Strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)

(1)

STRATEGI KEBERLANJUTAN PROGRAM

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

(KASUS KABUPATEN KARAWANG)

AKBAR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Juni 2011

Akbar H252090135


(3)

ABSTRACT

AKBAR, Sustainability Strategy of Rural Agribusiness Development Program (PUAP) (Karawang Regency Case). Under the Supervision of MA’MUN SARMA as the Chairperson and LUKMAN M BAGA as the member of Supervisory Board.

Poverty in rural areas is the main problem to overcome national which can not be postponed and should be a priority in the implementation of the development of social welfare. Therefore, the national economic development based on Agriculture and rural areas, directly or indirectly, have an impact on the reduction of poverty.

Rural agribusiness development program (PUAP) is a breakthrough program of the Ministry of agriculture for poverty alleviation and job creation, while reducing the development gap between regions and central areas and gaps between sub sectors.

Formulation of the problem in this study is how the combined performance of farmer groups (Gapoktan) direct beneficiary communities (BLM-PUAP), how the PUAP program can increase the income of its members and how the sustainability strategy of PUAP.

This research was conducted in the Karawang regency in March to May 2011. The data used consists of primary data and secondary data. Method of analysis used is importance performance analysis (IPA), analysis of farmers' income, Internal Factor Evaluation (IFE), Eksternal Factor Evaluation, analysis of SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) and Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) analysis.

Based on a priority review, sustainability strategy of PUAP program based on aspects of performance and quality in Regency Karawang Gapoktan performance which is 34.78% that is considered optimal. The emphasis of the strategy by taking an advantage of external opportunities to internal weaknesses that exist (WO strategy). Results of the SWOT strategy formulation followed by QSPM analysis to determine the priority strategy alternatives that have been produced. The priority Strategies are : increasing professionalism of gapoktan members, sanctions for administrators who embezzled PUAP funds, improve business unit labor savings and loans to improve the welfare of Gapoktan members, improve the quality and quantity of crops to survive from imports, develop agriculture through the addition of new types of products marketed and the expansion of the market, development and strengthening of marketing network that has been available and improving financial management capabilities gapoktan in partnership with private sector.


(4)

RINGKASAN

AKBAR, 2011. Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang). Komisi pembimbing tediri dari MA’MUN SARMA sebagai ketua dan LUKMAN M BAGA sebagai anggota komisi pembimbing.

Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program terobosan dari Kementerian Pertanian untuk menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta kesenjangan antar subsektor.

Perumusan Masalah dalam kajian ini yaitu Bagaimana kinerja Gabungan kelompok Tani (Gapoktan) penerima bantuan langsung masyarakat (BLM-PUAP), bagaimana program PUAP dapat meningkatkan pendapatan anggotanya dan bagaimana strategi keberlanjutan program PUAP.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karawang pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Data yang digunakan ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA), Analisis Pendapatan Petani, Evaluasi Faktor Internal (IFE – Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – Eksternal Factor Evaluation), Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats), dan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM).

Berdasarkan hasil kajian, prioritas strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang sebesar 34,78% yang dinilai sudah optimal. Penekanan strategi dengan memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada (strategi W O). Hasil perumusan strategi SWOT dilanjutkan dengan analisis QSPM untuk menentukan prioritas dari beberapa alternatif strategi yang sudah dihasilkan. Strategi yang menjadi Prioritas adalah: peningkatan Profesionalisme anggota Gapoktan, pemberian sanksi bagi pengurus yang menyelewengkan dana PUAP, meningkatkan kerja unit usaha simpan pinjam untuk meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen agar dapat bertahan dari produk import, mengembangkan usahatani dengan menambah jenis komoditi yang diusahakan dan perluasan pasar, pengembangan dan penguatan jaringan pemasaran yang telah tersedia dan meningkatan kemampuan Gapoktan dalam pengelolaan keuangan dengan bermitra bersama swasta.


(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisini tan mencantumkan atau menyebutkan sunbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, pnyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

STRATEGI KEBERLANJUTAN PROGRAM

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

(KASUS KABUPATEN KARAWANG)

AKBAR

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(7)

(8)

Judul : Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)

Nama : Akbar

NRP : H252090135

Program Studi : Magister Pembangunan Daerah

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi a.n. Dekan Sekolah Pasca Sarjana Manajemen Pembangunan Daerah Sekretaris Program Magister


(9)

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Sc


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Kajian Pembangunan Daerah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kajian ini adalah Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc dan Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku komisi pembimbing, serta Bapak Muhammad Firdaus, SP. MSi. Phd selaku penguji luar komisi, yang telah banyak memberi saran.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Ke p a l a Biro Perencanaan Kementerian Pertanian yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB. 2. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana

dan seluruh staf pengajar Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang, khususnya Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan, atas kerjasama dan dukungan data selama penelitian.

4. Rekan-rekan MPD Angkatan XI, atas kerjasama dan dukungannya.

5. Istri tercinta sebagai teman diskusi dan pemberi motivasi selama penulisan kajian ini.

6. Bapak, Ibu, anak-anak (Nabila dan Royyan) tercinta, atas do’a dan semangat yang selalu diberikan. Semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011 Akbar


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sape, Bima, NTB pada tanggal 3 Nopember 1975, merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara pasangan Bapak H. Yasin Abdullah dan Hj. Jubaedah. Pada tahun 1982 – 1988 penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Ras abo u. Tahun 1991, penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Sape. Pendidikan SMA ditempuh penulis di SMAN 1 Palu selama tahun 1991 – 1994. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan berhasil menyelesaikan pendidikan Strata Satu pada tahun 1999 serta menyelesaikan pendidikan Dokter Hewan pada tahun 2002. Pada tahun 2008 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pertanian.

Pada tahun 2010 penulis ditugaskan pada Sub Bagian Fasilitasi Pengelolaan Anggaran Biro Perencanaan Kementerian Pertanian. Penulis menikah dengan Amaliah Ekasari, SP. yang merupakan putri pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak H. Aman Mansyur dan Hj. Ekawati pada bulan Februari 2001. Saat ini penulis telah dikaruniai satu orang Putri dan Satu Orang Putra yaitu Nabila Aulia Zahirah (16 Nopember 2001) dan Muhammad Royyan Rabbani (20 Juli 2007).


(12)

(13)

i

DAFTAR ISI

halaman Daftar Tabel ... Daftar Gambar ...

