal sosial yang semakin tinggi dan membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam bentuk apapun. Bahkan kesaling-percayaan antara masyarakat dan pemerintah disebabkan keterbukaan dan komitmen pemerintah daerah mampu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam program pembangunan maupun sistem pemerintahan daerah yang lebih baik (Inayah 2012). Selain itu pada penelitian Anggita (2013) partisipasi diikutsertakan dalam konsep modal sosial dan berkaitan dengan kerjasama dalam melihat kolektivitas usaha tani. Hasilnya menunjukan modal sosial dan partisipasi saling terkait dilihat dari keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan sosial dan ekonomi pertanian, bahkan partisipasi telah menjadi tradisi budaya turun temurun dalam memenuhi kebutuhan bersama (Anggita 2013).

Partisipasi

Program pembangunan yang diinisiasi oleh pemerintah maupun secara swadaya umumnya harus menumbuhkan pemberdayaan masyarakatnya. Menurut Nasdian (2014) pemberdayaan merupakan konsep bagaimana individu, kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Sementara ketika kita melihat definisi partisipasi, partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2014). Berdasarkan kedua definisi diatas bahwa upaya partisipasi masyarakat dapat menumbuhkan inisiatif, cara berfikir, dan tindakan mereka sendiri untuk mengontrol kehidupan mereka sehingga dengan adanya partisipasi penting untuk membuat masyarakat merasakan pemberdayaan yang mereka bentuk.

Partisipasi mampu mendukung masyarakat untuk menyadari akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka atau memiliki kesadaran kritis. Partisipasi sendiri memiliki dua kategori yaitu warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang dan dikontrol orang lain, dan partisipasi


(28)

merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri (Nasdian 2014). Dalam hal ini partisipasi mampu mendorong penumbuhan kesadaran kritis masyarakat dan mencari solusi untuk mengatasinya. Untuk memahami bagaimana partisipasi tersebut berjalan, perlu diketahui bagaimana tahapan partisipasi terlebih dahulu menurut pendapat beberapa ahli.

Berdasarkan teori Uphoff et al. (1979) dalam Nasdian (2006), partisipasi dipandang sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumber daya atau bekerjasama dalam suatu organisasi. Selanjutnya ditambahkaan oleh Cohen dan Uphoff dalam Nasdian (2014) bahwa partisipasi memiliki tahapan meliputi tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Selanjutnya pemanfaatan, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Serta tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.

Berbeda dengan dua teori sebelumnya, Arnstein memiliki pendapat bahwa partisipasi mempunyai tingkatan atau level yang dilihat dari seberapa jauh masyarakat terlibat dalam program ataupun seberapa sering masyarakat terlibat dalam setiap bagian program. Menurut Arnstein (1969) dalam Suroso, Hakim, dan Noor (2014), tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu program dapat dilihat dari sebarapa jauh peran masyarakat terhadap penguasa dalam program. Berdasar pada Arnsterin dalam Nasdian (2014) terdapat delapan tangga atau tingkatan partisipasi yang dapat mengukur seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam program. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Manipulation (Manipulasi)

Masyarakat dianggap sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh golongan penguasa.

2. Therapy (Terapi)

Penguasa menganggap ketidakberdaayan masyarakat sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.

3. Informing (Menginformasikan)

Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi.


(29)

Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab.

5. Placation (Menenangkan)

Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan.

6. Partnership (Kemitraan)

Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak.

7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan)

Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah yang kurang memiliki legitimasi bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut.

8. Citizen Control (Kontrol warga negara)

Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan.

Jika mempertimbangkan dari kedua teori sebelumnya yaitu Uphoff dan Arnstein, Uphoff dinilai lebih cocok digunakan dalam penelitian peran partisipasi dan taraf hidup ini dikarenakan Uphoff terlihat lebih menggambarkan mengenai proses partisipasi setiap tahap serta dapat menggambarkan keberhasilan program dari kontribusi masyarakat dalam program tersebut. Sementara Arnstein lebih menggambarkan seberapa jauh tingkat kekuasaan dan pengambilan kekuasaan serta dominasi antara pemerintah atau pengelola program dengan masyarakat sehingga kurang menggambarkan jembatan pencapaian taraf hidup. Partisipasi sendiri merupakan salah satu syarat utama dalam setiap program pembangunan baik dari pemerintah maupun secara swadaya. Lastinawati (2011) menjelaskan bahwa tahapan partisipasi juga bisa dilihat dari spesifik program yang akan diteliti. Seperti program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dengan tujuan penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat berdasarkan tahapan kegiatan program tersebut. Tahapan partisipasi Program PUAP secara spesifik dilihat dari tahap pelatihan PUAP, tahap sosialisasi program PUAP, tahap pendampingan pengajuan RUA, tahap penyusunan RUK, penyusunan RUB,


(30)

penggunaan dana, pengembalian dana, dan tahap penyusunan laporan. Penelitian Siregar et al. (2013) menyebutkan bahwa Program PUAP sangat memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga terhadap pendapatan petani. Program menghasilkan pendapatan sebesar 16 persen membuat program ini berhasil dalam meningkatkan total pendapatan masyarakat penerima program yaitu para petani menjadi lebih berinovasi dalam berusaha tani dalam hal pemilihan benih yang lebih berkualitas dan perawatan yang lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan pendapatan tersebut juga berdampak pada perubahan taraf hidup masyarakat.

