Keguguran berulang TINJAUAN PUSTAKA

8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keguguran berulang

Keguguran berulang secara tradisional didefinisikan sebagai tiga atau lebih berturut-turut keguguran yang terjadi sebelum kehamilan 20 minggu paska menstruasi Bricker dan Farquharsson, 2002. Tapi wawasan baru telah dimasukkan untuk mendefinisikan kembali keguguran berulang sebagai dua atau lebih keguguran karena alasan seperti di bawah ini. 1. Resiko keguguran berulang setelah 2 kali keguguran adalah tinggi sekitar 26 Roman, 1984. 2. Dorongan dan tuntutan yang kuat dari pasangan untuk mencari penyebab lebih lanjut dan pengobatan. 3. Dalam era modern ini sebagian besar pasangan menikah pada usia lanjut. Oleh karena itu, mereka tidak ingin menunggu sampai keguguran yang ketiga untuk mencari bantuan pengobatan. Keguguran berulang dapat menyebabkan perasaan frustasi dan kecewa bagi kedua belah pihak, baik dokter maupun pasien. Berbagai tes diagnostik dan pengobatan telah direkomendasikan dan dipublikasikan secara luas baik dalam literatur medis maupun literatur awam. Namun, hanya sedikit yang telah cukup diuji dengan penelitian yang dirancang tepat. ASRM telah merevisi definisi keguguran berulang dengan mengacu sebagai dua atau lebih keguguran ASRM, 2008. 2.1.1 Konsepsi dan Pertumbuhan Memahami pertumbuhan konsepsi dan proses perkembangan kehamilan adalah sangat penting untuk mempelajari teori etiologi dan keguguran. Ada tiga tahap pertumbuhan konsepsi sebagai berikut Branch dan Heuser, 2010. 1. Tahap Preembrionik, dimulai dari hari pertama haid dan berlangsung sampai minggu ke-4 kehamilan. Oosit tumbuh menjadi oosit metafase 2 dan berovulasi kemudian dibuahi oleh sperma dan menjadi morulla. Selanjutnya mengalami proses blastulasi berubah menjadi blastokista dan berimplantasi Universitas Sumatera Utara pada endometrium. Pra-embrio tumbuh menjadi lempeng bilaminar dan kemudian menjadi lempeng trilaminar. 2. Tahap embrio, dimulai dari minggu 5 sampai 10 minggu kehamilan. Selama tahap ini, lempeng trilaminar berubah menjadi bentuk silinder untuk membentuk kepala dan ekor. Semua proses organogenesis terjadi pada tahap ini. 3. Tahap janin mulai dari minggu 10 kehamilan sampai melahirkan. Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan dan diferensiasi semua organ terbentuk pada tahap embrio. Ada juga dua tahap yang berbeda dalam perkembangan plasenta dan sirkulasi janin ibu. Pada kehamilan normal, ditandai oleh invasi sel trofoblas oleh obstruksi arteri uteroplasenta. Pada 10 minggu pertama kehamilan, hal ini ditandai dengan aliran darah yang sangat terbatas ibu ke dalam jaringan intervili dan ruang intervili diisi dengan cairan acellular dan dalam keadaan hipoksia Burton et al, 2002. Pada periode ini, oksigenasi ke jaringan embrionik sebagian besar terjadi melalui proses difusi antara jaringan yang berdekatan daripada melalui sistem peredaran darah Jauniaux et al, 2006. Setelah 10 minggu kehamilan, regresi trofoblas dan dislokasi colokan arteriol dimulai dan memungkinkan inisiasi aliran darah intervili yang sebenarnya dan pada saat yang bersamaan terjadi peningkatan dalam tegangan oksigen intervili Toth et al, 2010. Konsep dari sirkulasi plasenta dan plasentasi ini adalah penting dan relevan dengan keguguran berulang, yang mana menggarisbawahi kerentanan yang berbeda dari konseptus pada tahap yang berbeda dari konsepsi dan ditandai dengan perbedaan dua diagnosis yang berbeda: keguguran berulang dini 10 minggu dan keguguran berulang lanjut 10 minggu. Terminologi lain sebagai keguguran preembrionik atau embrionik dan kematian janin Harlap et al, 1980. Keguguran embrionik lebih umum daripada kematian janin Bricker dan Farquharsson, 2002. Perbedaan ini telah menjadi isu penting karena etiologi dan tingkat rekurensi yang berbeda. Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi keguguran menurut usia kehamilan acara adalah sebagai berikut: 1. Keguguran Preembrionik keguguran biokimia dengan usia kehamilan 0- 4 minggu 2. Keguguran Embrionik keguguran dini dengan usia kehamilan 4-10 minggu 3. Kematian Janin keguguran lanjut dengan usia kehamilan 10-20 minggu Tabel 1 Klasifikasi keguguran berulang sesuai dengan usia kehamilan Direproduksi dari Baziad et al., 2010 Keguguran Usia Kehamilan minggu Jantung Janin tingkat aktivitas Hasil USG ß-HCG Preembrioni k Keguguran Biokimia 60-6 Tidak ada Tidak dapat diidentifikasi + Embrionik Keguguran dini 6-8 4-10 Tidak ada Tidak ada kantung kehamilan dengan atau tanpa janin + Kematian janin keguguran lanjut 8-2010- 20 Hilang CRL diidentifikasi dan aktivitas DJJ sebelumnya diidentifikasi + Universitas Sumatera Utara Klasifikasi keguguran sesuai dengan urutan kejadian adalah sebagai berikut: 1. Abortus Primer adalah kondisi dengan 2 atau lebih keguguran berturut-turut 2. Abortus sekunder adalah kondisi dengan 2 atau lebih keguguran berturut- turut setelah riwayat kehamilan dengan usia kehamilan di atas 20 minggu 3. Abortus Tersier adalah kondisi dengan keguguran sebelumnya diikuti oleh kehamilan dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dan kemudian diikuti dengan keguguran 2 atau lebih berturut-turut. Resiko keguguran berturut-turut akan meningkat setelah ada riwayat keguguran sebelumnya. Ini adalah alasan mengapa kita perlu menggali lebih dalam etiologi keguguran berulang karena tingkat kekambuhannya yang tinggi. Tabel 2 Resiko keguguran dini pada wanita muda Roma, 1984 Kelompok Jumlah keguguran Resiko Abortus Sekunder 1 2 3 4 5 12 24 26 32 26 53 Abortus Primer 2 atau lebih 40-45 2.1.3 Insiden Insidensi dua kali keguguran adalah sekitar 5 dan hanya 1 mengalami tiga atau lebih keguguran dari semua kehamilan Rai dan Regan, 2006. Angka keguguran spontan di Indonesia adalah 10-15 dan ada sekitar 5 juta kehamilan per tahun di Indonesia yang mengalami keguguran spontan dan diperkirakan sekitar 500.000-7.500.000 per tahun Azhari, 2002; Baziad et al, 2010. Angka keguguran per tahun adalah sekitar 37 per 1000 wanita usia reproduksi di Indonesia, angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan Negara Negara lain di Asia secara keseluruhan: regional sekitar 29 per 1000 wanita usia reproduksi Guttmacher, 2008. Keguguran berulang adalah sekitar 3-5 di Indonesia Harijanto, 2010. Di RS Dr.Hasan Sadikin Bandung, kejadian 2 kali keguguran adalah 1,79 Ningrum et al, 2004. Universitas Sumatera Utara Sementara itu di HFC Medan, jumlah kasus keguguran berulang adalah 123 pasien dari seluruh 2876 pasien infertilitas yang berobat, diperkirakan sekitar 4,28 HFC, 2011. 