Mekanisme anjak piutang dengan cara recource atau sering disebut withcource berkaitan dengan resiko suatu customer atau nasabah yang
tidak mampu membayar atau memenuhi kewajiban-kewajibannya. Keadaan ini merupakan resiko kredit. Dalam perjanjian atau perikatan
recource atau withcource, klien akan menanggung resiko kredit terhadap piutang yang ia jual kepada perusahaan anjak piutang
4. Non recource without recource
Dalam fasilitas ini, perusahaan anjak piutang mengurangi resiko tidak dibayarkannya piutang oleh nasabah yang bersangkutan dalam jumlah
yang disetujui semata-mata akibat ketidakmampuan keuangan nasabah yang bersangkutan . Oleh karena itu resiko ditanggung oleh perusahaan
anjak piutang.
4. BERAKHIRNYA PERJANJIAN ANJAK PIUTANG
Bisnis factoring sering digolongkan ke dalam short term financing. Karena itu, tagihan-tagihan yang dialihkan oleh klien kepada perusahaan factor
merupakan tagihan-tagihan berjangka waktu pendek. Karena umur tagihan yang relative singkat, membuat kedudukan
perusahaan factor sebagai pembeli piutang sedikit diuntungkan posisinya. Namun dalam prakteknya bisnis factoring masih tetap dikategorikan sebagai bisnis
beresiko tinggi. Sehingga diperlukan tingkat kehati-hatian yang tinggi, terutama dari pihak perusahaan factor sebagai pihak yang cukup rentan terhadap resiko
macet tagihan kredit macet.
Dalam prakteknya sering terjadi hal-hal krusial yang menyebabkan perjanjian jual beli tidak ada daya berlakunya berakhir. Antara lain dapat
disebutkan : a. Jika dalam perjanjian tersebut terdapat cacat hukum, misalnya tidak
terpenuhinya salah satu syarat sahnya perjanjian seperti dimaskud dalam pasal 1320 KUH Perdata atau syarat-syarat lainnya yang bersifat mandatory sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Jika terjadi hal-hal yang dapat digolongkan ke dalam force majeure sehingga
perjanjian menjadi frustrasi tidak dapat dilaksanakan. c. Jika terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak atau semua pihak.
5. RESIKO, GANTI RUGI DAN PEMBAYARAN KEMBALI
Perjanjian Anjak Piutang itu mengandung resiko yag besar dan untuk mengurangi resiko tersebut, biasanya factor meminta adanya pengaturan
mengenai aliran arus keuangan terhadap pencairan dan pembayaran piutang dagang. Pengertian resiko menurut Subekti 1992 adalah kewajiban memikul
kerugian yang disebabkan karena suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, dan siapa yang wajib memikul kerugian-kerugian itu? Inilah yang
dinamakan resiko. Persoalan resiko itu berpangkal pada kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Persoalan resiko adalah buntut dari suatu keadaan memaksa.
Untuk mengurangi resiko dalam perjanjian anjak piutang, pihak factor terkadang selalu mensyaratkan adanya suatu rekening penampungan yang lazim
dikenal dengan nama ”Escrow Account”.
Kegunaan rekening ini adalah untuk menampung semua arus transaksi anjak piutang, yaitu mulai dari pemenuhan prestasi dari factor yang dimasukkan
ke rekening escrow dan pembayaran tagihan yang mutlak harus dimasukkan ke dalam rekening escrow ini. Dengan perjanjian escrow account ini kedudukan
factor memiliki hak penuh untuk mengambil dana atas nama dan kepentingan pihak klien, sedangkan klien dalam hal ini tidak dapat menarik dana tanpa
bantuan dari pihak factor atas semua dana yang terdapat pada escrow account. Bilamana terjadi resiko di kelak kemudian hari, dimana ada tagihan
piutang dagang yang tidak terbayar, maka dalam keadaan ini dianggap terjadi suatu keadaan yang memaksa.
Sebagaimana diatur dalam dalam pasal 1237 KUH Perdata ”Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu
semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si berpiutang”. Menunjuk pasal tersebut, kewajiban untuk menyerahkan prestasi ini hanya
ada di satu pihak, yaitu kewajiban memberikan sesuatu piutang dagang yang dapat diuangkan, sehingga pada kondisi umum pihak factor dalam hal ini
dimungkinkan dalam ”keadaan memaksa” mengambil dana pada escrow account untuk menutup piutang yang gagal ditagih, atau setidaknya semua piutang dapat
dikontrol oleh factor dan laporannya dapat diikuti oleh klien terhadap semua pembayaran yang dilakukan oleh konsumen.
III. PENGAWASAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA DALM PERJANJIAN
ANJAK PIUTANG 1.
SISTEM PENGAWASAN PERJANJIAN ANJAK PIUTANG
Dengan dibukanya kran hukum bisnis factoring di Indonesia maka, hal ini memberikan kemudahan bagi muncul banyak perjanjian anjak piutang di
masyarakat. Oleh karena itu, agar keberadaannya dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yeng terlibat di dalamnya, maka pemerintah mengangap perlu
dibuatkan aturan-aturan untuk mengawasi serta mengarahkan agar perjanjian anjak piutang dapat berjalan sebagaimana mestinya dan membawa keuntungan
bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84PMK.0122006 Tentang Perusahaan Pembiayaan
disebutkan dalam pasal 36 ayat 1 Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Perusahaan Pembiayaan dan ayat 2 Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ANJAK PIUTANG