Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

(1)

1983.

Bakri, Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Jakarta, 2007.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2003.

Chulaemi, Achmad, Pengadaan Tanah Untuk Keperluan Tertentu Dalam Rangka Pembangunan, Majalah Masalah-Masalah Hukum Nomor 1 FH UNDIP, Semarang, 1992.

Effendi, Lutfi, PokokPokok Hukum Administrasi, Bayumedia, Jawa Timur, 2003.

Erwiningsih, Winahyu, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Universitas Islam Indonesia, Total Media, Yogyakarta, 2009.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2007.

_______, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008.

Hartanto, J. Andy, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat. Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009.

Hasni, Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

Husein, Ali Sofyan, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

Hutagalung, Arie Sukanti Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005.

Manan, Marlini, Hak Pengelolaan Tanah Negara, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1988.


(2)

88

Marbun, S.F. & MD, Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. Mertokusumo, Soedikno, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1988. Moelong, Lexi, Metode Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Jakarta, 2008.

Parlindungan, A.P. Hak Pengelolaan Menurut Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Perangin, Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1995.

Ridwan, Juniarso & Sudrajat, Ahmad Sodik, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2010.

Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2010.

Suhariningsih, Tanah terlantar, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009.

Sumardjono, Maria S.W. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Edisi Revisi, Kompas, Jakarta, 2005.

_______, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008.

_______, Hak Pengelolaan: Perkembangan, Regulasi, dan Implementasinya, Mimbar Hukum, Edisi Khusus, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

_______, Pengantar Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Soemardijono, Analisis Hak Pengelolaan, Lembaga Pengkajian Pertanahan,

Jakarta, 2006.

Spelt, N.M. & Berge, J.B.J.M Ten, Pengantar Hukum Perizinan, Oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993.


(3)

Syarif, Elza, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Gramedia, Jakarta, 2012.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

B. Artikel , Jurnal, Majalah

Anthony, Farrelius, Izin Mendirikan Bangunan Segala Sesuatu Mengenai IMB, Makalah PLKJ, C Media, Jakarta, 2009.

Eman, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Majalah Yuridika, Volume 15 Nomor 3, Mei-Juni, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.

Hutagalung, Arie S, Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Hukum Dan Pembangunan, Tahun Ke 38 Nomor 3, Juli-September, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.

Manan, Bagir, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Makalah, Jakarta, 1995.

Purwaningsih, Endang, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Jurnal Adil, Volume 2 Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Jakarta, 2011.

Santoso, Urip, Pengaturan Hak Pengelolaan, Jurnal Media Hukum, Volume 15 Nomor 1, Juni 2008, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2008.

_______, Eksistensi Hak Pengelolaan Dalam Hukum Tanah Nasional, Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Surabaya, Juni 2012.

Setiawan, Yudhi & Hadiatmodjo, Boedi Djatmiko, Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Alasan Cacat Yuridis Dalam Aspek Wewenang, Jurnal Era Hukum, Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2008.

Woro, Suratman, Tata Ruang Dan Perencanaan Lingkungan, Materi Kuliah, 2 Juni 2015


(4)

90

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan

Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn


(5)

MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN

D. Syarat Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang

Berdasarkan Hak Pengelolaan

Pada dasarnya mendirikan bangunan adalah sebuah perbuatan yang berbahaya, hal ini karena bangunan merupakan tempat sentral bagi manusia beraktifitas sehari-hari, baik ketika di rumah maupun di kantor. Kriteria bahaya tersebut muncul ketika bangunan tersebut memiliki syarat tertentu agar tidak rubuh dan mencelakai orang di dalam atau di sekitarnya. Bangunan didirikan dengan syarat pertimbangan dan perhitungan yang matang mengenai bentuk struktur dan kekuatan struktur serta kekuatan bahan yang digunakan, dengan demikian bangunan tersebut akan kuat dan tidak rusak atau roboh mencelakai orang didalamnya, maka diperlukan izin untuk mendirikan sebuah bangunan

Secara teori verguning atau ijin didefinisikan sebagai suatu perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan yang secara umum tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan asalkan dilakukan sesuai dengan

syarat-syarat tertentu yang ditentukan dalam peraturan hukum yang berlaku.38

38

SF Marbun & Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006, hlm. 95

Sedangkan perbuatan hukum publik itu sendiri memiliki pengertian suatu perbuatan yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara yang tindakannya tersebut didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan hukum publik.


(6)

35

Menurut kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan bahwa izin adalah “overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als on wenselijk worden beschowd.” Perkenaan atau izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus tetapi yang pada umumnya tidaklah di anggap hal-hal yang sama sekali

tidak dikehendaki).39

Sjachran Basah mengartikan izin sebagai perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh perundang-undangan yang

berlaku.40 Izin juga diartikan sebagai suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Selain itu izin merupakan suatu penetapan yang merupakan dispensasi daripada suatu larangan

oleh undang-undang.41

1. Unsur-unsur perizinan:

a. instrumen yuridis

b. peraturan perundang-undangan

c. organ pemerintah

d. peristiwa konkret

e. prosedur dan persyaratan

2. Fungsi dan Tujuan Perizinan:

a. Fungsi sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan

makmur itu diwujudkan

39

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 152

40

Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2010, hlm. 92

41

S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 94


(7)

b. Tujuan mengarahkan, mencegah bahaya, melindungi objek, membagi benda yang terbatas, pemberi pengarahan.

3. Bentuk dan isi izin:

a. Organ yang berwenang

b. Yang dialamatkan

c. Diktum

d. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat

e. Pemberian alasan

f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan.

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau “als opheffing van een algemen verbodsregel in het conrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan

larangan umum dalam peristiwa konkret).42 E. Utrecht, mengatakan bahwa

bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang

memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).43

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

44

N.M. Spelt, J.B.J.M Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti

luas dan sempit, yaitu sebagai berikut:45

“Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah mengunnakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah

42

Ridwan HR, Op. Cit., hlm. 196

43

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 167

44

Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Makalah, Jakarta, 1995, hlm. 8

45

N.M. Spelt & J.B.J.M Ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, Oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hlm. 2-3


(8)

37

untuk dalam kedaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan, dimana dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin (dalam arti sempit) adalah peningkatan-peningkatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tantanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuanya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undanag-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

Jika dibandingkan secara sekilas pengertian izin dengan konsesi itu tidak berbeda. Masing-masing berisi perkenan bagi seorang untuk melakukan suatu perbuatan atau perkerjaan tertentu. Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu digunakan secara sama, seperti disebut M.M Van Praag, “de termen vergunning en concessie beide gebezigd voor een en dezelfed juridike figgur, de houder der vergunning wordt concessioneris geneomed” (pengertian izin dan konsesi keduanya digunakan untuk suatu bentuk hukum yang sama, pemegang izin disebut juga konsesionaris). Menurut E. Utrecht, perbedaan antara izin dengan konsesi itu suatu perbedaan nisbi (relatif) saja. Pada hakikatnya antar izin dengan

konsesi itu tidak ada suatu perbedaan yuridis.46

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Izin Mendirikan Bangunan, dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru,

46


(9)

mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai

dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.47

Bangunan yang didirikan tanpa adanya perhitungan mengenai kekuatan struktur dan bahan maka akan mudah roboh dan menimbulkan bahaya bagi orang banyak. Dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat banyak dari bahaya roboh atau rusaknya bangunan maka kegiatan pembangunan harus diawasi, boleh dibangun tetapi dengan syarat tertentu. Syarat itu salah satunya adalah harus kuat dari segi konstruksi dan bahan yang digunakan, apabila tidak dipenuhi maka kegiatan mendirikan bangunan itu termasuk kategori membahayakan keselamatan masyarakat sehingga izin mendirikan bangunan tidak diberikan.

Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi. Kemudian setelah diteliti dan dipertimbangkan dengan cermat, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah. Jadi, setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum perdata tidak diperkenankan atau diberi izin untuk mendirikan bangunan atau menggunakan tanahnya jika tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan

peruntukannya dalam rencana tata ruang.48

47

Pasal 1 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

48

Hasni, Hukum Penataan Ruang Dan Penatagunaan Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 11


(10)

39

Secara yuridis pengertian mengenai tata ruang dijelaskan dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya,

sedangkan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.49

Hal yang hampir senada mengenai konsep tata ruang juga dikemukakan oleh Suratman Woro dimana “tata ruang adalah bidang keilmuan yang menyangkut banyak aspek seperti sosial, ekonomi, teknologi dan lingkungan, dimana semua aspek tersebut saling terkait dan mempengaruhi dalam sebuah sistem yang mana sistem inilah yang disebut tata ruang.”

50

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat atau badan tata usaha negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut:

Sebagai suatu sistem, maka tata ruang mempunyai tiga unsur sistem, yaitu dasar, sistem dan komponen. Ketiga unsur ini menentukan kinerja dari sebuah sistem, oleh karena itu, tata ruang yang baik harus memiliki dasar, sistem (proses) dan komponen yang jelas dan baik.

1. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang

penerbitnya tidak terkait pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin.

49

Pasal 1 Ayat (1), (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

50

Suratman Woro, Tata Ruang Dan Perencanaan Lingkungan, Materi Kuliah,


(11)

2. Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitnya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenagnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya.

3. Izin yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai

sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang bersifat menguntungkan isi maka keputusan merupakan titik pusat yang memberi anugerah kepada yang bersangkutan.

4. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang izinnya mengandung

unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya.

5. Izin yang segera berakhir, merupakan izin yang menyangkut

tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakuknya relatif pendek.

6. Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut

tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama.

7. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin.

8. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifat dan objek izin.51

51


(12)

41

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari keputusan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Organ yang berwenang, dimana dalam izin dinyatakan siapa yang

memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling bakal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintah. Karena itu bila dalam suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan tegas organ mana dari lapisan pemerintah tertentu yang berwenang, tetapi misalnya hanya dinyatakan secara umum bahwa “haminte” yang berwenang, maka diduga bahwa yang dimaksud adalah organ pemerintah, yakni wali hamintegan para anggota pengurus harian. Namun, untuk menghindari keraguan di dalam kebanyakan undang-undang pada permulaannya dicantumkan ketentuan definisi.

b. Yang di alamatkan, dimana izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan.

Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu, keputusan yang memuat izin dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin, dimana hal ini biasanya dialami orang atau badan hukum. Dalam hal-hal tertentu, keputusan tentnag izin juga penting bagi pihak yang berkepentingan. Artinya pihak pemerintah selaku pemberi izin harus pula mempertimbangkan kepentingan pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan pengunaan izin tersebut.


(13)

c. Diktum, dimana keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusanm dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan.

d. Mengenai ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, serta syarat-syarat

sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan, pembatasan dan syarat-syarat, demikian pula dengan keputusan yang berisi izin ini. Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi, terdapat pelanggaran izin. Tentang sanksi yang diberikan atasnya, pemerintah harus memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan, termasuk keputusan berisi izin, dimasukkan pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatsan dibentuk dengan menunjukkan batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain. Disamping itu, dalam keputusan dimuat, syarat-syarat. Dengan menetapkan syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa di kemudian hari yang belum pasti.

e. Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan

undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.

f. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang

dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin,

seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.52

52


(14)

43

Ketentuan tentang pemberian izin mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan sebagai fungsi mengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksud agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

Secara teoretis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan berikut:

1. Instrumen rekayasa pembangunan, dimana pemerintah dapat membuat

regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan. 2. Budgetering, dimana perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu

menjadi sumber pendapatan bagi negara, pemberian lisensi dan izin kepada masyarakat dilakukan dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan.

3. Reguleren, dimana perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat, sebagaimana juga dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat

mengatur pilihan-pilihan tindakan dan perilaku masyarakat.53

53


(15)

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah pengendalian dari pada aktivitas pemerintah dalam hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilakukan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi (tujuan praktis) yaitu:

1. Dari sisi pemeritah tujuan pemberian izin itu adalah untuk melaksanakan

peraturan. Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban. Selain itu juga sebagai sumber pendapatan daerah dimana dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan permohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.

2. Dari sisi masyarakat dimana dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu

adalah untuk adanya kepastian hukum, untuk adanya kepastian hak, untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang didirikan telah

mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas.54

Dengan mengikatnya tindakan-tindakan pada sistem perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin (tujuan secara teoritis):

a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu,

misalnya izin mendirikan banguan, dan lain-lain.

54


(16)

45

b. Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, izin usaha industri,

dan lain-lain.

c. Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar

monumen-monumen, izin mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam, dan lain-lain.

d. Membagi beda-beda, lahan atau wilayah terbatas, misalnya izin menghuni di

daerah padat penduduk, dan lain-lain.

e. Mengarahkan atau pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap orang

dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi, dan lain-lain.55

E. Prosedur Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan

Pembangunan Indonesia menuntut eksistensi hak pengelolaan perlu disempurnakan untuk dikoreksi sesuai dengan hakekat dan prinsip-prinsip hukum baik itu segi filosofis, yuridis dan sosiologis. Fakta hukum menunjukkan pembangunan yang tengah berlangsung di Indonesia masih memerlukan keberadaan hak pengelolaan sebagai bagian dari hak menguasai dari negara, segera diatur dengan tepat dalam rangka mengatasi persoalan kemiskinan, ketidakmerataan penduduk, letak geografis, pemusatan pembangunan, dan dampak dari tanah terlantar.

Ketidaksingkronan perundang-undangan mendudukkan eksistensi hak pengelolaan menimbulkan pendapat bahwa telah terjadi pergeseran sifat hak

55


(17)

pengelolaan cenderung ke arah perdata.56 Puncak dari keinginan pemerintah untuk mengiring hak pengelolaan pada ranah privat terakumulasi pada konsep rancangan perubahan UUPA pernah ada keinginan untuk memasukkan hak pengelolaan pada hak keperdataan (Pasal 16 UUPA). Apabila keinginan ini terwujud maka asas domein (negara pemilik tanah) sebagai politik penjajah akan kembali berkibar. Akibatnya banyak pihak yang kontra terhadap eksistensi hak pengelolaan, diantaranya pendapat Soedjarwo Soeromihardjo yang menyatakan bahwa “hak-hak pemegang “hak-hak pengelolaan mengingatkan kembali pada “hak-hak-“hak-hak pertuanan dalam tanah partikelir, sehingga hak-hak yang bertentangan dengan tujuan UUPA

hidup kembali.57

Penyeimbangan pengunaan hak pengelolaan untuk golongan ekonomi lemah dengan akses yang terbatas adalah mimpi yang harus diwujudkan negara. Kecenderungan tanah hak pengelolaan pada komoditas ekonomi, dimana tanah dieksploitasi untuk kepentingan spekulasi dan pembangunan yang kurang berpihak kepada rakyat, harus diwaspadai baik secara preventif dan refresif oleh sistem perundang-undangan nasional.

