Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn
B. Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn
Pembelajaran PKn di SD adalah pengembangan kualitas warga negara secara utuh, dalam aspek-aspek: (1) kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy), (2) komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic
engagement), (3) pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and participation), (4) penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), dan (5) partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic responsibility). Apabila dikaji, maka misi PKn di atas pada hakikatnya mengarah pada pembentukan warga negara yang cerdas dan baik, yakni warga negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap/nilai dan bertanggung jawab dalam kehidupan masyarakat yang demokratis. Pembelajaran PKn yang layak adalah pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan nasional, tujuan kurikulum pada satuan pendidikan, konteks kehidupan masyarakat, serta kebutuhan dan karakteristik siswa. Kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan yang utuh, yang mampu mengembangkan semua potensi yang baik yang ada dalam diri siswa. Potensi kemampuan yang ada dalam diri siswa mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif adalah potensi yang terkait dengan kemahiran dan keterampilan mengingat, memahami, berpikir kritis, analitis, sintesis, dan evaluatif. Kemampuan afektif adalah potensi yang terkait dengan masalah keyakinan, nilai, sikap, perasaan/emosional, dan unsur afektif lainnya. Kemampuan psikomotorik adalah potensi yang terkait dengan perilaku sosial, patriotis, perjuangan, menegakkan kebenaran dan keadilan, dan sebagai perilaku lain yang mencerminkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Untuk mencapai tujuan PKn ini, peran guru sangat besar baik sebagai perencana (planner), fasilitator, rewarder, pengelola (manager), pengarah (director of learning), penilai (evaluator), maupun pemberi keputusan (decision maker). Peran guru seperti inilah yang akan banyak mendukung keterlaksanaan dan tercapainya tujuan pembelajaran PKn afektif. Semua peran guru tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang Untuk mencapai tujuan PKn ini, peran guru sangat besar baik sebagai perencana (planner), fasilitator, rewarder, pengelola (manager), pengarah (director of learning), penilai (evaluator), maupun pemberi keputusan (decision maker). Peran guru seperti inilah yang akan banyak mendukung keterlaksanaan dan tercapainya tujuan pembelajaran PKn afektif. Semua peran guru tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang
o Proses pembelajaran seyogianya menggunakan pendekatan yang humanistik, yakni suasana penuh kekeluargaan,
persabahatan, terbuka, hangat, adil, tidak ada tindakan yang menekan siswa, dan tidak paksaan.
o Proses pembelajaran hendaknya berorientasi pada siswa ( students‟
mempertimbangkan kerakteristik dan perkembangan kemampuan berpikir siswa.
centered)
dengan
o Proses pembelajaran mengembangkan kemampuan belajar (learning skills), keterampilan bagaimana belajar (learning
how to learn ). o Proses pembelajaran menggunakan metode yang
divariasikan dengan metode lain atau multimetoda, misalnya menggunakan belajar kelompok dan/atau permainan (games) yang menarik atau sesuai dengan dunia siswa.
o Proses pembelajaran dengan pengalaman langsung atau melakoni atau mencoba sendiri sehingga mereka akan lebih
menghayati dan merasakan sendiri yang akhirnya hasil belajar itu akan menyatu dan mempribadi (personalized) dalam dirinya.
Untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan PKn khususnya yang menekankan pada aspek nilai, metode yang cukup ampuh adalah model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai). Ada sejumlah model VCT yang dianjurkan oleh Djahiri (1985), meliputi (1) metode percontohan; (2) Analisis nilai; (3) VCT Daftar/Matriks yang meliputi (a) daftar baikburuk, (b) Daftar tingkat urutan, (c) daftar skala prioritas, (d) daftar gejala kontinum, (e) daftar penilaian diri, (f) daftar membaca perkiraan orang lain tentang diri kita, (g) perisai kepribadian diri; (4) VCT dengan kartu keyakinan; (5) VCT melalui teknik wawancara; (6) teknik yurisprudensi; dan (7) teknik inkuiri nilai. Selain itu, dalam PKn dikenal pula model
Permainan, antara lain metode bermain peran (role playing). Metode atau model pembelajaran tersebut di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn khususnya untuk pengembangan domain afektif karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan perilaku siswa, di samping membina kecerdasan (pengetahuan) siswa.
Menurut Djahiri (1992) pembelajaran VCT dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena: Pertama, mampu membina dan mempribadikan (personalisasi) nilaimoral; Kedua , mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai-moral yang disampaikan. Ketiga, mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai-moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata. Keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; Kelima, mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan. Keenam , mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan melakukan subversi terhadap nilai-moral yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; Ketujuh , menuntun dan memotivasi hidup secara layak dan bermoral tinggi. Perlu diketahui dan diingat bahwa materi pembelajaran PKn umumnya mengandung konsep-konsep yang abstrak. Terlebih konsep nilai, umumnya bersifat abstrak, seperti nilai toleransi, kerukunan, keyakinan, kemerdekaan, dna sebagainya. Model VCT yang ditawarkan untuk pembelajaran nilai yuang bersifat abstrak tersebut antara lain berupa percontohan, cerita, dan kasus. Singkatnya, guru harus mampu mengkonkritkan
abstrak atau mengoperasionalkan hal-hal yang bersifat teoritis/konseptual, dan menyederhanakan hal-hal yang bersifat kompleks. Oleh karena itu, kajian materi yang abstrak tersebut perlu divisualisasikan melalui contoh-contoh dalam bentuk gambar, foto atau cerita. Penyajian contoh sebagai media stimulus hendaknya diambil dari peristiwa nyata yang betul-
hal-hal
yang yang
a. Persiapan
o Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar atau konsep yang akan
dibelajarkan. o Menetapkan bagian mana dari materi/substansi yang
ada dalam kompetensi dasar yang akan disajikan melalui analisis nilai.
o Menyusun skenario kegiatan sehingga jelas langkah- langkah yang akan ditempuh.
o Menyiapkan media stimulus untuk ber-VCT, seperti cerita, guntingan berita Koran, gambar, film dan
sebagainya. o Menyiapkan lembar kerja siswa yang berisi panduan
terperinci bagi siswa dalam ber-VCT.
b. Pelaksanaan
Langkah-langkah tersebut sebagai berikut: o Pertama: Setelah membuka pelajaran Anda
menjelaskan kepada siswa bahwa mereka akan ber- VCT.
o Kedua: Pelontaran/pembagian media stimulus oleh guru atau siswa berupa cerita atau gambar/photo.
o Ketiga: Guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan siswa terhadap cerita tersebut.
o Keempat: Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok
maupun klasikal. Pertanyaan yang diajukan hendaknya maupun klasikal. Pertanyaan yang diajukan hendaknya
o Kelima, fase menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan dan dialog guru dan
bersifat individual, kelompok, dan klasikal). o Keenam, fase pembahasan/pembuktian argumen. Pada
fase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi
pelajaran. o Ketujuh, fase penyimpulan.
Melalui model pembelajaran VCT analisis nilai tersebut, sebagai guru yang mengajar PKn akan mudah mengungkapkan sikap, nilai, dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan. Tentu saja harus menguasai berbagai keterampilan dasar mengajar, antara lain keterampilan bertanya, reinforcement, variasi stimulus dan menjelaskan.***