Analisis Performansi Jaringan CDMA Berdasarkan Data Radio Base Station (RBS) PT Indosat Divisi Starone Medan

(1)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

NIM : 060402027 MHD.KHALID LUBIS

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Oleh:

MHD KHALID LUBIS 060402027

Tugas akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada Tanggal 19 Bulan Januari Tahun 2013 di depan Penguji :

1. Ir. Arman Sani, M.T : Ketua Penguji

2. Ir. Sihar P.Panjaitan, M.T : Anggota Penguji

3. Ali Hanafiah Rambe, S.T., M.T : Anggota Penguji

Diketahui oleh : Disetujui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro, Pembimbing Tugas Akhir,

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si

NIP :195405311986011002 NIP : 196810042000121001


(3)

Permasalahan jaringan sering dialami oleh operator telekomunikasi. Masalah seperti kepadatan trafik (occupancy) adalah hal biasa ditemui, langkah performansi sangat penting mengingat kebutuhan akan kapasitas jaringan yang semakin besar guna memenuhi quality of service kepada pelanggan baik secara kualitas maupun kapasitas.

Tugas akhir ini membahas analisis performansi jaringan CDMA berdasarkan data Radio Base Station (RBS) PT.Indosat Divisi StarOne Medan. Analisis performansi RBS dapat diketahui dengan mengukur parameter set up failure ratio, drop ratio, occupancy, diharapkan hasil pengukuran dapat memberikan solusi performansi jaringan dalam penentuan jumlah kanal trafik yang perlu ditambahkan.

Dari hasil data analisis didapat untuk perhitungan paket, nilai SFR ALF dan KPA berada dalam kondisi baik yaitu dibawah 20% sedangkan RBS HEL memiliki nilai diatas 20% disebabkan masalah perangkat, rata-rata drop rate

untuk keseluruhan RBS dibawah 30% dan dalam kategori baik. Untuk perhitungan occupancy didapat nilai ALF dan HEL sudah melebihi standart yang ditentukan. Langkah perencanaan yang dilakukan adalah dengan melakukan penambahan kanal trafik dari 29 kanal menjadi 61 kanal didapat jumlah call max

dan call rejected setelah penambahan kanal menjadi lebih besar, sedangkan untuk KPA nilai occupancy yang diukur masih dibawah standart operator 70% jadi tidak perlu dilakukan performansi dengan penambahan kanal.


(4)

Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH S.W.T atas berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemampuan dalam menghadapi segala proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu Ayahanda Zulkifli Lubis dan Ibunda Zairiani Dalimunthe, kakak saya Nurkhadijah Lubis, adik saya Nur.annisa Lubis, Nurkhasanah Lubis, Nurhayati Lubis, Mhd.Hidayat Lubis yang mendukung dan mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini adalah bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah:

ANALISIS PERFORMANSI JARINGAN CDMA BERDASARKAN DATA RADIO BASE STATION (RBS) PT.INDOSAT DIVISI STARONE MEDAN

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Maksum Pinem, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi, dan dukungannya.

2. Bapak Ir. Pernantin Tarigan. M.sc, selaku Penasihat Akademik penulis, atas bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan perkuliahan selama ini.


(5)

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dan seluruh pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas segala bantuannya.

6. Sahabat-sahabat terbaik elektro angkatan 2006 cas cas cas.

7. Abg Dony Gabe yang telah memberikan izin pengambilan data di PT.Indosat Medan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih mempunyai banyak kekurangan baik dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dalam peningkatan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang telekomunikasi.

Medan, Januari 2013 Penulis

NIM. 060402027


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metode Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS 2.1 Pendahuluan ... 5

2.2 Konsep Seluler ... 6

2.2.1 Perkembangan Komunikasi Bergerak ... 8

2.2.2 Perkembangan Multiple Access ... 10

2.3 Karakteristik CDMA ... 14

2.4 Sifat-sifat Code Division Multiple Access (CDMA) ... 16

BAB III PERFORMANSI CDMA 3.1 Umum ... 19


(7)

3.2.2 Proses Performansi RBS ... 21

3.2.3 Dasar Pengukuran Performansi RBS ... 22

3.3 Pengertian Trafik ... 23

3.4 Analisis Trafik ... 23

3.4.1 Kebutuhan Trafik ... 24

3.4.2 Jam Sibuk (Busy Hour) ... 26

3.4.3 Intensitas Trafik ... 27

3.4.4 Grade Of Service ... 27

3.4.5 Call Setup Success Ratio (CSSR) ... 28

3.4.6 Mean Holding Time (MHT) ... 29

3.4.7 Persentase Occupancy ... 29

3.5 Jenis Trafik ... 30

3.6 Kondisi Dan Spesifikasi RBS CDMA ... 31

3.7 Jenis Data Yang Dibutuhkan ... 32

3.8 Metode Analisis Trafik ... 33

3.9 Standarisasi Parameter Jaringan ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum ... 37

4.2 Packet Data ... 37

4.2.1 Analisa Packet Data RBS, Drop Ratio Alfalah (ALF) ... 39

a. Analisa Packet Data ... 39

b. Analisa Drop Ratio ... 41

4.2.2 Analisa Packet Data RBS, Drop Ratio Helvetia (HEL) ... 42

a. Analisa Packet Data ... 42

b. Analisa Drop Ratio ... 43

4.2.3 Analisa Packet Data RBS, Drop Ratio Komplek Astra (KPA) ... 44

a. Analisa Packet Data ... 44

b. Analisa Drop Ratio ... 45

4.3 Analisa Packet Suara ... 46


(8)

4.3.3 Analisa Packet Suara RBS Komplek Astra (KPA) ... 50

4.4 Analisa Tingkat Kepadatan Trafik (Occupancy) ... 51

4.5 Pengamatan Data Performansi Trafik RBS Alfalah (ALF) ... 52

4.5.1 Analisis Intensitas Trafik ... 54

4.5.2 Analisis Persentase Call Setup Success Ratio (%CSSR) ... 54

4.5.3 Analisis Rata-rata Waktu Pendudukan (Mean Holding Time) ... 55

4.5.4 Analisis Trafik Rata-rata Untuk Setiap Panggilan ... 55

4.5.5 Analisis Call Carried Dan Call Rejected ... 56

4.5.6 Evaluasi Perbandingan Data Perencanaan Awal Dengan Hasil Perhitungan ... 57

4.5.7 Analisa Persentase Kepadatan Saluran Dan Solusi Penurunan Persentase Occupancy ... 58

4.6 Pengamatan Data Performansi Trafik RBS Helvetia (HEL)... 59

4.6.1 Analisis Intensitas Trafik ... 60

4.6.2 Analisis Persentase Call Setup Success Ratio (%CSSR) ... 61

4.6.3 Analisis Rata-rata Waktu Pendudukan (Mean Holding Time) ... 61

4.6.4 Analisis Trafik Rata-rata Untuk Setiap Panggilan ... 62

4.6.5 Analisis Call Carried Dan Call Rejected ... 62

4.6.6 Evaluasi Perbandingan Data Perencanaan Awal Dengan Hasil Perhitungan ... 63

4.6.7 Analisis Persentase Kepadatan Saluran Dan Solusi Penurunan Persentase Occupancy ... 64

4.7 Pengamatan Data Performansi Trafik RBS Komplek Astra (KPA) ... 65

4.7.1 Analisis Intensitas Trafik ... 66

4.7.2 Analisis Persentase Call Setup Success Ratio (%CSSR) ... 67

4.7.3 Analisis Rata-rata Waktu Pendudukan (Mean Holding Time) ... 67

4.7.4 Analisis Trafik Rata-rata Untuk Setiap Panggilan ... 68

4.7.5 Analisis Call Carried Dan Call Rejected ... 68

4.7.6 Evaluasi Perbandingan Data Perencanaan Awal Dengan Hasil Perhitungan ... 69


(9)

Alfalah (ALF) Dan RBS Helvetia (HEL) ... 71

a. Traffic Offered Dengan 61 Kanal ... 71

b. Traffic Rejected Dengan 61 Kanal ... 72

c. Traffic Carried Dengan 61 Kanal ... 72

d. Jumlah Panggilan Dengan 61 Kanal ... 72

e. Evaluasi Jumlah Panggilan Dengan 61 Kanal ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77


(10)

Gambar 2.1 Prinsip Dasar FDMA ... 11

Gambar 2.2 Prinsip Dasar TDMA ... 11

Gambar 2.3 Jalur Evolusi CDMA 2000 ... 13

Gambar 3.1 Faktor Utama Dalam Pertimbangan Performansi Jaringan ... 19

Gambar 3.2 Arsitektur Jaringan CDMA ... 30

Gambar 4.1 Grafik Total Data Call RBS Alfalah (ALF) ... 40

Gambar 4.2 Grafik Total Drop Rate RBS Alfalah (ALF) ... 41

Gambar 4.3 Grafik Total Data Call RBS Helvetia (HEL) ... 43

Gambar 4.4 Grafik Total Drop Rate RBS Helvetia (HEL) ... 44

Gambar 4.5 Grafik Total Data Call RBS Komplek Astra (KPA) ... 45

Gambar 4.6 Grafik Total Drop Rate RBS Komplek Astra (KPA) ... 46

Gambar 4.7 Grafik Total Voice Call RBS Alfalah (ALF) ... 48

Gambar 4.8 Grafik Total Voice Call RBS Helvetia (HEL) ... 49

Gambar 4.9 Grafik Total Voice Call RBS Komplek Astra (KPA) ... 51


(11)

Tabel 2.1 Rentang Frekuensi ... 9

Tabel 4.1 Paket Data Alfalah (ALF) ... 39

Tabel 4.2 Paket Data Helvetia (HEL) ... 42

Tabel 4.3 Paket Data Komplek Astra (KPA) ... 44

Tabel 4.4 Paket Suara Alfalah (ALF) ... 47

Tabel 4.5 Paket Suara Helvetia (HEL) ... 48

Tabel 4.6 Paket Suara Komplek Astra (KPA) ... 50

Tabel 4.7 Standarisasi Perencanaan Awal PT.Indosat ... 51

Tabel 4.8 Data Hasil Pengamatan Trafik Alfalah (ALF) ... 53

Tabel 4.9 Data Rata-rata Trafik 07 November Hingga 13 November 2012 ... 54

Tabel 4.10 Data Perencanaan Awal Dengan Analisisi Perhitungan ... 57

Tabel 4.11 Data Hasil Pengamatan Trafik Helvetia ... 60

Tabel 4.12 Data Rata-rata Trafik 07 November Hingga 13 November 2012 ... 61

Tabel 4.13 Data Perencanaan Awal Dengan Analisis Perhitungan ... 63

Tabel 4.14 Data Hasil Pengamatan Komplek Astra ... 66

Tabel 4.15 Data Rata-rata Trafik 07 November Hingga 13 November 2012 ... 67

Tabel 4.16 Data Perencanaan Awal Dengan Analisis Perhitungan ... 69

Tabel 4.17 Tabel Erlang-B ... 71

Tabel 4.18 Jumlah Call Max Dan Call Rejected Dengan 61 Kanal ... 74


(12)

Kondisi pada saat pelanggan yang dipanggil sedang melakukan pembicaraan. 2. Busy Hour

Periode secara terus menerus dalam 1 jam dimana pada saat itu terjadi intensitas trafik yang sangat tinggi.

