ADAPTASI KOMUNITAS PARMALIM DI KOTA MEDAN.

(1)

ADAPTASI KOMUNITAS PARMALIM DI KOTA MEDAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Ujian Mempertahankan Skripsi

Oleh :

DEWI ROHANI SIHALOHO NIM. 3123121007

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Dewi Rohani Sihaloho, NIM : 3123121007, Adaptasi Komunitas Parmalim di Kota Medan. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Penelitian ini bertujuan : untuk mengetahui bagaimana latar belakang masuknya Parmalim di Kota Medan, serta unntuk mengetahui bagaimana bentuk adaptasi komunitas Parmalim di kota Medan.

Untuk memperoleh data yang akurat, peneliti menggunakan jenis penelitian field research (metode penelitian lapangan) dan library research (metode kepustakaan). Proses wawancara dilakukan terhadap narasumber yang berkompeten terhadap obejek penelitian, seperti pengurus cabang/punguan Parmalim Medan, ketua naposo tunas naimbaru parmalim se-Indonesia, dan umat Parmalim Medan.

Dari kegiatan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut; Parmalim lahir sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yang sedang melakukan ekspansi kekuasaan di tanah Batak dan juga perlawanan terhadap proses penyebaran agama Kristen di Tanah Batak. Seperti orang Batak pada umumnya Parmalim juga suka merantau. Adapun yang menyebabkan mereka merantau dilatar belakangi oleh faktor geografis, ekonomi, pendidikan. Adapun adaptasi yang dilakukan komunitas parmalim dapat dilihat dibeberapa bidang, seperti, budaya, sosial, dan mata pecaharian. Pandangan masyarakat terhadap Komunitas Parmalim sering kali negative karena ketidak tahuan mereka.


(6)

Kata Pengantar

Puji Tuhan, penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas penyertaan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa siapakah penulis dihadapan-Nya dan kebesaran ciptaan-Nya, hanya sebutir pasir yang tak berarti di tengah samudera.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kekurangan terebut bisalah kiranya menjadi masukan yang bagi penulis untuk memperbaikinya agar pada pembuatan kaya ilmiah yang akan datang penulis tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan tersebut.

Penulis juga mengucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis Mustar Sihaloho dan Rosmauli br. Turnip yang selama ini telah mencurahkan kasih sayang mereka yang tiada terhingga. Untuk sema pengorbanan dan doa mereka yang tak pernah berhenti mengalir kepada penulis. Motivasi yang luar biasa penulis dapatkan ketika mengerjakan skripsi ini. Juga kepada kedua adik penulis (Juventus Sihaloho dan Fransisco Sihaloho) yang telah banyak membantu dalam hal semangan dan doa.

Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung selama ini kepada penulis yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. H. Syawal Gultom, M. Pd, selaku Rektor Unimed 2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial Unimed

3. Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah


(7)

4. Bapak Syahrul Nizar S.Hum, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah

5. Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah memberikan ilmu bagi penulis

7. Bapak R.Simanjuntak dan pengurus cabang Parmalim Medan yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

8. Bapak ibu informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh penulis dalam rangka pengumpulan sumber pada penelitian skripsi ini.

9. Bang Wanry Lumban Raja selaku Ketua Naposo Parmalim Tunas Naimbaru Se-Indonesia yang telah bersedia mendekatkan penulis dengan para pengurus cabang dan sekaligus menjadi narasumber.

10.Rani Sihaloho yang telah bersedia menemani penulis selama penelitian dan meminjamkan penulis buku-bukunya.

11.Kepada teman-teman seperjuangan penulis selama empat tahun ini dan penulis harapkan hingga kedepannya. Perjalanan kita masih akan panjangkan? Tidak akan berhenti sampai disini Five Girl’s (Eva Bako, Jelita Simbolon, Debora Marbun, dan Sister Togatorop).

12.Kepada teman-teman Pendidikan Sejarah, secara khusus kelas A Reg 2012 (Wiranda Sihaloho, Cendana Tampubolon, Yosepha Turnip, Sarwendy


(8)

Sigalingging, Wido Manurung, Niko Hutabarat, Hendro Manik, kak Dina, Novika, Dhiah, Kak Neneng, kak Zein, Arifin, Rioby, Nurafni dll). Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini baik di kelas maupun di luar kelas, semoga kedepannya tercapailah semua cita dan gharapan kita kawan.

