Perlakuan Penguasa Dinasti Abbasiyah terhadap Anak Kecil
d. Perlakuan Penguasa Dinasti Abbasiyah terhadap Anak Kecil
Menyusul wafat Imam Hasan Al-Askari a.s., penguasa dinasti Abbasiyah memperlakukan keluarga beliau
Mahdiisme dalam Perspektif Ahlul Bait a.s.
29 dengan penuh kewaspadaan akan berita kelahiran
seorang bayi yang dirahasiakan. Mereka senantiasa menyelidikinya dengan berbagai cara dan kekuatan yang mereka miliki. Dalam rangka itu, Khalifah Al- Mu’tamid (meninggal 279 H) memerintahkan pasukannya untuk menginterogasi Imam Al-Askari a.s. dan menggeledah secara teliti untuk melacak ihwal Imam Mahdi a.s. Ia juga memerintahkan untuk menangkap orang-orang yang diwasiati oleh Imam Al-Askari a.s. Dalam misi ini, Al- Mu’tamid dibantu oleh Ja'far al-Kadzzab (pendusta) lalu melakukan penangkapan, intimidasi, diskriminasi,
penghinaan dan pelecehan. 37
Semua ini terjadi ketika Imam Mahdi masih berusia lima tahun. Al- Mu’tamid tidak memandang umur dan tidak memperdulikan usia beliau setelah dia percaya bahwa anak kecil ini akan menghancurkan kekuasaan dinasti. Sebagaimana telah tersebar dalam hadis, bahwa imam kedua belas dari Ahlul Bait a.s. akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah dipenuhi oleh kezaliman. Ihwal Al- Mu’tamid bagi Imam Mahdi seperti Fir’aun bagi Musa yang dilepaskan oleh ibunya di laut (sungai Nil) saat masih bayi lantaran takut kepadanya.
Tidak hanya oleh Al- Mu’tamid, hal ini juga diketahui oleh penguasa sebelumnya seperti Al- Mu’taz dan Al- Muhtadi. Oleh karena itu, Imam Al-Askari bersikeras dan berusaha agar kabar kelahiran putranya, Imam Mahdi a.s., tidak tersebar kecuali di antara para sahabat-sahabat pilihan dan budak-budak beliau.
Sikap dan perlakuan penguasa itu menyingkapkan sebuah fakta bahwa mereka dan umat manusia telah
37 Al-Irsyad, Syeikh Mufid: 2/336.
30 Karakteristik Konsep Mahdiisme memahami secara benar, bahwa hadis Jabir ibn Samarah
tidak sesuai dengan harapan mereka dan harapan para pendahulu mereka dari dinasti Umawiyah, dan bahwa satu-satunya mishdaq (personifikasi) dari hadis tersebut adalah Ahlul Bait Nabi a.s. sebagai bandara wahyu dan Al-Quran.
Mereka yakin bahwa anak itu adalah Mahdi yang dinantikan yang telah disinggung oleh hadis-hadis yang mutawatir. Kalau bukan karena keyakinan ini, lalu bahaya apa yang dapat mengancam eksistensi mereka dari wujud seorang anak kecil yang umurnya tak lebih dari lima tahun.
Seorang ulama mengatakan, jika kelahiran itu memang betul tidak terjadi, lalu apa arti dari penangkapan budak-budak dan pengerahan para serdadu untuk mengawasi mereka dan menggeledah wanita mereka yang mengandung dalam tempo yang tidak bisa dibenarkan, di mana salah satu dari budak wanita Imam Al-Askari diawasi selama hampir dua tahun. Belum lagi pengusiran dan teror terhadap para sahabat Imam terhadap mereka, lalu penyebaran mata- mata untuk mencari kabar tentang Imam Mahdi dan pengawasan rumah beliau sedemikian ketat dan kerasnya.
Dari semua ini, lalu kenapa para penguasa tidak puas dengan apa yang dikatakan oleh Ja'far bahwa saudaranya mati tanpa meninggalkan keturunan? Tidakkah mereka lebih mampu memberikan hak waris kepadanya sehingga segala sesuatunya berakhir tanpa perlu melakukan tindakan bodoh yang menunjukkan ketakutan dan kekalutan mereka dari putra Imam Hasan Ajjalallah Ta’ala
Mahdiisme dalam Perspektif Ahlul Bait a.s.
31 Farajahu
Allah mempercepat kemunculannya)?. Memang, ada yang mengatakan bahwa itikad kuat penguasa saat itu untuk memberikan hak-hak kepada pemiliknya adalah alasan yang membuat mereka untuk menyelidiki keberadaan putra beliau sehingga Ja'far tidak secara serta-merta mendominasi warisan imam Hasan hanya karena kesaksiannya itu.
Syarif
(semoga
Kami katakan bahwa tidak sewajarnya penguasa saat itu melakukan kontrol sebegitu ketatnya hanya untuk tujuan tersebut, bahkan seharusnya penguasa Abbasiyah memproses dan menyerahkan klaim Ja'far Al-Kadzzab kepada salah satu hakim, apalagi sekedar kasus warisan yang lumrah terjadi, sehingga ia secara leluasa dapat melakukan pemeriksaan dan penyelidikan, misalnya memanggil bibi Imam Hasan Askari a.s., ibu, budak- budak wanita beliau dan kerabat dekat dari suku Bani Hasyim, lalu mendengarkan keterangan dan kesaksian mereka sehingga kasus itu menjadi tuntas.
Namun, sampainya kasus ini ke tangan elit tertinggi kekuasaan sebegitu cepatnya sementara jenazah Imam Al-Askari belum dikebumikan, dan keluarnya kasus ini dari lingkungan pengadilan yang semestinya ditangani di dalamnya, serta sikap zalim penguasa sejauh yang telah kita sebutkan, semua ini meyakinkan kita bahwa para penguasa saat itu telah mengetahui wujud Imam Mahdi yang dijanjikan; mata terakhir dari silsilah suci yang tak akan terputus dengan kematian Imam Kesebelas, terlebih
ketika hadis ‘Tsaqolain’ Rasul saw. ini diriwayatkan secara mutawatir, bahwa:
32 Karakteristik Konsep Mahdiisme
“Dan keduanya (Al-Quran dan Ahlul Bait) tidak akan terpisah sehingga keduanya datang kepadaku di telaga surga kelak”.
Artinya, tidak lahirnya Imam Mahdi atau lenyapnya wujud beliau adalah sama dengan kepunahan ‘Al-Itrah’, dan tidak seorang pun yang disebut dengan Imratul Mukminin dari dinasti Abbasiyah akan menerima konsekuensi ini; yaitu pengingkaran atas sabda Nabi yang agung, bahkan tidak pernah keluar dari mulut seorang muslim sekalipun kecuali mereka yang meremehkan ihwal pendustaan terhadap Nabi, atau mereka yang menipu diri sendiri dengan berupaya menakwil hadis ‘Tsaqalain’ dan menyimpangkannya dari
maksud yang tidak sebenarnya. 38