Hak pengelolaan atas tanah adalah hak atas tanah di luar UUPA. Sekalipun para ahli banyak yang menyangsikan bahwa hak pengelolaan bukanlah hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA (hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha, dan lain-lain) atau hak-hak keperdataan atas tanah. Namun Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972

Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah telah

56

Maria S.W. Sumardjono, Op. Cit., hlm. 203

57

Soemardijono, Analisis Mengenai Hak Pengelolaan (HPL), Lembaga Pengkajian Pertanahan (LPP), Jakarta, 2006, hlm. 102


(18)

47

mengkontruksikan hak pengelolaan adalah hak administrasi tanah, dimana hak pengelolaan merupakan salah satu wujud nyata bahwa hukum pertanahan adalah

bagian hukum administrasi.58

Pasal 5

Sebagai bagian administrasi maka dalam melaksanakan pembangunan beralaskan hak pengelolaan tentunya memuat persyaratan-persyaratan tertentu dalam mendapatkan izin mendirikan bangunan berdasarkan hak pengelolaan. Persyaratan-persyaratan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yaitu sebagai berikut:

(1) Jenis pelayanan IMB meliputi pelayanan pembinaan penyelenggaraan

bangunan dan pelayanan administrasi perizinan bangunan.

(2) Jenis pelayanan IMB yang dikenakan retribusi adalah pelayanan pembinaan

penyelenggaraan bangunan untuk kegiatan pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, dan pelestarian/pemugaran.

(3) Jenis pelayanan Administrasi Perizinan Bangunan meliputi pemecahan

dokumen IMB, pembuatan duplikat/copy dokumen IMB yang dilegalisasikan sebagai pengganti dokumen IMB yang hilang atau rusak (salinan IMB), pemutakhiran data dan/atau perubahan non teknis lainnya atas permohonan pemilik bangunan gedung.

Pasal 6

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang mengajukan permohonan pelayanan

IMB harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.

(2) Untuk mendapatkan pelayanan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

orang pribadi atau Badan harus mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang tersedia.

Pasal 8

(1) Pemberian IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) meliputi:

a. Bangunan gedung, dan

b. Prasarana bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung.

58

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2003, hlm. 1


(19)

(2) Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu bangunan gedung yang meliputi fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi sosial budaya, dan fungsi campuran.

(3) Prasarana bangunan gedung dan/atau bangunan bukan gedung sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yaitu konstruksi bangunan yang merupakan prasarana penunjang bangunan gedung antara lain perkerasan, kolam renang, gardu, pagar, gapura, menara, tanki, lapangan, pos jaga, dan lain sejenisnya.

Pasal 9

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan bangunan di daerah harus

memperoleh IMB untuk pembinaan penyelenggaraan bangunan dari walikota.

(2) IMB diberikan terhadap kawasan yang peruntukan tanahnya telah ditetapkan

sesuai dengan rencana tata ruang kota dan secara teknis memenuhi ketentuan rencana tata ruang kota serta memenuhi persyaratan keandalan bangunan.

(3) Dalam hal pemohon izin telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), pejabat pemberi izin wajib menetapkan keputusan IMB.

(4) Penetapan keputusan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib

diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak semua persyaratan dinyatakan lengkap dan benar.

(5) Bangunan yang didirikan harus sesuai dengan IMB yang diterbitkan.

(6) Bangunan yang ditambah dan diperbaiki/renovasi harus sesuai dengan IMB

yang diterbitkan.

(7) Dokumen administrasi yang dimiliki orang pribadi atau badan dapat diajukan

perubahannya berdasarkan salah satu atau beberapa alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

Pasal 11

Dikecualikan dari kewajiban memiliki IMB dalam hal pekerjaan:

a. Pemeliharaan bangunan, dan

b. Membuat lubang-lubang, ventilasi yang luasnya tidak lebih 0,6 (nol koma

enam) meter bujursangkar dengan sisi terpanjang mendatar tidak lebih dari 2 (dua) meter.

Pasal 12

Permohonan IMB ditolak apabila:

a. Tidak memenuhi persyaratan yang selanjutnya ditetapkan dalam peraturan

walikota sebagaimana yang dimaksud dalam.

b. Bertentangan dengan rencana tata ruang kota.

c. Bertentangan dengan kelestarian, keserasian, dan keseimbangan

lingkungan.

d. Bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketertiban umum.

e. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan

f. Telah dibangun dan memiliki IMB tetapi menyimpang dari IMB yang

telah diterbitkan. Pasal 13


(20)

49

Permohonan IMB ditunda apabila:

a. Pemerintah daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk menilai

khususnya persyaratan permohonan serta pertimbangan lingkungan yang direncanakan.

b. Adanya keberatan masyarakat dan/atau sengketa tanah maupun adanya

proses hukum yang sedang berlangsung pada bangunan maupun tanah yang dimohonkan serta telah disampaikan secara tertulis maupun lisan.

c. Sedang dilakukannya proses perubahan rencana tata ruang kota yang

sedang dilakukan pada lokasi yang dimohonkan.

d. Penundaan keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan

huruf c hanya dapat dilakukan sekali untuk jangka waktu tidak lebih dari 6 (enam) bulan; dan

e. Penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan kepada

pemohon IMB secara tertulis disertai dengan alasan yang jelas. Pasal 14

(1) Walikota berwenang mencabut IMB apabila:

a. Pemegang IMB melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam IMB.

b. Pekerjaan mendirikan bangunan belum dimulai setelah 6 (enam) bulan

sejak izin diterbitkan atau 4 (empat) bulan pekerjaan telah pernah diberhentikan tanpa alasan yang dapat diterima walikota, dan

c. Dikemudian hari diketahui ternyata secara hukum bahwa salah satu atau

beberapa syarat untuk memperoleh IMB dimaksud tidak benar keabsahannya.

(2) IMB yang telah dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

kembali permohonan IMB baru.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan IMB diatur dengan peraturan

walikota. Pasal 16

Pemegang IMB diwajibkan:

a. Mematuhi segala ketentuan dalam IMB yang diterbitkan.

b. Memberitahukan kepada Instansi terkait/petugas bahwa saat pekerjaan

mendirikan bangunan dimulai.

c. Memperlihatkan IMB serta kelengkapan pada petugas yang ditunjuk.

d. Memasang papan petunjuk (plank) IMB di lokasi bangunan yang sesuai dan

dapat dilihat secara jelas.

e. Membantu terselenggaranya pemeriksaan bangunan,dan

f. Memberitahukan secara tertulis kepada instansi terkait/petugas bahwa

pekerjaan mendirikan bangunan telah selesai dilaksanakan. Pasal 17

Setiap orang pribadi atau badan hukum dilarang:

a. Mendirikan bangunan tanpa IMB.

b. Memulai pekerjaan mendirikan bangunan sebelum diterbitkannya IMB,


(21)

c. Mendirikan bangunan yang tidak sesuai dengan IMB yang telah diterbitkan. Pasal 45

(1) Walikota dapat mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran peraturan

daerah ini.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. Peringatan tertulis.

b. Pembatasan kegiatan pembangunan.

c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan

pembangunan.

d. Penutupan lokasi dan penyegelan.

e. Pembekuan IMB.

f. Pencabutan IMB, dan/atau

g. Pembongkaran bangunan.

F. Layanan Dan Fasilitas Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan

Izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh pemerintah kota kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksud agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan garis sempadan bangunan, sesuai garis sempadan sungai, sesuai koefisien dasar bangunan, sesuai koefisien luas bangunan, sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang

menempati bangunan tersebut.59 Pemberian izin mendirikan bangunan

dimaksudkan untuk:60

a. Pembinaan dimana pembangunan sebuah bangunan memerlukan pembinaan.