2.1.4 Etiologi Banyak etiologi telah dipostulasikan terhadap keguguran berulang, namun kebanyakan masih tetap kontroversial dan diklasifikasikan sebagai idiopatik, di mana tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi pada pasangan. Secara umum diketahui bahwa dalam kelompok idiopatik masih terdapat heterogenitas yang cukup besar dan bahwa tidak mungkin hanya satu mekanisme patologis tunggal yang menyebabkan terjadinya keguguran berulang Stirrat, 1990. Selain itu, ada perdebatan tentang penyebab dan asosiasi, sebagai mekanisme patofisiologi yang tepat dari etiologi kebanyakan dikenal belum tepat dijelaskan. Penelitian saat ini diarahkan pada teori tentang kegagalan dalam kontrol alamiah terhadap kualitas gamet, implantasi, invasi trofoblastik dan plasentasi, serta faktor-faktor lain yang mungkin seperti embriopatik Brigham et al, 1999. Kebanyakan wanita, dengan keguguran berulang mungkin memiliki beberapa faktor risiko untuk keguguran Jauniaux et al, 2006. Walaupun manfaatnya telah dilaporkan untuk berbagai pengobatan endokrinologik dan imunologik, banyak pendekatan terapi masih kontroversial. Penelitian acak terkontrol terbaru dan meta-analisis yang baru-baru ini diterbitkan dalam literatur internasional menunjukkan beberapa faktor etiologi berdasarkan kedokteran berbasis bukti. a. Genetik kromosom penyebab. Analisis kromosom yang dilakukan dari darah orang tua mengidentifikasi kelainan genetik yang diturunkan kurang dari 5 dari pasangan. Tampaknya kemungkinan etiologi ini akan meningkat pada kelompok dengan: pasangan dengan usia ibu yang rendah 35 tahun, riwayat tiga atau lebih keguguran dari garis keluarga tingkat satu orang tua atau saudara kandung Toth et al, 2010. Translokasi adalah kelainan kromosom yang paling umum diwariskan. Meskipun orang tua dengan kromosom translokasi sering terlihat normal, embrio yang mereka hasilkan dapat menerima materi genetik terlalu banyak atau terlalu sedikit yang dapat mengakibatkan keguguran. Bertolak belakang dengan penemuan yang jarang terjadi dari penyebab genetik yang Universitas Sumatera Utara diwariskan, banyak keguguran terjadi karena kelainan kromosom acak pada embrio Franssen et al, 2005. Bahkan, 50-75 atau lebih dari keguguran dini disebabkan oleh kelainan kromosom secara acak, kelainan kromosom ini biasanya numerik Fritz dan Speroff, 2005. b. Usia ibu yang lanjut. Pada usia 40, lebih dari sepertiga dari seluruh kehamilan, pada usia 43, setengah dari seluruh kehamilan dan setelah usia 45, hampir semua kehamilan akan mengalami keguguran. Sebagian besar embrio memiliki jumlah abnormal kromosom Fritz dan Speroff, 2005; ASRM 2008. c. Kelainan hormonal. Progesteron diperlukan untuk kehamilan agar dapat berlanjut Pritts dan Atwood, 2002. Masih ada kontroversi mengenai kondisi yang disebut dengan defek fase luteal dimana kadar progesteron rendah selama kehamilan dan ini dinyatakan dapat menyebabkan keguguran Erdem et al, 2009. d. Kelainan metabolik. Diabetes yang tidak terkontrol meningkatkan risiko keguguran pada wanita. Obesitas Clark et al, 1998 dan Sindrom Ovarium polikistik PCOS, memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya keguguran karena adanya resistensi insulin Wang et al, 2001 atau karena meningkatnya kadar androgen dan LH Clifford, 1996. Pasien dengan gangguan tiroid yang tidak diobati juga dapat mengakibatkan keguguran berulang Abalovich et al, 2002. e. Kelainan uterus. Distorsi rongga rahim dapat ditemukan pada sekitar 10 sampai 15 dari wanita dengan keguguran berulang. Kelainan bawaan seperti uterus didelphys, bicornis, unicornis, septum uterus, sedangkan sindrom ashermann, fibroid dan polip rahim yang merupakan kelainan yang didapat juga menyebabkan keguguran berulang Salim et al, 2003. f. Sindrom antifosfolipid. Tes darah untuk antibo di anticardiolipin, β glicoprotein dan lupus antikoagulan dapat