Relativitas budaya dan ekonomi

1.5 Relativitas budaya dan ekonomi

Dalam titik ini, tentu waktu yang tepat untuk mengulas tantangan-tantangan yang muncul karena adanya relativitas budaya dan ekonomi terhadap hukum HAM internasional, dan relevansinya terhadap WTO/HAM. Argumen yang

63 Ibid, 72. 64 Garcia, Loc. Cit, n 65, 75. Lihat juga Daniel M Hausman dan Michael S McPherson, Taking Ethics Seriously: Economics and Contemporary Moral Philosophy

Journal of Economic Literature 671, 693 –6.

didasarkan pada relativitas budaya menyatakan bahwa penegakan HAM bercorak variatif sesuai dengan perbedaan budaya masing-masing negara. Argumen ini umumnya didalilkan oleh negara-negara non Barat, yang tentu saja cukup mengundang tanda tanya mengingat penerimaan mereka terhadap nilai-nilai HAM yang notabene asal-usulnya dari filsafat Barat, khususnya hak- hak sipil dan politik (Sipol). Sebagai contoh, Kolonel Ignatius Acheampong, seorang mantan Kepala Negara Ghana, menyatakan bahwa satu orang, satu suara itu tidak berarti disamakan dengan prinsip satu orang, satu roti . 65

Sudut yang menonjol dari argumen relativitas budaya lebih berkaitan dengan kondisi ekonomi daripada perbedaan budaya itu sendiri, maka dari sini

penulis akan menyebut relativitas budaya dengan 66 relativitas ekonomi . Teori ini mempostulatkan bahwa pembangunan ekonomi harus menjadi prioritas

pertama negara-negara berkembang, maka pemenuhan HAM dapat ditunda sementara waktu hingga kondisi ekonominya mencapai level yang baik. Sebagai gambaran, tipikal argumentasi seperti ini menjadi bagian yang bisa diterima dan kebanyakan diadopsi oleh para pemimpin dari sejumlah negara- negara Asia pada dekade 1990-an menyangkut penerapan hak-hak sipil dan

politik ala Barat dalam konteks negara Asia. 67 Penerimaan atas argumentasi yang mendasari hak-hak Sipol sendiri akan mengindikasikan liberalisasi

perdagangan bisa dibenarkan secara akal, meskipun akan mengarah pada terjadinya pelanggaran HAM dalam jangka pendek, asalkan dimungkinkan [kadang secara spekulatif] terciptanya kemakmuran dalam jangka panjang.

Argumentasi berdasar relativitas ekonomi acapkali dilakukan oleh pihak pemerintahan yang tidak demokratis untuk menentang keberadaan hak-hak Sipol, beda sikap atas resistensi mereka terhadap hak-hak Ekosob. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebebasan sipil dan politik, entah bagaimana caranya bisa dianggap melemahkan promosi pembangunan ekonomi di negara-negara rentan/selatan. Sebagai contoh, ada yang mengatakan bahwa keberadaan

65 Sebagaimana dikutip dalam Rhoda Howard, The Full-Belly Thesis: Should Economic Rights take Priority over Civil and Political Rights? Evidence from Sub- Saharan Africa 5 Human Rights Quarterly 467, 467.

66 Sarah Joseph, Jenny Schultz, dan Melissa Castan, The International Covenant on Civil and Political Rights: Cases, Materials and Commentary, ed. Ke-2 (Oxford University Press, Oxford,

2004) para 1.92. 67 Untuk penjelasan singkat hak Sipol dalam Kacamata Nilai-Nilai Asia , lihat Leena

Avonius dan Damien Kingsbury, Introduction dalam Leena Avonius dan Damien Kingsbury (ed), Human Rights in Asia: A Reassessment of the Asian Values Debate (Palgrave MacMillan, New York, 2008) 1 –2.