Penelitian lain banyak menjelaskan bahwa partisipasi pada program pembangunan memberi dampak pada perubahan taraf hidup masyarakat. Pada program pembangunan dengan partisipasi masyarakat yang aktif mampu memberi dampak pada aspek ekologi, struktur, kultur, dan perubahan taraf hidup masyarakat. Penilitian tersebut menyebutkan penerima program mampu mengalami peningkatan taraf hidupnya (Nasdian 2014). Serupa dengan hasil program PUAP di Desa Sidourip Kecamatan Beringan Kabupaten Deliserdang terkait partisipasi dengan pendapatan. Hasil menunjukan adanya partisipasi tinggi mampu menyebabkan dana semakin berkembang hingga 78.55 persen lebih tinggi dibanding desa lain. Perkembangan dana tersebut berdampak pada semakin bertambahnya usaha masyarakat dan membuat pendapatan petani bertambah. (Rajagukguk et al. 2012). Peningkatan pendapatan tersebut juga memberi dampak pada peningkatan taraf hidup petani penerima program.

Taraf Hidup

Kata taraf dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) berarti tingkatan, mutu atau kualitas. Jika kata tersebut dihubungkan dengan kehidupan masyarakat berarti taraf hidup merupakan kualitas hidup yang dimiliki seseorang atau keluarga dalam suatu masyarakat. Kualitas hidup ini juga dapat diartikan sebagai kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan berkecukupan. Kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut menurut Manullang dapat didefinisikan kedalam dua kategori yaitu taraf hidup primer adalah suatu kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan hidup seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan. Sedangkan taraf hidup sekunder merupakan kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan primer seperti alat-alat dan perabot (Manullang dalam Fargomeli 2014). Ketika kebutuhan-kebutuhan primer dan sekunder tersebut terpenuhi, maka hal ini juga dapat menggambarkan seberapa tinggi kesejahteraan masyarakat dalam kehidupannya seperti tingkat konsumsi atau pengeluaran. Karena kondisi sejahtera dapat didefinisikan juga sebagai suatu kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan (Fargomeli 2014). Kualitas hidup ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Sesuai dengan pendapat di atas bahwa taraf hidup adalah kualitas kehidupan seseorang atau kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Purnamasari (2015) menambahkan bahwa peningkatan taraf hidup masyarakat, adalah segala kegiatan dan upaya masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Selanjutnya Purnamasari melihat kebutuhan hidup ini dari beberapa


(31)

indikator yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan hidup meliputi tingkat kecukupan pangan, tingkat kecukupan sandang, kelayakan rumah tempat tinggal, pendidikan keluarga, dan kesehatan keluarga. Menurut Purnamasari selain sandang, pangan, dan papan, faktor pendidikan keluarga dan kesehatan juga sangat mempengaruhi taraf hidup dalam suatu keluarga sehingga kedua faktor tersebut layak untuk dijadikan parameter taraf hidup (Purnamasari 2015).

Terkait dengan taraf hidup tersebut dari hasil penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) menjelaskan adanya program pemerintah maupun perusahan seperti Corporate Social Responsibility (CSR) yang pelaksanaannya mampu melibatkan kontribusi masyarakat dibeberapa proyek dan program tersebut memeberi pengaruh terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat. Pengaruh pada dampak sosial tersebut dilihat dari modal sosial sedangkan dampak ekonomi dilihat dari tingkat taraf hidup meliputi tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, tingkat investasi, dan juga kondisi fisik dan prasarana tempat tinggal seseorang meliputi luas lantai bangunan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, pemilikan alat transportasi, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat investasi yang seluruhnya dapat menggambarkan taraf hidup masyarakat (Rosyida dan Nasdian 2011). Selanjutnya Suharto (2009) dalam Fargomeli (2014) menambahkan bahwa upaya untuk meningkatkan taraf hidup tersebut juga dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud berupa kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.

Adanya perubahan taraf hidup masyarakat tentunya disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya seperti adanya modal sosial yang kuat dan partisipasi aktif masyarakat. Seperti yang dibahas pada pustaka sebelumnya bahwa modal sosial yang telah diterapkan dalam pola kehidupan masyarakat membuat tingkat modal sosial yang semakin tinggi dan membawa dampak pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam bentuk apapun (Inayah 2012). Program PUAP juga mensyarakatkan partisipasi aktif setiap anggotanya. Siregar et al. (2013) menjelaskan hasil Program PUAP mampu memberi pengaruh positif terhadap masyarakat khususnya petani. Baik itu dalam bidang permodalan, sikap petani terhadap penggunaan teknologi, dan juga peningkatan pendapatan petani. Pendapatan merupakan salah satu aspek dari taraf hidup sehingga dengan berkembangnya pendapatan akan menyebabkan perkembangan taraf hidup masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang tergabung dalam PNPM-Mandiri yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian. Progarm ini memiliki bentuk bantuan langsung modal usaha tani kepada gapoktan di setiap desa yang memiliki ciri kelayakan tertentu yang diajukan Gapoktan dan dikoordinasikan dengan Tim PUAP Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan. Pelaksanaan Program PUAP ini membutuhkan keterlibatan aktif anggota Gapoktan dalam merencanakan usaha bersama, usaha anggota, pengelolaan dana, penyaluran, hingga evaluasi yang murni mereka kerjakan sendiri


(32)

dengan bantuan dan bimbingan dari penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Anggota harus mampu menanamkan rasa kepedulian terhadap program tersebut serta memiliki rasa bahwa program tersebut akan memberi manfaat terhadap kelangsungan hidupnya. Kondisi kepedulian terhadap program akan tumbuh pada masyarakat melalui hubungan-hubungan sosial antar anggota, serta nilai dan aturan yang dianut komunitas bersama yang lebih akrab disebut modal sosial.