mengidentifikasi wanita dengan sindrom antifosfolipid, yang menyebabkan trombosis pasokan darah ke konsepsi. Sekitar 3 sampai 15 dari keguguran berulang disebabkan oleh kondisi ini Empson, 2002. g. Trombofilia. Universitas Sumatera Utara Kelainan bawaan yang meningkatkan risiko pembekuan darah yang serius trombosis juga dapat meningkatkan risiko kematian janin pada semester kedua kehamilan. Namun, tidak ada manfaat yang terbukti untuk pemeriksaan atau pengobatan dengan trombofilia pada keguguran berulang semester pertama kehamilan Mico dan Duva, 2009. h. Rhesus tidak cocok. Sekarang diketahui bahwa tanpa profilaksis, ada kemungkinan 15 dari imunisasi rhesus menyebabkan konsekuensi bencana keguguran pada kehamilan berikutnya untuk wanita Rhesus negatif dengan suami Rhesus positif ACOG, 1996. i. Tidak diketahui Pada 50-70 pasangan dengan keguguran berulang umumnya tidak diketahui penyebabnya ASRM, 2008. j. Infeksi bakteri, virus dan parasit semua bisa mengganggu perkembangan awal kehamilan, tetapi tidak ada yang tampaknya menjadi penyebab signifikan keguguran berulang. Penapisan Toksoplasmosis - Rubella - Cytomegalovirus - Herpes TORCH oleh karenanya mempunyai nilai terbatas dalam penyelidikan keguguran berulang, di luar sebuah episode infeksi akut Charles dan Larsen, 1990. k. Lingkungan yang mengandung racun seperti pestisida, logam berat seperti air raksa dan timah, pelarut organik, dan konsumsi alkohol yang berlebihan, radiasi pengion Korrick et al, 2001. Perokok berat, kafein, dan hipertermi juga diduga menyebabkan keguguran berulang Gardella dan Hill, 2000. l. Faktor laki-laki. Ada penemuan dari studi yang kontroversial bahwa kerusakan DNA sperma dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan kemungkinan dapat menyebabkan keguguran. Namun, data ini masih awal dan tidak diketahui seberapa sering cacat sperma berkontribusi pada keguguran berulang Hankel et al, 2004. Universitas Sumatera Utara 2.1.5 Pemeriksaan Berdasarkan Evidence Based Medicine maka pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasangan dengan keguguran berulang adalah berikut: a. Pemeriksaan status Koagulasi darah. Wanita dengan riwayat tiga atau lebih keguguran sebelum 10 minggu, atau kem atian janin ≥ 10 minggu yang tidak dapat dijelaskan dengan janin morfologis normal, atau lahir prematur ≤ γ4 minggu dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta, harus ditawarkan tes Lupus Antikoagulan, antibodi anticardiolipin, antibodi ß 2 glycoprotein-1 untuk memastikan diagnosa sindroma antifosfolipid Micco and D’uva ,β009; Empson et al, 2002 . Hubungan wanita yang mengalami keguguran 10 minggu dengan trombofilia yang diturunkan, termasuk Faktor V Leiden, defisiensi resistensi protein C teraktivasi, prothrombin G20210A dan defisiensi protein S masih simpang siur. Studi epidemiologi yang lebih besar jelas diperlukan untuk membenarkan pengujian penapisan trombofilia diwariskan dalam praktek klinis rutin Dawood et al 2003; Bohlmann et al, 2004. b. Pemeriksaan endokrinologis. Data-data epidemiologi awal telah menunjukkan hubungan antara keguguran berulang dengan hipotiroidisme atau diabetes mellitus. Meskipun bukti saat ini menunjukkan bahwa hipotiroidisme dan diabetes yang terkendali tidak berkaitan dengan keguguran berulang, tes fungsi tiroid dan pengukuran HbA1c yang akurat dan murah masih dapat dianggap sebagai bagian dari evaluasi keguguran berulang Mills, dkk, 1994; Abalovich et al, 2002. Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko yang signifikan secara statistik dengan keguguran berulang semester pertama. Hubungan Sindrom Ovarium Polikistik PCOS dan keguguran berulang telah ditunjukkan, dan dapat merupakan akibat dari hubungan antara obesitas dan keguguran Clark et al, 1998. Gangguan endokrinologi lainnya seperti hipersekresi LH Regan et al, 1990, resistensi insulin tinggi, hiperandrogenemia Rai et al, 2000, hiperprolaktinemia Hukum, 2005 dan defek fase luteal telah dikaitkan dengan keguguran berulang Karamadian dan Grimes, 1994. Universitas Sumatera Utara c. Pemeriksaan imunologis . Respon imun yang berlebihan terhadap antigen ayah sehingga menghasilkan sel-sel imun yang abnormal dan produksi sitokin telah dan masih dianggap sebagai salah satu penyebab keguguran berulang. Secara khusus, perhatian saat ini difokuskan pada hubungan antara keguguran berulang dan sel Natural Killer NK. Meskipun banyak bukti-bukti yang bertentangan, studi ini menunjukkan perbedaan kadar darah perifer-sel NK pada wanita dengan keguguran berulang Tang et al, 2011. Perbedaan fenotipik dan fungsional antara sel-sel darah perifer NK, dan tes untuk mengukur sel-sel NK dalam darah perifer tidak memberikan informasi yang berguna mengenai jumlah sel NK uterus . Dalam konteks ini, pengujian sel darah perifer NK tidak boleh dilakukan secara rutin dalam evaluasi keguguran pada keguguran spontan secara umum dan keguguran berulang pada khususnya Jauniaux et al, 2006. Keseimbangan antara sitokin Th1 dan sitokin Th2 adalah penting untuk menunjang berlanjutnya kehamilan. Sitokin Th1 membantu penolakan allograft dan sitokin Th2 menghambat respon Th1 Piccinni, 2006. d. Pemeriksaan sitogenetika orang tua. Insiden kelainan struktur kromosom, biasanya berupa translokasi seimbang meningkat pada pasangan dengan keguguran berulang. Semua empat faktor, yaitu usia ibu muda pada keguguran kedua, riwayat tiga atau lebih keguguran, riwayat dari dua atau lebih keguguran pada seorang saudara atau saudari, dan sejarah dari dua atau lebih keguguran pada orangtua pasangan baik dari istri maupun suami akan meningkatkan probabilitas status karier bila ada empat faktor yang digabungkan. Setelah satu keguguran, secara umum masih dapat diterima untuk menahan diri dari pemeriksaan analisa kromosom. Insiden status karier setelah satu keguguran adalah 2,2. Dengan demikian disarankan untuk merujuk untuk kariotipe orangtua hanya bila probabilitas status carrier ≥ β,β Franssen et al, 2005. e. Pemeriksaan histopatologi dan sitogenetika. Sementara ini merupakan praktik rutin mengirim produk dari konsepsi untuk pemeriksaan histologis, terutama untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit trophoblastik gestasional, kegunaan pemeriksaan histopatologi Universitas Sumatera Utara jaringan plasenta dan atau janin pada kasus keguguran berulang untuk kepentingan penanganan kehamilan di masa yang akan datang masih harus dipelajari . Secara keseluruhan, tidak tepatnya dalam laporan morfologi vili dan keterbatasan klinis yang bermakna dari temuan tentang adanya aneuploidi pada keguguran sporadis telah membuat banyak penulis menyimpulkan bahwa klasifikasi histologis adalah pemeriksaan klinis yang tidak berharga Fox et al, 1993. f. Pemeriksaan kelainan anatomi. Prevalensi dan dampak malformasi uterus terhadap fungsi reproduksi pada populasi umum belum jelas dapat dipastikan. Secara tradisional, laparoskopi, Histerosalpingografi HSG dan atau histeroskopi telah digunakan