13.KTB ku (Kelompok Tumbuh Bersama), Asnidar Silalahi, Okberima Lumban Gaol. PKKku Bang Jhontry, dan Kak Sani terima kasih untuk dukungan doa dan semangat yang kalian berikan, selamanya aku tak akan lupa kebersamaan yang pernah kita alami dalam Vanilla Twilight SG dan Abigail’s.

14.Seluruh Komponen Pelayanan UKMKP UP-FIS, Gembira Manalu, Haryati, Nijar Silaban, kak Debora, kak Tetty, dan lain-lain terima kasih untuk kebersamaan kita belajar mengenal Tuhan.

15.Seluruh anggota komisariat GmnI Unimed, Bung Adi, Fauzi, Khafi, Sarinah Fera yang telah memberikan pinjaman buku, Sarinah Shela, dll. 16.Teman-teman PPLT SMK Karya Pendidik Balige 2015 (Praspita, Sela,

Shely, Novita, Elvima, Jojor, Perawati, Reinaldo, Tokmi, Perdana, Maria, Martha, Dina, Lotina) yang telah banyak memberikan perhatian kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

17.Seluruh orang-orang KEREN yang tak dapat ku sebutkan yang aku kenal beberapa waktu belakangan ini maupun yang telah lama. Terima kasih telah menginspirasi ku bahwa hidup ini tak hanya berkutat pada diri sendiri serta tak sebatas dunia kampus dan rumah. Kesukaan dalam


(9)

belajar, kepedulian terhadap lingkungan dan sesama, serta aksi nyata yang kalian lakukan itu sungguh KEREN. Semoga, aku pun akan menyusul melakukan seperti yang kalian lakukan.

18.Kepada semua pihak yang telah membantu yang tak dapat penulis sebutka satu per satu, semoga Tuhan Semesta alam membalas semua kebaikan kalian dan selalu meberkati kehidupan kita.

Medan, Agustus 2016 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS A. Kajian Pustaka ... 6

B. Kerangka Teori... 8

1. Teori Asal Mula Agama ... 8

2. Strategi Adaptasi ... 9

C. Kerangka Konseptual ... 11

1. Pengertian Agama ... 11

2. Parmalim ... 14

D. Kerangka Berfikir... 17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 19

B. Lokasi Penelitian ... 19

C. Populasidan Sampel ... 20

D. Teknik Pengumpulan Data ... 20


(11)

BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 23

1. Letak Geografis Kota Medan ... 24

2. Kondisi Penduduk ... 26

3. Mata Pencaharian Penduduk ... 28

4. Agama dan Kepercayaan... 30

B. Sejarah dan Perkembangan Ugamo Malim ... 31

C. Parmalim di Kota Medan ... 37

Latar Belakang Parmalim ke Kota Medan ... 37

1) Faktor Geografis... 38

2) Faktor Ekonomi ... 40

3) Faktor Pendidikan ... 45

D. Adaptasi Parmalim di Kota Medan ... 48

1. Budaya... 50

2. Sosial ... 54

3. Sistem Mata Pencaharian ... 60

E. Pandangan Masyarakat Terhadap Komunitas Parmalim ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 65

2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL.1.Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut

Kecamatan Di Kota Medan, 2010, 2014, DAN 2015 ... 26 TABEL.2.Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Menurut Kelurahan

Di Kecamatan Medan Denai Tahun 2014 ... 29 TABEL.3.Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut Per

Kelurahan Di Kecamatan Medan Denai ... 30 TABEL.4. Penduduk Kota Medan, Tahun 1930 ... 39 TABEL.5. Alasan Pindah (Faktor Penarik) Ke Kota Medan Tahun 1989 ... 41


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah satu penyumbang kemajemukan di Indonesia karena masyarakatnya yang tidak hanya terdiri dari satu suku atau agama yang dominan. “Di Sumatera Utara terdapat delapa etnis asli yang membentuk komunitas, yaitu Melayu, Mandailing, Pakpak, Karo, Simalungun, Batak Toba, Pesisir dan Nias. Ada pula etnis pendatang, yaitu Etnis Minang, Tionghoa, Arab, dan Aceh. Sedangkan dari segi agama terdapat lima agama besar yang dianut yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.” (Al Rasyidin dkk, 2009:202).