kelompok-kelompok oposisi dengan kebebasannya akan menganggu atau melemahkan pemerintah dalam upaya mengelola dan mencapai tujuan ekonomi negara, dan keberadaan mereka dengan kebebasannya itu bisa jadi juga tidak akan membantu dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Selama negara berkembang bertahan dan memahami situasi tekanan ekonomi yang akan dihadapi berikutnya, negara berkembang sepatutnya tidak memiliki

kemewahan baca: hak Sipol tersebut. Bagaimanapun perlu dicatat, bahwa hak-hak Sipol bisa menjadi fasilitas akan

adanya roda pemerintahan yang akuntabel, membantu menjaga jalannya pemerintahan terhadap munculnya tindak korupsi dan pemerintahan yang bobrok, yang mana kedua hal ini memiliki daya rusak terhadap ekonomi. Rezim kediktatoran yang mengakar, meski berlaku lurus pada awalnya, pasti akan menyerah pada godaan untuk menguntungkan kepentingan-kepentingan

elit dalam lingkaran mereka sendiri di kemudian hari. 68 Seorang ekonom terkemuka Amartya Sen secara persuasif berpendapat

bahwa demokrasi dan hak sipil secara berkelanjutan bisa membantu melindungi kepentingan ekonomi dari bentuk kebijakan yang membawa bencana. Sebagai contoh, dia mengatakan bahwa terjadinya bencana ekonomi dan kemanusiaan di RRC, sebelum terjadinya lompatan kemajuan ekonomi, yang menyebabkan kematian hingga 30 juta orang rentang 1958-1961, karena adanya sistem pemerintahan otoriter di RRC yang tidak menyediakan kanal untuk menyampaikan koreksi atas kebijakan ekonomi Mao yang salah: [t]idak ada dalam negara demokrasi dengan partai-partai oposisinya dan kebebasan

persnya memberi peluang itu terjadi'. 69 Penelitian yang dilakukan Daniel Kaufmann dari World Bank Institute telah membuktikan kebenaran secara

empiris terhadap tesis Sen. 70 Sama halnya, Rhoda Howard juga telah mengajukan contoh bencana yang timbul dari adanya kebijakan ekonomi yang

otokratis di Afrika untuk mendukung argumentasi adanya masukan-masukan secara berkelanjutan dari mereka yang akan terkena dampak kebijaka sangatlah diperlukan demi memastikan bahwa kebijakan ekonomi yang

68 Howard, Loc.cit, n 70, 475 –6. 69 Amartya Sen, Human rights and economic achievements dalam Joanne R Bauer dan

Daniel A Bell (ed), The East Asian Challenge for Human Rights (Cambridge University Press, New York, 1999) 93.

70 Daniel Kaufmann, Human Rights and Governance: The Empirical Challenge dalam Philip Alston dan Mary Robinson (ed), Human Rights and Development: Towards Mutual

Reinforcement (Oxford University Press, New York, 2005) 352 –403.

diambil itu efektif 71 . Pengekangan terhadap masukan-masukan alternatif bagi pemerintah sama saja akan membuat pemerintah berpikir keras untuk

memecahkannya sendiri, karena kalangan profesional yang memberi usulan kebijakan ekonomi sebagai alternatif akan dipenjara atau diasingkan,

ketimbang usulan mereka akan dipertimbangkan. 72 Masalah lain dengan diberlakukannya pengekangan hak-hak Sipol oleh

pemerintah adalah tertutupnya jalan damai dengan kekuatan politik oposisi, yang mana kemudian akan mengalihkan pada opsi militerisme dalam menghadapi oposisi, yang akan mengarahkan roda pemerintahan ke lingkaran setan kudeta dan munculnya kudeta balasan secara silih berganti seperti yang

terjadi di beberapa negara berkembang, terutama di benua Afrika. 73 Para pendukung relativitas ekonomi sendiri, anehnya, cenderung tidak

menargetkan terpenuhinya hak-hak Ekosob atau hak atas pembangunan di lingkup domestik, dan tentu saja mereka adalah pendukung gigih hak-hak Ekosob dalam forum-forum HAM PBB seperti dalam Dewan HAM. Hak Sipol tidaklah bertentangan dengan pembangunan ekonomi. Tentu saja, suatu negara harus mengetahui batas-batas kekuasaannya dalam memaksimalkan pencapaian hasil dari adanya pengucuran anggaran, misalnya, batasan jelas sejauh mana penggusuran paksa terhadap masyarakat demi membuatkan jalan bagi proyek-proyek pembangunan. Hak-hak Ekosob akan membantu dalam memastikan adanya pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Dalam banyak hal, hak-hak Ekosob merupakan bentuk relativitas ekonomi itu sendiri, sejauh mana kewajiban bagi suatu negara akan bervariasi sesuai dengan tingkat

sumber dayanya. 74 Prinsip r elativitas budaya murni adalah prinsip berdasarkan aksioma

