34 melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, keamanan,
kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul
kebutuhan jenis kedua derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.
Dari teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski itu, penulis berasumsi bahwa tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa pastilah
berfungsi, kalau tidak kegiatan atau lembaga sosiobudaya ini pastilah mati atau menjelma dalam bentuk yang lainnya. Kegiatan sosiobudya tari Tibet ini
memainkan peran dalam konteks kesinambungan dan integrasi kebudayaan Tionghoa secara umum.
2.2.3 Teori Semiotik
Dalam membahas makna-makna yang terkandung dalam tari Tibet pada masyarakat etnik Tionghoa, secara lebih mendetail, penulis menggunakan teori
semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra
dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah semiotik sering digunakan dengan bersama
dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu tentangnya. Baik semiotik atau semiologi sering
digunakan bersama-sama, tergantung dimana istilah itu popular Endaswara,
2008:64.
35 Menurut Barthes dalam Kusumarini, 2006, “denotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.”
Barthes adalah penerus pemikiran Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi
kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.
Berthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi
antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification,
mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal. Di sinilah titik perbedaan
Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier- signified yang diusung Saussure.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,
jadi setelah terbentuk system sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki pertanda kedua dan membentuk tanda
baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian
36 berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan
menjadi mitos.
2.3 Tinjauan Pustaka