Pemberian izin mendirikan bangunan dimaksudkan agar lembaga yang berwenang dapat membina orang atau badan yang bermaksud membangun

59

Farrelius Anthony, Izin Mendirikan Bangunan Segala Sesuatu Mengenai IMB, Makalah PLKJ, C Media, Jakarta, 2009, hlm. 5

60


(22)

51

agar dapat membangun dengan benar dan menghasilkan bangunan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

b. Pengaturan, dimana bangunan-bangunan perlu diatur. Pengaturan bertujuan

agar menghasilkan sesuatu yang teratur. Pembangunan perlu memperhatikan peraturanperaturan yang berlaku. Jarak dari jalan ke bangunan, luas ruang terbuka, dan lain-lain perlu diatur. Tanpa pengaturan, bangunan-bangunan akan semakin semrawut dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku.

c. Pengendalian dimana pembangunan perlu dikendalikan. Tanpa pengendalian,

bangunan-bangunan bisa muncul dimana-mana seperti jamur tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku. Lahan yang dimaksudkan menjadi taman bisa saja diubah menjadi rumah tanpa pengendalian. Selain itu laju pembangunan perlu diperhatikan. Pembangunan yang begitu pesat juga bisa membawa dampak buruk bagi lingkungan.

d. Pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau

badan juga dimaksudkan agar segala kegiatan pembangunan sudah disetujui oleh lembaga yang berwenang dan mematuhi semua peraturan yang berlaku. Jadi, rencana pembangunan perlu disetujui terlebih dahulu sebelum bisa diwujudkan.

Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan sebagian atau seluruhnya termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah


(23)

yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. Tujuan izin

mendirikan bangunan dimaksudkan untuk:61

a. Melindungi kepentingan umum dimana pemberian izin mendirikan bangunan

bertujuan melindungi kepentingan umum. Kegiatan pembangunan yang bisa merusak lingkungan bisa saja ditolak. Terjaganya lingkungan juga merupakan kepentingan umum. Kantor tak bisa begitu saja dibangun di atas lahan hijau. Tidak boleh ada rumah yang dibangun di pinggir sungai. Semua itu terjadi karena pembangunan yang dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum masyarakat. Tidak ada orang yang ingin rumahnya kebanjiran. Tidak ada orang yang tak ingin menghirup udara segar.

b. Memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi

sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Jadi, segala bentuk pembangunan yang sudah mendapat izin mendirikan bangunan juga menyumbang pemdapatan daerah. Semakin besar pembangunan berarti daerah itu juga akan mendapatkan pemasukkan yang berarti. Selain itu, tujuan diperlukannya IMB adalah juga untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu izin mendirikan bangunan juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank.

Pada dasarnya izin mendirikan bangunan tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk

61


(24)

53

atau struktur bangunan, dimana izin mendirikan bangunan sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat (kelurahan hingga kabupaten). Dalam pengurusan izin mendirikan bangunan diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan izin mendirikan bangunan, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur. Jadi, mendirikan bangunan adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. Sekecil apapun bangunan yang akan dijadikan, izin mendirikan bangunan tetap harus diperoleh. Tanpa izin mendirikan bangunan,

pembangunan itu dianggap ilegal dan dapat ditindak secara hukum.62

Umumnya, pemberian izin mendirikan bangunan ditujukan untuk 2 jenis

bangunan, yaitu:63

1. Bangunan rumah tinggal adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan

tempat tinggal bagi keluarga (single family). Jenis bangunan rumah tinggal ini harus terletak diatas peruntukan wisma seperti wisma besar, wisma flat, wisma taman, wisma sedang, wisma kecil.

2. Bangunan non rumah tinggal adalah semua jenis bangunan umum dengan

penggunaan tertentu, seperti hunian apartemen, condominium, rumah susun, hotel, perdagangan, pertokoan, restoran, bioskop, pasar, kantor tunggal, perkantoran, industri, pergudangan, sekolah, rumah sakit, rumah ibadah, masjid, gereja, vihara, gedung pertemuan, terminal, stasiun, bandara, dan lain sebagainya.

62

Ibid., hlm. 8

63


(25)

Dalam sistem perijinan terdapat berbagai sistem ijin dengan motif yang sejenis yang berdiri berdampingan yang diterapkan pada satu kegiatan usaha, sebagai misal pada kegiatan usaha industri dalam skala besar yang pada pendiriannya ataupun pada pelaksanaanya dibutuhkan berbagai jenis ijin, mulai dari izin mendirikan bangunan, izin usaha industri, izin tempat usaha, izin usaha kegiatan dagang, dan izin-izin lainnya yang menyertai. Hal tersebut terjadi berhubungan dengan adanya perkembangan bahwa di dalam bidang-bidang kebijaksanaan penguasa telah terjadi pengkhususan dari tujuan-tujuan kebijaksanaan. Oleh karena itu timbul berbagai bidang bagian dari kebijaksanaan

penguasa yang masing-masing diharuskan melalui sistem perijinan.64

Alas hak yang digunakan oleh pengembang Mall Centre Point Medan pada mulanya adalah hak pengelolaan berdasarkan permohonan hak pengelolaan yang didaftarkan oleh Pemerintah Kota Medan di Kantor Pertanahan Kota Medan tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20/PKM/2004. Setelah timbul persengketaan antara pengembang dengan PT. Kereta Api Indonesia terkait sengketa di atas lahan tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan, dibatalkanlah permohonan hak pengelolaan tersebut, sebagamana dinyatakan dalam amar putusan sebagai berikut:

Pada dasarnya fasilitas perizinan yang didapatkan pemohon pada setiap jenis izin yang diterbitkan oleh pemerintah dari setiap alas hak yang dimiliki adalah sama. Hanya saja persyaratan dalam medapatkan izin dari tiap-tiap alas hak berbeda, dikarenakan aspek pembuktian dari masing-masing alas hak berbeda-beda.

64

Lutfi Effendi, PokokPokok Hukum Administrasi, Bayumedia, Jawa Timur, 2003, hlm.


(26)

55

“Mengutip serta memperhatikan semua uraian-uraian tentang hal tersebut yang termuat dalam turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 12 September 2011 No. 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn, yang amarnya berbunyi “menyatakan permohonan hak pengelolaan yang diajukan oleh Pemerintah Kota Medan, tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20/PKM/2004, tidak berkekuatan

hukum.”65

Setelah putusan tersebut dikeluarkan maka pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan untuk memohonkan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang baru dengan alas hak berupa putusan pengadilan, namun permohonan ini ditolak dikarenakan dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan mengenai syarat pemberian izin tidak tercantum bahwa putusan pengadilan merupakan alas hak yang benar dalam memohonkan izin mendirikan bangunan.

Kemudian pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil atas peraturan tersebut kepada Mahkamah Agung, dan dalam amar putusannya Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut dan menyatakan bahwa memerintahkan kepada Walikota Medan untuk mencabut Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dan menggantinya dengan menambahkan satu persyaratan lagi dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk

65


(27)

Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, sehingga menjadi tertulis dan terbaca

surat-surat kepemilikan tanah antara lain:66

a. Foto copy sertifikat tanah yang dilegalisasi oleh Badan Pertanahan Nasional.

b. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Camat yang

dilegalisasi oleh Camat (bagi tanah yang belum bersertifikat).

c. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Notaris yang

dilegalisasi oleh Notaris.

d. Foto copy kepemilikan atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap dan telah dilegalisasi pengadilan.

e. Surat tidak silang sengketa untuk keperluan mengurus IMB yang dikeluarkan

oleh Lurah (bagi surat tanah yang belum bersertifikat), dan rekomendasi dari bank bagi surat tanah yang sedang di agunkan.

Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan, dengan dimohonkannya dan dilengkapinya syarat mendirikan bangunan, maka secara hukum pendirian Mall Centre Point Medan memiliki alas hak pendirian bangunan yang sah menurut undang-undang.