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Kajian ... 11

1.4. Manfaat Kajian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) ... 13

2.1.1. Tujuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ... 14

2.1.2. Sasaran Program PUAP ... 14

2.1.3. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ... 15

2.2. Pemberdayaan... 17

2.2.1. Pemberdayaan Gapoktan ... 18

2.2.2. Kelembagaan Petani ... 19

2.2.3. Kinerja Kelembagaan Petani ... 20

2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani ... 21

2.3. Tingkat Pendapatan Petani ... 23

2.3.1. Pengertian Pendapatan Petani ... 23

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani ... 24

2.4. Strategi ... 25

2.5. Konsep keberlanjutan ... 28

2.6. Kerangka Pemikiran ... 31

III. METODOLOGI KAJIAN ... 32

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 32

3.3. Metode Pengambilan Contoh ... 32


(14)

ii

3.4.1. Analisis Kinerja Gapoktan Penerima PUAP denggan Metode

Importance Performance Analysis (IPA) ... 33

3.4.2. Analisis Pendapatan Petani ... 37

3.4.3. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program... 39

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN ... 48

4.1. Aspek Geografis Kabupaten Karawang ... 48

4.2. Aspek Demografi Kabupaten Karawang ... 48

4.3. Aspek Sumber Daya Pertanian ... 49

4.4. Aspek Kelembagaan Petani ... 50

4.5. Karakteristik Petani Responden ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 58

5.2. Metode Importance Performance Analysis (IPA) ... 61

5.3. Analisis Pendapatan Petani ... 65

5.4. Uji T-Statistik ... 67

VI. PERUMUSAN STRATEGIS ... 72

6.1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ... 72

6.1.1 Faktor Internal... 72

6.1.2. Faktor Eksternal ... 74

6.2. Perumusan Strategi ... 77

VII. PERANCANGAN PROGRAM ... 81

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

8.1 Kesimpulan ... 89

8.2 Saran ... 90


(15)

iii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah .. .... 6

Tabel 2. Alokasi Penyaluran program BLM PUAP kepada Gapoktan ... 8

Tabel 3. Tahapan dalam konsep pembangunan berkelanjutan ... 28

Tabel 4. Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan pelanggan ... 34

Tabel 5. Matriks (IFE – Internal Factor Evaluation) ... 40

Tabel 6. Matriks (EFE – Eksternal Factor Evaluation) ... 41

Tabel 7. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) ... 42

Tabel 8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif – QSPM ... 43

Tabel 9. Sebaran Petani Responden Menurut Golongan Umur ... 45

Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 46

Tabel 11. Sebaran Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan ... 47

Tabel 12. Sebaran Petani Responden Menurut Lama Pengalaman Bertani ... 48

Tabel 13. Sebaran Petani Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 49

Tabel 14. Sebaran Petani Responden Menurut Status Usahatani ... 50

Tabel 15. Nilai Korelasi Uji Validitas Pernyataan Kuesioner ... 51

Tabel 16. Nilai Korelasi Uji Releabilitas Pernyataan Kuesioner ... 53

Tabel 17. Perbandingan Rata-rata Penggunaan Input dan Hasil antara Kelompok PUAP dan non PUAP ... 59

Tabel 18. Perbandingan Rata-rata Biaya dan Pendapatan Petani antara Kelompok PUAP dan Non PUAP ... 60

Tabel 19. Uji Statistik terhadap Penggunaan Benih dan Bibit ... 61

Tabel 20. Uji t-statistik terhadap penggunaan Pupuk... 62

Tabel 21. Uji t-statistik terhadap penggunaan tenaga kerja ... 64

Tabel 22. Uji t-statistik terhadap penggunaan nilai Produksi ... 65


(16)

iv

Tabel 24. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal ... 70

Tabel 25. Matriks IE ... 71

Tabel 26. Hasil Matriks SWOT ... 72

Tabel 27. Hasil Analisi QSPM ... 75

Tabel 28. Matriks Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Berkelanjutan ... 85


(17)

v

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. Kerangka Formulasi Strategi ... 39

Gambar 3. Kuadran Kepentingan Kinerja ... 33

Gambar 4. Pembagian sebaran petani responden menurut golongan umur. ... 45

Gambar 5. Pembagian sebaran petani responden menurut tingkat pendidikan ... 46

Gambar 6. Pembagian sebaran petani responden menurut luas lahan ... 47

Gambar 7. Pembagian sebaran petani responden menurut lama bertani ... 48

Gambar 8. Pembagian sebaran petani responden menurut tanggungan keluarga ... 49

Gambar 9. Pembagian kuadran IPA terhadap hasil pengukuran Tingkat Kinerja dan Kualitas kinerja Gapoktan ... 55


(18)

6

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian ditujukan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama petani dan pelaku usaha pertanian. Dalam pencapaian tersebut, kegiatan pembangunan pertanian menuntut termanfaatkannya seluruh potensi yang ada di masyarakat, baik potensi sumberdaya alam, manusia, teknologi dan juga sumberdaya institusi secara optimal, menguntungkan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa beberapa institusi telah tumbuh mengakar dan berkembang secara mandiri di masyarakat, institusi ini dapat dijadikan sebagai motor dan penghela pembangunan pertanian bagi masyarakat sekitarnya. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2010 jumlah penduduk miskin tercatat 31,07 juta jiwa. Dari jumlah tersebut sekitar 19,93 juta jiwa berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian. Pada umumnya petani di perdesaan berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Data perkembangan tingkat kemiskinan tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 ditunjukan oleh tabel berikut:

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah (2005-2010)

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15

2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33


(19)

7

Pengembangan sektor pertanian saat menghadapi banyak tantangan dan kendala seperti rendahnya sumberdaya manusia di perdesaan, makin terbatasnya sumberdaya lahan, kecilnya status dan luas kepemilikan lahan, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, meningkatnya jumlah penduduk, tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, air dan energi, perubahan iklim global, perkembangan dinamis sosial budaya masyarakat, masih terbatasnya kemampuan sistem perbenihan dan perbibitan nasional, masih rawannya ketahanan pangan dan energi, masih rendahnya nilai tukar petani dan kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sektor terkait pembangunan pertanian. Dari begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh petani, masalah sumberdaya manusia, lemahnya kapasitas kelembagaan petani, serta masalah pembiayaan dan modal pertanian merupakan salah satu masalah klasik bagi pembangunan sektor pertanian di Indonesia.

Menurut Mubyarto (1995), adanya kemelaratan yang luas di kalangan petani, keterlibatan mereka pada hutang, baik hutang biasa, maupun dengan sistem ijon, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan yang paling sulit dalam pertanian adalah persoalan pembiayaan. Petani tidak dapat meningkatkan produksinya karena kekurangan biaya, petani memerlukan kredit murah dari bank rakyat dan lembaga keuangan lainnya. Jatuhnya petani ke dalam hutang melalui sistem ijon adalah karena tidak ada alternatif kredit yang lebih baik bagi petani.