adanya pembedaan budaya yang bersifat relatif, keberadaan prinsip ini muncul sebagai penentang serius teori universalitas. Argumen teori ini berlawanan

dengan tipe argumentasi universalitas yang tidak akan dibahas di sini. 75 Satu

71 Howard, Loc. Cit, n 70, 473. Lihat juga 471 –4. 72 Ibid, 474 –5. 73 Ibid, 474. 74 Berkebalikannya, negara tertinggal tidak mengakui kegagalannya dalam mengakomodir

hak-hak Sipol, seperti dalam kasus adanya kondisi penjara yang memprihatinkan atau penundaan persidangan dengan alasan tidak wajar. Lihat Joseph, Schultz, dan Castan, Loc. Cit, n 71, para 1.101.

75 Lihat, secara umum, Jack Donnelly, Universal Human Rights in Theory and Practice, ed. Ke-2 (Cornell University Press, Ithaca, 2002). Masalah relativis budaya adalah salah satu isu

penting dalam hukum HAM internasional. Akan tetapi, perdebatan relativis budaya klasik penting dalam hukum HAM internasional. Akan tetapi, perdebatan relativis budaya klasik

yang tradisional secara fundamental. 76 Hukum HAM internasional secara umum menganut prinsip universalitas

ketimbang relativitas budaya, 77 meski memperbolehkan adanya pembatasan hak-hak berdasar budaya. 78 Pembatasan ini bukan berarti hukum HAM

membenarkan adanya homogenitas budaya. Fakta yang ada, justru adanya praktek-praktek budaya yang berbeda dilindungi oleh hukum HAM di bawah ketentuan Pasal 27 Kovenan Sipol, Pasal 15 Kovenan Ekosob, dan mensyaratkan berkaitan hak atas pangan dalam ketentuan Pasal 11 Kovenan Ekosob, bahwasanya pemenuhan hak ini haruslah disesuaikan dengan budaya

setempat. 79 Perlu diingat, Hukum HAM memberi mekanisme perlindungan terhadap adanya bahaya penggerusan budaya rentan minoritas yang

(misalnya mengenai mutilasi alat kelamin perempuan, hak-hak kaum kelompok gay dan lesbian, kewajiban memakai jilbab bagi perempuan di beberapa negara) sangatlah tidak relevan dalam perdebatan perdagangan/HAM: di satu bagian tertentu mungkin hal-hal ini mungkin memiliki relevansi dengan buku ini, yaitu menyangkut komentar tentang pembatasan internet China di Bagian 4, Sub Bagian 7.

76 Lihat juga Jack Donnelly, Human rights and Asian values: a Defense of Western Imperialism dalam Joanne R Bauer dan Daniel A Bell (ed), The East Asian Challenge for

Human Rights (Cambridge University Press, New York, 1999) 69, 81 –2. 77 Lihat, misalnya, Committee Komite Ekosob , General Comment No 21: Right of everyone

to take part in cultural life (Ps. 15, para. 1(a), of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights , dok PBB. E/C.12/GC/21 (21 Desember 2009) para 18,25, 64.

78 Misalnya, sejumlah hak-hak dalam Sipol, seperti kebebasan berekspresi oleh aturan- aturan secara proporsional untuk melindungi moral publik (Lihat Pasal 19(3) Kovenan

Sipol). Moral publik tentu berbeda di amsing=masing negara. Lihat, misalnya, Handyside v UK (1976) (Application no 5493/72) Series A/24. Di sisi lain, negara tidak diperkenankan membatasi hak-hak dengan mengatasnamakan moral publik: langkah pembatasan harus dirumuskan secara masuk akal dan proporsional; lihat, misalnya, Toonen v Australia, dok PBB. CCPR/C/50/D/488/1992 (4 April 1994) (Komite HAM PBB).

79 Komite Ekosob , General Comment : The right to adequate food Art. , dok PBB. E/C.12/1999/5 (12 Mei 1999) paragraf 8, 11, 39.

ditimbulkan oleh proyek-proyek pembangunan ekonomi tertentu. 80 Hukum HAM, bagaimanapun, memberlakukan standar-standar minimum bagi

praktek-praktek tertentu, yang diklaim sebagai budaya lokal. Seperti mutilasi alat

terhadap tuduhan menyimpang/sesat bagi suatu kepercayaan, dan tindak kekerasan terhadap kaum gay dan lesbian, yang banyak terjadi penolakan.

genital kaum

perempuan, pencegahan

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2