untuk mendiagnosa malformasi uterus pada wanita dengan keguguran berulang. USG, USG 3D khususnya, cukup akurat,hasilnya terpercaya , non-invasif, dengan basis rawat jalan untuk diagnosis kelainan kongenital rahim. Telah dilaporkan bahwa wanita dengan rahim ber septum memiliki insiden yang lebih tinggi keguguran trimester pertama, sedangkan wanita dengan rahim arkuata lebih sering terjadi keguguran pada trimester kedua dan kelahiran prematur Salim et al, 2003. g. Pemeriksaan infeksi. Sangat kecil kemungkinan infeksi pada ibu dapat menyebabkan keguguran berulang. Tidak ada hasil positif dan korelasi keguguran berulang dengan TORCH Toxoplasmosis - Rubella - Cytomegolavirus - Herpes dan pemeriksaan klamidia. Di Inggris, sebagian besar unit di rumah sakit telah berhenti melakukan tes ini Li et al, 2002. Vaginosis bakterial adalah infeksi vagina yang dapat menyebabkan kelahiran prematur dan kematian janin tetapi tidak terkait dengan keguguran dini Hay et al, 1994; Trabert dan Misra, 2007; Waters et al, 2008. 2.1.6 Pemeriksaan keguguran berulang dini Yang diusulkan pemeriksaan untuk keguguran berulang dini untuk menemukan penyebabnya adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan sitogenetika orangtua Semua empat faktor, yaitu usia ibu yang masih muda pada keguguran kedua 35 tahun, riwayat tiga atau lebih keguguran, riwayat dari dua atau lebih Universitas Sumatera Utara keguguran pada seorang saudara atau saudari, dan sejarah dari dua atau lebih keguguran pada orangtua dari istri maupun suami dapat meningkatkan kemungkinan status karier yang diperoleh saat ini bila empat faktor digabungkan. Setelah satu keguguran, secara umum diterima untuk menahan diri dari pemeriksaan analisa kromosom. Insiden status karier setelah satu keguguran adalah 2,2. Dengan demikian disarankan untuk melakukan pemeriksaan untuk kariotipe orangtua hanya bila probabilitas status carrier ≥ β,β Franssen et al, β005. b. Gangguan metabolik Hanya diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keguguran berulang. Kadar gula darah puasa atau HBA1c cukup untuk penapisan diabetes Mills et al,1994 Hipotiroidisme sebagai penyebab keguguran dapat disaring dengan pengujian kadar TSH Abalovich et al, 2002. c. Gangguan endokrin reproduksi Beberapa gangguan endokrin reproduksi adalah: 1. PCOS dapat didiagnosis dari kriteria Rotterdam yang memenuhi setidaknya 2 dari berikut: oligo anovulasi, tanda biokimia dan atau klinis hiperandrogenisme; ovarium Polikistik setelah eksklusi gangguan terkait Wang et al, 2001. 2. Hiperprolakinemia dapat didiagnosis dari tes kadar prolaktin jika 25 mIU Ml diidentifikasi sebagai hiperprolaktinemia UU, 2005. 3. Defek Fase luteal ini dapat didiagnosis dari riwayat menstruasi yang singkat di mana periode menstruasi kurang dari 26 hari atau dengan uji progesteron mid luteal yang 10 ng dl dianggap sebagai tanda defek fase luteal Karamadian dan Grimes, 1994. d. Gangguan imunologi Wanita dengan riwayat tiga atau lebih keguguran dengan usia kehamilan sebelum 10 minggu, atau kematian konsepsi yang tidak dapat dijelaskan pada ≥ 10 minggu dengan janin morfologis normal, atau lahir prematur ≤ γ4 minggu dengan preeklampsia berat atau insufisiensi plasenta, harus ditawarkan tes Antibodi LupusAnti-koagulan LAC dan Anti-cardiolipin ACL, anti β glikoprotein-1 antibodi untuk mengkonfirmasi diagnose sindrom antifosfolipid APS Micco dan DUva, 2009. Universitas Sumatera Utara e. Idiopatik Ketika semua pemeriksaan di atas