Modal sosial memiliki dimensi-dimensi dalam mengatur hubungan sosial masyarakat yang mampu menyebabkan rasa kepedulian terhadap Program PUAP sebagai program bersama meliputi kepercayaan, jaringan sosial, dan norma-norma sosial. Kepercayaan berhubungan dengan harapan yang tumbuh pada masyarakat terhadap Program PUAP yang mampu memberi nilai positif terhadap kehidupan masyarakat. Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan pada masyarakat yang dapat mempermudah penukaran informasi serta pelaksanaan Program. Kemudian norma-norma merupakan nilai-nilai yang diyakini dan dijalani suatu masyarakat terhadap hadirnya Program PUAP. Tentunya dengan adanya modal sosial yang dimiliki setiap masyarakat dalam suatu komunitas ini mampu meningkatkan kepedulian masyarakat khususnya anggota Gapoktan sehingga memberi pengaruh pada keterlibatan aktif atau partisipasi anggota pada pelaksanaan Program PUAP.

Partisipasi merupakan keterlibatan aktif masyarakat untuk sadar akan masalahnya dan upaya untuk mencapai solusi masalah tersebut. Keterlibatan aktif anggota pada Program PUAP sangat diperlukan untuk memberi solusi masyarakat pada masalah permodalan. Partisipasi program yang baik harus mampu melibatkan kontribusi seluruh anggota pada setiap tahapan pelaksanaan program. Tahapan tersebut meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi program. Melalui kontribusi masyarakat pada setiap program tersebut masyarakat akan menyampaikan pendapat mereka, melaksanakan kegiatan, serta mampu menikmati hasil jerih payah mereka dan merasakan manfaatnya untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat.

Pencapaian dari Program PUAP tersebut akan memberi pengaruh terhadap taraf hidup masyarakat khususnya anggota Gapoktan. Taraf hidup yang menggambarkan kualitas hidup masyarakat ini dilihat dari empat komponen meliputi fasilitas rumah tangga, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat tabungan. Keempat faktor tersebut digunakan untuk menggambarkan sejauh mana kualitas hidup anggota Gapoktan setelah mengikuti program PUAP selama beberapa periode. Selain itu taraf hidup ini juga akan memberikan gambaran terhadap pencapaian Program PUAP pada Gapoktan tersebut.

Tingkat Partisipasi Petani dalam Program

PUAP

1. Perencanaan 2. Implementasi 3. Pemenfaatan 4. Evaluasi

Tingkat Perubahan Taraf Hidup

1. Tingkat pendapatan

2. Tingkat

pengeluaran

3. Tingkat tabungan

4. Tingkat fasilitas rumah tangga Tingkat Modal Sosial

1. Tingkat kepercayaan

2. Tingkat norma

3. Tingkat jaringan


(33)

Keterangan: : Hubungan

Hipotesis Penelitian Hipotesis uji secara dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara tingkat modal sosial dengan tingkat partisipasi petani dalam Program PUAP.

2. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi petani pada Program PUAP dengan tingkat perubahan taraf hidup petani.


(34)

(35)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode survei menggunakan sampel yang mana kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan informasi dari responden. Pengertian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Pendekatan kuantitatif pada penelitain ini bertujuan melihat bagaimana hubungan yang ditimbulkan pada variabel modal sosial dengan partisipasi, Serta variabel partisipasi yang memiliki hubungan dengan perubahan taraf hidup masyarakat. Jenis penelitian merupakan penelitian eksplanatori.

Data kualitatif diambil melalui metode wawancara mendalam kepada beberapa aktor penting menggunakan panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari individu yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan serta memperkuat hasil dari pendekatan kuantitatif. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa dokumen-dokumen untuk menjelaskangambaran desa dan program. Semua data hasil penelitian akan dikombinasikan dengan menjelaskan data kuantitatif dari hasil olah data kuesioner serta diperkuat dan dideskripsikan dengan data kualitatif dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai Peran Modal Sosial dan Partisipasi pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Taraf Hidup Masyarakat ini dilakukan di Desa Ngetuk, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa Ngetuk merupakan salah satu desa yang memiliki Program PUAP sejak tahun 2011 sehingga dampaknya sudah dapat dirasakan masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan hasil evaluasi PUAP di Kabupaten tahun 2015, desa ini masuk pada kategori Perkembangan PUAP yang baik karena mampu mengelola PUAP dengan kondisi pinjaman dominan lancar sehingga dapat berjalan hingga sekarang. Peneliti sendiri akan melakukan pengambilan data ke lapang dengan rentang biaya sekitar satu juta rupiah. Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan Januari 2016. Selanjutnya setelah proposal dibahas pada kolokium dan disetujui langkah selanjutnya adalah mengambil data baik primer maupun sekunder untuk diolah dalam skripsi. Secara rinci kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Rincian mengenai waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.