Berdasarkan data BPS Tahun 2010 di Indonesia berdiam 1.128 suku bangsa. Salah satu suku terbesar yang terdapat di Indonesia adalah suku Batak dengan jumlah 8. 466 969 jiwa dan menempati peringkat ke-3 suku terbanyak di Indonesia, yaitu 3,58 %. Dengan jumlah yang besar tersebut orang Batak yang pada mulanya bermukim di pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara telah tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan turut serta membawa kebudayaan aslinya ke daerah rantaunya.

“Orang Batak telah memiliki peradaban yang telah berkembang tinggi dengan pengalaman duniawi di bidang sosial, hukum, dan agama” (Pedersen 1975:16). Itu berarti orang Batak adalah suku yang telah memiliki sistem sosial tersendiri yang boleh dikatakan sudah baik bahkan sebelum bersentuhan dengan budaya modern dari Barat. Dilihat dari segi agama atau kepercayaan yang


(14)

merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan, orang Batak telah memiliki agama jauh sebelum bangsa Eropa datang melakukan misi Zendingnya dan menyebarkan agama Kristen maupun Khatolik di tanah Batak, yaitu “Parmalim”.

Parmalim atau Ugamo Malim adalah sistem religi orang Batak. Pada awalnya parmalim belumlah dianggap sebagai agama oleh orang Batak. Parmalim menjadi agama orang Batak ketika Raja Nasiakbagi mendeklarasikannya sebagai agama dengan tujuan untuk meningkatkan keimanan pengikutnya di tengah pengaruh penyebaran agama Kristen di tanah Batak dan juga sebagai wujud penolakan terhadap kolonialisme dan penyebaran agama Kristen yang mereka lakukan (Gultom, 2010:95). Pada kurun waktu 1896-1914 sering terjadi pemberontakan di tanah Batak dan Belanda menganggap pemberontakan tersebut didalangi oleh gerakan Parmalim.

Kendati mendapat tantangan dari pihak kolonial Belanda yang menganggap Parmalim sebagai kafir, parmalim tetap eksis melawan arus kolonialisme. Bahkan hingga saat ini Parmalim masih dapat bertahan dan mengembangkan ajarannya pada masyarakat Batak Toba yang menganutnya. Bahkan, di tengah arus modernisasi mereka masih tetap mampu mempertahankan bukan saja kepercayaan mereka yang minoritas namun juga adat dan tradisi mereka yang merupakan bagian dari agama dan kepercayaaan mereka.

Berbeda dengan agama Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha yang merupakan lima agama besar yang terdapat di Indonesia dan berada dibawah naungan Departemen Keagamaan (Depag),Parmalim masih termasuk kedalam aliran kepercayaan dan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan


(15)

Kebudayaan (Mendikbud). Saat ini Parmalim belum diakui sebagai agama sehingga sering kali masyarakat penganut kepercayaan lokal tersebut mengalami kesulitan dalam mengurus keperluan untuk administrasi negara. Mereka belum bisa mencantumkan kepercayaan mereka di tanda pengenal mereka, seperti pada KTP (Kartu Tanda Penduduk) sehingga mereka harus memilih satu dari lima agama yang diakui oleh negara saat ini biasanya Kristen, bukan hanya itu anak-anak penganut Parmalim juga tidak mendapatkan pengajaran agama di sekolah-sekolah karena belum ada guru agama yang disediakan oleh sekolah-sekolah untuk penganut Parmalim. Selain itu mereka juga dipersulit dalam mendirikan “Bale Pasrsantian” atau rumah ibadah mereka.

Saat ini mayoritas orang Batak Toba adalah pemeluk agama Kristen dan sebagian kecil masih memegang teguh kepercayaan asli mereka dengan tetap menganut Parmalim. Pusat dari ugamo malim atau parmalim terdapat di Huta Tinggi, Laguboti Kabupaten Toba Samosir. Orang Batak yang terkenal sebagai suku bangsa yang suka merantau seperti halnya suku Minang di Sumatera Barat. Orang Batak telah tersebar hampir ke seluruh wilayah di negeri ini, termasuk orang batak yang memeluk kepercayaan Parmalim. Salah satu daerah tujuan rantau orang Batak ialah kota Medan. Diperkirakan Parmalim sampai di kota Medan dibawa oleh para perantau. Pada pertengahan tahun 1960-an pertama kali beridiri Punguan Parmalim di kota Medan.

