Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera

Dalam konteks kajian akademis, beragam nama digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok politik dalam Islam yang berusaha menghadirkan wajah politis Islam. Di antaranya adalah Islam politik, Islamis atau Islamisme. Seperti halnya nama, definisi tentang gerakan inipun beragam. Salwa Ismail, misalnya, merumuskan batasan akan apa yang disebut sebagai Islamisme itu. Menurutnya Islamisme mencakup dua hal sekaligus, yakni politik kelompok-kelompok Islamis dan proses re-Islamisasi. Konteks yang pertama merujuk kepada aktivitas organisasi dan gerakan yang melakukan agitasi di ruang publik sembari menampilkan tanda-tanda dan simbol yang berasal dari tradisi Islam. Termasuk di dalamnya adalah ideologi politik yang mengeksploitasi gagasan pentingnya negara Islam. Sementara konteks kedua menandai sebuah gerakan untuk mengislamkan ruang sosial, yang di dalamnya mencakup upaya-upaya sistematis untuk menghubungkan simbol- simbol Islam pada beragam bidang kehidupan sosial. 7 Dengan kata lain, kelompok-kelompok Islamis atau Islam politik lebih mengedepankan aspek formalisme dalam mengartikulasikan sikap politik mereka.

Terlepas dari soal definisi, siapa yang disebut Islamis juga sering menjadi

6 Salwa Ismail, Rethinking Islamist Politics: Culture, the State and Islamism (London: I.B. Tauris, 2003), 175. 7 Salwa Ismail, “Being Muslim: Islam, Islamism and Identity Politics”, dalam Frédéric Volpi (ed), Political Islam: A

Critical Reader (London and New York: Routledge, 2011), 17.

MAARIF Vol. 8, No. 2 — Desember 2013

Masa Depan Politik Kaum Islamis di Indonesia

bahan pertanyaan. Dalam hal ini, Abu Za’rur membedakan kelompok- kelompok Islamis menjadi tiga kategori. Pertama, gerakan yang berusaha mewujudkan perubahan dan perbaikan dalam masyarakat dengan metode peraihan kekuasaan sebagai pengganti atas sistem kekuasaan yang saat ini tengah berlangsung. Kedua, kelompok atau gerakan yang berusaha melakukan perbaikan pada individu-individu dalam masyarakat, tanpa berpretensi untuk mengubah masyarakat secara umum, atau mengubah sistem yang tengah berjalan. Ketiga, gerakan atau kelompok yang hanya memiliki kepentingan sesaat. 8

Berdasarkan formulasi teoretis ini, maka dua kekuatan politik Islamis yang cukup agresif di Indonesia saat ini, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bisa dikategorikan ke dalam kelompok ini, yakni kelompok pertama. Namun demikian, keduanya tetap memiliki titik pertentangan sebagai akibat bukan hanya perbedaan strategi Islamisasi masyarakat, termasuk Islamisasi politik; tetapi yang lebih utama adalah perbedaan ideologi politik.

Adalah nyata bahwa kelahiran PKS dimotivasi oleh faktor ideologis yang sangat kental. Bermula dari gerakan Tarbiyah yang mendominasi kehidupan beragama di kampus-kampus besar di Indonesia, Partai Keadilan (PK) lahir dengan memanfaatkan keterbukaan iklim politik di Indonesia. Namun demikian, pada pemilu 1999, PK hanya mampu meraup suara di bawah dua persen yang mengakibatkan partai ini harus berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) demi bisa berkompetisi ulang dalam pemilu selanjutnya. Pada pemilu berikutnya, PKS berhasil meraup suara 7 persen yang nyata-nyata merupakan sebuah pencapaian besar, jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.

Tetapi, dalam konteks hari ini, bagi sebagian orang, barangkali tidak ada paradoks yang paling nyata dalam lanskap politik Indonesia selain paradoks-paradoks yang ditampakkan oleh PKS. Lahir dengan mengusung idealisme Islamisasi masyarakat, PKS banyak menarik minat pemilih Indonesia melalui kampanye politik bersih dan platform

yang cenderung menjanjikan. 9 Namun demikian, belakangan PKS menunjukkan kecenderungan yang kurang lebih sama dengan partai-

8 Abu Za’rur, Seputar Gerakan Islam, terjemahan Yahya Abdurrahman (Bogor: al-Azhar Press, 2012), 117-118. 9 Untuk ulasan lengkap tentang platform politik PKS, silahkan merujuk ke Majelis Pertimbangan Pusat Partai

Keadilan Sejahtera, Memperjuangkan Masyarakat Madani (Jakarta: DPP PKS, 2008).