Sebagian besar petani menghadapi kesulitan dalam mengakses sumber-sumber modal untuk membiayai usahataninya, karena keterbatasan dan ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak pemilik modal (bank). Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber modal disebabkan karena tidak adanya titik temu antara petani sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.

Karakteristik sebagian besar petani Indonesia masih belum menjalankan usahataninya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, kepemilikan lahan yang sempit, minimnya penggunaan teknologi serta jumlah tenaga kerja yang banyak. Sedangkan lembaga perbankan sebagai pemilik modal, menuntut adanya kegiatan usaha yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, izin usaha resmi serta adanya


(20)

8

jaminan atau agunan. Relatif tingginya tingkat suku bunga kredit perbankan, prosedur pengajuan kredit yang relatif sulit dipenuhi serta tidak adanya jaminan yang bisa diagunkan merupakan penyebab petani menjadi tidak bankable atau kesulitan mengakses kredit bank.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan pertanian terkait dengan kondisi kelembagaan petani selama ini, yaitu lemahnya sistem organisasi petani dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kebutuhan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga perbankan menerapkan prinsip 5-C (Capital, Condition, Capacity, Character, dan Collateral) dalam menilai usaha pertanian, di mana tidak semua persyaratan yang diminta tersebut dapat dipenuhi oleh petani. Sektor pertanian masih dianggap sebagai usaha yang beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi dan sampai saat ini belum ada lembaga penjamin dan lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007).

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan dari Kementerian Pertanian untuk menanggulangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta kesenjangan antar subsektor. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Kementerian Pertanian telah mengalokasikan program BLM PUAP tahun 2008 - 2009 sebagai mana dirinci Tabel 2.

Tabel 2 : Alokasi Penyaluran program BLM PUAP kepada Gapoktan

No Alokasi

Jumlah Gapoktan Penerima Dana

PUAP Total

2008 2009 2010

1 Pusat 10.542 9.884 8.587 29.013

2 Jawa barat 621 700 687 2.008

3 Karawang 35 23 25 85


(21)

9

Melalui pelaksanaan PUAP diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. PUAP bertujuan untuk (1) meningkatkan potensi sumberdaya manusia dengan mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani, (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4). meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Keberlanjutan program PUAP ditentukan oleh unsur yang terdapat dalam Gapoktan. Dengan peningkatan peran strategis Gapoktan sebagai sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP, maka diharapkan petani mampu meningkatkan kualitas kehidupannya melalui usaha-saha pengembangan kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusianya (petani), meningkatnya skala usaha dan menciptakan efisiensi dalam kegiatannya, yang pada gilirannya mampu meningkatkan produktivitasnya. Sesuai dengan namanya, Gapoktan merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani, yang dengan adanya penggabungan ini menyebabkan skala usaha menjadi lebih besar sehingga lebih mudah dalam mencapai tingkat efisiensi yang lebih baik. Keberadaan Gapoktan diharapkan mampu memperkuat posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar (external institutions) dan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjalankan fungsi representatif bagi seluruh petani dan kelembagaan-kelembagaan lain yang levelnya lebih rendah.

Oleh karena itu, perlu dipikirkan langkah strategis dalam menjaga agar program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) dapat berkelanjutan, sehingga kedepan program ini dapat memberikan dampak yang lebih baik dan mampu mendorong peningkatan pendapatan petani di Kabupaten Karawang. Berdasarkan uraian tersebut, kajian ini akan difokuskanpada: Bagaimana Strategi Kebelanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).


(22)

10 1.2. Perumusan Masalah

Tingginya kualitas SDM dalam masyarakat tentunya menjadi tolak ukur dalam menentukan kesejahteraan penduduk. SDM ini tidak bisa berdiri sendiri namun perlu di arahkan melalui pelatihan dan alih teknologi. Semakin efektifnya suatu Gapoktan dalam mengelola SDM yang dimilikinya maka tujuan pembentukan kelompok tersebut akan semakin tajam. Peningkatan kualitas SDM secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas Organisasi kelembagaan gapokten tersebut. Keorganisasian yang dapat dikatakan mandiri dan mapan dapat dilihat dari kelengkapan unsur organisasi tersebut. Kemandirian dapat dilihat melalui ada tidaknya struktur organisasi, berjalan tidaknya kesisteman dalam stuktur tersebut, hubungan internal dalam organisasi, dan pendanaan yang diperoleh oleh organisasi. Sedangkan kemapanan terkait dengan bagaimana organisasi dapat survive dalam menjalankan roda organisasinya dan jika dalam kajian ini adalah gapoktan maka bagaimana gapoktan ini mampu mengembangkan usahatani dalam kelompoknya.

Sejalan dengan peningkatan kemandirian kelembagaan (Gapoktan) tersebut maka hambatan keterbatasan terhadap permodalan akan teratasi. Keberadaan Gapoktan akan mampu memperkuat posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar (external institutions) terutama dalam pemasaran hasil pertanian anggotanya. Dampaknya bagi petani yang menjadi anggota Gapoktan adalah pengelolaan kolektif pemasaran hasil panen dari lembaga, sehingga harga jual komoditas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan kepada para tengkulak.

Dengan demikian, kinerja organisasi Gapoktan dalam meningkatkan pendapatan petani sesudah diadakannya pembinaan terhadap Gapoktan perlu diketahui. Atas dasar uraian di atas, pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Bagaimana kinerja Gapoktan penerima BLM program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)?

Sejalan dengan peningkatan kemandirian kelembagaan (Gapoktan) tersebut maka hambatan keterbatasan terhadap permodalan akan teratasi. Keberadaan Gapoktan akan mampu memperkuat posisi daya tawar petani berhadapan dengan pihak luar (external institutions) terutama dalam pemasaran hasil pertanian anggotanya. Dampaknya bagi petani yang menjadi anggota Gapoktan adalah


(23)

11

pengelolaan kolektif pemasaran hasil panen dari lembaga, sehingga harga jual komoditas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dibandingkan hasil penjualan kepada para tengkulak.

Dengan demikian, tingkat pendapatan petani sesudah diadakannya pembinaan terhadap Gapoktan diharapkan akan meningkat dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya Program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP). Atas dasar uraian di atas, pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dapat meningkatkan pendapatan anggota Gapoktan PUAP?