Medan bukan hanya kota metropolitan yang menempati posisi ketiga kota terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, namun juga kota dengan kemajemukan penduduk yang tinggi. Di kota ini terdapat berbagai suku dan


(16)

agama yang berbeda. Adapun penduduk asli Medan ialah orang Melayu, namun perkembangan kota Medan pada masa kolonial hingga saat ini telah mendorong suku-suku lainnya di Indonesia untuk datang ke kota ini dan mengadu nasib termasuk suku Batak Toba yang berasal dari daerah pinggiran Danau Toba. Kondisi kota yang demikian sangat memicu terjadinya konflik. Namun, walaupun demikian sampai saat ini belum pernah dijumpai konflik berbau SARA yang terjadi di kota ini, baik itu konflik masyarakat penganut parmalim dengan masyarakat non parmalim atau dengan sesama komunitas parmalim. Hal-hal tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti “Adaptasi Komunitas Parmalim di Kota Medan”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah-masalah yang akan diidentifiksi dalam penelitian ini ialah: 1. Latar belakang masuknya Parmalim di Kota Medan

2. Adaptasi komunitas Parmalim dengan masyarakat (suku-suku lain di kota Medan)?

C. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini ialah “Adaptasi Komunitas Parmalim Di Kota Medan, khususnya di Jalan Air Bersih Ujung Komplek Parmalim, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai.”


(17)

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan Masalah dalam penelitian ini ialah: 1. Bagaimana latar belakang masuknya Parmalim di Kota Medan?

2. Bagaimana adaptasi komunitas Parmalim dengan masyarakat (suku-suku lain dikota Medan)?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui latar belakang masuknya Parmalim di Kota Medan 2. Untuk mengetahui adaptasi komunitas Parmalim di Kota Medan

F. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini kiranya dapat memberikan manfaat berupa

1. Sebagai penambah wawasan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai “Adaptasi Komunitas Parmalim di Kota Medan”

2. Memberikan pengalaman dan wawasan kepada peneliti dalam penulisan karya ilmiah

3. Sebagai studi perbandingan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian pada permasalahan yang sama

4. Menambah khasanah kepustakaan ilmiah UNIMED khususnya Fakultas Ilmu Sosial Pendidikan Sejarah.


(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan dan berdasarkaan telaah dari bebebrapa literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa:

1. Sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke tanah Batak orang Batak telah terlebih dahulu mengenal dan menerapkan sistem kepercayaan mereka. Mereka telah menyadari akan adanya kekuatan supernatural yang sulit untuk dijelaskan. Namun demikian kepercayaan tersebut belumlah

dibungkus dengan nama “Agama”. Dalam hal ini, Ugamo Malim

merupakan agama budaya karena tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan kebudayaannya.

2. Ugamo Malim lahir sebagai sebuah agama ialah ketika Raja Nasiakbagi mendeklarasikannya sebagai sebuah agama dan memberikan amanat kepada Raja Mulia Naipospos untuk meneruskannya. Adapaum momen persemian tersebut selain untuk meningkatkan iman paara pengikutnya, juga sebagai bentuk perlawanan proses Kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda bersamaan dengan ekspansi kolonialismenya.

3. Latar belakang orang Batak, tidak terkecuali orang Batak Parmalim ke kota Medan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor geografis dimana wilayah dataran tinggi Toba adalah wilayah yang kurang subur


(19)

sehingga menyebabkan sektor pertanian kurang berkembang. Faktor ekonomi dalam cita-cita dan pandangan hidupnya orang Batak mengenal istilah 3 H, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (berketurunan banyak), dan hasangapon (dihormati). Hamoraon sebagai salah satu tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila orang Batak memiliki cukup harta untuk mendapatkan predikat dikatakan mora (kaya). Faktor pendidikan, pendidikan dianggap sebagai cara untuk meningkatkan status sosial orang Batak dalam masyarakat.

