2.5 Hiperhomosisteinemia dan fragmentasi DNA
2.5.1 hiperhomosisteinemia dan kerusakan DNA Homosistein, suatu metabolit dari asam amino esensial metionin,
memainkan peran kunci dalam menhasilkan kelompok metil diperlukan untuk sintesis DNA, dan homosistein dapat diremetilasi menadi metionin oleh enzim
yang memerlukan folat atau kobalamin vitamin B12 atau dikatolobilisasi oleh CBS, suatu enzim yang bergantung kepada piridoksin, untuk membentuk sistein
Selhub, 1999. Sebuah studi baru-baru ini telah mengungkapkan peran homosistein
dalam memberikan kontribusi patogenesis gangguan neurodegenerative yang menunjukkan bahwa homosistein menginduksi kematian sel pada sel saraf otak
tikus. Untai DNA mengalami pemecahan dengan cepat setelah terpapar homosisstein sebelum terjaidnya disfungsi mitokondria, stres oksidatif dan
aktivasi caspase enzim yang mendegradasi DNA selama kematian sel Inna et al, 2000.
Peristiwa pada jalur apoptosis yang diaktifkan oleh homosistein tampaknya terjadi dengan urutan sebagai berikut: kerusakan DNA yang
berhubungan dengan aktivasi Poli-ADP-ribosa Polymerase PARP, aktivasi aktivasi caspase dan aktivasi p53, penurunan potensial membran mitokondria
dan disintegrasi nukleus. Selanjutnya, aktivasi PARP meningkatkan ingkat ROS, kalsium intraseluler, p53 Sakhi et al, 1996.
Akumulasi konsentrasi yang relatif tinggi dari homosistein dalam sel dapat menyebabkan untai DNA pecah dengan mengganggu siklus metilasi
DNA dan selanjutnya menyebabkan kerusakan DNA. Peningkatan kadar homosistein juga terbukti menyebabkan kerusakan sel hati mencit dengan
menginduks terjadinya hipometilasi DNA Liu et al, 2008. 2.5.2 Hiperhomosisteinemia maternal dan luaran reproduksi
Hiperhomosisteinemia ibu akan meningkatkan risiko infertilitas dan keguguran berulang dengan peningkatan terjadinya pemecahan untai DNA ,
hipometilasi DNA, ketidakstabilan kromosom dan aneuploidi embrio atau oosit. Ada 14 dari pasien keguguran berulang primer dan 33 dari keguguran
sekunder primer berulang dengan hiperhomosisteinemia Wouters et al, 1993. Meta-analisis memastikan adanya peningkatan risiko keguguran berulang dini
dengan hiperhomosisteinemia Nelen et al, 2003. Kejadian keguguran berulang
Universitas Sumatera Utara
dengan rasio odd sebesar 14,2 pada penderita dengan MTHFR allele 677T dan 1298C dan risikonya bahkan bisa lebih tinggi jika ibu dan janinnya adalah
homozigot Zetterberg et al, 2002. Kemungkinan terjadinya trisomi 21 juga meningkat Passwater, 2002. Bukti yang paling jelas pengaruh homosistein
terhadap luaran reproduksi adalah adanya peningkatan risiko cacat tabung saraf pada janin dari ibu yang kekurangan asam folat Cristiansen et al, 2005;
Forges et al, 2007. Pada akhir kehamilan, hiperhomosisteinemia dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi pre-eklampsia. Hal ini dilaporkan bahwa di
antara penderita
pra-elampsia berat,
terdapat 17
memiliki hiperhomosisteinemia Leeda et al, 1998.
Insiden hiperhomosisteinemia pada solusio plasenta adalah 31 dibandingkan dengan hanya 9 pada kelompok kontrol Goddjin-Wessel et al, 1996.
Sebesar 38,2 Kasus PJT yang tidak diketahui penyebabnya dikaitkan dengan hyperhomocysteinemia De Vries et al, 1997. Burke et al menemukan
10 kematian perinatal berhubungan dengan hiperhomosisteinemia. Kehamilan dengan risiko tinggi hiperhomosisteinemia memiliki resiko
terjadinya thromboemboli. Kehamilan itu sendiri merupakan faktor risiko trombotik. Kombinasi hiperhomosisteinemia dan kehamilan membuat risiko
meningkat terjadinya thromboembolic. Apakah tromboprofilaksis diperlukan , pertanyaan ini masih kontroversial.
2.5.3 Hiperhomosisteinemia paternal dan luaran reproduksi Dampak dari hiperthomosisteinemia untuk infertilitas pria masih
kontroversial. Dalam penelitian di Jerman, prevalensi dari polimorfisme MTHFR secara signifikan lebih tinggi di antara pasien laki-laki tidak subur dibandingkan
dengan kontrol 18,8 vs 9,5 Bezold et al, 2001. Sebaliknya, hasil di atas tidak diperoleh pada kelompok Belanda yang tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam prevalensi polimorfisme MTHFR antara kelompok normal dan subur Ebisch et al, 2003. Namun, efek peningkatan kadar homosistein dalam
sel gamet ayah terhadap embrio dan luaran kehamilan masih tetap belum diketahui. Studi baru dibutuhkan untuk mengeksplorasi pengaruh homosistein
terhadap sperma dan dampaknya terhadap janin dari akibat peningkatan kadar homocysteine ayah. Secara teoritis, kadar yang tinggi homosistein juga dapat
meningkatkan ROS yang telah terbukti menyebabkan kerusakan DNA sperma.
Universitas Sumatera Utara
Demikian jugaa, homosistein itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan DNA sperma.
2.6 Kadar homosistein dalam cairan semen