32 sebelumnya telah ditinggalkan dan diganti dengan mekanisme servo maupun
mekanisme umpan-balik feedback. Pada beberapa tahun sesudah Perang Dunia II berakhir, kecuali terlihat
adanya perkembangan teknologi mulai terjadi pula adanya pendekatan-pendekatan secara multidisipliner antara ahli-ahli faal. anatomi, psikolog, teknik, seni tari,
seni musik, dan lain-lainnya, yang pada akhirnya berhasil membuahkan suatu ilmu baru yang sebetulnya merupakan saudara kembar dari kinesiologi.
2.2.2 Teori Fungsionalisme
Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa ini, peneliti menggunakan teori fungsionalisme yang
ditawarkan oleh Malinowski. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan
antara institusi-institusi pranata-pranata dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial
didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski 1884-1942. Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam Ilmu Sastra
Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan yang kelak memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun 1908 ia lulus
33 Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, selama
studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi
kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman Koentjaraningrat, 1987:160. Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk
menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian
mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga
meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu
Malinowski 1944. Selanjutnya Malinowski T.O. Ihromi 2006, mengajukan sebuah orientasi
teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat.
Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan
mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam
suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah
kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para
warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi
34 melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, keamanan,
kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul
kebutuhan jenis kedua derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.
Dari teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski itu, penulis berasumsi bahwa tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa pastilah
berfungsi, kalau tidak kegiatan atau lembaga sosiobudaya ini pastilah mati atau menjelma dalam bentuk yang lainnya. Kegiatan sosiobudya tari Tibet ini
memainkan peran dalam konteks kesinambungan dan integrasi kebudayaan Tionghoa secara umum.
2.2.3 Teori Semiotik