(36)

Tabel 1 Jadwal penelitian tahun 2016

Penentuan Responden dan Informan

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu responden dan informan. Responden adalah seseorang atau individu yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri terkait kondisi dirinya dengan Program PUAP. Populasi penelitian ini ialah seluruh petani Desa Ngetuk. Sementara populasi sampelnya meliputi petani Desa Ngetuk yang menjadi penerima Program PUAP. Selanjutnya, populasi sampel tersebut akan dibentuk lebih sempit menggunakan kerangka sampling. Kerangka sampling disini berisi sejumlah responden yang akan diambil dari populasi sampel yaitu petani Desa Ngetuk yang menjadi penerima Program PUAP. Adapun sampel ditentukan untuk penelitian ialah sebanyak 50 orang responden. Pengambilan sampel atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling karena pertimbangan sampel cenderung memiliki karakteristik seragam yaitu petani kecil atau anggota gapoktan dan tergabung dalam Program PUAP hingga saat ini. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pada awalnya, teknik ini dilakukan dengan cara mendapatkan data jumlah populasi masyarakat anggota Gapoktan yang menerima Program PUAP kemudian penulis melakukan pengambilan sampel dengan metode simple random sampling.

Informan merupakan seseorang atau individu yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan berupa gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya terkait kondisi dan perkembangan Program PUAP. Informan juga dapat dikatakan sebagai pihak yang mampu mendukung kelancaran informasi yang diberikan. Adapun informan yang diambil menggunakan metode purposive adalah instansi terkait dalam penelitian ini meliputi 3 orang pengurus gapoktan, 4 orang perwakilan dari setiap kelopok tani, dan 1 orang penyuluh pendamping yang memiliki pengaruh kuat di desa tersebut. Informan tersebut dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan

Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal

Pengambilan Data Lapangan

Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi

Uji Kelayakan

Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Penelitian


(37)

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini berjenis data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan dicatat pada catatan lapangan, serta wawancara kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dan panduan pertanyaan wawancara mendalam merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Setelah panduan pertanyaan ditanyakan kepada informan, hasil dari wawancara mendalam akan direkam atau ditulis kedalam catatan lapangan berisi deskripsi dan interpretasinya sesuai format pada lampiran.

Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait, dalam penelitian ini seperti data dari kantor desa dan kecamatan, Kementerian Pertanian, maupun studi literatur penelitian sebelumnya.

Tabel 2 Teknik pengumpulan data dan jenis data

Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan

Kuesioner

 Karakteristik penerima program PUAP

 Kondisi Kepercayaan

 Kondisi Norma

 Kondisi Jaringan sosial

 Kondisi Partisipasi pada setiap tahap partisipasi

 Kondisi fasilitas tempat tinggal sebelum dan sesudah

program

 Kondisi pendapatan sebelum dan sesudah program

 Kondisi tabungan sebelum dan sesudah program

 Kondisi pengeluaran sebelum dan sesudah program

Wawancara mendalam

 Kondisi Program PUAP di Desa Ngetuk

 Kondisi kepercayaan penerima program

 Kepatuhan penerima dan sangsi terhadap aturan-aturan

Program PUAP

 Kondisi jaringan sosial penerima Program PUAP

 Keterlibatan penerima pada setiap tahap partisipasi

 Kebermanfaatan program

 Kondisi evaluasi program

 Perubahan kondisi fisik rumah tangga penerima

program

 Perubahan pendapatan penerima program

 Perubahan tabungan penerima program

 Perubahan pengeluaran penerima program

 Perkembangan perubahan taraf hidup penerima

Program PUAP Observasi lapang dan

dokumentasi data sekunder

 Gambaran umum desa melalui data monografi dan

data potensi desa

 Laporan Pertanggungjawaban gapoktan tahun 2016


(38)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013 dan SPSS Version 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2013. Kemudian SPSS Version 21 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Sebelum melakukan penelitian, kuesioner melalui uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan hasil uji kuesioner diolah menggunakan uji statisik SPSS dengan hasil nilai cronbach alpha 0.771.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata ataupun tabel dan matriks yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing untuk memperjelas kembali kebenarannya. Data sekunder akan disortir dan disajikan untuk untuk menjelaskan gambaran dasar lokasi dan memperkuat penjelasan data primer. Seluruh hasil penelitian ini akan dituliskan dalam laporan berbentuk skripsi.

Definisi Operasional Tingkat Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu pendorong anggota Gapoktan agar memiliki kepedulian terhadap berjalannya Program PUAP sehingga menimbulkan keterlibatan aktif pada program tersebut. Adapun bentuk modal sosial yang dibahas dalam penelitian ini adalah tingkat kepercayaan, tingkat norma, dan tingkat jaringan sosial. Ketiga aspek tersebut akan dilihat hubungannya dalam mendukung tingkat partisipasi pada Program PUAP. Setiap aspek akan diukur menggunakan data ordinal. Pengukuran dilakukan dengan memberi nilai pada setiap pertanyaan lalu dijumlahkan dan hasilnya merupakan indikator dan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah itu setiap indikator akan dijumlahkan dan dikategorikan dalam tiga tingkat kembali untuk melihat variabel.