66


(28)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH

KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI NOMOR

1040K/PDT/2012

D. Alas Hak Atas Tanah Yang Digunakan Dalam Pendirian Bangunan Mall Centre Point Medan

Hak atas tanah dengan demikian mengandung kewenangan, sekaligus kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentu yang menjadi hak. Pemakaiannya mengandung kewajiban untuk memelihara kelestarian kemampuannya dan mencegah kerusakannya, sesuai tujuan pemberian dan isi haknya serta peruntukan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata

ruang wilayah daerah yang bersangkutan.67

Hak atas tanah yang dapat dipunyai dan diberikan kepada perseorangan dan badan hukum diatur dalam ketentuan Pasal 16 UUPA ayat (1) yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka Namun demikian pemegang hak atas tanah tidak dibenarkan untuk berbuat sewenang-wenang atas tanahnya, karena disamping kewenangan yang dimiliknya juga mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu dan harus memperhatikan larangan-larangan yang berlaku baginya. Fungsi sosial atas setiap hak atas tanah juga harus senantiasa menjadi pedoman bagi pemegang hak atas tanah.

67

Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 19


(29)

tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang

sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam undang-undang.68

Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh

pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi dua, yaitu: 69

1. Wewenang umum, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang

untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruangan yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA

dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.70

2. Wewenang Khusus, yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang

untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya. Pemakaian mengandung kewajiban memelihara kelestarian kemampuan tanah serta mencegah kerusakan tanah, sesuai dengan tujuan pemberian, isi hak, serta peruntukan tanah telah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah dari

daerah ditempat tanah tersebut terletak.71

Seberapa dalam tubuh bumi dapat digunakan ditentukan oleh tujuan dari pengunaan tanahnya yang sesuai dengan batas-batas kewajaran, sedangkan mengenai kepemilikan bangunan dan tanaman yang berada di atas tanah yang dihaki, yang digunakan adalah asas hukum adat, yaitu asas pemisahan horizontal,

68

Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

69

Soedikno Mertokusumo, Hukum Dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1988, hlm. 445

70

Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria.

71

Elza Syarif, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Gramedia, Jakarta, 2012, hlm. 150


(30)

59

bahwa “bangunan dan tanaman bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan.” Maka hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan

bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.72 Jadi biarpun semua hak atas tanah

memberi kewenangan untuk menggunakan tanah yang dihaki, tetapi sifat-sifat khusus yang dimiliki setiap hak atas tanah itu merupakan batasan atas

kewenangan yang dimiliki oleh seseorang dalam menggunakan tanahnya.73

Mengenai hak-hak atas tanah di atas, undang-undang juga mewajibkan kepada pemegang hak untuk mendaftarkan masing-masing tanahya. Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting, karena pendaftaran tanah

merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah.74

Hak pengelolaan sebagai jenis hak penguasaan atas tanah lahir tidak didasarkan pada undang-undang, melainkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Hak pengelolaan lahir dari konversi hak penguasaan atas tanah negara. Hak pengelolaan dapat dikuasai oleh departemen-departemen, direktorat-direktorat, dan daerah-daerah swatantra. Meskipun hak pengelolaan diatur dengan peraturan menteri agraria, namun hak pengelolaan mempunyai kekuatan mengikat, baik bagi pemegang hak pengelolaan maupun

pihak lain yang menggunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan.75

Arie S Hutagalung menyatakan bahwa perusahaan yang berstatus badan hukum Indonesia dapat menguasai tanah sesuai dengan peruntukannya dengan hak, antara lain hak pengelolaan khusus untuk badan usaha milik negara yang

72

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008, hlm. 263

73

Suhariningsih, Tanah terlantar, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009, hlm. 277-278

74

Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 154

75

Urip Santoso, Pengaturan Hak Pengelolaan, Jurnal Media Hukum, Volume 15 Nomor 1, Juni 2008, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2008, hlm. 144


(31)

sahamnya 100 % dimiliki negara yang penguasaan tanahnya tidak terbatas pada penggunaan untuk keperluan sendiri, akan tetapi dimaksudkan untuk menyerahkan tanah kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak pengelolaan, meliputi segi-segi penggunaan

jangka waktu dan keuangan.76

Eman menyatakan bahwa subjek atau pemegang hak pengelolaan adalah sebatas pada badan hukum pemerintah baik yang bergerak dalam pelayanan publik (pemerintahan) atau yang bergerak dalam bidang bisnis, seperti Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, badan hukum swasta tidak mendapatkan peluang untuk berperan sebagai subyek atau pemegang hak pengelolaan.

Hak pengelolaan yang diberikan kepada badan usaha milik negara, tanah-nya dapat dipergunakan untuk kepentingannya sendiri, juga dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

77

Berdasarkan peraturan perundangan-undangan, pemegang hak pengelolaan mempunyai wewenang merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, mempergunakan tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugas atau usahanya, dan menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau Hak pengelolaan diberikan kepada badan hukum yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari pemerintah atau pemerintah daerah dan badan hukum tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah.

76

Arie S Hutagalung, Kebijakan Pertanahan Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jurnal Hukum Dan Pembangunan, Tahun Ke 38 Nomor 3, Juli-September, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 315

77

Eman, Hak Pengelolaan Setelah Berlakunya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, Majalah Yuridika, Volume 15 Nomor 3, Mei-Juni, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2006, hlm. 196


(32)

61

bekerja sama dengan pihak ketiga. Salah satu wewenang pemegang hak pengelolaan terhadap tanahnya adalah menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Berdasarkan penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga, maka hak atas tanah yang diperoleh pihak ketiga dari tanah hak pengelolaan adalah hak guna bangunan, hak pakai, atau hak milik.

Tanah hak pengelolaan yang dikuasai oleh pemegang haknya dapat dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, juga penggunaannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga atas persetujuan dari pemegang hak pengelolaan. Pemegang hak pengelolaan memang mempunyai kewenangan untuk menggunakan tanahnya bagi keperluan tugas atau usahanya, tetapi itu bukan tujuan pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utama diberikannya hak pengelolaan adalah tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Jaminan kepastian hukum meliputi kepastian status hak pengelolaan, subjek hak pengelolaan dan objek hak pengelolaan. Jaminan perlindungan hukum bagi pemegang hak pengelolaan, yaitu pemegang hak pengelolaan mendapatkan rasa aman menguasai tanah hak pengelolaan, tidak mendapatkan gangguan atau gugatan dari pihak lain. Perlindungan hukum didapatkan pemegang hak pengelolaan sepanjang tidak ada cacat yuridis, yaitu cacat prosedur, cacat wewenang, atau cacat substansi dalam penerbitan sertifikat hak pengelolaan.

Penerbitan sertifikat hak pengelolaan mengakibatkan pemegangnya mempunyai wewenang yang bersifat eksternal, yaitu menyerahkan bagian-bagian


(33)

tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Menurut Yudhi S, wewenang diartikan sebagai suatu hak untuk bertindak atau suatu kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan

tanggung jawab kepada orang lain.78

Ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 hanya mengatur bahwa hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga berkaitan dengan penyerahan penggunaan tanah hak pengelolaan dibuat dengan perjanjian tertulis. Dalam ketentuan ini tidak menyebut nama perjanjian tertulis dan tidak menetapkan perjanjian tertulis tersebut dibuat dengan akta no-tariil ataukah akta di bawah tangan.

Maria S.W. Sumardjono, berpendapat mengenai nama perjanjian tertulis antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga, bahwa hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktik, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan hak atas tanah.

Dalam praktik ditemukan bermacam-macam sebutan perjanjian yang dibuat antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Pertama, perjanjian antara Pemerintah Kota Surabaya sebagai pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Penggunaan Tanah. Kedua, Perjanjian antara PT Pelabuhan Indonesia (Persero) sebagai pemegang hak

78

Yudhi Setiawan & Boedi Djatmiko Hadiatmodjo, Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Dengan Alasan Cacat Yuridis Dalam Aspek Wewenang, Jurnal Era Hukum, Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2008, hlm. 887


(34)

63

pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah Pelabuhan. Ketiga, perjanjian antara PD Sarana Jaya DKI Jakarta sebagai pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga mempergunakan sebutan Perjanjian Kerjasama Tentang Pendayagunaan Lahan Untuk Pembangunan dan Pengembangan Gedung Pusat Pembelanjaan. Keempat, perjanjian antara PT Surabaya Idustrial Estate Rungkut (SIER) sebagai pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga menggunakan istilah perjanjian penggunaan

tanah industri.79

Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 menetapkan bahwa hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga dalam mempergunakan tanah hak pengelolaan dibuat dengan perjanjian penggunaan tanah. Dalam ketentuan ini tidak menentukan perjanjian penggunaan tanah harus dibuat dengan akta notariil atau akta di bawah tangan.