Kementerian Pertanian sebagai pemegang kebijakan program pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) tentunya mengharapkan implementasi kegiatan ini terarah dan tepat sasaran. Kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan merupakan langkah untuk dapat mengidentifikasikan kelemahan dan kekuatan dari program ini di desa. Kenyataan di lapangan adalah interpretasi dan implementasi terhadap PUAP di masyarakat masih beragam. Sosialisasi pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) yang dilakukan masih belum tepat sasaran dan keterbatasan waktu, dana, ketepatan materi dan kompetensi narasumber merupakan simpul masalah yang harus dipecahkan.

Strategi kegiatan pengembangan usaha agribinis perdesaan (PUAP) perlu dibuat secara matang, terencana serta mampu menjawab berbagai kendala yang ada di lapangan. Kriteria desa yang akan diusulkan harus dibuat dengan seksama, parameter keberhasilan kegiatan perlu disusun, dan inventarisasi permasalahan yang timbul perlu ada dalam penyusunan strategi kegiatan. Sehingga pertanyaan ketiga yang harus dapat dijawab dalam kajian ini adalah: Bagaimana strategi keberlanjutan program PUAP?

1.3. Tujuan Kajian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, kajian ini bertujuan untuk melihat perkembangan kelembagaan Gapoktan dan peningkatan pendapatan anggota Gapoktan serta menyusun strategi yang efektif dalam upaya memperkuat kelembagaan Gapoktan sebagai sebuah lembaga ekonomi yang diharapkan mampu


(24)

12

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggota kelompoknya. Adapun tujuan spesifik yang akan dicapai dalam studi ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kinerja gapoktan penerima BLM PUAP.

2. Menganalisis tingkat pendapatan petani penerima dana PUAP dan bukan penerima dana PUAP.

3. Merumuskan strategi keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) ke depan.

1.4. Manfaat Kajian

Merujuk kepada tujuan penelitian, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu :

1) Manfaat teoritis, dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan manajemen pembangunan daerah, terutama yang terkait dengan masalah pembiayaan usaha agribisnis dan kelembagaan Gapoktan. Selain itu, hasil penelitian diharapkan menjadi sumber literatur untuk para peneliti yang melakukan penelitian tentang Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di masa yang akan datang.

2) Manfaat praktis :

a. Menjadi bahan masukan bagi para stakeholder untuk perbaikan pelaksanaan PUAP di masa datang

b. Menjadi bahan masukan untuk perbaikan kinerja Gapoktan PUAP dan petani agar dapat mengatasi masalah pembiayaan pertanian.


(25)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP)

PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan melalui PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan maksimal sebesar Rp 100 juta. Dana tersebut disalurkan kepada anggota Gapoktan untuk menunjang kegiatan usahataninya. Dengan demikian, Gapoktan diharapkan mampu menjadi lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur PUAP antara lain : memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola usaha agribisnis; struktur kepengurusan yang aktif; dimiliki dan dikelola oleh petani; dan dikukuhkan oleh bupati atau walikota (Kementerian Pertanian, 2010).

Untuk mengantisipasi agar penyaluran dan pemanfaatan dana PUAP berjalan lancar, maka dibentuklah suatu tim pemantau, pembinaan dan pengendalian di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/ kota. Pembinaan difokuskan terhadap peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM-PUAP di tingkat kabupaten atau kota; koordinasi dan pengendalian; serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP melalui pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP di lapangan nantinya.

Di samping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum


(26)

14

Menteri Pertanian. Pelaksanaan pengendalian dari tim pembina PUAP propinsi hingga ke tim teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan regular dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan.

Program PUAP yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sejak dari tahun 2008, pelaksanaannya melalui pendekatan dan strategi sebagai berikut : (1) Memberikan bantuan stimulus modal usaha kepada petani untuk membiayai usaha ekonomi produktif dengan membuat usulan dalam bentuk RUA, RUK dan RUB dan menggunakan dana PUAP sesuai dengan usulan (tahun ke-I); (2) Petani penerima manfaat program PUAP tersebut harus mengembalikan dana stimulasi modal usaha kepada Gapoktan sehingga dapat digulirkan lebih lanjut oleh Gapoktan melalui kaidah-kaidah usaha simpan-pinjam (tahun ke-II); (3) Dana stimulasi modal usaha yang sudah digulirkan melalui pola simpan–pinjam selanjutnya melalui keputusan seluruh anggota gapoktan daharapkan dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A, dan pada akhirnya difasilitasi menjadi jejaring pembiayaan (Linkages) dari perbankan/lembaga keuangan.

2.1.1. Tujuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Tujuan utama dari PUAP adalah sebagai berikut:

1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah.

2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk mengembangkan kegiatan agribisnis.

4) Meningkatkan fungsi kelembagaan menjadi jejaring atau mitra kelembagaan keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

2.1.2. Sasaran Program PUAP

Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah sebagai berikut: 1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai

dengan potensi pertanian desa.


(27)

15

3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil maupun buruh tani.

4) Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan atau musiman.

2.1.3. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Kelompok tani adalah kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria maupun wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota (Kementerian Pertanian, 2010).

Gabungan kelompok tani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak tersier (Kementerian Pertanian, 2010).

Syahyuti (2005) mendefinisikan Gapoktan sebagai gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis berdasarkan prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggota dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting dalam pertanian.

Keterlibatan Gapoktan secara aktif sebagai bagian dari gerakan koperasi pada sektor pertanian menjadi penting dalam peningkatan produksi serta kesejahteraan hidup petani (Biro Perencanaan Departemen Pertanian, 2009) di mana:

1) Melalui Gapoktan petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka, baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang


(28)

16

menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani.

2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, Gapoktan dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain Gapoktan dapat memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar.

3) Dengan bergabung dalam wadah Gapoktan, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan pasca panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. 4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah Gapoktan, para petani

lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi.

5) Dalam wadah organisasi Gapoktan, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya.

6) Hadirnya Gapoktan di perdesaan dengan berbagai unit usaha yang dijalankan sekaligus membuka lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi para petani anggota maupun masyarakat di sekitarnya.

Beberapa alasan yang disebutkan di atas mengisyaratkan bahwa peran Gapoktan tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani anggotanya, namun pada gilirannya juga akan menyebabkan berkembangnya sistem agribisnis untuk satu bahkan beberapa komoditas. Pada prinsipnya, apabila Gapoktan sudah memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan telah mampu mengelola usahatani secara komersial, serta memerlukan bentuk badan hukum untuk mengembangkan usahanya; maka dapat ditingkatkan menjadi bentuk organisasi yang formal dan berbadan hukum, sesuai dengan kesepakatan para petani anggotanya. Disini terlihat, bahwa pengembangan Gapoktan merupakan suatu proses lanjut dari lembaga petani yang sudah berjalan baik, misalnya kelompok-kelompok tani.