3. Call Answer

Panggilan yang berhasil mencapai tujuannya dan mendapatkan jawaban dari pihak yang dipanggil.

4. Call Attempt

Suatu usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan. 5. Call Setup Succes Ratio

Perbandingan jumlah panggilan yang mendapatkan kanal (call seizure) dengan jumlah usaha melakukan panggilan (call attempt).

6. Congestion

Kondisi apabila suatu koneksi baru tidak memungkinkan untuk diakses pada system.

7. Destination

Tujuan dari suatu pelanggan yang dipanggil. 8. Erlang

Ukuran intensitas satuan trafik dimana satu erlang sama dengan satu pendudukan satu kanal elemen selama satu jam secara terus menerus. 9. Kanal


(13)

AAA = Authentication, Authorization and Accounting AMPS = Advanced Mobile Phone System

BMB = BTS Main Block

BTS = Base Transciever Station BPSK = Binary Phase Shift Keying HA = Home Agent

CDMA = Code Division Multiple Access DS-SS = Direct Sequence Spread Spectrum EV-DO = Evolution Data Only

EV-DV = Evolution Data Voice

FDMA = Frequency Division Multiple Access FH-SS = Frequency Hopping Spread Spectrum GSM = Global Positioning System

GPRS = General Packet Radio System HLR = Home Location Register IP = Internet Protocol

ISMSC = Intellegent Short Message Service Centre MS = Mobile Station

MSC = Mobile Station Centre/ Mobile Switching Centre PCF = Packet Control Function

PDSN = Packet Data Serving Network PPP = Point to Point Protocol

PSK = Phase Shift Keying

QPSK = Quadrature Phase Shift Keying KPI = Key Performance Indicator MHT = Mean Holding Time

SFR = Setup Failure Rate BSC = Base Station Control BSS = Base Station Subsystem CCN = Circuit Core Network


(14)

RBS = Radio Base System PCN = Packet Core Network MO = Mobile Originating MT = Mobile Terminating PD = Paket Data

PS = Paket Suara GOS = Grade Of Service QOS = Quality Of Service PN CODE = Pseudonoise Code

BTS = Base Transceiver Station HLR = Home Location Register AC = Authentication Center

PSTN = Public Switched Telecomunication Network GPS = Global Positioning System


(15)

Permasalahan jaringan sering dialami oleh operator telekomunikasi. Masalah seperti kepadatan trafik (occupancy) adalah hal biasa ditemui, langkah performansi sangat penting mengingat kebutuhan akan kapasitas jaringan yang semakin besar guna memenuhi quality of service kepada pelanggan baik secara kualitas maupun kapasitas.

Tugas akhir ini membahas analisis performansi jaringan CDMA berdasarkan data Radio Base Station (RBS) PT.Indosat Divisi StarOne Medan. Analisis performansi RBS dapat diketahui dengan mengukur parameter set up failure ratio, drop ratio, occupancy, diharapkan hasil pengukuran dapat memberikan solusi performansi jaringan dalam penentuan jumlah kanal trafik yang perlu ditambahkan.

Dari hasil data analisis didapat untuk perhitungan paket, nilai SFR ALF dan KPA berada dalam kondisi baik yaitu dibawah 20% sedangkan RBS HEL memiliki nilai diatas 20% disebabkan masalah perangkat, rata-rata drop rate

untuk keseluruhan RBS dibawah 30% dan dalam kategori baik. Untuk perhitungan occupancy didapat nilai ALF dan HEL sudah melebihi standart yang ditentukan. Langkah perencanaan yang dilakukan adalah dengan melakukan penambahan kanal trafik dari 29 kanal menjadi 61 kanal didapat jumlah call max

dan call rejected setelah penambahan kanal menjadi lebih besar, sedangkan untuk KPA nilai occupancy yang diukur masih dibawah standart operator 70% jadi tidak perlu dilakukan performansi dengan penambahan kanal.


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini tingkat pertumbuhan seluler di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kebutuhan jasa telekomunikasi bagi masyarakat modern. Hal ini mengakibatkan alokasi frekuensi radio yang tersedia semakin lama akan semakin padat. Kondisi demikian ini akan menyebabkan permintaan hubungan komunikasi yang sangat besar tidak bisa dilayani melalui jaringan yang berbasis lintas radio.

Dalam perkembangannya, sinyal informasi yang dilewatkan jaringan CDMA (Code Division Multiple Access) ke pelanggan semakin hari semakin besar, sehingga perlu bandwith yang besar pula agar kecepatan akses ke pelanggan tidak lambat. Oleh karena itu untuk menjaga kepuasan pelanggan dalam teknologi CDMA, Indosat berusaha meningkatkan kemampuan akses StarOne melalui jaringan pemancar BTS. Operator jaringan sering tidak siap

dalam menangani pembengkakan jumlah pelanggan dan trafik nya, sehingga

menyebabkan banyak panggilan yang gagal. Indosat menyeragamkan jumlah kanal kode pada semua RBSnya, padahal belum tentu setiap daerah memiliki karakteristik yang sama. Masalah ini dapat diketahui dengan mengukur parameter-parameter performansi Radio Base Station (RBS) antara lain set up falure rate, drop rate dan occupancy.

Dalam beberapa contoh yang ada pada BTS CDMA yang memiliki tingkat trafik yang tinggi, apabila jumlah pengguna yang terlayani dalam suatu BTS


(17)

semakin banyak, sedangkan resource yang ada pada BTS kurang, maka akan terjadi peningkatan occupancy dan penurunan kualitas pelayanan, oleh karena itu dibutuhkan penambahan resource pada BTS tersebut. Resource yang dimaksud bisa berupa saluran kanal antara BTS, RBS, dan BSC.

1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Seberapa besar pengaruh SFR terhadap drop rate pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA).

2. Seberapa besar pengaruh occupancy terhadap kanal yang tersedia.

3. Seberapa besar pengaruh penambahan resource kanal terhadap kualitas layanan.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis performansi jaringan CDMA di PT. Indosat divisi StarOne area Medan.

1.4 Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih terarah, maka pembahasan dibatasi sebagai berikut: 1. Permasalahan akan dibatasi pada pengaruh kualitas voice dan data call


(18)

2. Untuk analisis performansi occupancy hanya pada pembahasan perbaikan

occupancy kanal trafik yang mengacu pada parameter standarsasi trafik yang ditentukan oleh operator, dan analisis trafik berdasarkan trafik keseluruhan. 3. Merekomendasi perbaikan dengan cara penambahan kapasitas kanal trafik

untuk meningkatkan performansi jaringan CDMA.

4. Tidak membahas performansi secara Drive Test (DT) baik indoor maupun

outdoor.

5. Analisa pengukuran dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh di PT. Indosat divisi StarOne area Medan.

1.5 Metodologi Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan lain yang terkait serta dari layanan internet berupa jurnal-jurnal penelitian.

2. Studi Analisis

Yaitu menganalisa performansi jaringan CDMA 2000 menggunakan data

Radio Base Station (RBS). 3. Studi lapangan

Yaitu dengan melakukan penelitian pada perusahaan PT.Indosat divisi StarOne Area Medan.


(19)

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai tulisan ini, secara singkat dapat diuraikan sistimatika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

Bab ini berisi pengenalan dan teori dasar mengenai CDMA, perkembangan jaringan wireless didunia, konsep selular CDMA, elemen sistem CDMA, perbandingan dengan TDMA dan FDMA, serta keuntungan dan kerugian memakai CDMA.

BAB III Performansi jaringan CDMA pada Radio Base Station (RBS)

Bab ini konsep performansi, dan mengapa kita perlu melakukan performansi tersebut. Menjelaskan juga tentang dasar performansi RBS, BSC dan tingkat kepadatan trafik (occupancy).

BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan

Pada bab ini menjelaskan tentang analisis Set Up Failure Ratio, Drop Ratio, Occuupancy terhadap voice dan data call.

BAB V Penutup

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan-pembahasan sebelumnya.


(20)

BAB II

CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS

2.1 Pendahuluan

Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh perusahaan Bell Telephone di Amerika, yang sebelumnya menggunakan pemancar berdaya pancar besar dan ditempatkan di daerah yang tinggi dengan antenna yang menjulang. Di ubah menjadi pemancar berdaya kecil. Setiap pemancar ini dirancang untuk melayani daerah (disebut wilayah cakupan) yang kecil saja, sehingga disebut sel. Dari sini, sistem komunikasinya lalu disebut dengan sistem komunikasi selular. Dalam sistem seluler prinsipnya, kanal-kanal yang berupa frekuensi yang sama dapat digunakan secara berulang-ulang di sel-sel tertentu pada jarak antar sel-sel tertentu pula, melalui pertimbangan yang matang sehingga pengaruh interferensinya (saling ganggu bertumpang tindih) dapat diabaikan. Penggunaan frekuensi yang sifatnya berulang ini dalam sistem seluler dinyatakan dengan sel berbentuk heksagonal yang mempunyai tanda huruf atau dapat juga berupa tanda angka yang sama [1].

Code division multiple access (CDMA) adalah sebuah bentuk pemultipleksan (bukan sebuah skema pemodulasian) dan sebuah metode data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada


(21)

dan menggunakan sifat-sifat untuk melakukan pemultipleksan [1].

CDMA juga mengacu pada sistem telepon selular digital yang menggunakan skema akses secara bersama ini,seperti yang diprakarsai oleh pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris untuk menggagalkan usaha Jerman mengganggu transmisi mereka. Sekutu memutuskan untuk mentransmisikan tidak hanya pada satu frekuensi, namun pada beberapa frekuensi, menyulitkan Jerman untuk menangkap sinyal yang lengkap. Sejak itu CDMA digunakan dalam

banyak sistem komunikasi, termasuk pada

Sistem terakhir didesain dan dibangun oleh Qualcomm, dan menjadi cikal bakal

yang membantu insinyur-insinyur Qualcomm untuk menemuka

dan kendali tenaga cepat, teknologi yang diperlukan untuk menjadikan CDMA praktis dan efisien untuk komunikasi seluler terrestrial [3].

2.2 Konsep Selular

Menurut Gatot Santoso (Sistem Selular CDMA) Ditinjau dari segi daerah jangkauan (coverage), maka sistem komunikasi bergerak dapat dibedakan menjadi dua macam [1]:

1) Sistem Konvensional (Large Zone)

Pada sistem ini Base Station (BS) melayani wilayah yang sangat luas dengan radius 40 km. Keuntungan dari sistem ini adalah relatif mudah dalam hal switching, charging, dan transmisi. Sedangkan kekurangannya :


(22)

a. Kesanggupan pelayanan terbatas

Daya yang dipancarkan harus besar dan antena harus tinggi. Selain itu area pelayanan dibatasi oleh kelengkungan bumi. Ketika pelanggan sedang melakukan pembicaraan dan keluar dari suatu wilayah pelayanan, maka pembicaraan terputus karena tidak memiliki fasilitas Handover dan harus dilakukan inisialisasi ulang.

b. Unjuk kerja pelayanan yang kurang baik

Sistem konvensional ini hanya memiliki jumlah kanal yang sedikit, sehingga blocking menjadi besar.

c. Tidak efisien dalam penggunaan bandwidth

Tidak menggunakan pengulangan frekuensi sehingga jumlah kanal yang dialokasikan pada setiap sel akan sangat kecil.