Menurut Endang Purwaningsih, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 (empat) syarat kumulatif, yaitu sepakat di antara mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu (adanya hak dan kewajiban para pihak), suatu sebab yang halal (tidak

bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang).80

79

Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 208

Perjanjian penggunaan tanah yang dibuat oleh pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga dinyatakan sah apabila memenuhi 4 (empat) syarat yang disebutkan

80

Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Jurnal Adil, Volume 2 Nomor 3, Fakultas Hukum Universitas Yarsi, Jakarta, 2011, hlm. 332


(35)

di atas. Penyerahan bagian-bagian tanah hak pengelolaan oleh pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga dilakukan melalui pembuatan Perjanjian Penggunaan Tanah (PPT). PPT tersebut dapat dibuat dengan akta notariil yaitu akta yang dibuat oleh notaris, atau akta di bawah tangan yaitu akta yang dibuat oleh para pihak.

Bentuk akta yang dibuatnya bergantung pada kesepakatan antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga. Pada dasarnya, PPT berisi persetujuan pemegang hak pengelolaan kepada pihak ketiga untuk mempergunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan. Pihak ketiga dapat mempergunakan bagian-bagian tanah hak pengelolaan tersebut untuk keperluan rumah tempat tinggal atau hunian, rumah toko, pertokoan, plaza, mall, hotel, atau pabrik. Dengan telah dibuatnya perjanjian penggunaan tanah, maka tercipta hubungan hukum antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga.

Alas hak yang digunakan oleh pengembang Mall Centre Point Medan pada mulanya adalah hak pengelolaan berdasarkan permohonan hak pengelolaan yang didaftarkan oleh Pemerintah Kota Medan di Kantor Pertanahan Kota Medan tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20/PKM/2004. Setelah timbul persengketaan antara pengembang dengan PT. Kereta Api Indonesia terkait sengketa di atas lahan tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan, dibatalkanlah permohonan hak pengelolaan tersebut, sebagamana dinyatakan dalam amar putusan sebagai berikut:

“Mengutip serta memperhatikan semua uraian-uraian tentang hal tersebut yang termuat dalam turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 12 September 2011 No. 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn, yang amarnya berbunyi “menyatakan permohonan hak pengelolaan yang diajukan oleh


(36)

65

Pemerintah Kota Medan, tertanggal 15 Februari 2004 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 20/PKM/2004, tidak berkekuatan

hukum.”81

Setelah putusan tersebut dikeluarkan maka pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan untuk memohonkan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang baru dengan alas hak berupa putusan pengadilan, namun permohonan ini ditolak dikarenakan dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan mengenai syarat pemberian izin tidak tercantum bahwa putusan pengadilan merupakan alas hak yang benar dalam memohonkan izin mendirikan bangunan.

Kemudian pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil atas peraturan tersebut kepada Mahkamah Agung, dan dalam amar putusannya Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut dan menyatakan bahwa memerintahkan kepada Walikota Medan untuk mencabut Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dan menggantinya dengan menambahkan satu persyaratan lagi dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang

81


(37)

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, sehingga menjadi tertulis dan terbaca

surat-surat kepemilikan tanah antara lain:82

a. Foto copy sertifikat tanah yang dilegalisasi oleh Badan Pertanahan Nasional.

b. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Camat yang

dilegalisasi oleh Camat (bagi tanah yang belum bersertifikat).

c. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Notaris yang

dilegalisasi oleh Notaris.

d. Foto copy kepemilikan atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap dan telah dilegalisasi pengadilan.

e. Surat tidak silang sengketa untuk keperluan mengurus IMB yang dikeluarkan

oleh Lurah (bagi surat tanah yang belum bersertifikat), dan rekomendasi dari bank bagi surat tanah yang sedang di agunkan.

Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan, dengan dimohonkannya dan dilengkapinya syarat mendirikan bangunan, maka secara hukum pendirian Mall Centre Point Medan memiliki alas hak pendirian bangunan yang sah menurut undang-undang.

E. Kekuatan Hukum Atas Izin Mendirikan Bangunan Beralaskan Hak Pengelolaan Yang Dikeluarkan Oleh Pemerintah Kota Medan Kepada Pengembang Mall Centre Point Medan

Ciri-ciri suatu negara hukum modern, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara diberikan tugas yang semakin luas untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

82


(38)

67

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, maka pemerintah selalu aktif dalam penyelenggaraan kepentingan umum (public service). Beschikking atau ketetapan ialah tindakan pemerintah dijalankan oleh suatu jabatan pemerintah, yang dalamsuatu hal tersebut secara bersegi atau dan dengan sengaja, menegakkan suatu hubungan hukum atau suatu keadaan hukum yang telah ada atau yang menimbulkan suatu hubungan hukum atau menolaknya.

Izin adalah salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Dengan dikeluarkannya izin, maka rang-orang yang memohonnya kepada pemerintah akan dapat melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan materi yang ada dalam konsep izin itu. Menurut E. Utrecht Izin (vergunning) adalah “bilamana membuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masingmasing hal konkrit, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankannya perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). Dari uraian diatas bahwa kebijakan perizinan merupakan kebijakan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam keadaan ertentu menyimpang dari peraturan tersebut. Maksudnya demi kepentingan umum pemerintah mengeluarkan izin berdasarkan kebijaksanaan dengan dasar oleh karena belum adanya peraturan untuk itu dengan tidak melanggar peraturan yang berlaku.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang


(39)

Bangunan Gedung, dimuat ketentuan mengenai status hak atas tanah, dimana dinyatakan:

Pasal 11

(1) Setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang status

kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak lain.

(2) Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya dapat didirikan

dengan izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung.

(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit

hak dan kewajiban para pihak, luas, letak, dan batas-batas tanah, serta fungsi bangunan gedung dan jangka waktu pemanfaatan tanah.

Terdapat pula persyaratan bangunan gedung sebagaimana dinyatakan bahwa dalam setiap bangunan:

Pasal 8

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

(2) Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas

tanah.

b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

(3) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan

persyaratan keandalan bangunan gedung.

(4) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis untuk bangunan gedung adat,

bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat.

Pasal 14

(1) Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin

mendirikan bangunan gedung.

(2) Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung.

(3) Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana

kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung.


(40)

69

(4) Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi:

a. Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan.

b. Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan.

c. Jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB

yang diizinkan.

d. Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang

diizinkan.

e. KDB maksimum yang diizinkan.

f. KLB maksimum yang diizinkan.

g. KDH minimum yang diwajibkan.

h. KTB maksimum yang diizinkan, dan

i. Jaringan utilitas kota.

(5) Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan.

(6) Keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan

ayat (5), digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung.

Pasal 15

(1) Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan

gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan:

a. Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian

pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

b. Data pemilik bangunan gedung.

c. Rencana teknis bangunan gedung, dan

d. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

(2) Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan

dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik.

(3) Permohonan izin mendirikan bangunan gedung yang telah memenuhi

persyaratan administratif dan persyaratan teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/walikota, kecuali untuk daerah khusus ibukota jakarta oleh gubernur, untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung.

