27
BAB II
DARI PORTUGIS KE NUSANTARA HINGGA
MENJADI KERONCONG TUGU
Pada Bab II ini akan dikaji keberadaan musik Keroncong Tugu. Kajian ini dilatarbelakangi oleh sejarah lahirnya musik keroncong di Indonesia, yakni
ketika Portugis mulai melakukan pelayaran ke wilayah Timur. Musik Keroncong yang dimaksudkan penulis dalam pembahasan ini adalah musik Keroncong Tugu
yang juga menjadi awal lahirnya musik keroncong pertama di Indonesia yang masih tetap hidup dan mempertahankan ciri khasnya sehingga musik Keroncong
Tugu djadikan sebagai identitas bagi kebudayaan orang-orang keturunan Portugis di Kampung Tugu yang tetap mempertahankan keaslian musiknya serta
menjadi kelompok musik keroncong tertua yang tetap eksis dalam kancah musik populer Indonesia hingga sekarang.
2.1 Kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia
Lahirnya musik keroncong di tanah air Indonesia sangat berkaitan erat dengan sebuah nilai sejarah yang diawali sejak datangnya bangsa Portugis ke
Nusantara, yakni ke bagian Timur wilayah Indonesia. Kedatangan bangsa Portugis diperkirakan kurang lebih sekitar abad ke lima belas yang mana hal itu
didasari oleh rasa keingintahuan mereka akan kesuburan tanah Indonesia serta melimpahnya hasil bumi Indonesia khususnya rempah-rempah yang sangat
dibutuhkan bangsa Eropa terlebih ketika terjadi musim dingin. Selama musim
28 dingin di Eropa, tidak ada salah satu cara pun yang dapat dijalankan untuk
mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup. Kerena itu banyak hewan ternak yang disembelih dan dagingnya kemudian harus di
awetkan. Untuk itulah diperlukan sekali banyak garam dan rempah-rempah. Cengkeh dari Indonesia Timur adalah yang paling berharga. Indonesia
juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala. Kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah termasuk dalam tanaman rempah-rempah menjadi alasan
Portugis ingin menguasai daerah Indonesia sekaligus menguasai pasaran Eropa. Hal serupa juga dikatakan oleh seorang ahli sejarah dan arkeologi Islam
Uka Tjandrasasmita dalam bukunya Indonesia-Portugal: Five Hundred Years Of Historical Relationship Capessa 2002, mengutip sejumlah ahli sejarah,
menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dengan tiga kata bahasa Portugis, yakni
Feitoria, Furtaleza, dan Igreja yang arti harafiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer dan penyebaran agama Katolik.
Pendeta Francisan bernama John dari Monte Corvino dapat dikatakan sebagai orang pertama yang menginjakkan kakinya di Asia sebelum Marcopolo
melakukan perjalanannya. Dia dan juga beberapa orang temannya mamou mencapai daerah Asia melalui laut, dari India dan Teluk Persia dan melewati
Asia Tenggara. Sejak saat itu akhirnya beberapa misionasris melakukan perjalanan pulang-pergi melalui jalur laut. Sekitar tahun 1342, pendeta
misionaris lain yang bernama John Mariggnolli dari Florencia datang ke Cina dengan menggunakan jalur darat dan kemudian kembalai lagi ke rumahnya pada
29 bulan Desember 1346, melewati Asia Tenggara. Berdasarkan pengalaman
perjalanannya melewati Asia Tenggara ia kemudian menggambarkan “Saba” Jawa atau Sumatera adalah sebuah daerah pedalaman yang tidak ada
bandingannya serta cerita lain yang dinilai Hall sebagai “kisah fantastik” Hall,
ibid, hal.232
Kemudian menyusul pula sebuah keluarga terhormat bernama Nicole de’ Contian yang juga adalah orang Eropa untuk melakukan perjalanan ke Asia
Tenggara. Dia adalah seorang yang mencari peluang dagang dan menghabiskan waktu kurang lebih 25 tahun mengembara di daerah Timur, berkunjung ke pulau
Sumatera dan Jawa dan kembali pulang pada tahun 1444. Ia melukiskan pulau Sumatera sebagai pulau yang kaya akan merica dan emas.