2) Sistem Selular (Multi Zone)

Dalam sistem ini pelayanan dibagi menjadi daerah-daerah yang lebih kecil disebut sebagai sel dan setiap sel dilayani oleh sebuah Radio Base Station (RBS). Antara Radio Base Station (RBS) masing-masing sel saling terintegrasi dan dikendalikan oleh suatu Mobile Switching Centre (MSC). Prinsip dasar dari arsitektur sistem selular adalah :

a. Pemancar mempunyai daya pancar yang rendah dan cakupan yang kecil. b. Menggunakan prinsip penggunaan kembali frekuensi (frequency

reuse).

c. Menggunakan prinsip penggunaan kembali frekuensi (frequency reuse).


(23)

d. Pemecah sel (cell splitting) pada sel yang telah jenuh dengan pelanggan.

Sistem ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan sistem konvensional, yaitu

a. Kapasitas pelanggan lebih besar.

b. Efisien dalam penggunaan pita frekuensi karena memakai prinsip pengulangan frekuensi.

c. Kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kepadatan lalu lintas atau

traffic karena sel dapat dipecah.

d. Kualitas pembicaraan baik karena tidak sering terputus. e. Kemudahan bagi pemakai.

Konsep sistem selular adalah suatu sistem tanpa kawat (wireless) yang dirancang dengan pembagian suatu area besar ke dalam beberapa sel kecil dengan pemancar yang tinggi, pemancar yang rendah pada setiap sel, dan pengulangan frekuensi dari satu sel ke sel lain setelah melewati beberapa sel. Desain utama yang digunakan untuk menggunakan kembali frekuensi yang tersedia adalah pengulangan frekuensi (frequency reuse), interferensi co-channel, perbandingan carrier to interference, mekanisme Handover, dan cell splitting [1].

2.2.1 Perkembangan Komunikasi Bergerak


(24)

antena [3]. Gelombang radio mempunyai frekuensi yang berbeda. Tabel 2.1 memperlihatkan spektrum radio frekuensi [1].

Tabel 2.1 Rentang Frekuensi Rentang Frekuensi Band

10 KHz s.d 30 KHZ Very Low Frequency(VLF)

30 KHz s.d 300 KHz Low Frequency(LF)

300 KHz s.d 3 MHz Medium Frequency(MF)

3 MHz s.d 30 MHz High Frequency(HF)

30 MHz s.d 144 MHz 144 MHz s.d 174 MHz 174 MHz s.d 328,6 MHz

Very High Frequency(VHF) 328,6 MHz s.d 450 MHz

450 MHz s.d 470 MHz 470 MHz s.d 806 MHz 806 MHz s.d 960 MHz 960 MHz s.d 2,3 GHz 2,3 GHz s.d 2,9 GHz

Ultra High Frequency(UHF)

2,9 GHz s.d 30 GHz Super High Frequency(SHF)

Lebih dari 30 Ghz Extremely High Frequency(EHF)

Pada sistem selular generasi pertama, masih memakai teknologi analog. Sistem ini dikembangkan di Eropa dan Jepang juga di kembangkan di Amerika, yakni Advance Mobile Phone Sistem (AMPS). Di Inggris dengan istilah Total Acces Communication Sistem (TACS), sedangkan di Skandinavia

mengembangkan Nordic Mobile Telephone Sistem (NMT). Serta di Jepang

dikembangkan Nippon Advanced Mobile Telephone Service (NAMTS).

Sedangkan di Jerman Barat (Negara Jerman waktu itu masih terbagi menjadi dua; Jerman Barat dan Jerman Timur) mengembangkan NETZ-C (C-450) [1].

Kemampuan standar masing-masing sistem tersebut di atas relatif sama tetapi spesifikasi operasionalnya secara teknik tidak mendunia, karena sistem


(25)

dipilih dan dikembangkan di masing-masing negara untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri, termasuk pilihan frekuensinya yang ditentukan oleh pita frekuensi radio yang tersedia di setiap negara secara sendiri sendiri. Walaupun konsep penggunaan sel dalam komunikasi seluler secara teori memberikan kapasitas layanan komunikasi yang tidak terbatas melalui pemecahan sel jika komunikasi di suatu wilayah sudah padat, di dalam prakteknya, para operator tetap menghadapi kesulitan sejak dimulainya penggunaan radio seluler tahun 1990-an [5].

2.2.2 Perkembangan Multiple Akses

Menurut Gatot Santoso pada bukunya yang berjudul Sistem Selular CDMA, akses jamak (multiple access) merupakan sekumpulan pengguna yang mampu melakukan akses dengan pengguna lainnya melalui lebar bidang spektrum frekuensi yang dialokasikan. Sistem komunikasi bergerak yang berbeda mungkin akan menerapkan teknik akses jamak yang berbeda pula [1].

Pada dasarnya ada 3 sistem yaitu FDMA ( Frequency Division Multiple Access), TDMA (Time Division Multiple Access), dan CDMA (Code Division Multiple Access). Teknologi FDMA bekerja dengan membagi alokasi lebar bidang spektrum frekuensi yang tersedia menjadi bagian-bagian kecil spektrum frekuensi yang dialokasikan pada setiap penggunanya sebagai suatu kanal komunikasi, seperti terlihat pada Gambar 2.1 [3]. Dalam FDMA setiap pengguna diberikan alokasi bidang frekuensi tertentu selama melakukan proses percakapan, sehingga dalam waktu yang sama hanya satu pengguna yang dapat memanfaatkan kanal frekuensi tersebut, contohnya AMPS.


(26)

Gambar 2.1 Prinsip Dasar FDMA

Dalam TDMA setiap pengguna diberikan alokasi celah waktu (time slot) tertentu sebagai kanal komunikasi pada potongan spektrum frekuensi yang telah dialokasikan sehingga aliran informasi tidak terpotong-potong pada setiap slot waktu seperti terlihat pada Gambar 2.2. Karena selang antara celah waktu sangat pendek maka yang terdengar oleh pengguna seperti aliran informasi kontinyu biasa. Jadi beberapa panggilan menggunakan satu frekuensi yang sama dengan waktu yang berbeda, contohnya GSM [3].

Gambar 2.2 Prinsip Dasar TDMA

Teknik CDMA adalah temuan yang lebih baru dibandingkan dengan FDMA dan TDMA. Teknik CDMA berawal pada tahun 1949 ketika Claude


(27)

Shannon dan Robert Pierce (yang banyak jasanya untuk kemajuan teknologi telekomunikasi saat ini) menyampaikan ide dasar CDMA. Teknik ini merupakan temuan yang brilian karena kanal yang satu dengan lainnya tidak dibedakan dari frekuensi/FDMA atau waktu/TDMA yang secara awam lebih mudah dipahami, melainkan dengan perbedaan kode. Kode ini dikenal dengan pseudorandom code sequence. Cara kerja dari CDMA ini adalah dengan menebar/menggunakan kode-kode pada satu frekuensi yang lebih besar dari FDMA dan TDMA dan penggunaan waktu yang bersamaan. Jadi tiap panggilan diwakili satu kode pada frekuensi dan waktu yang sama. Jika ada beberapa frekuensi yang digunakan maka merupakan kombinasi FDMA-CDMA. Sistem yang memakai akses jamak ini adalah CDMA2000 1x. Jadi pada CDMA, seluruh pelanggan menggunakan frekuensi yang sama pada waktu yang sama [3].

CDMA juga disebut DSSS (Direct Sequence Spread Spectrum) yang

merupakan salah satu dari dua jenis teknik murni SSMA (Spread Spectrum

Multiple Access). Jenis lainnya dikenal sebagai FHSS (Frequency Hopping Spread Spectrum). Kedua jenis ini tergolong SSMA karena sinyalnya tersebar (spread) pada spektrum pita frekuensi yang lebar. Penyebaran sinyal diperoleh akibat proses perkalian data input (yang mempunyai waktu perubahan lambat) dengan kode PN (yang mempunyai waktu perubahan cepat) [2].

Walaupun pita frekuensinya lebar, tegangan sinyal yang dihasilkan sangat kecil, menyerupai noise (derau) yang selalu menyertai gelombang radio. Sehingga apabila dimonitor oleh penerima lain, sinyal yang dipancarkan oleh


(28)

ketiadaan sinyal pancar) yang tidak mengganggu sinyal lain. Sifat CDMA yang lain adalah kemampuannya untuk tahan terhadap jamming (penutupan oleh sinyal yang lebih kuat) pada pita frekuensi sempit. Hal ini terjadi karena jamming pada pita frekuensi sempit itu tidak akan mengganggu sinyal-sinyal CDMA yang tersebar di pita frekuensi lain [2].

CDMA sebagai generasi terakhir pada sistem akses jamak terus berkembang sehingga sampai saat ini telah ada beberapa generasi CDMA, yaitu :

1. IS-95 A 2. IS-95 B

3. CDMA2000 1x

4. CDMA2000 1X EVDO REV-0, REV-A, REV-B 5. CDMA 2000 EVDV

Perkembangan generasi CDMA ini diperlihatkan seperti pada Gambar 2.3 [4]..


(29)

CDMA2000 merupakan salah satu teknologi sistem selular generasi ketiga yang kini sedang berkembang. Nilai 1x pada CDMA2000 1x menunjukkan bahwa bandwidth yang dipakai adalah 1x1.25 Mhz. Sehingga 1x menunjukkan 1.25 Mhz.

CDMA2000 1x selanjutnya dikembangkan menjadi CDMA2000 EV-DO (Evolution Data Only) dan CDMA2000 EV-DV (Evolution Data and Voice). Hal ini bertujuan agar dapat melayani komunikasi data yang jauh lebih cepat dari CDMA2000 1x biasa.Untuk sistem CDMA2000 1x, kecepatan transfer data maksimum sebesar 153 Kbps sedangkan pada sistem CDMA2000 EV-DO sebesar 2,4 Mbps. Untuk EVDO Rev-A kecepatan transfer datanya bisa mencapai 3,1 Mbps untuk downlinknya sedangkan untuk uplinknya kecepatannya dapat mencapai 1,8 Mbps. Pada EVDO REV-B kecepatan transfer data maksimumnya dapat mencapai 9,3 Mbps untuk downlinknya dan untuk kecepatan pada uplinknya dapat mencapai 5,4 Mbps [4].

2.3 Karakteristik CDMA

Menurut Muhammad Wicaksono (Spread Spectrum) CDMA adalah

teknik multiple access yang berdasar pada sistem komunikasi spread spectrum.