(1)

Lampiran 6 Tulisan Tematik

Kondisi Program PUAP di Desa Ngetuk

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) mulai berjalan di Desa Ngetuk sejak tahun 2011. Langkah pertama pembuatan program PUAP ini diawali dengan penyusunan RUK, RUA, dan RAB yang dilaksanakan pengurus gapoktan dan dibantu penyuluh, penyelia mitra tani, dan pemerintah desa. RUA merupakan rapat kebutuhan usaha pada tingkat anggota, selanjutnya diangkat ke RUK oleh pengurus untuk dipertimbangkan dan dikategorikan kembali sesuai kebutuhan pertanian peternakan dan usaha. Setelah itu dirumuskan RUB sebagai rancangan anggaran besama yang diajukan ke kementerian agar dana dapat cair. Setelah dana cair gapoktan memilih anggota penerima program dengan asal ambil yaitu semua masyarakat yang mau menjadi anggota poktan dan mau mengembangkan usaha tani. Seiring perkembangan dan evaluasi setiap tahun program ini semakin berkembang, jumlah penerima meningkat, dan semakin bagus pengelolaannya. Status pengelolaan dana PUAP gapoktan saat ini adalah LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis), namun nanti seiring perkembangan akan dirubah menjadi KSP (Koperasi Simpan Pinjam) yang nantinya juga akan dibina oleh Koperasi unit provinsi selain dibina juga dinas pertanian. Program PUAP sendiri memiliki penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani untuk membantu manajerial.

Penerima Program PUAP saat ini adalah 125 orang yang terbagi kedalam 4 poktan meliputi Sido mulyo 1, sido mulyo 2, sido mulyo 3, sido mulyo 4 berdasarkan wilayah tempat tinggal. Diantara anggota poktan tersebut sampai saat ini ada yang sudah tidak meminjam dan ada yang masih meminjam. Proses peminjaman PUAP sudah tertulis lengkap di AD ART dan aturan peminjaman. Pinjaman pertama hanya diijinkan 1 juta, setelah semua dikembalikan baru boleh meminjam lagi antara 1-2 juta. Pemasukan simpan pinjam PUAP didapat dari simpanan wajib dan pokok anggota, serta biaya jasa peminjaman. Biaya administrasi sebesar 1% perbulan dan simpanan wajib sebesar 10rb sekali di awal peminjaman. Modal awal dana PUAP sebesar 100 juta. Hingga RAT pada bulan maret 2016, total pencairan dana kepada penerima program sudah sebesar 200 juta dan total asset yang dimiliki mencapai 125 juta atau naik 25 persen dari modal awal. Proses pengelolaan PUAP selama 5 tahun sudah mengalami kemajuan. Sistem pengelolaan semakin mudah dengan menggunakan software SIGAP untuk pembukuan. Hasil Evaluasi dari Kabupaten Jepara menyebutkan pengelolaan PUAP Desa Ngetuk masuk dalam kategori baik dan berkembang serta teraik se-kecamatan. Namun perkembangan simpan pinjam ini juga menghadapi banyak kendala. Salah satunya yaitu ada kasus kesalahan dari manager PUAP yang menyelewengkan dana untuk kebutuhan pribadi sehingga beliau diturunkan jabatannya dan diganti oleh pengurus lain. Selain itu pada tahun 2016 ini ada petugas kasir simpan pinjam yang mengundurkan diri. Kondisi PUAP saat ini sebenarnya masih kurang modal dikarenakan modal terbatas sedangkan banyak anggota yang ingin meminjam sehingga petani yang belum kebagian pinjaman beralih meminjam ke lintah darat yang bunganya lumayan besar sampai 10%. Namun adanya simpan pinjam PUAP ini telah menolong 125 orang penerima dari masalah kekurangan modal usaha.


(2)

Modal Sosial Program PUAP di Desa Ngetuk

Pengelolaan PUAP di Desa Ngetuk dapat berkembang salah satu faktornya dikarenakan masyarakatnya memiliki modal sosial yang tinggi baik diantara pengurus gapoktan, penerima program, penyuluh, dan pihak-pihak lain yang membantu perkembangan PUAP. Jika dilihat dari segi setiap indikator kepercayaan, norma, dan jaringan sosial penerima program tergolong tinggi. Kepercayaan pengelolaan PUAP di Desa Ngetuk yang tergolong tinggi ini dilihat dari bentuk kepercayaan penerima program terhadap pengurus bahwa pengurus mampu mengelola program dengan baik dan mampu mengatasi masalah dengan sampai selesai. Contohnya seperti ketika hilangnya dana yang disebabkan seseorang manager korupsi dan bendahara yang pencatatannya buruk serta tidak mau mengelola uang tersebut dapat segera diatasi bersama dan diganti dengan pengurus baru yang lebih kompeten sehingga dapat berjalan kembali. Selain itu dari pengurus sendiri juga percaya bahwa perilaku anggota tani Desa Ngetuk ini cenderung baik sehingga pengurus bersedia melonggarkan peraturan menjadi lebih mudah dan tidak ribet atas dasar rasa saling percaya.