Setelah itu menyusul pula seorang Italia yang bernama Hieronomo de Santo Stefano datang berkunjung juga ke pulau Sumatera pada tahun 1496 dan
ia menggambarkan pula bahwa pulau Sumatera adalah sebuah tempat tumbuh suburnya merica, sutera, lada, kapur barus, kayu cendana,dan banyak hasil bumi
melimpah lainnya. Tidak lama berselang Santo Stefano diikuti oleh perantau lainnya dari Bologna, Ludovico di Varthema, pada tahun 1502 dan merupakan
orang pertama yang mengenalkan Selat Melaka kepada orang Eropa. Dia menggambarkan Melaka adalah sebagai sebuah selat yang bisa dijadikan sebagai
jalan perdagangan besar dengan memanfaatkan pelabuhan yang ada, terutama perdagangan rempah-rempah. Singkatnya, pelabuhan yang dibuat oleh Stefano
kemudian direbut oleh Alfonso de Albuquerque ketika memimpin pelayaran Portugis pada tahun 1511.
30 Keberhasilan Portugis merebut pelabuhan di Melaka merupakan sebuah
kesuksesan yang termahal dari semua usaha yang pernah dilakukan oleh Portugis untuk menguasai Asia dan Afrika Massarella 1990:19. Manuel, yang
ketika itu adalah Raja Portugis merasa sangat bangga dengan pencapaian yang dilakukan Alfonso, sehingga dia menceritakan kesuksesaan itu kepada paus Leo
X di Roma melalui sebuah surat. Setelah memberikan selamat kepada Raja Manuel, kemudian Paus mengeluarkan ‘Maklumat Pengakuan‘ pada tanggal 3
November 1514. Isi maklumat itu adalah “ia melarang orang Kristen ikut campur atau masuk tanpa izin ke wilayah yang berhasil dikuasi oleh Raja
Manuel tersebut. Dengan adanya pengakuan itu, Portugis pun merasa semakin kuat dan yakin untuk memperluas dan memperkuat kekuasaannya di Melaka
sehingga Portugis membangun sebuah benteng untuk dapat terus mempertahankan kekuatan dan kekuasaannya dari setiap interupsi atau serangan.
Berhasilnya Portugis menguasai Melaka yang kaya dengan rempah- rempah tidaklah membuat Portugis puas dan behenti sampai pada titik itu.
Meskipun keberhasilan Portugis menguasai Melaka pada waktu itu merupakan kesuksesan terbesar mereka, namun mereka masih menyadari bahwa Melaka
bukanlah penghasil rempah-rempah terbanyak, melainkan ada daerah lain yakni Maluku yang masih memiliki rempah-rempah lebih berlimpah dibandingkan
Melaka. Akhirnya, Albuqerqeu mengirimkan pasukannya ke pulau Jawa untuk meminta izin berlayar di laut Jawa sebelum mereka tiba di Maluku yaitu tempat
di mana sumber rempah-rempah yang mereka cari. Pada Desember 1511, mereka mendarat di pelabuhan Jawa di Banten yang mayoritas beragama Islam.
31 Karena kondisi kapal mereka yang sudah tua dan tidak layak pakai, akhirnya
kepala navigator yakni Fransisco Serrao memerintahkan mereka untuk membakar semua kapal mereka dan kemudian membeli kapal bekas milik
nelayan lokal lalu melanjutkan perjalanan ke arah selatan menuju pulau-pulau Banda.