Spread spectrum adalah teknik modulasi dengan menebarkan energi sinyal

bandwidth yang jauh lebih besar untuk menyalurkan informasi dengan bandwidth

sempit.

Teknik spread spectrum yang umum dipakai adalah : 1. Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS)


(30)

2. Frequency Hopping Spread Spectrum (FH-SS)

Pada CDMA2000 1x teknik spread spectrum yang dipakai adalah Direct Sequence Spread Spectrum, dimana pada saat spreading informasi digital, data

binary di scrambling dengan PN sequence untuk menghasilkan sinyal yang akan dipancarkan. Pada sisi penerima, sinyal yang diterima akan di de-scrambling

dengan PN sequence dimana syarat pada proses despreading ini adalah PN

sequence transmitter = PN sequence receiver (terjadi sinkronisasi). Kemudian proses recovery informasi akan dihasilkan. Proses Direct Spread Spectrum

diperlihatkan pada Gambar 2.4 [5].

Gambar 2.4 Sistem Direct Sequence Spread Spectrum

Sistem komunikasi spread spectrum sebagai salah satu sistem komunikasi digital, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sistem komunikasi analog, yaitu :

a. Lebih kebal terhadap jamming (penutupan oleh sinyal yang lebih kuat). b. Mampu menekan interferensi.

c. Dapat dioperasikan pada level daya yang rendah. d. Kemampuan multiple access secara CDMA.


(31)

e. Kerahasiaan lebih terjamin.

Ranging adalah mengukur jarak transmisi untuk mengetahui kapan sinyal yang dikirim akan sampai di receiver [3].

2.4 Sifat-Sifat Code Division Multiple Access (CDMA)

Pada dasarnya sistem selular Code Division Multiple Access (CDMA) memiliki berbagai sifat antara lain :

1) Multi Diversitas

Diversitas adalah usaha untuk mengurangi fading. Ada tiga tipe diversitas yang sering digunakan yaitu diversitas waktu, frekuensi, dan ruang.

2) Daya pancar yang rendah

Disamping peningkatan kapsitas secara langsung, hal lain adalah menurunnya Eb/E0 yang dibutuhkan untuk mengatasi noise dan interferensi. Ini berarti penurunan level daya pancar yang dibutuhkan. 3) Keamanan (privacy)

Bentuk pengacakan sinyal pada sistem Code Division Multiple Access

(CDMA) memungkinkan tingka privacy yang tinggi. Meskipun sistem

Code Division Multiple Access (CDMA) sudah memiliki tingkat

privacy yang tinggi, system isi masih tetap mungkin untuk dikembangkan dengan menggunakan teknik pengacakan (encryption) yang ada.

4) Soft Handover


(32)

secara bersama-sama. 5) Kapasitas

Pada system Code Division Multiple Access (CDMA) kapasitas yang besar diperoleh terutama karena frekuensi yang sama dapat dipakai oleh semua sel.

6) Deteksi Aktivitas Suara

Pada komunikasi full duplex dua arah, aktivitas percakapan (duty cycle) biasanya hanya sekitar 40%, sisa waktu lainnya dipakai untuk mendengar. Karena pada system Code Division Multiple Access (CDMA) semua pengguna memakai kanal yang sama, maka bila ada pengguna yang tidak sedang berbicara, akan menyebabkan berkurangnya interferensi sekitar 60%. Hal ini berakibat berkurangnya daya rata-rata yang dipancarkan oleh Mobile Station (MS).

7) Peningkatan Kapasitas dengan Sektorisasi

Pada system Code Division Multiple Access (CDMA) sektorisasi digunakan untuk meningkatkan kapasitas. Dengan membagi sel menjadi tiga sektor maka diperoleh kapasitas hampir tiga kalinya.

8) Soft Capacity

Pada sistem Code Division Multiple Access (CDMA),hubungan antara jumlah pengguna dengan tingkat pelayanan (grade of service) tidak begitu tajam. Sebagai contoh operator dari sistem dapat mengijinkan meningkatnya bit error rate sampai batas toleransi tertentu, dengan demikian terjadi peningkatan jumlah pelanggan yang dapat dilayani


(33)

selama jam tersibuk. Kemampuan ini sangat berguna khususnya untuk mencegah terjadinya pemutusan pembicaran pada proses Handover

karena kekurangan kanal. Pada sistem Code Division Multiple Access

(CDMA), panggilan tetap dapat dilayani dengan peningkatan bit error rate yang masih dapat diterima sampai panggilan lain berakhir [1].

Kelemahan sistem CDMA (Code Division Multiple Access)

a. Daya yang diterima oleh stasiun utama dari pengguna dekat lebih tinggi dibandingkan dengan daya yang diterima dari pengguna yang lokasinya jauh.

b. Untuk penerimaan yang benar, kesalahan sinkronoisasi dari urutan kode yang dibangkitkan dan urutan kode yang diterima kecil.

c. Penggunaan yang dekat dengan stasiun utama akan membangkitkan

interferensi yang besar bagi pengguna yang jauh dari stasiun utama sehingga menyulitkan penerimaan sinyal [1].


(34)

BAB III

PERFORMANSI CDMA 3.1 Umum

Performansi jaringan adalah proses peningkatan kualitas jaringan radio CDMA dalam pemenuhan coverage, quality, dan capacity, baik pada single dan

multiple cell site environment untuk performance RF network yang meliputi proses drive test, analisis data drive test, audit BTS, adjustment /Tunning Network serta monitoring Radio Base Station (RBS) dari suatu jaringan yang

sudah ada untuk mendapatkan kriteria jaringan yang baik dan bagus.

Performance dilakukan setelah Network Planning selesai dan komplet. Gambar 3.1 merupakan faktor kunci dalam pertimbangan performansi jaringan secara umum [8].


(35)

Kualitas (Quality)

Kualitas suara didasarkan pada kemampuan jaringan memberikan tingkat kualitas suara yang dapat diterima dengan baik dengan metode MOS dan merupakan informasi komplemen dari cakupan layanan.

Cakupan (Coverage)

Coverage atau cakupan mengandung arti suatu area yang masih berada dalam wilayah layanan dari sel base station tersebut. Komunikasi yang menghubungkan baik dalam arah forward maupun reverse harus berada dalam kondisi sama baiknya.

Kapasitas (Capacity)

Kapasitas pelanggan yang dapat dilayani oleh satu frekuensi pembawa sistem CDMA dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti coding rate yang digunakan [8].

3.2Performansi Pada RBS

Sistem CDMA memiliki 3 bagian utama yaitu : Base Station Subsystem

(BSS), Circuit Core Network (CCN), dan Packet Core Nework (PCN). Diluar komponen tersebut terdapat subscriber device (SD), yang merupakan sisi

pelanggan dan Network Management Subsystem (NMS) [10]. Pada jaringan

CDMA, Bagian yang terhubung langsung dengan pelanggan adalah BSS. BSS terdiri dari BSC dan RBS yang saling terhubung satu dan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui performansi dari suatu jaringan dapat dilakukan dengan cara mengukur performansi dari RBS. Data data performansi dari RBS


(36)

dapat diukur pada BSC yang mengendalikannya. Hal itu karena setiap trafik yang masuk RBS akan melewati BSC baik suara maupun data [6].

3.2.1 Parameter Performansi RBS

Sistem CDMA 2000 memisahkan trafik suara dan data. Trafik suara ditangani secara circuit switch melalui fundamental chanel,sedangkan trafik data ditangani secara packet switch melalui supplemental channel. Dengan demikian pada RBS terdapat dua kelompok paramater penting yaitu suara dan data. Performansi dari RBS dapat diketahui dengan cara mengkur parameter performansi RBS pada Base Station Control (BSC). Parameter ini antara lain berupa set up failure rate,

drop rate dan occupancy [6].

3.2.2 Proses Performansi RBS

Operator jaringan sering tidak siap dalam menangani pembengkakan jumlah pelanggan dan trafiknya, sehingga banyak pelanggan yang gagal. Evaluasi terhadap performa dari suatu RBS belum banyak dilakukan, yang dilakukan adalah pencatatan data data RBS meliputi data koneksi dan trafik dengan tujuan sebagai informasi pelengkap apabila terdapat gangguan RBS.

Apabila pelanggan ingin melakukan panggilan, maka pelanggan akan terhubung dengan RBS baik komunikasi suara dan data. Dari RBS akan diteruskan ke BSC yang mengendalikan RBS tersebut. Setelah sampai BSC maka antara suara dan data akan dipisahkan, suara dan data diteruskan ke MSC oleh


(37)

packet control function (PCF). Keduanya adalah bagian dari BSC. Dari MSC maka trafik suara akan diteruskan ke PSTN atau MSC lain, trafik data diteruskan oleh IWF ke PDN (Public Data Network). Sedangkan trafik packet data diteruskan ke PDN oleh PSDN/PCN [6].

3.2.3 Dasar Pengukuran Performansi RBS

Radio Base Station (RBS) merupakan komponen jaringan CDMA yang berhubungan langsung dengan pelanggan, sehingga secara umum kehandalan jaringan dapat dilihat dari RBS. Oleh karena itu setiap RBS harus memiliki performansi yang prima.Parameter performansi yang diukur adalah tingkat kegagalan koneksi anatara BSC, RBS, dan pelanggan (Set up Failure Ratio), tingkat kegagalan koneksi yang terbangun (drop ratio) dan tingkat kepadatan trafik (occupancy). Cara perhitungannya dapat dihitung dengan rumus [6] :

SFR = set-up failure/ total set-up × 100% (3.1)

Drop Ratio = total drop/ total data call × 100% (3.2) SFR dihitung untuk koneksi suara dan data, sedangkan drop ratio untuk komunikasi data setelah koneksi terjadi, kadang kadang koneksi terputus ditengah secara tiba tiba, inilah yang disebut drop. Hal ini terjadi karena sistem

paket switch yang dipakai memungkinkan adanya paket paket yang hilang atau rusak. Semakin kecil drop ratio maka semakin bagus kehandalan jaringan dalam menangani trafik data. Untuk Occupancy, dihitung berdasarka trafikkeseluruhan.

Target untuk SFR adalah 20%, untuk drop ratio 30% dan untuk


(38)

penggunaan kanal cukup maksimal dan bagi pelanggan kualitas komunikasi masih cukup baik.

Untuk paket data, parameter yang digunakan adalah set up failure ratio dan drop ratio dengan rumus total call dapat dihitung dengan rumus [6]:

Total Call = PD-MO total set-up + PD-MT total set up – PD-MT set

up failure-PD-MO set up failure (3.3)

3.3 Pengertian Trafik

Trafik adalah perpindahan suatu benda dari suatu tempat ke tempat yang lain [12]. Trafikdalam seluler didefinisikan sebagai kumpulan panggilan telepon bergerak melalui suatu grup kanal dengan memandang durasi dan jumlah panggilan. Operator biasanya memiliki nilai batas persentase pemanggilan yang terblok (blocking rate) sehingga dapat ditentukan kebutuhan akan link yang diperlukan. Dengan menggunakan model trafik Erlang-B maka kita dapat menghitung probabilitas terjadinya bloking jika diketahui besarnya trafik dan jumlah link. Probalitas tersebut disebut juga Grade of Service (GOS) yang menunjukan kualitas jaringan. Untuk menjamin Keterhubungan dan perfomansi jaringan, maka harus beban jaringan harus diatur. Pengaturan beban jaringan harus menganilis kondisi trafik [11].