Bentuk kepercayaan tersebut berdampak pada penerapan norma dalam mengelola simpan pinjam PUAP. Proses peminjaman PUAP sebenarnya sudah tertulis lengkap di AD ART dan bersifat lebih ketat. Namun dalam pelaksanaan lebih longgar atas dasar rasa saling percaya dan saling menghormati sesama masyarakat. Hal tersebut ditunjukan dengan proses peminjaman anggota yang seharusnya menggunakan barang jaminan, namun karena banyak yang megeluh terlalu sulit dan ketat akhirnya diputuskan untuk barang jaminan diganti surat persetujuan dari ketua poktan seperti yang dijelaskan TM (64 Tahun) yang mengatakan bahwa bantuan hutang terbatas, tidak pakai agunan mas. Sampai 2 juta tu ndak pakai agunan. Karena saya percaya orang ngetuk tu banyak yang mengembalikan. Banyak yang mengembalikan daripada yang menggelapkan. Saya percaya saja. Selain itu sistem denda tidak diberlakukan atau tidak dijalankan karena kepercaan dan kepatuhan penerima, seperti penuturan SKT (46 Tahun) yang mengatakan bahwa di aturan PUAP itu ada denda tapi sampai selama ini gak dijalankan, karena apa karena akhirnya juga dia baik sendiri. Dulu katanya pak kalau ngagsurnya telat saya tu didenda, tapi selama ini dendanya di administrasi ndak ada. Ya Cuma istilahe kita bikin aturan tapi ya namanya orang ya mas ya.

Kemudian ketika anggota ingin mengangsur tetapi tidak bisa tanggal 14 di balai desa sesuai jadwal yang ditetapkan, maka penerima diberi keringanan boleh mengangsur di rumah pengurus gapoktan kapan pun. Ini dikarenakan agar penerima dapat menjaga uang tersebut agar tidak terpakai keperluan lain dan tidak jadi mengangsur. Perlakuan tersebut membuat masyarakat sangat antusias terhadap program karena pinjaman sangat mudah dan jasanya ringan sehingga banyak yang mengantri pinjaman. Masyarakat juga mau mengikuti aturan simpan pinjam agar dipercaya terus oleh gapoktan dan pinjaman selajutnya lancar. Dari segi pengurus gapoktan, mereka rela terus memperbaiki kinerjanya dan memberi pelayanan terbaik meskipun mereka hanya mendapat upah uang makan sebesar 25000 perbulan. Hal ini didasari norma tolong menolong dan saling menghargai yang tinggi di masyarakat desa Ngetuk. Pak TM (64 Tahun) menjelaskan contoh tenggang rasa masyarakat yaitu, orang-orang jawa itu tepo seliro atau tenggang rasa. Tenggang rasanya contohnya seperti ini, kalau telat sitik ya ndak apa-apa,


(3)

ndak langsung didenda ndak terus kaku ndak gitu. Ada aturannya bermasyarakat jadi saling mengerti saja.

Jaringan sosial anatara pengurus, penerima, dan pihak terkait juga tinggi dibuktikan dengan kedekatan antar individu yang cenderung sangat kenal hingga tingkat keakraban. Atas dasar rasa saling kenal ini penerima program menjadi hormat terhadap pengurus dan sebalikanya sehingga tercipta ketaatan aturan PUAP dari penerima program meskipun sangsinya tidak mengikat. Contohnya seperti sebagian besar masyarakat yang mengembaikan uang tepat waktu, dan ketika ada yang menunggak pengurus cukup datang ke rumah penunggak untuk mengingatkan dan memberi surat makan penunggak sudah merasa malu dan berusaha untuk melunasi tunggakan seperti penuturan responden SHT (35 Tahun) bahwa masyarakat tidak enak kalau tidak patuh, jadi itu sudah termasuk sangsi. Malu kalau diberi surat jadi langsung diperbaiki. Semisal nunggak angsuran jika ditegur ya besoknya langsung dibayarkan.

Partisipasi Program PUAP di Desa Ngetuk

Partisipasi pada Program PUAP di Desa Ngetuk antara pengurus, penerima program, penyuluh pendamping, dan penyelia mitra tani mengalami banyak perbedaan. Pada awalnya program PUAP ini dibentuk dengan diawali RUK, RUA, dan RUB baru dana dari Kementerian dapat dicairkan, sebagian besar partisipasi tersebut didominasi oleh pengurus gapoktan yang ingin menjalankan program PUAP di desa mereka. Penyuluh dan penyelia mitra tani bersifa membantu penyusunan laporan agar sesuai dengan syarat-syarat pencairan. Peran anggota dlam proses penyusunan ini berada pada RUA di setiap poktan untuk mengumpulkan macam-macam usaha yang ingin dikembangkan anggota tani. Setelah dana dicairkan peran setiap pihak mengalami perbedaan.