(29)

17 2.2. Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Adimiharja dan Hikmat (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting, pemberdayaqan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Konsep pemberdayaan masyarakat sebagai upaya membantu klien memperoleh kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki seperti melalui transfer kekuasaan. Sejalan dengan itu Ife (1996) dalam Irawati (2006) mengartikan, konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Pemahaman ini menurut Masik (2005) dalam Irawati (2006), menyatakan bahwa interaksi yang terjalin merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan dalam perspektif individu maupun kelompok dengan mengakui pentingnya interaksi dan jaringan social sebagai aset kolektif, di mana hubungan antara interaksi sosial yang dilakukan secara individual dan norma serta nilai kepercayaan pada kelompok bersifat timbal balik. Dengan demikian, konsep pemberdayaan merupakan upaya memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki dalam menentukan pilihan kegiatan untuk menjadi lebih baik dengan memberikan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi melalui serangkaian proses.

Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan, meliputi: (1) pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifitas lahan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan; (2) perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (pendidikan, gizi dan kesehatan,


(30)

18

dan sebagainya); (3) program memperkuat prasarana kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Untuk keberhasilannya diperlukan kerjasama antara: administrasi lokal, pemerintah lokal, kelembagaan/organisasi yang beranggotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, pelayanan dan bisnis swasta yang dapat diintegrasikan ke dalam pasar baik lokal, regional dan global (Elizabeth, 2003). Rubin dalam Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.

2.2.1. Pemberdayaan Gapoktan

Pemberdayaan Gapoktan berada dalam konteks penguatan kelembagaan. Untuk dapat berkembang sistem dan usaha agribisnis memerlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani, maupun kelembagaan usah. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri. Kelembagaan pertanian tersebut meliputi kelembagaan penyuluhan (BPP), kelompok tani, Gapoktan, koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, institusi perbenihan lainnya, kios, KUD, pasar desa, pedagang, asosiasi petani, asosiasi industri olahan, asosiasi benih, P3A, UPJA, dan lain-lain.


(31)

19

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan petani adalah bahwa petani tidak dijadikan sebagai objek dari berbagai proyek pemerintah, tetapi merupakan subyek dalam pembangunan tersebut, Menurut Ginanjar (1997) pendekatan pemberdayaan petani harus mengikuti pendekatan sebagai berikut :

Pertama, upaya itu harus terarah langsung kepada yang memerlukan dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang di hadapinya.

2.2.2. Kelembagaan Petani

Kelembagaan petani di perdesaaan memiliki peran yang strategis dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat desa dalam hal ini para petani. Kelembagaan merupakan himpunan norma-norma dan tindakan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok kehidupan bersosial masyarakat, dan membentuk piranti sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia ketika bersosialisasi dalam bermasyarakat (Elizabeth. 2003).

Lembaga di perdesaan lahir untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakatnya. Sifatnya tidak linier, namun cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya, berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman (safe), kebutuhan hubungan sosial (social affilination), pengakuan (esteem), dan pengembangan pengakuan (self actualization). Manfaat utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan social masyarakat, dan sebagai social control, sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat (Elizabeth, 2003).

Menurut Syahyuti (2008), terdapat beberapa peran pokok kelembagaan yang diharapkan dapat dimainkan oleh Gapoktan. Pertama, Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Demikian pula dalam pencairan anggaran subsidi benih dengan menerima voucher dari Dinas Pertanian setempat. Gapoktan merupakan lembaga strategis yang akan


(32)

20

merangkum seluruh aktifitas kelembagaan petani di wilayah tersebut. Gapoktan dijadikan sebagai basis usaha petani peternak di setiap perdesaan.

Kedua, Gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Mulai tahun 2006 melalui Badan Ketahanan Pangan telah dilaksanakan “Program Desa Mandiri Pangan” dalam rangka mengatasi kerawanan dan kemiskinan di perdesaan. Pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Dalam hal ini, masyarakat yang tergabung dalam suatu kelompok tani dibimbing agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dan potensi yang mereka miliki, serta mampu secara mandiri membuat rencana kerja untuk meningkatkan pendapatannya melalui usahatani dan usaha agribisnis berbasis perdesaan. Tahapan selanjutnya adalah, bahwa beberapa kelompok tani dalam satu desa yang telah dibina kemudian difasilitasi untuk membentuk Gapoktan.

Ketiga, mulai tahun 2007, Gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima Dana Penguatan Modal (DPM), yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh. Kegiatan DPM-LUEP telah dimulai semenjak tahun 2003, namun baru mulai tahun 2007 Gapoktan dapat sebagai penerima. Dalam konteks ini, Gapoktan bertindak sebagai “pedagang gabah”, dimana ia akan membeli gabah dari petani lalu menjualkannya berikut berbagai fungsi pemasaran lainnya.

Keempat, sejak tahun 2008, Gapoktan sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Melalui pelaksanaan PUAP diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.

2.2.3. Kinerja Kelembagaan Petani

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan/program/kebjiakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan, atau hasil karya. Karena itu kinerja merupakan bentuk yang multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008).


(33)

21

Kinerja kelembagaan petani di Indonesia sebagaimana yang dipaparkan oleh Dwi Purnomo (2010), masih belum sesuai yang diharapkan. Hal ini menurutnya disebabkan oleh :

1. Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis dan berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.

2. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.

3. Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.

4. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia. Sehingga partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah

2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani

Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada


(34)

22

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003 dalam Anomim, 2006).

Program intensifikasi usahatani, khususnya padi sebagai makanan pokok, terutama diprioritaskan pada pemakaian benih varietas unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pemberantas hama dan penyakit. Kebijakan pemerintah saat itu secara jelas merekomendasikan penggunaan energi dari luar, serta didukung dengan pemberian subsidi harga pupuk dan obat-obatan, sehingga sangat terjangkau oleh petani-petani kecil. Penerapan program intensifikasi pertanian berbasis teknologi revolusi hijau telah mengubah pola bertani, di antaranya pola pemupukan, pola tanam dan pemakaian pestisida. Revolusi hijau dimotori oleh penggunaan varietas unggul responsif terhadap pupuk anorganik tetapi sering memerlukan pestisida untuk proteksi dari serangan hama penyakit, sehingga boros sumber daya dan tidak ramah lingkungan (Praptono, 2010).