3.4 Analisis Trafik

Sebelum sebuah operator telepon berdiri, biasanya operator telah memiliki target jumlah pelanggannya. Lebih detail lagi dari jumlah pelanggan


(39)

tersebut operator melakukan kalkulasi, sehingga didapatkan business case yang rasional. Setelah itu barulah operator atau vendor yang akan membangun infrastruktur, serta melakukan perencanaan pembangunan jaringan. Hal yang sama juga dilakukan oleh operator yang akan melakukan ekspansi jaringannya.

Perencanaan pembangunan jaringan inti (core network) dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Pendefinisian kebutuhan jaringan (assesment).

2. Dimensioning, yaitu menganalisis dan melakukan perhitungan terhadap kebutuhan dari infrastruktur sesuai target yang telah dibuat.

3. Pembuatan master plan.

4. Pembuatan detil perencanaan seperti detil prosedur dan detil spesifikasi tiap-tiap element yang dibutuhkan [11].

3.4.1 Kebutuhan Trafik

Sebuah definisi kebutuhan jaringan biasanya dibagi perwilayah dengan mempertimbangkan jumlah target pelanggan disetiap wilayah, efektivitas perawatan, biaya-biaya dan lain-lain. Target-target dari kebutuhan juga biasanya didefinisikan per satuan waktu, sehingga pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap.

Kebutuhan dari trafik tersebut direpresentasikan dalam trafic profiles

yang terdiri dari parameter-parameter seperti: 1. Jam sibuk (busy hour)


(40)

3. Grade Of Service (GOS)

4. Call Setup Success Ratio (CSSR) 5. Mean Holding Time (MHT) 6. Persentase Occupancy.

Dari profil trafik tersebut barulah bisa dilakukan dimensioning.

Dimensioning yang terpenting adalah menentukan jumlah link atau trunk yang dibutuhkan dari element switching. Biasanya jumlah link dihitung dengan satuan

erlang. Erlang merupakan satuan tanpa dimensi yang digunakan untuk menunjukan intensitas lalu-lintas (trafic occupancy) suatu sistem telekomunikasi. Satu erlang biasanya didefinisikan sebagai penggunaan link/circuit oleh pemanggilan (call) selama 3600 detik secara kontinu dalam durasi satu jam. Contoh perhitungan erlang sederhana:

Jika terjadi 100 pemanggilan dalam satu jam, dengan masing-masing pemanggilan lamanya 2 menit. Maka pemakaian trafik dalam erlang adalah

Total durasi panggilan dalam sejam = 100 panggilan × 2 menit = 200 menit Trafik dalam sejam dalam erlangs = 200 menit/1jam

= 3.33 jam/1 jam =3.33 erlangs

Sejumlah trafik harus dilayani oleh sejumlah trunk atau link circuit dari switching, oleh sebab itu perlu ditentukan berpaa banyak link yang dibutuhkan untuk sejumlah trafik sehingga tidak terjadi panggilan yang terblok (blocked call)


(41)

karena keterbatasan link, yaitu saat jumlah link yang tersedia untuk melakukan pemanggilan lebih sedikit dari jumlah pemanggilan dalam saat yang bersamaan (kondisi sibuk) [9] .

3.4.2 Jam Sibuk (Busy Hour)

Jam sibuk dalam teori trafik adalah periode secara terus menerus dalam 1 jam dimana pada saat itu terjadi intensitas trafik yang paling tinggi. Ada tiga cara untuk mengetahui jam sibuk yaitu :

1. Time Consistent Busy Hour adalah jam sibuk yang memiliki rata-rata trafik tertinggi dalam 1 jam dalam periode lama.

2. Average Busy Season adalah periode dalam tiga bulan, tidak perlu berurutan tetapi hanya memiliki rata-rata trafik yang tinggi.

3. Average Busy Season Hour adalah rata-rata trafik dalam tiga bulan, yang tidak berurutan dengan memiliki rata-rata trafik yang tinggi dan datanya tidak termasuk dari hari-hari yang memiliki trafik yang sangat tinggi dan tidak termasuk akhir pekan yang trafiknya rendah.

Kegunaan pengukuran trafik pada jam sibuk adalah : 1. Mengetahui perilaku pelanggan.

2. Mengetahui kehandalan sistem suatu sentral. 3. Mengetahui kinerja sistem.

4. Mengetahui rasio keberhasilan suatu panggilan. 5. Menyediakan data-data untuk perencanaan. 6. Mengetahui tingkat occupancy [11].


(42)

3.4.3 Intensitas Trafik

Dalam usaha untuk menentukan jumlah kanal trafik sangat perlu untuk memperkirakan besar trafik yang dihasilkan oleh setiap pelanggan. Intensitas trafik dalam Erlang menyatakan jumlah rata-rata dari panggilan-panggilan yang terjadi secara bersamaan selama selang waktu satu jam [9]. Trafik rata-rata untuk setiap pelanggan dapat dihitung dengan rumus [13]:

A = (n × T)/ 3600 (3.4)

Dimana :

A = Intensitas Trafik (dalam Erlang)

T = Rata-rata waktu percakapan (dalam detik) n = Jumlah panggilan setiap jam dan pelanggan

Dari intensitas trafik tersebut dapat dihitung efisiensi sirkit (tingkat kepadatan) atau occupancy circuit. Occupancy circuit adalah persentase kondisi sirkit ketika digunakan oleh sejumlah panggilan yang berhasil dari besarnya kapasitas yang dapat ditampung.

3.4.4 Grade Of Service (GOS)

GOS merupakan perbandingan antara panggilan yang gagal dengan keseluruhan jumlah panggilan. Secara sederhana pengertiannya adalah sebagai berikut, untuk GOS sebesar 2% berarti dalam 100 panggilan akan terdapat 2 panggilan yang tidak mendapatkan saluran atau diblok oleh sistem. Dalam lingkungan wireless, target desain GOS adalah 2% atau 5%. [9]. Tabel GOS yang


(43)

diperlukan untuk mengetahui berapa kanal yang dibutuhkan untuk minimum GOS yang disyaratkan (lampiran hal 4). Berikut rumus perhitungan GOS [13]:

GOS =JumlahPanggilanYangGagal

TotalPanggilanSeluruhnya

× 100 %

(3.5)

Terdapat perbedaan antara blocking rate dan blocking probability. Blocking rate

didefinisikan sebagai jumlah yang terukur dari suatu base station, sedangkan

blocking probability didefinisikan sebagai peluang suatu panggilan di-block

karena ketiadaan kanal bebas ke suatu base station. Pada sejumlah kanal ketika

beban bertambah maka blocking probability juga meningkat. Blocking

probability digunakan sebagai ukuran Grade Of Service (GOS) [11].

3.4.5 Call Setup Success Ratio (CSSR)

Call setup success ratio (CSSR) adalah perbandingan antara panggilan yang berhasil menduduki kanal trafik (call seizure) dengan jumlah percobaan melakukan panggilan (call attempt) . CSSR adalah parameter yang menyatakan besarnya suatu panggilan yang berhasil dibangun. Berikut rumus perhitungan CSSR [9].

CSSR

=

JumlahPanggilanyangberhasilmendudukiKanal

Jumlahpercobaanpanggilan

× 100 %

(3.6)

Secara teori CSSR yang baik berarti panggilan yang berhasil menduduki kanal makin besar, tapi pada kenyataannya panggilan tidak selalu dapat menduduki kanal, hal ini bisa disebabkan jaringan yang sedang penuh.


(44)

3.4.6 Mean Holding Time (MHT)

Mean Holding Time adalah rata-rata waktu penggunaan jalur trafik (kanal) tiap panggilan. Yang disebut sebagai jalur trafik adalah suatu rangkaian dimana suatu komunikasi individual bisa dilewatkan. Berikut rumus perhitungan MHT [11]:

MHT

=

InsentitasTra�ik

×60menit

Total����������� ×1erlang (3.7)

Dimana:

MHT = Rata-rata waktu penggunaan jalur trafik tiap panggilan

(menit/panggilan)

Intensitas Trafik = Total trafik yang berhasil menduduki kanal (incoming+outgoing) (erlang)

Total Call Attempt = Total dari jumlah panggilan yang akan menduduki kanal (incoming + outgoing).

3.4.7 Persentase Occupancy

Setiap daerah memiliki tingkat kepadatan trafik yang berbeda-beda. Pada daerah perkotaan, biasanya memiliki tingkat kepadatan trafik yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Jadi yang dimaksud occupancy disini adalah kepadatan trafik yang terjadi padas suatu BTS. Untuk menghitung persentase occupancy digunakan rumus [11]:

% Occupancy

=

IntensitasTra�ikhasilpengamatan


(45)

Jika tingkat occupancy untuk sebuah BTS meningkat, maka pihak operator akan melakukan evaluasi terhadap besarnya kapasitas saluran, dan dapat segera melakukan penambahan jumlah kanal ke BTS tersebut sehingga akan memperkecil persentase occupancy pada BTS tersebut.

3.5 Jenis Trafik

Dalam bidang telekomunikasi dikenal 3 jenis trafik, yaitu:

a. Offered Trafic (Ao), yaitu trafik yang ditawarkan atau yang mau masuk ke jaringan.

b. Carried Trafic (Ac), yaitu trafik yang dimuat atau yang mendapat saluran. c. Rejected Trafic (Ar), yaitu trafik yang ditolak oleh system jaringan. Gambar 3.2 merupakan menunjukan arsitektur jaringan CDMA [10].

AO AC

Ar

G = Element Gandeng (switching network)

Gambar 3.2 Arsitektur Jaringan CDMA

Dalam perencanaan suatu BTS, jumlah kanal yang harus diinstalasi tidaklah mungkin sebesar jumlah semua panggilan yang berada dalam jangkauan layanan BTS tersebut, dengan demikian akan ada kemungkinan sejumlah


(46)

pangglan yang akan ditolak pada saat semua saluran digunakan. Untuk menghitung offered traffic digunakan rumus [9]:

Offered Traffic (Ao) = Carried Traffic (Ac) + Lost Traffic (Ar) (3.9)

Untuk menentukan jumlah panggilan yang dilayani oleh jaringan yang memiliki traffic carried (Ac) dan traffic rejected (Ar) tergantung pada :

a. Panggilan Yang Dilayani

Panggilan yang dilayani tergantung dari besar traffic carried (Ac). Untuk menentukan traffic carried dapat digunakan rumus [11]:

Call Max = ��������������

Tra�ikPerPelanggan (3.10)

b. Panggilan Yang Ditolak

Besar panggilan yang ditolak tergantung dari besarnya Grade Of Service

(GOS). Untuk menentukan call rejected dapat digunakan rumus [11]:

Call Rejected =Tra�ik�������Per��������Pelanggan

(3.11)

3.6 Kondisi Dan Spesifikasi RBS CDMA

Pada RBS CDMA yang dijadikan objek penelitian yaitu site Alfalah (ALF), site Helvetia (HEL) dan site Komplek Astra (KPA) memiliki 3 sector, yaitu

sector 1, sector 2 dan sector 3, jarak antara sector sebesar 1200 dan masing-masing memiliki satu frekuensi pembawa, dan jumlah kanal elemen sebanyak 32 kanal elemen. Karena 3 kanal elemen digunakan sebagai paging, synchronize dan


(47)

3.7 Jenis Data Yang Dibutuhkan

Untuk menganalisis dan mengevaluasi diambil 3 sampel RBS yang mewakili daerah yang berbeda-beda yaitu site Alfalah (ALF), site Helvetia (HEL) dan site Komplek Astra dimana penganalisaan meliputi parameter total call, drop rate dan occupancy. Data yang dibutuhkan adalah :

1. Total Paket Data Call Dan Voice Call

Dari data-data yang ada dapat ditentukan parameter-parameter SFR (setup failure rate) baik untuk mobile originating (MO) dan mobile terminating

(MT) kemudian dapat dihitung berapa total call tiap sector. Untuk paket data dihitung SFR (setup failure rate) dan drop ratio sedangkan untuk paket suara dihitung SFR tanpa drop ratio.