Pada tahap perencanaan partisipasi pengurus dalam program ini menempati posisi paling aktif dibanding yang lain. Penguruslah yang mengadakan rapat dan hadir dalam rapat perencanaan tersebut selain penyuluh dan pemerintah desa. Pertemuan perencanaan setiap tanggal 14 di sekretariat gapoktan bersamaan dengan waktu bagi penerima program untuk mengangsur. Dalam rapat tersebut mereka membahas keberlanjutan pengelolaan dana serta mengatasi masalah-masalah seperti mendata penunggak dan memberi surat. Penerima program kurang dilibatkan dalam rapat perencanaan ini. Penyuluh lapang dan pemerintah desa beberapa kali hadir, penyuluh membimbing berjalannya program dan ketika ada masalah bisa membantu, sementara peran perangkat desa dalam program ini yaitu memfasilitas memberi surat kepada penunggak dan memberi ancaman berupa pemberhentian pelayanan desa kepada penunggak ketika penunggak tersebut sudah sangat tidak patuh.

Selanjutnya pada tahap implementasi, pelaksanaan tersebut sudah sesuai dengan rapat perencanaan yang dilakukan. Peran pengurus adalah mengelola dana PUAP dan mengatasi jika ada kendala. Sementara peran penerima program lebih kepada meminjam modal untuk mengelola usaha tani pribadi agar dapat berkembang. Pada tahap ini peran penyuluh lapang kecil karena penyuluh lapang dan PMT selama setahun terakhir tidak pernah melakukan pelatihan kepada penerima maupun pengurus. Sementara pelatihan yang ada hanya pada tingkat luar desa seperti prima tani hanya mengundang beberapa anggota aktif poktan dan


(4)

gapoktan. Penyuluh dan PMT dari kabupaten sekarang kurang aktif Jepara menurut pendapat informan ZNL (34 Tahun) hal ini dikarenakan PPL kurang aktif karena kesibukannya terus kemampuannya yo kurang. Dulu itu PPL yang pertama malah paham. Tapi menurut saya itu PPL juga kurang efektif. Sementara PMT yang khusus desa ngetuk itu kan dari jepara kota itu yo jarang, bahkan yo memang fakum. Jadi PMT dan PPL itu menurut saya yo ada pembiaran. Makanya semua desa yang menerima PUAP itu semuanya yo terus berantakan karena ga ada pegawasan dan pendampingan. Sementara Program PUAP di Ngetuk ini dapat berjalan karena inisiasi beberapa pengurus.

Pada tahap pemanfaatan baik pengurus maupun penerima program dapat merasakan manfaatnya walaupun tidak memberi perubahan besar. Dana PUAP sangat membantu petani dikarenakan mampu membebaskan petani kecil dari rentenir yang memiliki bunga tinggi sehingga dengan adanya PUAP ini masyarakat merasa terbantu karena pinjaman relatif kecil. Bantuan dana PUAP ini memang sifatnya tidak terlalu besar dan memang tidak bisa mencukupi modal Seperti penuturan TM (64 Tahun) bahwa PUAP itu harus berkembang, karena itu bukan dana hibah. Itu tugasnya pengelola untuk mengembangkan atau untuk modal petani walaupun toh hanya sedikit tapi dapat memancing modal biaya. Sementara bantuan modal ini sifatnya sebatas membantu modal saja karena pinjaman yang terbatas 1-2 juta saja.

Selanjutnya pada tahap Evaluasi yaitu ditandai dengan terselenggarakanya RAT tepat waktu setiap tahunnya. Partisipasi pada tahap RAT ini didominasi oleh pengurus gapoktan, pemerintah desa, penyuluh, PMT, dan beberapa perwakilan anggota aktif saja. Hal ini menyebabkan partisipasi sebagian besar pengurus kecil dikarenakan dana yang dimiliki gapoktan terbatas untuk menyusun laporan dan hanya cukup untuk konsumsi beberapa saja sehingga tidak semua anggota poktan dapat diundang dalam RAT ini. Adapun isi evalusai RAT tersebut menurut beberapa informan adalah pengelolaan pengurusnya lebih bagus lagi seperti tenaganya paham pengelolaan, lebih peduli dan anggota lebih fokus untuk mengelola. Kemampuan manajemen pengurus ditingkatkan karena sebagian besar dari pengurus belum mengetahui pengelolaan PUAP yang baik sesuai dengan pengelolaan koperasi. Selain itu kesejahteraan pengurus juga diperhatikan berupa sedikit dana insentif agar pengurus merasa kerjanya dihargai sehingga semua pengurus bisa serius menjalankan program ini. Hal ini sesuai penuturan SD (49 Tahun) yang mengatakan bahwa koperasi itu kurang modal. Kemudian masyarakat ngetuk membutuhkan dana, sehingga larinya kan ke lintah darat atau renternir. Kalo rentenir kan ada yang 10 persen 20 persen. Sebenarnya kasian tapi ya mau gimana lagi. Kalau yang perlu diperbaiki dari pengurus itu manajemen, saya sendiri belum tau koperasi. Tapi ya jelas manajemennya semuanya tidak paham. Kan mereka yang mengatur. Ya itu yang jelas untuk memperbaiki ya menajemen, sesuatu yang tidak diatur itu kan tidak teratur.