4. Pemeluk Ugamo Malim di Sumatera Utara tersebar di beberapa kabupaten/kota, seperti Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Simalungun, Asahan, Deli Serdang, Medan, Tanah Karo, Tebing Tinggi, dan Mandailing Natal. Komunitas ritual Parmalim terbagi atas beberapa sub kelompok yang secara terorganisir disebut cabang atau punguan. Sampai tahun 2016 jumlah cabang Parmalim di Indonesia telah mencapai 44 cabang. Di Sumatera Utara sendiri terdiri dari 15 cabang dan yang terbanyak terdapat di Kabupaten Tobasa 6 cabang, Kabupaten Samosir 4 cabang.

5. Komunitas parmalim melakukan adaptasi di beberapa bidang seperti budaya, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang budaya, adaptasi yang dilakukan Parmalim dengan masyarakat non Parmalim, khususnya orang Batak lebih condong pada proses interaksi assosiatif dalam bentuk kerja sama. Adapun yang faktor utama pendorong mereka untuk bekerja sama adalah adat istiadat yang sama terdapat diantara mereka. Dalam bidang


(20)

sosial, mereka biasanya melakukan perkawinan dengan perempuan atau laki-laki non Parmalim untuk menarik mereka menjadi parmalim dan keluarga dari pihak non Parmalim dapat diberi penjelasan mengenai apa itu Ugamo Malim dan diharapkan semaik banyak yang mengerti mereka, namun demikian banyak juga dari antara mereka yang justeru berpaling dari Malim dan masuk agama lain. Selain itu mereka juga memilih untuk mengikuti STM dengan orang-orang Batak non Parmalim selama itu tidak menyalahi aturan Ugamo Malim, namun bila ternyata hal tersebut tidak terpenuhi mereka juga memiliki STM Parmalim. Dalam bidang mata pencaharian kebanyakan dari mereka bekerja sebagai wirausaha dikarenakan masih sulitnya mengurus administrasi kependudukan.

6. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu Parmalim, namun mereka telah memebrikan label-label negatif tentang mereka.

7. Peraturan yang pemerintah keluarkan mengenai Administrasi dan kependudukan masih kurang disosialisasikan, sehingga banyak para penganut khususnya Parmalim yang mengalami kesulitan kepengurusan administrasi kependudukan.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini peneliti berharap bahwa semoga toloransi kita semakin tinggi dalam menyikapi berbagai perbedaan, khususnya keberagaman kepercayaan. Untuk itu peneliti menyarankan agar:


(21)

1. Pemerintah segera melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang No.23 Tahun 2006 dan Peraturan pemerintah No.23 Tahun 2007 mengenai Administrasi dan Kependudukan kepada pihak-pihak yang terkait agar para penganut kepercayaan, khususnya Parmalim dapat memeperoleh haknya sebagai warga negara.

2. Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan agar anak-anak Parmalim tidak perlu belajar agama lain, melainkan pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bahwa anak-anak Parmalim juga harus difasilitasi dengan guru agama Malim.

3. Para pengurus STM, Punguan Marga, dan Punguan Dongan Sahuta agar Parmalim diberi kesempatan untuk marsaor (bergaul) dengan sesama orang Batak lainnya dengan memeberikan pengecualian tidak akan dilakukan kegiatan ibadah Kristen ketika kegiatan berlangsung di rumah Parmalim.

4. Kepada masyarakat awam yang masih belum mengerti tentang Parmalim agar tidak lagi memberi pandangan negatif seperti ungkapan si pele begu kepada mereka.

5. Dianjurkan kepada adik – adik jurusan pendidikan sejarah agar dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitian dari skripsi ini yang belum sempat diteliti oleh peneliti.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Pendidikan Sejarah. 2015.Pedoman Penulisan Skripsi Dan Proposal Penelitian Mahasiswa Program Studi Pendiidikan Sejarah.Medan: FIS Unimed.

Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara. Pederson, Paul Bodholdt. 1975. Darah Batak dan Jiwa Protestan. Jakarta Pusat:

BPK Gunung Mulia.

Situmorang, Sitor. 2004. Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII—XX. Jakarta: Komunitas Bambu.

Koenjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rieneka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Koenjaraningrat. 2007. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Scharf, Betty (terj). 2004. Sosiologi Agama. Jakarta. Prenada Media.

Sanderson, Stephen K. 2000. Makro Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Prenada Media Group. Siahaan, Bisuk. 2005. Batak Toba Kehidupan di Balik Tembok Bambu. Jakarta:

Kempala Foundation.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi ke-4. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Purba dan Purba. 1998. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi. Medan: Monora.

Purba dan Purba.1997. Migrasi Spontan Batak Toba Marserak. Medan: Monora.

Pelly, Usman. 2013. Urbanisasi dan Adaptasi Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing di Perkotaan. Medan:Unimed Press.

Rasyidin, dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia”. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.


(23)

Harahap, Irwansyah. 2010. Hata Ni Debata Etnografi Kebudayaan-Musikal Parmalim Batak Toba. Medan: Semai Pusat Warisan Seni Sumatera. Simanjuntak, A.Bungaran. 2011. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak

Toba. Yogyakarta: Obor. Sumber Internet:

http://www.kementiran.agama.ri.dinamika-perkembangan-sistem-kepercayaan-lokal-di-Indonesia. Diakses pada 16 April 2016

https://www.google.com/maps/place/Medan+Denai,+Kota+Medan,+Sumatera+Ut ara,+Indonesia. Diakses pada 10 Agustus 2016


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan dan berdasarkaan telaah dari bebebrapa literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa:

1. Sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke tanah Batak orang Batak telah terlebih dahulu mengenal dan menerapkan sistem kepercayaan mereka. Mereka telah menyadari akan adanya kekuatan supernatural yang sulit untuk dijelaskan. Namun demikian kepercayaan tersebut belumlah dibungkus dengan nama “Agama”. Dalam hal ini, Ugamo Malim merupakan agama budaya karena tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan kebudayaannya.

2. Ugamo Malim lahir sebagai sebuah agama ialah ketika Raja Nasiakbagi mendeklarasikannya sebagai sebuah agama dan memberikan amanat kepada Raja Mulia Naipospos untuk meneruskannya. Adapaum momen persemian tersebut selain untuk meningkatkan iman paara pengikutnya, juga sebagai bentuk perlawanan proses Kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda bersamaan dengan ekspansi kolonialismenya.

3. Latar belakang orang Batak, tidak terkecuali orang Batak Parmalim ke kota Medan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor geografis


(2)

sehingga menyebabkan sektor pertanian kurang berkembang. Faktor ekonomi dalam cita-cita dan pandangan hidupnya orang Batak mengenal istilah 3 H, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (berketurunan banyak), dan hasangapon (dihormati). Hamoraon sebagai salah satu tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila orang Batak memiliki cukup harta untuk mendapatkan predikat dikatakan mora (kaya). Faktor pendidikan, pendidikan dianggap sebagai cara untuk meningkatkan status sosial orang Batak dalam masyarakat.

4. Pemeluk Ugamo Malim di Sumatera Utara tersebar di beberapa kabupaten/kota, seperti Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Simalungun, Asahan, Deli Serdang, Medan, Tanah Karo, Tebing Tinggi, dan Mandailing Natal. Komunitas ritual Parmalim terbagi atas beberapa sub kelompok yang secara terorganisir disebut cabang atau punguan. Sampai tahun 2016 jumlah cabang Parmalim di Indonesia telah mencapai 44 cabang. Di Sumatera Utara sendiri terdiri dari 15 cabang dan yang terbanyak terdapat di Kabupaten Tobasa 6 cabang, Kabupaten Samosir 4 cabang.

5. Komunitas parmalim melakukan adaptasi di beberapa bidang seperti budaya, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang budaya, adaptasi yang dilakukan Parmalim dengan masyarakat non Parmalim, khususnya orang Batak lebih condong pada proses interaksi assosiatif dalam bentuk kerja sama. Adapun yang faktor utama pendorong mereka untuk bekerja sama adalah adat istiadat yang sama terdapat diantara mereka. Dalam bidang


(3)

sosial, mereka biasanya melakukan perkawinan dengan perempuan atau laki-laki non Parmalim untuk menarik mereka menjadi parmalim dan keluarga dari pihak non Parmalim dapat diberi penjelasan mengenai apa itu Ugamo Malim dan diharapkan semaik banyak yang mengerti mereka, namun demikian banyak juga dari antara mereka yang justeru berpaling dari Malim dan masuk agama lain. Selain itu mereka juga memilih untuk mengikuti STM dengan orang-orang Batak non Parmalim selama itu tidak menyalahi aturan Ugamo Malim, namun bila ternyata hal tersebut tidak terpenuhi mereka juga memiliki STM Parmalim. Dalam bidang mata pencaharian kebanyakan dari mereka bekerja sebagai wirausaha dikarenakan masih sulitnya mengurus administrasi kependudukan.

6. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa itu Parmalim, namun mereka telah memebrikan label-label negatif tentang mereka.

7. Peraturan yang pemerintah keluarkan mengenai Administrasi dan kependudukan masih kurang disosialisasikan, sehingga banyak para penganut khususnya Parmalim yang mengalami kesulitan kepengurusan administrasi kependudukan.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini peneliti berharap bahwa semoga toloransi kita semakin tinggi dalam menyikapi berbagai perbedaan, khususnya keberagaman kepercayaan. Untuk itu peneliti menyarankan agar:


(4)

1. Pemerintah segera melakukan sosialisasi terhadap Undang-undang No.23 Tahun 2006 dan Peraturan pemerintah No.23 Tahun 2007 mengenai Administrasi dan Kependudukan kepada pihak-pihak yang terkait agar para penganut kepercayaan, khususnya Parmalim dapat memeperoleh haknya sebagai warga negara.

2. Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan agar anak-anak Parmalim tidak perlu belajar agama lain, melainkan pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bahwa anak-anak Parmalim juga harus difasilitasi dengan guru agama Malim.

3. Para pengurus STM, Punguan Marga, dan Punguan Dongan Sahuta agar Parmalim diberi kesempatan untuk marsaor (bergaul) dengan sesama orang Batak lainnya dengan memeberikan pengecualian tidak akan dilakukan kegiatan ibadah Kristen ketika kegiatan berlangsung di rumah Parmalim.

4. Kepada masyarakat awam yang masih belum mengerti tentang Parmalim agar tidak lagi memberi pandangan negatif seperti ungkapan si pele begu kepada mereka.

5. Dianjurkan kepada adik – adik jurusan pendidikan sejarah agar dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitian dari skripsi ini yang belum sempat diteliti oleh peneliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Pendidikan Sejarah. 2015.Pedoman Penulisan Skripsi Dan Proposal Penelitian Mahasiswa Program Studi Pendiidikan Sejarah.Medan: FIS Unimed.

Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara. Pederson, Paul Bodholdt. 1975. Darah Batak dan Jiwa Protestan. Jakarta Pusat:

BPK Gunung Mulia.

Situmorang, Sitor. 2004. Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII—XX. Jakarta: Komunitas Bambu.

Koenjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rieneka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Koenjaraningrat. 2007. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Scharf, Betty (terj). 2004. Sosiologi Agama. Jakarta. Prenada Media.

Sanderson, Stephen K. 2000. Makro Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Prenada Media Group. Siahaan, Bisuk. 2005. Batak Toba Kehidupan di Balik Tembok Bambu. Jakarta:

Kempala Foundation.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi ke-4. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Purba dan Purba. 1998. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi. Medan: Monora.

Purba dan Purba.1997. Migrasi Spontan Batak Toba Marserak. Medan: Monora.

Pelly, Usman. 2013. Urbanisasi dan Adaptasi Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing di Perkotaan. Medan:Unimed Press.

Rasyidin, dkk. 2009. Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia”. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.


(6)

Harahap, Irwansyah. 2010. Hata Ni Debata Etnografi Kebudayaan-Musikal Parmalim Batak Toba. Medan: Semai Pusat Warisan Seni Sumatera. Simanjuntak, A.Bungaran. 2011. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak

Toba. Yogyakarta: Obor. Sumber Internet:

http://www.kementiran.agama.ri.dinamika-perkembangan-sistem-kepercayaan-lokal-di-Indonesia. Diakses pada 16 April 2016

https://www.google.com/maps/place/Medan+Denai,+Kota+Medan,+Sumatera+Ut ara,+Indonesia. Diakses pada 10 Agustus 2016