2. Drop Ratio

Dari data-data yang ada dapat ditentukan total drop rate dari sisi mobile originating (MO) dan mobile terminating (MT).

3. Occupancy

Data Occupany yang dibutuhkan adalah : a. Jumlah Kanal Elemen

Kapasitas kanal elemen yang terpasang perlu diketahui untuk mempermudah dan menganalisis jaringan. Kurangnya kanal elemen yang terpasang dapat mengakibatkan terjadinya congestion circuit. Congestion circuit adalah kondisi dimana jaringan tidak dapat lagi menampung panggilan yang datang.


(48)

Jumlah panggilan keluar dan panggilan yang masuk diperoleh dari hasil pemantauan jaringan trunk. Data tersebut menentukan trafic outgoing dan

trafic incoming.

c. Traffic Outgoing Dan Traffic Incoming

Data traffic outgoing dan traffic incoming yang dipantau secara otomatis selama adanya panggilan yang keluar dan panggilan yang masuk. Data

traffic ini akan dijadikan bahan perhitungan dalam menentukan erlang

traffic serta kanal yang terpakai.

3.8 Metode Analisis Trafik

Dari data observasi yang didapat, maka diperlukan metode analisis trafik berupa perhitungan trafik atau pengolahan data trafik. Metode analisis trafik yang dilakukan adalah :

1. Call Setup Success Ratio (CSSR)

Jumlah panggilan yang berhasil menduduki kanal diperoleh dari hasil pemantauan jaringan. Penentuan data CSSR berdasarkan parameter outgoing call dan incoming call

2. Mean Holding Time (MHT)

Perhitungan waktu pendudukan (Mean Holding Time) bertujuan untuk

mengetahui jumlah waktu pengguna komunikasi pada saat menduduki saluran.


(49)

Rata-rata trafik setiap pelanggan didapat dari perhitungan waktu pendudukan dibagi 60 menit waktu pengamatan [9].

Trafik setiap pelanggan = MHT

60Menit

(3.12)

4. Tingkat Kepadatan Trafik (Occupancy)

Perhitungan tingkat kepadatan trafik (occupancy) didapat dari intensitas trafik dibagi dengan jumlah kanal elemen yang tersedia. Perhitungan ini digunakan untuk membandingkan hasil perhitungan dari data yang didapat dengan standarisasi occupancy.

3.9 Standarisasi Parameter Jaringan

PT.Indosat Indonesia dalam melakukan manajemen jaringan, memiliki standarisasi parameter yang digunakan sebagai pedoman bagi operator jaringan dalam melakukan manajemen jaringan.Parameter yang distandarisasikan adalah: 1. Setup Failure Rate (SFR)

Target untuk SFR adalah 20 %.

2. Drop Ratio

Target untuk drop ratio adalah 70%. 3. Call Setup Success Ratio (CSSR)

Call setup success ratio (CSSR) adalah perbandingan panggilan yang berhasil menduduki kanal trafik (call seizure) dengan jumlah percobaan melakukan panggilan (call attempt). CSSR yang baik adalah CSSR dengan nilai tinggi. Semakin tinggi berarti panggilan yang tidak mendapat kanal


(50)

semakin kecil. Operator CDMA menetapkan CSSR pada jaringannya minimal 98%.

Pengukuran jaringan dilakukan untuk mengetahui tingkat CSSR pada jaringan tersebut. Bila jaringan mendapat tingkat CSSR dibawah 98% maka akan dilakukan analisis terhadap jaringan tersebut untuk mengetahui penyebab kecilnya tingkat CSSR pada jaringan tersebut.

4. Tingkat Occupancy

PT.Indosat menetapkan tingkat persentase occupancy tertinggi pada jaringannya adalah 70%. Batasan tingkat occupancy tersebut ditetapkan untuk menjaga kualitas layanan yang diberikan. Karena bila jaringan

memiliki persentase occupancy yang melebihi 70% perlu dilakukan

perencaan occupancy jaringan. 5. Grade Of Service (GOS)

PT.Indosat menetapkan Grade Of Service (GOS) sebesar 2% untuk semua jaringan yang dimilikinya. GOS menggambarkan tingkat penanganan trafik yang sangat bergantung kepada jumlah perangkat yang dioperasikan atau kualitas layanan dan merupakan tingkat kegagalan panggilan yang dinyatakan dalam persentase.

Dalam prakteknya GOS merupakan perbandingan panggilan yang tidak dapat dilayani. Panggilan-panggilan yang tidak terlayani tersebut terjadi karena pertimbangan ekonomis pada peralatan sentral. Besarnya GOS untuk sejumlah panggilan identik dengan probabilitas trafik yang ditolak. Sebagai contoh bila GOS pada jaringan 2%, ini artinya apabila ada 100 panggilan


(51)

yang datang secara bersamaan maka akan terdapat 2 panggilan yang ditolak.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum

Pada bab ini ditampilkan data data yang ada pada BSC MEDAN1 dimana diambil 3 sampel RBS yang mewakili daerah yang berbeda beda yaitu Alfalah (ALF), Helvetia (HEL), Komplek Astra (KPA) dan data yang ditampilkan dari tanggal 07 November 2012 hingga 13 November 2012. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya dilakukan penganalisaan meliputi parameter

packet data (total call, drop rate dan occupancy) dan packet suara (total call dan

occupancy).

Untuk tingkat kepadatan trafik (occupancy) dihitung berdasarkan trafik keseluruhan (suara dan data) dan langkah awal untuk menganalisis tingkat kepadatan trafik (occupancy) yang tinggi adalah mengetahui standart tingkat

occupancy berdasarkan parameter Grade Of Service (GOS) yang ditentukan operator dengan menggunakan model trafik Erlang-B, kemudian langkah selanjutnya adalah mengambil data trafik pada jam sibuk yaitu pukul 15.00-16.00, kemudian dari data-data tersebut dapat dianalisis dan diambil langkah untuk melakukan performansi occupancy dan melakukan perbandingan yang mengacu pada batasan-batasan yang telah ditentukan PT.Indosat.

4.2 Packet Data

Didalam menghitung paket data parameter yang digunakan adalah set up failureratio dan drop ratio berdasarkan rumus 3.1 sampai 3.3 :


(53)

SFR = set-up failure / total set-up × 100 %

Drop Ratio = total drop / total drop call × 100 %

Total call = PD-MO total set up + PD-MT total set up- PD-MT set up failure -PD-MO set up failure

Dari data data yang ada dapat ditentukan parameter parameter-parameter SFR dan drop ratio baik untuk mobile originating (MO) dan mobile terminating

(MT). Dengan contoh perhitungan RBS Alfalah (ALF) diambil sampel hari

Kamis, 8/11/12, sector 3.

Untuk menentukan nilai SFR didapat dengan membagikan nilai setup failure (SF) dengan total setups (TS) baik untuk mobile originating (MO) dan

mobileterminating (MT) berdasarkan rumus 3.1. SFR PD-MO = 2/89 × 100 %

= 2.25 % SFR PD-MT = 1/11 × 100 %

= 9.09 %

Lalu tentukan nilai total call yang didapat dengan menjumlahkan total setups

(TS) dikurang setup failure (SF) untuk MO dan MT berdasarkan rumus 3.3. Total Calls = 89+11-1-2

= 97

Sehingga didapat drop rate yang didapat dengan membagikan nilai total drop (TD) dengan total calls (TC) menggunakan persamaan 3.2.

Drop Rate = 4/97 × 100 % = 4.12 %


(54)

4.2.1 Analisa Packet Data RBS, Drop Ratio Alfalah (ALF) a. Analisa Packet Data

Setelah dilakukan perhitungan secara menyeluruh packet data call RBS Alfalah (ALF) selama 1 minggu. Tabel 4.1 menunjukan hasil penelitian pengamatan yang dianalisa.

Tabel 4.1 Packet Data ALF

BSC Medan1 Packet Data

PD-M.O PD-M.T Site

Name

SN Date TD TC DR

(%)

SF TS SFR

(%)

SF TS SFR

(%)

ALF 1 07/

11/ 12

3 110 2.73 1 45 2.22 1 67 1.49

ALF 2 56 201 27.86 0 92 0 0 109 0

ALF 3 24 131 18.32 0 74 0 1 58 1.72

ALF 1 08/

11/ 12

0 99 0 0 70 0 0 29 0

ALF 2 2 147 1.36 0 129 0 0 18 0

ALF 3 4 97 4.12 2 89 2.25 1 11 9.09

ALF 1 09/

11/ 12

0 195 0 0 156 0 0 39 0

ALF 2 12 208 0.48 0 128 0 0 80 0

ALF 3 27 193 1.03 1 132 0.76 1 63 1.59

ALF 1 10/

11/ 12

0 176 0 0 150 0 0 26 0

ALF 2 6 141 4.26 0 81 0 1 61 16.40

ALF 3 1 106 0.94 0 49 0 0 57 0

ALF 1 11/

11/ 12

12 144 0 0 40 0 0 104 0

ALF 2 39 143 2.80 0 101 0 1 43 2.32

ALF 3 56 73 2.74 0 46 0 0 27 0

ALF 1 12/

11/ 12

9 219 0 0 198 0 0 21 0

ALF 2 18 45 2.22 1 28 3.57 0 18 0

ALF 3 7 92 7.60 0 47 0 0 45 0

ALF 1 13/

11/ 12

3 136 2.20 0 65 0 1 71 1.41

ALF 2 22 39 2.56 0 27 0 0 12 0

ALF 3 3 95 3.16 0 58 0 0 37 0

Total 304 2790 10.90 5 1805 0.27 7 997 0.70

Keterangan :

SN = Sector Name

TD = Total Drop

TC = Total Call

DR = Drop Rate (%) SF = Setups Failures


(55)

TS = Total Setups

SFR = Set up Failure Rate (%)

PD-M.O = Packet Data-Mobile Originating

PD-M.T = Packet Data-Mobile Terminating

Dari data Tabel 4.1 Packet Data RBS ALF diatas dapat dibuat grafik 4.1 total

data call selama 7 hari pengamatan.