(4) Izin mendirikan bangunan gedung merupakan prasyarat untuk mendapatkan


(41)

F. Kekuatan Yuridis Atas Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Diatas Tanah Hak Pengeloaan Yang Bersengketa Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

Berdasarkan aspek hukum disebutkan bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Medan No.314/Pdt.G/2011/PN Mdn yang diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 414/Pdt/2011/PT.Mdn, dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1040 K/PDT/2012, dimana dari ketiga putusan tersebut amar putusannya menyebutkan dan menetapkan pihak PT. Arga Citra Kharisma sebagai pihak yang berhak atas tanah sengketa yang telah didirikan bangunan Mall Centre Point.

Namun dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan dalam memberikan izin bangunan dimana Pemerintah Kota Medan tidak mengeluarkan izin bangunan Mall Centre Point dengan alasan putusan hakim atas sengketa kepemilikan tanah dan bangunan Mall Centre Point bukanlah syarat-sayarat yang benar dalam memohonkan izin mendirikan bangunan, sehingga pemohon mengajukan uji materill atas syarat-syarat tersebut, dengan dasar hukum sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon adalah badan hukum publik atau badan hukum privat yaitu

PT. Arga Citra Kharisma, berkedudukan di Medan beralamat di Jalan Timor No. 1, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur, selaku pelaku usaha yang bergerak dibidang jasa pengembang sebagai sumber mata pencaharian perseroan agar mendapatkan kemajuan perseroan yang layak, oleh karena itu sebelum mendirikan bangunan yang terletak di Jalan Jawa, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, pemohon telah mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan.


(42)

71

2. Bahwa karena tanah tersebut diperoleh Pemohon berdasarkan pelepasan hak

dan ganti rugi, maka pemohon telah melampirkan bukti pelepasan hak dan ganti rugi tersebut, akan tetapi tidak dapat diproses Pemerintah Kota Medan karena tidak memenuhi persyaratan yang diminta Bab. II Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

3. Bahwa berselang waktu yang tidak lama, tiba-tiba ada pihak lain yang

mengklaim tanah milik Pemohon tersebut sebagai miliknya sehingga terjadi sengketa.

4. Bahwa atas sengketa tersebut Pemohon memutuskan mengajukan gugatan

perdata terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut miliknya dan atas gugatan tersebut telah diputus pengadilan hingga pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung yang mana pengadilan menyatakan Pemohon sebagai pemilik atas tanah tersebut dan atas putusan pengadilan tersebut telah dilaksanakan Eksekusinya oleh Pengadilan Negeri Medan, vide putusan Reg.No. 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn tanggal 12 September 2011 (bukti P-4) Jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.415/Pdt/2011/PT-Mdn tanggal 12 Januari 2012 (bukti P-5) Jo Putusan Mahkamah Agung RI No. 1040 K/Pdt/2012 tanggal 05 November 2012 (bukti P-6) yang telah dilakukan eksekusinya sesuai dengan Berita Acara Eksekusi Pengosongan (Ontruiming)


(43)

dan Penyerahan No. 16/Eks/2013/ 314/Pdt.G/2011/PN-Mdn tanggal 03 Juli 2013 (bukti P-7).

5. Bahwa berdasarkan putusan pengadilan dan berita acara eksekusi tersebut

Pemohon telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan Kota Medan, akan tetapi pihak Kantor Pertanahan Kota Medan sebagaimana biasanya sangat membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan pernah bertahun-tahun dalam penerbitan sertifikat atas tanah.

6. Bahwa selanjutnya untuk menghemat waktu, Pemohon kembali mengajukan

permohonan izin mendirikan bangunan kepada Pemerintah Kota Medan Cq. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan dengan melampirkan bukti kepemilikan atas tanah tersebut yaitu bukti pelepasan hak dan ganti rugi, putusan pengadilan dan berita acara eksekusi dari pengadilan akan tetapi hingga sekarang tidak diproses oleh Pemerintah Kota Medan Cq. Kepala Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan.

7. Bahwa alasan yang diberikan Pemerintah Kota Medan adalah karena menurut

Bab. II Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan dan Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, syarat-syarat penerbitan izin mendirikan bangunan harus melampirkan bukti kepemilikan tanah dalam bentuk:

a. Foto copy sertifikat tanah yang dilegalisasi oleh Badan Pertanahan


(44)

73

b. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Camat yang

dilegalisasi oleh Camat (bagi tanah yang belum bersertifikat).

c. Foto copy akta kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Notaris yang

dilegalisasi oleh Notaris.

d. Surat tidak silang sengketa untuk keperluan mengurus IMB yang

dikeluarkan oleh Lurah (bagi surat tanah yang belum bersertifikat), dan

e. Rekomendasi dari Bank bagi surat tanah yang sedang di agunkan.

8. bahwa yang lebih fatal lagi Pemerintah Kota Medan menyatakan putusan

yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata bukanlah sebagai bukti hak atas tanah.

9. bahwa menurut logika hukum, putusan pengadilan yang telah dengan tegas

dalam amar putusan menyatakan sebagai pemilik hak atas tanah adalah merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah yang paling tinggi, sesuai dengan paham yang dianut tentang sertifikat di Indonesia menganut paham stelsel negatif.

10. Bahwa belakangan Pemohon ketahui, ternyata Bab II Tentang Tata Cara Dan

Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan dan Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ternyata bertentangan dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia No. 134 Tahun 2002) berikut penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4247) Jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang


(45)

Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia No. 83 Tahun 2005) berikut penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4532).

11. Bahwa didalam Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002

Tentang Bangunan Gedung Jo Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 mengatur mengenai kelengkapan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dalam penjelasannya menyebutkan tentang kepemilikan bisa dibuktikan dengan HGB, HGU, Hak Pengelolaan atau Hak Pakai, atau tanda bukti penguasaan/kepemilikan lainnya, untuk tanda bukti yang bukan dalam bentuk sertifikat tanah, diupayakan mendapatkan fatwa penguasaan, kepemilikan dari instansi yang berwenang.

12. Bahwa Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang

Bangunan Gedung Jo Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 dalam penjelasannya masih memperbolehkan tanda bukti penguasaan/ kepemilikan lainnya untuk tanda bukti yang bukan dalam bentuk sertifikat tanah, diupayakan mendapatkan fatwa penguasaan/ kepemilikan dari instansi yang berwenang.

13. Bahwa oleh karena itu jelaslah Bab. II Tentang Tata Cara Dan Persyaratan

Permohonan IMB dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah


(46)

75

Kota Medan dan Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan sangat bertentangan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Jo Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

14. Bahwa untuk tanda bukti yang bukan dalam bentuk sertifikat tanah,

diupayakan mendapat fatwa penguasaan atau kepemilikan dari instansi yang berwenang. Dalam hal pemohon bukan penguasa/pemilik tanah, maka dalam permohonan mendirikan bangunan gedung yang bersangkutan harus terdapat persetujuan dari pemilik tanah, bahwa pemilik tanah menyetujui pemilik bangunan gedung untuk mendirikan bangunan gedung dengan fungsi yang disepakati, yang tertuang dalam surat perjanjian pemanfaatan tanah antara calon pemilik bangunan gedung dengan pemilik tanah. Perjanjian tertulis tersebut harus dilampiri foto copy tanda bukti penguasaan atau kepemilikan tanah.

15. Bahwa oleh karena itu jelaslah Pemohon merupakan pihak yang

kepentingannya dirugikan atas penerapan Bab II Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 3 Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan dan Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi


(47)

Berdarkan dalil-dalil gugatan tersebut maka majelis hakim memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

1. Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji

materiil dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas.

2. Menimbang, bahwa yang menjadi objek permohonan keberatan hak uji

materiil Pemohon adalah Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan N. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Bab II Tentang Tata Cara Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, vide bukti nomor P-2.

3. Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang

substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil.

4. Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa

Peraturan Walikota Medan No. 41 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Atas Peraturan Daerah Kota Medan N. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin


(48)

77

Mendirikan Bangunan, Bab II Tentang Tata Cara Persyaratan Permohonan IMB dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 3 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, merupakan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yang dikeluarkan oleh Walikota Medan (Termohon) berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Juncto Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya.

5. Menimbang, bahwa hak untuk menggugat (legal standing), timbul/ lahir

karena adanya suatu kepentingan yang telah dirugikan yang dalam permohonan in casu adalah kepentingan dari Pemohon untuk mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Walikota Medan.

6. Menimbang bahwa Pemohon yang diwakili oleh Handoko, Jabatan Direktur

Utama PT. Arga Citra Kharisma, merupakan badan hukum privat yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan bergerak dalam bidang pengembangan perumahan yang guna kepentingan usahanya telah mengajukan permohonan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Walikota Medan dengan melampirkan persyaratan antara lain bukti kepemilikan tanah yang berupa putusan Kasasi dari Mahkamah Agung R.I Nomor 1040


(49)

K/Pdt/2012 tanggal 05 November 2012 (bukti P-6) yang amarnya memenangkan Pemohon, dan atas putusan dimaksud telah pula dilakukan eksekusinya sebagaimana ternyata dalam Berita Acara Eksekusi Pengosongan (ONTRUIMING) Nomor 16/Eks/2013/314/Pdt.G/2011/PN-Mdn, Tanggal 03 Juli 2013 (bukti P-7).

7. Menimbang bahwa akan tetapi permohonan Pemohon untuk mendapatkan

IMB tersebut terkendala dengan adanya Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012 (obyek HUM) yaitu bahwa permohonan IMB harus melampirkan bukti kepemilikan tanah dalam bentuk Fotocopy Sertifikat Tanah, Fotocopy Akta Kepemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh Camat (bagi tanah yang belum bersertifikat), Fotocopy Akta Kepemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh Notaris yang dilegalisasi oleh Notaris, Surat tidak silang sengketa untuk keperluan mengurus IMB yang dikeluarkan oleh Lurah (bagi tanah yang berlum bersertifikat). Rekomendasi dari Bank bagi surat tanah yang sedang diagunkan. Sedangkan yang Pemohon miliki adalah bukti kepemilikan tanah dalam bentuk putusan pengadilan yang dalam perkara incasu adalah putusan Mahkamah Agung dan berita acara pelaksanaan eksekusi pengosongan atas tanah dimaksud sehingga permohonan Pemohon untuk mendapatkan IMB tersebut tidak diproses oleh Pemerintah Kota Medan cq. Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

8. Menimbang bahwa dengan demikian Pemohon mempunyai kepentingan dan

oleh karena itu maka Pemohon mempunyai hak menggugat (legal standing) atas obyek HUM yang menjadi penghalang bagi Pemohon untuk


(1)

selesai dikerjakan.Dalam penulisan ini penulis mengambil judul “Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012”. Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini maupun kepada semua pihak yang menjadi bagian penting selama penulis menjalankan perkuliahan di Fakultas Hukum USU Medan, yaitu :

1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

4. Bapak Dr.O.K. Saidin, SH.M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum dan Ibu Erna Herlinda, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah banyak memberikan sumbangan baik

bimbingan, waktu, kesabaran, ketenangan, nasehat, dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisannya.

7. Bapak Prof. Syamsul Arifin, SH.MH selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan nasehat serta bimbingannya dalam hal akademik selama penulisan menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, mengasuh, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Pengawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas pelayanan dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Ayah (DRS. Nuamir Harahap), Mama (Deli Asni Sari Daulay), Abang Ardiansyah Harahap, S.Sos, Alfan Bachtar Harahap, S.P, Kakak Nurhasana Harahap, S.Pd , Efrida Hanum Harahap, S.Pd.M.Pd, Adikku Rosdiana Harahap beserta keluarga besarku, yang telah memberikan banyak bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.


(3)

11. Seluruh rekan, sahabatku serta kekasihku (Intan Parwati Pane) yang telah banyak memberikan bantuan, doa, kasih sayang, dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu penulis ucapkan banyak terima kasih.

Semonga amal dan kebaikan saudara- saudara mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah S.W.T

Akhirnya, penulis menyadari penulisan skripsi yang sederhana ini terdapat banyak kekurangan dan tidak sempurna. Dengan segala kerendahan hati penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semonga ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, Amin.

Medan, Juli 2015 Hormat Saya

AQMAL HAMZAH HARAHAP NIM : 100200017


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--- i

DAFTAR ISI---

iv

ABSTRAK---

vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang--- 1

B. Perumusan Masalah--- 6

C. Tujuan Penulisan Dan Manfaat Penulisan--- 6

D. Keaslian Penulisan--- 7

E. Tinjauan Kepustakaa--- 8

F. Metode Penelitian--- 12

G. Sistematika Penulisan--- 16

BAB II TINJAUAN UMUM HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA A. Dasar Hukum Hak Pengelolaan--- 18

B. Subjek Dan Objek Hak Pengelolaan--- 24

C. Tanggung Jawab Atas Penggunaan Hak Pengelolaan--- 28

BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN A. Syarat Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 34

B. Prosedur Dalam Mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 45

C. Layanan Dan Fasilitas Izin Mendirikan Bangunan Yang Berdasarkan Hak Pengelolaan--- 50


(5)

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN

DARI PEMERINTAH KOTA MEDAN KEPADA

PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI NOMOR 1040K/PDT/2012

A. Alas Hak Atas Tanah Yang Digunakan Dalam Pendirian Bangunan Mall Centre Point Medan--- 57 B. Kekuatan Hukum Atas Hak Pengelolaan Yang Dikeluarkan

Oleh Pemerintah Kota Medan Kepada Pengembang Mall Centre Point Medan--- 66 C. Kekuatan Yuridis Atas Pemberian Izin Mendirikan Bangunan

Diatas Tanah Hak Pengeloaan Yang Bersengketa Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012--- 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan--- 83 B. Saran--- 85 DAFTAR PUSTAKA--- 87 LAMPIRAN


(6)

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN YANG BERALASKAN HAK PENGELOLAAN DARI PEMERINTAH

KOTA MEDAN KEPADA PENGUSAHA PENGEMBANG MALL CENTRE POINT MEDAN BERDASARKAN PUTUSAN MA RI

NOMOR 1040K/PDT/2012

Aqmal Hamzah Harahap

Suria Ningsih∗∗

Erna Herlinda∗∗∗

ABSTRAK

Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan hak pengelolaan atas harta kekayaan negara yang berupa tanah negara,dan pemberian izin mendirikan bangunan yang beralaskan hak pengelolaan dari Pemerintah Kota Medan kepada pengusaha pengembang Mall Centre Point Medan berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah, pihak ketiga yang mendapatkan hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak pengelolaan ditempuh melalui perjanjian penggunaan tanah. Perjanjian penggunaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999. Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian izin mendirikan bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan. Pengembang Mall Centre Point Medan mengajukan permohonan uji materil dimana Mahkamah Agung menerima permohonan uji materil peraturan tersebut. Berdasarkan putusan pengadilan inilah pengembang Mall Centre Point Medan memohonkan izin mendirikan bangunan kepada Dinas Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan.

Kata Kunci: Izin Mendirikan Bangunan, Alas Hak, Hak Pengelolaan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

∗∗ Dosen Pembimbing I


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Hak Pengelolaan Kepada Pemerintah Kota Medan

0 34 152

Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan

0 42 45

Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Yang Beralaskan Hak Pengelolaan Dari Pemerintah Kota Medan Kepada Pengusaha Pengembang Mall Centre Point Medan Berdasarkan Putusan MA RI Nomor 1040K/Pdt/2012

4 60 99

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

2 39 86

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 9

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 1

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 17

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 19

Beberapa Masalah Dalam Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

0 0 4

APLIKASI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN TEMPAT

0 1 5