Sejalan dengan format penumbuhan gapoktan menjadi kelembagaan tani di perdesaan sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 273/Kpts/OT.160/4/2007, maka Gapoktan penerima BLM PUAP harus menunjukkan bahwa lembaga ini mampu mengelola dan mengembangkan usahataninya menjadi lembaga ekonomi ataupun lembaga keuangan mikro agribisnis. Kemudaian lembaga ini menjadi salah satu unit usaha dalam Gapoktan sehingga dapat mengelola dan melayani pembiayaan bagi petani anggota secara berkelanjutan.

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota (Kementerian Pertanian, 2010). Dana yang dikelola LKM-A dimanfaatkan secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota. Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKM-A pada Gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan (manajemen keuangan) di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus. Sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan, pencatatan keuangan bertujuan untuk: (a) Meningkatkan tata cara pengelolaan keuangan dan pelaksanaan teknis di lapangan; (b) Mengetahui tata cara penggunaan dana; (c) Dalam tahap awal dapat diketahui tingkat efesiensi atau adanya penyimpangan dalam penggunaan dana; (d) Memudahkan dalam pembuatan laporan


(35)

23

keuangan kepada pihak eksternal terutama mempersiapkan Gapoktan masuk pada jaringan Linkages program dari bank/lembaga keuangan; (e) Memudahkan badan/tim pengawas melakukan pemeriksaan dalam penggunaan uang organisasi.

Pengukuran manajemen pengelolaan LKM-A dilakukan untuk beberapa pertimbangan yaitu: (1) Mengukur tingkat keberhasilan dari proses pendampingan terkait dengan pengelolaan keuangan dan peningkatan skala usaha. Proses pendampingan ini secara nyata ditunjukkan adanya peningkatan kemampuan pengurus Gapoktan dalam mengelola keuangan dan usaha kelompoknya. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan usaha tersebut didasarkan pada AD/ART dan standar manajemen keuangan yang telah ditetapkan; (2) Mengukur proses pencatatan dan pelaporan keuangan terhadap proses pengembangan usaha, untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan.

2.3. Tingkat Pendapatan Petani 2.3.1. Pengertian Pendapatan Petani

Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh, atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan atau instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha (Nababan. 2009). Dari Definisi yang dipaparkan oleh Nababan, maka pengertian pendapatan petani adalah penerimaan yang didapatkan oleh petani, baik fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan di bidang pertanian. Pendapatan yang diterima petani merupakan hasil penjualan dari komoditi pertanian yang dijualnya sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendapatan petani dapat bermacam-macam sumbernya yaitu sektor formal berupa gaji atau upah yang diterima dan sektor informal berupa penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh dan lain-lain dan di sektor subsistem berupa hasil usaha sendiri. Pendapatan usahatani tergantung pada faktor produksi, yaitu (1) Penggunaan varietas unggul, (2) pemupukan yang seimbang, (3) pengolahan tanah, (4) pengairan yang baik, (5) pemberantasan hama dan penyakit, (6) penanganan pasca panen, (7) penggunaan lahan secara intensifikasi, (8) penggunaan peralatan dan mesin yang canggih dan modern, (9) peningkatan sumberdaya manusia, (10) penambahan modal usaha. Kesepuluh faktor produksi diatas menentukan tingkat kemiskinan petani serta usahatani (Ginting. 2004).


(36)

24

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani 2.3.2.1. Tenaga Kerja

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization) penduduk dapat dikelompokkkan menjadi tenaga kerja (angkatan kerja) dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok ketenaga kerjaan disebutkan bahwa:’’Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

2.3.2.2. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam pertanian akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang di butuhkan, penggunaan teknologi akan meningkatkan kualitas hasil pertanian sehingga produksi hasil pertanian mengalami efisiensi dan memberikan keuntukan yang maksimal kepada petani.

2.3.2.3 Modal

Penggunaan sumber daya yang optimal terutama fasilitas modal sangat berpengaruh dalam memproduksi hasil pertanian karena semakin besar modal yang dimiliki oleh petani maka akan mengoptimalkan pembelian barang input dalam proses produksi.

2.4. Strategi

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif (wikipedia. 2011).

Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan


(37)

25

serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri. 2008)

Dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi :

1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategi)

3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy)

4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy). (Raharjo Adisasmita, 2006)

Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan.

Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunanya dengan menggunakan strategi tiga jalur (Triple track strategy) yang berazaskan pro-growh, pro-employment dan pro-poor. Operasional konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 % / tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkat kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) revitaslisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Rivai, dkk. 2010). Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada:


(38)

26

1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran.

2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan social masyarakat perdesaan.

3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan social masyarakat.

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan.

5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan.

6. Penciptaan iklim social yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya pemerintahan di perdesaan.

Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2) Diversifikasi pangan; 3) Nilai tambah, Daya saing dan Ekspor, dan 4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut diatas, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) Keberadaan Gapoktan; 2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai pendamping; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran dana BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.

Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: 1) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; 2) Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau; 3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin; dan 4) Penguatan kelembagaan Gapoktan.


(39)

27

Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:

1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui:

a) pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP; b) rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; c) pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan d) pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT.

2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau dilaksanakan melalui: identifikasi potensi desa, penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) unggulan; dan penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan.

3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, pembinaan teknis usaha agribisnis dan alih teknologi; dan fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.

4) Penguatan kelembagaan Gapoktan dilaksanakan melalui: pendampingan Gapoktan oleh Penyuluh Pendamping; pendampingan oleh PMT di setiap Kabupaten/Kota; dan fasilitasi peningkatan kapasitas Gapoktan menjadi lembaga ekonomi yang dimilki dan dikelola petani.

2.5. Konsep keberlanjutan

Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah


(40)

28

pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat (Soegijoko, et all. 2005). Tahapan tersebut digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Tahapan dalam konsep pembangunan berkelanjutan

Pra-pembangunan berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Pertumbuhan

produktivitas ekonomi Sebagai obyek utama pembangunan

Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi Keadilan sosial Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan

Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi

Keadilan social dan partisipasi politik dan semangat kebudayaan Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan Sumber : Soegijoko, et all dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005

Dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, konsep dasar pertanian berkelanjutan adalah mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan. Pertanian berkelanjutan memutus ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida kimiawi dalam kegiatan pertania. Sehingga lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan dapat terus diupayakan. (Anneahira. 2011). Guna mencapai hal tersebut diperlukan program yang diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Program ini diharapkan mampu mengoptimalkan pemberdayaan masayarakat dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) serta mampu mengantisipasi berbagai tantangan dalam pasar global dan otonomi daerah.

Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Prof. Otto


(41)

29

Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi: a. Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan

berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan.

b. Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah. Pro rakyat miskin dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan PBB. Kedua indikator ini harus dilakukan bersamaan sehingga dapat dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan. Nilai HDI dan HPI yang meningkat akan dapat menunjukkan pembangunan yang pro pada rakyat miskin.

c. Tolok ukur pro kesetaraan jender/pro-perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan. Kesetaraan jender ini dapat diukur dengan menggunakan Genderrelated. Develotmenta.Index (GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM) untuk suatu daerah. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di daerah tersebut hanya sedikit terjadi disparitas jender dan kaum perempuan telah semakin terlibat dalam proses pembangunan.

d. Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja ( pro-livelihood opportunities) dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), pendapatan perkapita, dan lain-lain. Indikator


(42)

30

Kesejahteraan Masyarakat juga dapat menjadi salah satu hal dalam melihat dan menilai tolok ukur ini

e. Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa Indonesia yang berada dalam kesatuan NKRI.

f. Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN yang digaungkan di daerah bersangkutan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian yang dilakukan mengenai evaluasi dan strategi program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap kinerja kelembagaan Gapoktan dan tingkat pendapatan petani Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat, berikut ini merupakan bagan kerangka pemikiran.

KEBERLANJUTAN PROGRAM PUAP

KINERJA GAPOKTAN

TINGKAT PENDAPATAN

ALTERNATIF STRATEGI

- MATRIKS IE

- MATRIKS SWOT ANALISIS

IPA

PERUMUSAN STRATEGI

TERBAIK PUAP

- ANALISIS USAHA TANI

- UJI STATISTIK t-HITUNG

QSPM


(43)

31

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena Kabupaten Karawang merupakan daerah sentra produksi padi yang menerima program PUAP, memiliki lahan potensial untuk pengembangan padi sawah dan peluang pasar yang menguntungkan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik petani, input dan output usahatani, harga input dan output serta data lainnya yang dapat membantu tercapainya tujuan penelitian ini.

Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen program PUAP dan publikasi dari berbagai lembaga pemerintah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Balai Penyuluhan Pertanian, Kantor Kecamatan Rengasdengklok dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan PUAP.

3.3. Metode Pengambilan Contoh

Kecamatan Rengasdengklok dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh dengan pertimbangan Kecamatan Rengasdengklok sentra produksi padi sawah di Kabupaten Karawang dengan kemampuan produksi mencapai 50 persen dan kecamatan yang mendapatkan bantuan PUAP terbesar.

Selanjutnya pada kecamatan terpilih ditentukan 2 desa sebagai lokasi penelitian. Penentuan desa terpilih berdasarkan penyebaran jumlah kelompok tani penerima PUAP tahun 2008. Dua desa terpilih adalah Desa Kalang Surya dan Desa Aman Sari.

Setelah diperoleh lokasi pengambilan contoh, pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan status petani dalam program PUAP, yaitu


(44)

32

petani padi sawah penerima PUAP dan petani padi sawah bukan penerima PUAP. Metode dengan cara membandingkan keadaan usahatani (pendapatan) dengan dan tanpa PUAP (with and without method) pada satu musim tanam ini didasarkan pada pertimbangan, yaitu metode ini mampu mengontrol perkembangan teknologi dan data yang diperoleh akan lebih akurat, sebab petani hanya mengingat data pola tanam yang baru lewat.

Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 petani contoh dengan pembagian 30 petani contoh penerima PUAP dan 30 petani contoh bukan penerima PUAP.

Metode analisis SWOT dan QSPM dilakukan secara purposive terhadap pengambil kebijakan pelaksanaan PUAP yaitu ketua Gapoktan, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani, Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karawang dan Kementerian Pertanian.

3.4. Metode Analisis

3.4.1. Analisis Kinerja Gapoktan Penerima PUAP denggan Metode Importance Performance Analysis (IPA)

Untuk melakukan analisis terhadap kinerja gapoktan penerima PUAP, dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Tujuannya untuk membuat deskripsi berkaitan dengan faktor-faktor yang ada dalam program PUAP yang menurut penerima sangat mempengaruhi kinerja mereka terhadap pemanfaatan PUAP, dan faktor-faktor yang menurut penerima perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan menggunakan skala likert.

Pengukuran faktor dilakukan dengan membandingkan antara tingkat kepentingan petani sebagai penerima program PUAP dan tingkat kinerja dan program PUAP yang dirasakan oleh petani penerima. Analisis yang digunakan adalah Importance-Performance Analysis (IPA) (Rangkuti, 2006). Metode Importance-Performance Analysis (IPA) diperlukan dalam penelitian ini guna menjelaskan faktor-faktor dalam program PUAP yang berpengaruh terhadap keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP).


(45)

33

Metode Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan suatu model multi-atribut. Tehnik ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan konsumen. Penerapan teknik Importance-Performance Analysis (IPA) dimulai dengan identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial.

Di lain pihak, sekumpulan atribut yang melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dipenuhi dengan melakukan survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen. Setelah menentukan atribut-atribut yang layak, konsumen ditanya dengan dua pertanyaan. Satu adalah atribut yang menonjol dan yang kedua adalah kinerja perusahaan yang menggunakan atribut tersebut.

Dengan menggunakan mean, median atau pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja atribut dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah; kemudian dengan memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja. Skor mean kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk memplotkan atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi yang ditunjukkan pada Gambar 3 berikut:

Kuadran A Prioritas Utama

Kuadran B

Pertahankan Prestasi

Kuadran C Prioritas Rendah

Kuadran D Berlebihan


(46)

34

Kuadran yang terdapat di Gambar 3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kuadran. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi pelanggan, termasuk unsur–unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun produk tidak sesuai keinginan pelanggan sehingga tidak puas.

2) Kuadran B. Menunjukkan unsur pokok yang sudah ada pada produk sehingga wajib dipertahankan serta dianggap sangat penting dan memuaskan.

3) Kuadran C. Menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, keberadaannya biasa–biasa saja dan dianggap kurang penting serta kurang memuaskan.

4) Kuadran D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting namun pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.