Grafik 4.1 Total Data Call RBS ALF

Berdasarkan Grafik 4.1 dapat dilihat untuk komunikasi data pada RBS ALF penggunanya cukup banyak yakni 133 call/hari/sektor, paling banyak di sektor 1 yakni rata-rata 51 call/hari/sektor. Drop ratio keseluruhan 10.90% (sangat baik) dan SFR keseluruhan < 1% (sangat baik) dimana PT.Indosat mempunyai target untuk drop ratio maksimal 30 % dan SFR maksimal 20 %. Hal ini berarti tidak ada masalah di RBS itu sehingga bagusnya tingkat koneksi data

0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 5 6 7

ju

m

la

h

Total data call november 2012

Sektor 3

Sektor 2


(56)

call. Semakin kecil drop ratio maka semakin bagus kehandalan jaringan dalam menangani trafik data dan bagi pelanggan kualitas komunikasi masih cukup baik.

b. Analisa Drop ratio

Berdasarkan Tabel 4.1 didapat total drop rate < 30% dan drop rate disini sangat baik karena dibawah target dari provider, terlihat pada pengukuran hari ke 2 s.d 8 tingkat drop ratio rendah tetapi pada pengukuran pertama tingkat drop ratio sedikit tinggi yakni pada sektor 2 dan 3 masing masing 27.86 % dan 18.32 tapi masih dalam kondisi normal karena masih dibawah target dari provider. Untuk RBS ALF kondisi rata-rata sudah baik jadi performansi tidak perlu dilakukan hanya pengecekan secara berkala. Grafik 4.2 menunjukan tingkat drop

RBS ALF selama 7 hari pengamatan

Grafik 4.2 Total Drop Rate RBS ALF

0 5 10 15 20 25 30

7 8 9 10 11 12 13

D

ro

p

Ra

te

(%

)

Tanggal

Total Drop Rate November 2012

sektor 1

sektor 2


(57)

4.2.2 Analisa Packet Data RBS , Drop Ratio Helvetia (HEL) a. Analisa Packet Data

Setelah dilakukan perhitungan secara menyeluruh Packet Data Call RBS Helvetia (HEL) selama 1 minggu, Tabel 4.4 menunjukan hasil penelitian pengamatan yang dianalisa.

Tabel 4.2 Packet Data HEL

BSC Medan1 Packet Data

PD-M.O PD-M.T

Site Name

SN Date TD TC DR

(%)

SF TS SFR

(%)

SF TS SFR

(%)

HEL 1 07/

11/ 12

1 22 4.55 12 31 38.71 9 30 30

HEL 2 22 66 33.33 45 67 67.17 12 56 21.43

HEL 3 12 75 16 34 89 38.20 23 43 53.49

HEL 1 08/

11/ 12

15 73 20.55 56 98 57.14 14 45 31.11

HEL 2 12 170 7.06 34 123 27.64 8 89 8.99

HEL 3 22 212 10.38 55 178 30.90 34 123 27.64

HEL 1 09/

11/ 12

0 28 0 45 56 80.36 18 35 51.43

HEL 2 34 137 24.82 77 145 53.10 65 134 48.51

HEL 3 1 56 1.79 1 34 2.94 0 23 0

HEL 1 10/

11/ 12

1 1 100 0 1 0 4 4 100

HEL 2 12 17 70.59 0 16 0 7 8 87.50

HEL 3 4 4 100 0 4 0 1 1 100

HEL 1 11/

11/ 12

3 44 6.82 23 45 51.11 12 34 35.30

HEL 2 12 134 8.96 67 156 42.95 78 123 63.41

HEL 3 0 22 0 34 44 77.27 22 34 64.71

HEL 1 12/

11/ 12

34 210 16.19 78 199 39.20 56 145 38.62

HEL 2 0 250 0 12 126 9.52 1 137 0.73

HEL 3 9 65 13.85 32 56 57.14 26 67 38.81

HEL 1 13/

11/ 12

27 59 45.76 38 78 48.72 26 45 57.78

HEL 2 1 28 3.57 9 17 52.94 3 23 13.04

HEL 3 19 66 28.78 37 51 72.5 24 76 31.58

Total 241 1757 13.72 689 1614 42.69 443 1275 34.75

Dari data Tabel 4.4 Packet Data HEL diatas dapat dibuat grafik 4.3 total data call selama 7 hari pengamatan.


(58)

Grafik 4.3 Total Data Call RBS HEL

Berdasarkan grafik 4.3 total call di RBS juga cukup banyak, lonjakan terlihat pada hari ke 2 sector 3 dimana terdapat 212 call/hari/sector dengan drop call yang cuma 10.38 persen dan juga hari ke enam dengan call success 100% menunjukan sangat bagus koneksi disini, tapi disisi M.O (Mobile Originating) dan M.T ( Mobile Terminating) tingkat SFR total sangat tinggi yakni >70% hal ini menyebabkan Drop Rate yang sangat tinggi pula pada pengukuran hari ke 4 ditunjukan grafik 4.3, Lonjakan SFR yang tinggi ini disebabkan masalah terminal CDMA perlu dilakukannya pemeriksaan secara berkala baik itu drive test untuk

performansi yang baik.

b. Analisa Drop Ratio

Berdasarkan tabel 4.2 tingkat drop ratio sangat baik dengan total drop rate

13.72%, tetapi pada pengukuran ke 4 drop ratio mencapai 100 % di sektor 1 dan sektor 3, ini disebabkan terdapat permasalahan perangkat dari sisi power control. Grafik 4.4 menunjukan tingkat drop RBS HEL selama 7 hari pengamatan

0 100 200 300 400 500 600

1 2 3 4 5 6 7

ju

m

la

h

Total Data Call November 2012

Sektor 3 Sektor 2 Sektor 1


(59)

Grafik 4.4 Total Drop Rate RBS HEL

4.2.3 Analisa Packet Data RBS, Drop Ratio Komplek Astra (KPA) a. Analisa Packet Data

Setelah dilakukan perhitungan secara menyeluruh Packet Data Call RBS Komplek Astra (KPA) selama 1 minggu. Tabel 4.6 menunjukan data hasil penelitian pengamatan yang dianalisa :

Tabel 4.3 Packet Data KPA

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7

D r o p Ra te (% ) Tanggal

Total Drop Rate November 2012

SEKTOR 1

SEKTOR 2

SEKTOR 3

BSC Medan1 Packet Data

PD-M.O PD-M.T

Site Name

SN Date TD TC DR

(%)

SF TS SFR

(%)

SF TS SFR

(%)

HEL 1 07/

11/ 12

10 49 20.41 1 31 3.23 1 20 5

HEL 2 1 8 12.50 0 5 0 2 5 40

HEL 3 2 16 12.50 2 12 16.67 1 7 14.29

HEL 1 08/

11/ 12

8 10 80 0 7 0 3 4 75

HEL 2 1 27 3.70 1 23 4.35 2 7 28.57

HEL 3 3 47 6.38 1 34 2.94 1 15 6.67

HEL 1 09/

11/ 12

4 58 6.90 0 39 0 2 21 9.52

HEL 2 2 28 7.14 1 12 8.33 0 17 0

HEL 3 2 24 8.33 1 23 4.35 0 2 0

HEL 1 10/

11/ 12

2 35 5.71 1 22 4.55 0 14 0


(60)

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa komunikasi data pada RBS KPA penggunanya jauh lebih sedikit dibandingkan RBS HEL dan RBS ALF yakni rata rata hanya 28 call/hari/sector. SFR keseluruhan <10 % (sangat baik). Grafik 4.6 menunjukan total data call RBS KPA

Grafik 4.5 Total Data Call RBS KPA

b. Analisa Drop Ratio

Drop ratio keseluruhan < 10 % (sangat baik) tapi di pengukuran hari ke 2 sector 1 dan pengukuran hari ke 7 sector 2 tingkat drop call disini sangat besar

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7

jum

la

h

Total Data Call November 2012

sektor 3

sektor 2

sektor 1

BSC Medan1 Packet Data PD-M.O PD-M.T

Site Name

SN Date TD TC DR

(%)

SF TS SFR

(%)

SF TS SFR

(%)

HEL 1 11/

11/ 12

0 30 0 0 13 0 0 17 0

HEL 2 0 15 0 0 6 0 0 9 0

HEL 3 0 46 0 0 25 0 0 21 0

HEL 1 12/

11/ 12

0 49 0 0 21 0 0 28 0

HEL 2 0 16 0 0 10 0 0 6 0

HEL 3 0 34 0 0 15 0 0 19 0

HEL 1 13/

11/ 12

1 6 16.67 0 5 0 1 1 100

HEL 2 9 10 90 0 10 0 0 0 0

HEL 3 2 36 5.56 0 36 0 0 0 0


(61)

ditunjukan grafik 4.6, hal ini berarti masalah RBS ini bukan pada kapasitas tapi lebih ke sistem. SFR keseluruhan <10 % (sangat baik).

Grafik 4.6 Total Drop Rate RBS KPA

4.3 Analisa Packet Suara

Didalam menghitung koneksi suara, perhitungan yang digunakan sama seperti paket datatetapi tanpa parameter drop ratio dikarenakan drop ratio hanya untuk paket data dikarenakan dalam koneksi data sering terjadi koneksi terputus ditengah secara tiba tiba.

4.31 Analisa Packet Suara RBS Alfalaf (ALF)

Dari data data yang ada dapat ditentukan parameter parameter-parameter SFR untuk mobile originating (MO) dan mobile terminating (MT). Setelah dilakukan perhitungan secara menyeluruh Paket Voice Call RBS Alfalah (ALF) selama 1 minggu, tabel 4.4 menunjukan data hasil penelitian pengamatan yang

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5 6 7

ju

ml

a

h

Tanggal

Total Drop Rate November 2012

sektor 1

sektor 2


(62)

Tabel 4.4 Packet Suara ALF

BSC Medan1 Packet Suara

PS-M.O PS-M.T

Site Name

SN Date TC SF TS SFR

(%)

SF T S SFR

(%)

ALF 1 07/ 11/ 12

2568 67 1450 4.62 49 1237 3.96

ALF 2 1995 87 1158 7.51 60 984 6.10

ALF 3 3000 45 1618 2.78 29 1456 1.99

ALF 1 08/ 11/ 12

2024 67 1299 5.16 98 890 11.01

ALF 2 1952 89 1459 6.10 202 784 25.77

ALF 3 3834 102 2153 4.74 108 1891 5.71 ALF 1 09/

11/ 12

2697 145 1693 8.56 198 1347 14.41 ALF 2 2410 134 1298 10.32 102 1348 7.57 ALF 3 2473 190 1729 10.99 158 1092 14.47 ALF 1 10/

11/ 12

1372 157 890 17.64 129 768 16.80 ALF 2 1671 139 1217 11.42 87 680 12.80 ALF 3 2551 190 1891 10.05 130 980 13.27 ALF 1 11/

11/ 12

1651 169 1272 13.29 116 664 16.57 ALF 2 1534 140 1082 12.94 189 781 24.20 ALF 3 2015 210 1256 16.72 129 1098 11.75 ALF 1 12/

11/ 12

2806 190 1765 10.76 147 1378 10.67 ALF 2 1576 234 1090 21.47 159 879 18.09 ALF 3 1217 278 890 31.24 198 803 24.66 ALF 1 13/

11/ 12

2322 209 1398 14.95 169 1302 12.98 ALF 2 1726 298 1234 24.15 190 980 19.39 ALF 3 3158 345 1902 18.14 278 1879 14.80 Total 46555 3485 29744 11.72 2925 23221 12.60

Berdasarkan tabel 4.4 pengguna komunikasi suara di RBS ALF cukup banyak yakni rata rata 2216/hari/sektor paling banyak di sector 3, SFR menunjukan >>20 % dan kondisi SFR ini dikatakan buruk hal ini disebabkan terhalang bangunan-bangunan yang tinggi ataupun akibat masalah perangkat

power control sehingga perlu diadakan pengecekan secara berkala. Grafik 4.7 menunjukan total voice call RBS ALF.