Perubahan Taraf Hidup Penerima Program PUAP di Desa Ngetuk Program PUAP sejak awal diinisiasi di Desa Ngetuk ini sebenarnya sudah tepat sasaran. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota tani di Desa Ngetuk ini memiliki tingkat taraf hidup rendah. Anggota tani sebelum adanya PUAP ini masih meminjam uang kepada rentenir ketika kekurangan modal dan hasilnya taraf hidup


(5)

masyarakat tidak akan berkembang karena banyak terpotong angsuran ke rentenir. Semenjak adanya Program PUAP pinjaman kepada rentenir mulai berkurang. Menurut salah satu informan banuan ini jika dilogika sudah mulai kelihatan melalui pertolongan dari jeratan rentenir yang bunganya sangat tinggi sampai 10 persen. Kerena tidak terjera rentenir, alokasi keuntungan tersebut bisa digunakan untuk kemajuan usaha masing-masing. Seperti pernyataan ZNL (34 Tahun) bahwa program PUAP terlihat perubahannya dari pinjaman tidak ke rentenir, memang tujuannya agar masyarakat ngetuk tidak terjerat dengan bank titil atau rentenir itu, karena rentenir itu kan ya bunganya memang tinggi jadi ya agak menjerat gitu. Secara nyata lintah darat tidak bisa dibuktikan dikarenakan tidak teridentifikasi, namun didapat dari pendapat beberapa warga ada yang meminjam meskipun kasihan masyarakat tersebut. Menurut informan SD (49 Tahun) yang mengatakan bahwa pola masyarakat sekarang telah berubah. Masyarakat sekarang pola hidupnya mewah. Sebenarnya beliau kasian pada kemampuannya ibarat roda dua saja yang second sudah sesuai penghasilannya, tapi ambil yang baru. Itu kan ga sesuai kemampuannya. Selain itu masyarakat meminjam ada dikarenkan mengikuti perkembangan jaman melalui pola konsumtif masyarakat yang tinggi dan mengejar gengsi dengan warga lain sehingga penghasilan mereka ketika kurang akan melakukan peminjaman ke PUAP ke lintah darat.

Taraf hidup jika dilihat dari fasilitas rumah tangga penerima program PUAP di Desa Ngetuk ini cenderung sudah layak huni dan sudah mencukupi terlihat dari kondisi rumah dan barang-barang yang dipakai sudah memenuhi standar dalam kehidupan ruamh tangga. Selanjutnya pendapatan penerima program cenderung sedang hingga rendah dikarenkaan mayoritas pekerjaan mereka adalah petani, berdagang, karyawan, dan kuli bangunan yang mayoritasnya masih skala kecil. Pada segi tabungan, masyarakat sendiri kurang ada niatan untuk menabung dan cenderung pendapatan habis sehingga tabungan sedikit terjadi peningkatan. Namun beberapa penerima program menyimpan tabuangan dalam bentuk lahan atau hasil hutan agar dapat berkembang demi kebutuhan mendatang. Sementara dari segi pengeluaran penerima program cenderung sesuai standar artinya tidak terlalu msikin dan tidak terlalu mewah gaya hidup dan pola kosumsinya. Masyarakat lebih terbiasa berbelanja pada pasar tradisional dan warung kecil dibanding berbelanja ke minimarket atau supermarket.

Menurut pendapat dari beberapa penerima program, program PUAP ini sangat memberi manfaat karena melalui pinjaman modal ini dapat membantu usaha masyarakat agar berkembang dan pendapatan bertambah. Namun perkembangan taraf hidup tersebut secara kesluruhan cenderung kecil dan kurang terlihat. Hal ini dikarenakan tidak semua usaha warga berhasil atau mengalami kemajuan sehingga adanya pinjaman tidak terlalu memberi peningkatan taraf hidup. Selain itu menurut SNY (48 Tahun) yang mengatakan perubahan kuran ada kalau pinjaman hanya 2 juta dianggap menaikan itu tidak juga, kecuali pinjamannya banyak nah itu yo bisa dianggap menaikan secara signifikan. Perkembangan dari simpan pinjam ini juga relatif lambat dikarenakan program ini hanya berjalan bagian pinjaman saja dan simpanan tidak dijalankan sehingga modal terbatas dan sedikit pinjaman yang diberikan. Selain itu kecilnya perubahan taraf hidup ini dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak menggunakan pinjaman untuk melakukan usaha melainkan hanya untuk kehidupan sehari-hari saja sehingga mereka tidak merasakan dampak perkembangan taraf hidup dari simpan pinjam PUAP tersebut.


(6)

Lampiran 7 Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Tri Nugroho Wicaksono dilahirkan di Kota Madiun Provinsi Jawa Timur, 10 Maret 1994 dari pasangan Heru Wicaksono dan Marni Al-Mesiyem. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari TK. YWKA (1999-2000), SD Negeri 01 Madiun Lor (2000-2006), SMP Negeri 03 madiun (2006-2009), SMA Negeri 05 Madiun (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis merupakan mahasiswa penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi (Bidik Misi) Dikti

Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, sejak pertama kali masuk dunia perkulian, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu bergabung dalam Paguyuban Sedulur Madiun (PASMAD), UKM MAX!! IPB, Ketua Komunitas Teater Up To Date periode 2014, dan menjadi Direktur Broadcasting pada Organisasi HIMASIERA (Himpunan mahasiswa peminat ilmu-ilmu komunikasi dan pengembangan masyarakat) periode 2015, serta beberapa kali tergabung dalam kepanitian ACRA, MPF, MPKMB, dan Connection. Bersama dengan skripsi ini penulis dinyatakan lulus dari IPB dan belum menikah.