Matriks di atas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut guna perbaikan ke depan dan dapat memberikan panduan untuk formulasi strategi. Contoh Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan yang digunakan adalah sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan pelanggan

Rumus yang di gunakan dalam metode Importance-Performance Analysis (IPA) (Ariyoso. 2009)

Tki = Xi/Yi X 100%

TKi = Tingkat kesesuaian responden

Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan Yi = Skor penilaian kepentingan

Skor/Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan

4 Sangat Penting Sangat Puas

3 Penting Puas

2 Tidak Penting Tidak Puas


(1)

119

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = jumlah SP36 yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = jumlah SP36 yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for SPP vs SPNP SE N Mean StDev Mean SPP 22 186 118 25 SPNP 25 230 374 75 Difference = mu (SPP) - mu (SPNP) Estimate for difference: -44,0236

95% lower bound for difference: -178,0552

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,56 P-Value = 0,709 DF = 29

7. Pengujian penggunaan SP18 Non PUAP dan PUAP

“Penggunaan pupuk SP18 antara anggota PUAP dan Non PUAP tidak dapat dibandingkan,

karena anggota PUAP sama sekali tidak menggunakan pupuk SP18.”

8. Pengujian penggunaan NPK Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = jumlah NPK yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = jumlah NPK yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for NPKP vs NPKNP N Mean StDev SE Mean NPKP 10 482 593 187 NPKNP 10 198 150 48 Difference = mu (NPKP) - mu (NPKNP) Estimate for difference: 284,500

95% lower bound for difference: -65,973

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,47 P-Value = 0,086 DF = 10

9. Pengujian penggunaan TK Manusia Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0


(2)

120

Dimana :

µ1 = nilai TK manusia yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK manusia yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for TKP vs TKNP N Mean StDev SE Mean TKP 29 585 571 106 TKNP 29 364 398 74 Difference = mu (TKP) - mu (TKNP) Estimate for difference: 220,172 95% lower bound for difference: 3,478

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,70 P-Value = 0,047 DF = 49

10. Pengujian penggunaan TK persemaian dan pembibitan Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai TK persemaian dan pembibitan yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK persemaian dan pembibitan yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for PPP vs PPNP SE N Mean StDev Mean PPP 16 91,3 63,4 16 PPNP 30 152 159 29 Difference = mu (PPP) - mu (PPNP) Estimate for difference: -60,6833

95% lower bound for difference: -116,3039

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -1,84 P-Value = 0,963 DF = 41

11. Pengujian penggunaan TK penanaman Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai TK penanaman yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK penanaman yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for TanP vs TanNP N Mean StDev SE Mean TanP 30 817 520 95 TanNP 30 903 1455 266


(3)

121

95% lower bound for difference: -562,4217

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -0,31 P-Value = 0,619 DF = 36

12. Pengujian penggunaan TK pemupukan Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai TK pemupukan yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK pemupukan yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for PukP vs PukNP SE N Mean StDev Mean PukP 30 139,2 74,0 14 PukNP 30 168 134 25 Difference = mu (PukP) - mu (PukNP) Estimate for difference: -29,0000

95% lower bound for difference: -76,0429

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = -1,04 P-Value = 0,847 DF = 45

13. Pengujian penggunaan TK penyiangan dan pemangkasan Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai TK penyiangan dan pemangkasan yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK penyiangan dan pemangkasan yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for PngksP vs PngksNP SE N Mean StDev Mean PngksP 19 392 220 50 PngksNP 30 308 354 65

Difference = mu (PngksP) - mu (PngksNP) Estimate for difference: 84,3421

95% lower bound for difference: -53,3407

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,03 P-Value = 0,155 DF = 46

14. Pengujian penggunaan TK penyemprotan Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0


(4)

122

Dimana :

µ1 = nilai TK penyemprotan yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK penyemprotan yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for ProtP vs ProtNP SE N Mean StDev Mean ProtP 29 282 227 42 ProtNP 30 267 280 51

Difference = mu (ProtP) - mu (ProtNP) Estimate for difference: 15,0805

95% lower bound for difference: -95,9738

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,23 P-Value = 0,411 DF = 55

15. Pengujian penggunaan TK panen Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai TK panen yang digunakan Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai TK panen yang digunakan Gapoktan PUAP

Two-sample T for PanenP vs PanenNP N Mean StDev SE Mean PanenP 18 175383 566176 133449 PanenNP 22 2457 2151 459 Difference = mu (PanenP) - mu (PanenNP) Estimate for difference: 172926

95% lower bound for difference: -59224

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,30 P-Value = 0,106 DF = 17

16. Pengujian produksi kotor Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = produksi kotor Gapoktan Non PUAP

µ2 = produksi kotor Gapoktan PUAP

Two-sample T for PKP vs PKNP N Mean StDev SE Mean PKP 30 8755 6185 1129 PKNP 30 7769 11801 2155 Difference = mu (PKP) - mu (PKNP) Estimate for difference: 985,900

95% lower bound for difference: -3103,534


(5)

123

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = bawon Gapoktan Non PUAP

µ2 = bawon Gapoktan PUAP

Two-sample T for BP_1 vs BNP_1 N Mean StDev SE Mean BP_1 30 1427 957 175 BNP_1 30 1284 1893 346 Difference = mu (BP_1) - mu (BNP_1) Estimate for difference: 142,633

95% lower bound for difference: -508,630

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,37 P-Value = 0,357 DF = 42

18. Pengujian produksi bersih Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = produksi bersih Gapoktan Non PUAP

µ2 = produksi bersih Gapoktan PUAP

Two-sample T for PBP vs PBNP N Mean StDev SE Mean PBP 30 7328 5238 956 PBNP 30 6208 10110 1846 Difference = mu (PBP) - mu (PBNP) Estimate for difference: 1119,27

95% lower bound for difference: -2375,53

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,54 P-Value = 0,297 DF = 43

19. Pengujian harga jual Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = harga jual Gapoktan Non PUAP

µ2 = harga jual Gapoktan PUAP


(6)

124

Two-sample T for HJP vs HJNP SE N Mean StDev Mean HJP 30 3009 185 34 HJNP 30 2900 500 91 Difference = mu (HJP) - mu (HJNP) Estimate for difference: 108,633

95% lower bound for difference: -55,653

T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,12 P-Value = 0,136 DF = 36

20. Pengujian nilai hasil Non PUAP dan PUAP

H0 : µ1 = µ2 atau µD = µ1- µ2 = 0

H1 : µ2 > µ1 atau µD = µ2 - µ1 > 0

Dimana :

µ1 = nilai hasil Gapoktan Non PUAP

µ2 = nilai hasil Gapoktan PUAP

Two-sample T for NHP vs NHNP

N Mean StDev SE Mean NHP 30 22178328 16794549 3066251 NHNP 30 18485745 31778682 5801967 Difference = mu (NHP) - mu (NHNP) Estimate for difference: 3692583

95% lower bound for difference: -7333710