(63)

Grafik 4.7 Total Voice Call RBS ALF

4.3.2 Analisa Packet Suara RBS Helvetia (HEL)

Setelah dilakukan perhitungan secara menyeluruh Paket Voice Call RBS Helvetia (HEL) selama 1 minggu, tabel 4.5 menunjukan data hasil penelitian pengamatan yang dianalisa.

Tabel 4.5 Packet Suara HEL

BSC Medan1

Packet Suara

PS-M.O PS-M.T

Site Name

SN Date TC SF TS SFR (%)

SF T S SFR (%)

HEL 1 07/ 11/ 12

1618 45 901 4.99 19 781 2.43

HEL 2 2404 89 1329 6.70 81 1245 6.51

HEL 3 1834 79 1090 7.25 67 890 7.53

HEL 1 08/ 11/ 12

3561 69 1981 3.48 29 1678 1.73

HEL 2 2210 80 1256 6.37 67 1101 6.09

HEL 3 1583 109 990 11.01 87 789 11.03

HEL 1 09/ 11/ 12

2822 80 1723 4.64 59 1238 4.77

HEL 2 1620 29 908 3.19 40 781 5.12

HEL 3 2161 76 1267 5.10 59 1029 5.73

HEL 1 10/ 11/ 12

1486 81 879 9.21 80 768 10.42 HEL 2 1953 192 1256 15.29 201 1090 18.44 HEL 3 3581 201 2100 9.57 109 1791 6.09 HEL 1 11/

11/

3265 87 1790 4.86 92 1671 5.51

HEL 2 3593 98 1980 4.95 70 1781 3.93

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

7 8 9 10 11 12 13

jum

la

h

Total Voice Call November 2012

sektor3

sektor2


(64)

BSC Medan1

Packet Suara

PS-M.O PS-M.T

Site Name

SN Date TC SF TS SFR (%)

SF T S SFR (%)

HEL 1 12/ 11/ 12

1754 91 1021 8.91 67 891 7.52

HEL 2 2357 101 1345 7.51 98 1211 8.09

HEL 3 1560 120 1001 11.99 102 781 13.06 HEL 1 13/

11/ 12

2469 102 1459 6.99 89 1201 7.41 HEL 2 2409 137 1381 9.92 120 1285 9.34

HEL 3 1244 120 789 15.21 98 673 14.56

Total 47570 2064 27677 7.46 1699 23656 7.18

Berdasarkan tabel 4.5 pengguna komunikasi suara rata-rata di RBS ALF sangat banyak yakni rata rata 2265/hari/sektor paling banyak di sector 3, SFR menunjukan <<20 % dan kondisi SFR ini dikatakan cukup baik. Grafik 4.8 menunjukan total voice call RBS ALF

Grafik 4.8 Total Voice Call RBS HEL

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

7 8 9 10 11 12 13

jum

la

h

Total Voice Call November 2012

sektor3

sektor2


(1)

2. Fan Unit

Bagian ini digunakan untuk menjaga suhu modul dalam perangkat.

3. CBIE

CBIE merupakan module yang menghubungkan sel ATM melalui kabel E1/T1 dari

sistem BSC. CBIE yang berfungsi menyediakan 32 E1/T1 standar. Selain itu menyediakan

sebuah inverse multiplexing dalam kemampuan memproses ATM pada E1/T1 dan

mendukung ATM atas pembuatan E1. Pada module CBIE juga berfungsi untuk menampilkan

transmisi yang transparan atas Abis interface antara BTS dan BSC yang dihubungkan oleh

kabel E1/T1.

4. BAM

BAM adalah sebuah monitor yang digunakan untuk menampilkan data monitoring

antara subrak maupun di bagian rak di BSC. Jadi apabila terdapat kerusakan pada BSC

maupun terjadi terputusnya koneksi kabel E1/T1 dapat termonitoring dengan cepat oleh

BAM.

5. CRMU

Modul CRMU merupakan modul BSC yang berfungsi bertanggung jawab untuk menjaga dan mengelola sumber daya interface dan memproses dan mendistribusikan sinyal interface.

6. CPCU

Modul CPCU merupakan modul BSC yang bertanggung jawab untuk menjaga kondisi paket call. Selain itu juga berfungsi mendirikan sinyal dan jalur koneksi. 7. CMUX


(2)

semua software yang berada di board lokal subrack. Selain itu modul CMUX juga bertanggung jawab untuk memonitoring sebuah power frame, fan box, dan kondisi operasi pada lingkungan. CMUX berfungsi untuk mengumpulkan data dan

memisahkan data yang ada disubrack BSC. 8. GCKP

GCKP merupakan perangkat yang menyediakan BSC dengan sistem clock dan informasi waktu yang absolut setelah menerima dan memproses sinyal satelit sinkronisasi clock. GCKP bertanggung jawab untuk menerima informasi waktu dari sistem sinkronisasi satelit.

9. CMPU

Modul CMPU merupakan pusat control board modul switching. Oleh karena itu

modul CMPU melakukan tugas seperti pemeliharaan, manajemen, pengalarman pada board

modul switching, dan bertugas memelihara sistem BSC. Modul CMPU berfungsi sebagai :

a. Menjaga dan mengalokasikan sumber pada modul switching. b. Proses pada sinyal dan informasi diluar switching.

c. Menjaga dan memonitoring semua papan didalam modul switching.

d. Seleksi pengontrolan active-standby clock dan pesawat network switching. 10. CNET

Modul CNET menyediakan sistem desain disrtibusi dengan memisahkan masukan clock untuk masing-masing masukan interface. Selain itu pada modul CNET juga menyediakan sistem fungsi diagnosis sebagai status laporan pada jaringan swithcing dalam kenyataan dan membantu sistem deteksi dan indikasi kesalahan.


(3)

Modul ini berfungsi pada interface jaringan swithcing, untuk menambah header sel internal yang berisi informasi rute ke sel dan mentransmisi ke jaringan swithcing untuk sel swithcing. CLPC menampilkan fungsi dasar di layer ATM yang ditetapkan pada model referensi protokol ATM dan mendukung protokol yang terkait. 12. CFMR

Pada modul CFMR ini terdapat banyak fungsinya yaitu :

1. Frame Protocol Processing : untuk merespon jalur frames pada interface Abis/A3.

2. Selection and distribution : saat terjadi proses soft handoff, frame sinyal uplink pada MS dinilai dalam beberapa sel dan kualitas terbaik dalam frame, dilanjutkan proses selanjutnya dalam beberapa tahap.

3. Power Control : ketika tampilan dengan sebuah algoritma secara spesifik yang tergantung dalam parameter set power control dan diukur nilai power yang dilaporkan dari uplink.

4. Multiplexing/demultiplexing : fungsi mayoritas yang memenuhi syarat MAC. 5. LAC SAR : menampilkan fungsi sub layer SAR pada LAC.

6. Radio Link Protocol : sebuah fungsi utama dalam proses MAC. Hal ini untuk merespon transmisi yang handal pada paket data.

7. Internal Protocol Processing unit : sebuah proses komunikasi protokol internal antara CSPU dan CFMR.

8. TRAU Frame Protocol Processing : demultiplexing pada frame data suara dari MAC yang dikirim ke CEVC dengan layer 1 pada penambahan TRAU frame protokol


(4)

13. CSPU

Modul CSPU berfungsi untuk merespon proses sinyal interface dan sinyal panggil dan sumber proses pelayanan distribusi. Selain itu CSPU berfungsi untuk mengalokasikan berbagai sumber yang dibutuhkan untuk sinyal setup dan jalur koneksi dan sebagai penanganan sinyal panggil.

14. CEVC

Modul CEVC ini mempunyai fungsi yang cukup banyak yaitu : 1. Untuk mengecek dan menginsert sinyal DTMF.

2. Menyediakan fungsi pembatalan gema antara MS dan PSTN. 3. Menampilkan pelayanan data sirkit dibawah 64 k.

4. Proses TTL frame protokol.

15. CLAP

Modul CLAP mempunyai fungsi sebagai spesifik fungsi ITU-T Q.703, sebagai pengukuran, perbaikan, dan troubleshooting untuk sinyal link SS7. spesifik fungsi ITU-T Q.703 seperti Initial Alignment Control (IAC), Congestion Control (CC), Receiving Control (RC), Link Status Control (LSC), Alignment Error Rate Monitoring (AERM), Signaling Link Unit Error Rate Monitoring (SUERM), dan Delimiting, locating, and error-checking of processor out-of-service control (POC) signal units. 16. CAIE


(5)

Modul CAIE menerapkan interface A1/A2 antara BSC dan MSC yang menyediakan 32 kabel E1/T1 dan interface 960. Pada Modul CAIE berfungsi untuk menyediakan interface E1/T1, switching TDM dan conversi rate, dan ekstraksi clock. 17. CHAC

Modul CHAC berfungsi mengirim ulang jalur data A10 yang diterima dari PDSN ke CBPU. Selain itu CHAC sebagai tempat proses jalur data A8 yang diterima CPPU dan menerima data SDB dari CPCU dan mengirimkan ulang data ke PDSN melalui interface A10. Pada CHAC juga melakukan forwarding downlink signaling data dan forwarding uplink signaling data. Dalam hal ini terjadi pengiriman ulang secara langsung sinyal data A11 yang diterima dari PDSN ke CPCU.dan sebaliknya. Modul CHAC juga menyediakan 1.000 M interface ethernet ke PDSN dan mendukung protokol RFC826.

18. CBPU

Modul CBPU berfungsi sebagai penyangga, proses, dan mengirim ulang downlink paket data. Selain itu berfungsi juga untuk menerima resequencing paket dari PDSN ketika PCF dikoneksikan dengan PSDN melalui LAN atau internet.

19. CPPU

Modul CPPU ini berfungsi untuk memproses dan mengirim ulang downlink maupun uplink paket data pada interface A8.


(6)