Setelah mereka pulang dari Banda, sekitar tahun 1512, kapal mereka yang sudah penuh dengan rempah-rempah yakni cengkeh, pala, dan bunga pala
mengalami kecelakaan dan akhirnya karam setelah dihantam hebat oleh badai. Dari semua pasukan yang berangkat, hanya tersisa tujuh orang yang berhasil
diselamatkan oleh penduduk setempat. Ketujuh orang ini kemudian dilaporkan kepada Sultan Abu Lais di Ternate. Sultan Abu Lais adalah seorang yang bisa
meramalkan sesuatu dan dia percaya dengan ramalannya itu kehadiran ketujuh orang Portugis ini dapat membantunya untuk memperluas kekuasaannya di
Maluku, dan oleh karena itu beliau menyambut dengan ramah dan hangat ke tujuh orang Portugis tersebut. Pucuk di cinta ulam pun tiba, itulah yang dapat
menggambarkan keberadaan orang Portugis pada waktu itu. Kini mereka ada di tempat yang tepat yakni tempat di mana berlimpahnya rempah-rempah yang
mereka cari selama ini. Situasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh Portugis. Selain mereka kini
ada di tempat yang tepat, mereka juga bersahabat baik dengan Sultan Ternate sehingga muncul ide mereka untuk memonopoli rempah-rempah yang dapat
mereka jual dengan harga tinggi di Eropa. Bagi Sultan Ternate sendiri yaitu Abu Lais, kehadiran orang Portuguis juga merupakan sebuah keuntungan yang dapat
32 membantunya untuk memperkokoh kekuasaannya. Oleh karena hal itu dia
sangat antusias dan bahkan memohon kepada Serrao sebagai kepala navigator mengirimkan surat kepada Raja Dom Manuel untuk mengirimkan pasukan dari
Portugis dan meminta Portugis membangun sebuah pabrik di Ternate dengan imabalan yaitu memberikan izin kepada Portugis untuk membangun sebuah
benteng di Ternate dan ia berjanji akan mengirimkan cengkeh ke Portugis. Pada tahun 1513 Melaka mengirimkan ekspedisi cengkeh dalam jumlah
yang banyak untuk kedua kalinya, namun pada saat itu lawan dari Sultan Abu Lais yaitu Sultan Mansyur dari Tidore juga mengirimkan hal serupa kepada
Portugis dengan tujuan yang sama yakni untuk meminta dukungan militer dari Portugis. Alhasil kedua Sultan yang salilng bermusuhan itu pun sama-sama
meminta bantuan militer dari Portugis, dan itu membuat keadaan di seluruh pulau itu semakin rumit.
Pada bulan November 1521 kapal ekspedisi milik Spanyol, Victoria akhirnya berlabuh di Tidore. Kehadiran mereka disambut hangat oleh Sultan
Mansyur karena hal itu sudah diramalkannya lewat mimpi, bahwa dalam mimpinya dia melihat akan datang kapal-kapal besar dari tempat yang jauh, dan
ternyata itu adalah Spanyol. Kehadiran Spanyol ini membuat Portugis sesegera mungkin memperkokoh posisinya dengan memaksa membuat sebuah perjanjian
dengan Ternate agar Portugis memonopoli perdagangan cengkeh. Dengan ini akhirnya Portugis benar-benar menguasai daerah itu dan dibangunlah benteng
pertama milik Portugis pada tanggal 15 februari 1523 dengan nama Sao Jao Bautista St John the Baptist untuk memperkuat kekuasaan Portugis.
33 Semakin lama situasi pun semakin memburuk, hal itu dikarenakan
pertarungan antara Portugis yang beraliansi dengan Ternate yang pada waktu itu dipimpin oleh anak dari Sultan Abu Lais yaitu Sultan Abu Hayat yang pada
waktu itu berusia tujuh tahun melawan Spanyol yang beraliansi dengan Tidore. Kepada Tidore Spanyol berjanji menyediakan kapal, pasukan, dan amunisi untuk
dapat melawan semua musuhnya, termasuk Portugis. Namun pada kenyataannya usaha perlawanan yang dilakukan oleh Spanyol tidak pernah berhasil, dengan
kata lain mereka selalu kalah dengan Portugis dan itu membuat Spanyol mundur meninggalkan Maluku.
Di sisi yang lain juga hubungan antara Portugis dengan Ternate semakin memburuk. Hal ini diawali sejak orang-orang ternate menyadari bahwa Portugis
berusaha memonopoli rempah-rempah di Ternate dan menjadi lebih buruk lagi sejak Kapten Portugis yang kala itu dipimpin oleh Kapten Portugis Dom Jorge
de Menese menyandera Sultan Abu Hayat di benteng milik Portugis hingga dia meninggal dunia yang kemudian digantikan dengan saudaranya Dayali yang
juga disandera oleh Portugis di benteng mereka. Peristiwa ini membangkitkan amarah masyarakat Ternate, hingga
akhirnya mereka melakukan perlawanan terhadap Portugis. Selain masyarakat Ternate, muncul juga perlawanan dari daerah lain seperti Maluku yang
menantang keras usaha monopoli yang dilakukan oleh Portugis. Selain itu kerajaan Islam Demak juga ikut serta melakukan perlawanan terhadap kegiatan
misionaris yang dilakukan oleh Portugis. Benteng Portugis yang terletak di Sunda Kelapa sekarang menjadi Jakarta berhasil dikalahkan oleh Sultan
34 Fatahilah bekerjasama dengan kerajaan Sunda-Hindu, Pajajaran pada tahun
1572.
2.2 Kampung Tugu