dinyatakan normal. Gambar 1 Bagan pemeriksaan Keguguran berulang dini Dimodifikasi dan direproduksi dari Baziad et al, 2010 Keguguran berulang Analisa Kromosomal Hormonal Metabolik Tiroid DM Reproduktif PCOS Hiperprolaktinemia Defek Fase Luteal Imunologi LINGKUNGAN - Pestisida - Logam berat - Suhu - Radiasi LIFESTYLE - Alkohol - Kopi - Merokok Universitas Sumatera Utara 2.1.7 Pemeriksaan pada kematian janin Pemeriksaan pada kematian janin meliputi seluruh pemeriksaan pada keguguran berulang dini ditambah dengan pemeriksaan tambahan sebagai berikut: 1 Gangguan hematologi a. Wanita dengan keturunan trombofilia, termasuk Factor V Leiden defisiensi, resistensi protein C teraktivasi, prothrombin G20210A, dan defisiensi protein S dapat diselidiki dengan pemeriksaan waktu prothrombin, activated prothrombin time aPTT, protein C, protein S, resitensi protein C teraktivasi, fungsi trombosit Dawood et al, 2003; Bohlmann et al, 2004. b. Ketidakcocokan rhesus akan menyebabkan keguguran setelah kehamilan berikutnya dari ibu dengan golongan darah rhesus negatif yang mengandung bayi dari suami dengan golongan darah rhesus positif dengan kemungkinan sebanyak 15 ACOG, 1996. 2. Kelainan Anatomi a. Kelainan kongenital rahim seperti rahim unikornuat, septum, didelfis, bikornuat, dan arkuata. b. Kelainan rahim yang didapat seperti mioma, polip, dan Sindrom Ashermann itu. c. Serviks inkompeten Salim et al, 2003. 3. Infeksi cervicitis dan vaginitis yang disebabkan oleh vaginosis bakterial Waters et al, 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2.1.8 Pengelolaan keguguran berulang Manajemen keguguran berulang berdasarkan pada etiologi nya Baziad et al, 2010: A. Kelainan kromosom Pasien harus diberitahu dan ditawarkan untuk skrining prenatal. Tidak ada pengobatan khusus untuk kelainan genetik yang diturunkan kecuali dengan donor embrio atau sel gamet. a. Gangguan metabolik 1. Diabetes mellitus, gula darah harus dikontrol dengan menggunakan obat antidiabetik oral seperti kelompok sulfonilurea atau metformin. 2. Hipotiroidisme dapat diobati dengan suplemen tiroksin. b. Gangguan endokrin reproduksi 1. PCOS dan defek fase luteal dapat diobati dengan induksi ovulasi dan obat penyokong fase luteal. 2. Hiperprolaktinemia dapat diobati dengan dopamine agonis seperti bromokriptin. c. Gangguan imunologi Sindrom antifosfolipid dapat diobati dengan kombinasi antikoagulan seperti heparin dan agen anti trombotik seperti aspirin dosis rendah. d. Gangguan hematologi Trombofilia dapat diobati dengan antikoagulan seperti heparin. e. Kelainan Anatomi Kelainan rahim dapat dikelola dengan operasi khusus seperti septum dapat diobati dengan reseksi histeroskopi.rahim bikornuat dapat diobati dengan metroplasti. Mioma dapat diobati dengan miomektomi, Sindrom Ashermann bisa diobati dengan histeroskopi adhesiolisis. Serviks inkompeten dapat dikelola dengan circlage serviks f. Infeksi bakteri vaginosis dapat diobati dengan antibiotik tertentu seperti metronidazol atau klindamisin. g. Gaya hidup Gaya hidup seperti perokok berat, peminum alkohol berlebihan atau peminum Universitas Sumatera Utara kopi yang berlebihan harus mengurangi atau berhenti dari kebiasaan itu. Bagi mereka yang bekerja dengan pestisida, logam berat atau lingkungan panas yang berlebihan harus diubah dan menghindari lingkungan seperti itu. i. Idiopathik Tidak ada pengobatan spesifik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.2 Faktor Pria faktor dan keguguran berulang