SISTEM REKRUTMEN DAN MEDIA PENYEBARAN RADIKALISME DAN TERORISME DI KALTIM

BAB 3 SISTEM REKRUTMEN DAN MEDIA PENYEBARAN RADIKALISME DAN TERORISME DI KALTIM

Sistem Rekrutmen dan Narasi Radikalisme dan Terorisme

Pasca reformasi 1998 yang ditandai dengan terbukanya kran demokrasi dan kebebasan telah menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena radikalisme di kalangan umat Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai sumbu, seperti sosial, ekonomi dan politik. Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi isu yang krusial bagi umat Islam di Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah kelompok Muslim dari garis keras yang sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan. Berangkat dari hal tersebut dapat dianalisis tentang sistem dan media yang digunakan dalam proses penyebaran radikalisme dan terorisme khususnya di Kalimantan Timur.

Dari hasil penelitian dan penelusuran studi pustaka terkait dengan rekrutmen anggota oleh kelompok radikalis dan teroris menggunakan dua sistem, yaitu sistem konvensional dan sistem modern. Sistem konvensional adalah sistem yang digunakan secara tradisional untuk merekrut calon anggotanya dengan cara mendatangi orang per orang guna menjelaskan dan menanamkan ideologi yang mereka yakini. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh SB, Ketua GP

Ansor di Samarinda, biasanya penyebaran paham ini dilakukan secara konvensional karena mereka termasuk golongan minoritas. Sistem perekrutan mereka pun tidak dilakukan secara massal, akan tetapi biasanya melalui pertemanan, home to home atau melalui suatu kegiatan tertentu yang sifatnya sangat eksklusif.

Ketua DPD Nahdlatul Wathan Kutai Barat, IS juga menegaskan bahwa dalam melakukan perekrutan terhadap calon anggota gerakan Islam radikal menggunakan beberapa cara atau metode tergantung seperti apa dan bagaimana calon korbannya. Beberapa kasus pencucian otak yang marak akhir- akhir ini hanyalah salah satu cara rekrutmen anggota gerakan Islam radikal seperti NII dan HTI. Pola ideologis yang digunakan oleh kaum radikalis adalah pemahaman Islam secara praktis tanpa adanya pemahaman Islam secara epistemologis yang memadai. Mereka menggunakan pemahaman absolutisme Islam tanpa mempertimbangkan budaya dan nilai historistik masyarakat. Para pengikut jaringan Islam radikal ini biasanya mengalami cuci otak dengan pemahaman Islam yang mekanistik-dogmatik, sama seperti rumus- rumus eksakta, yang kering dari kearifan dan dari pengalaman keagamaan, corak-corak kultural, nilai- nilai historistik dan perkembangan keilmuan Islam yang mengandung tradisi maupun kearifan sosial. Mereka memaksakan dogma-dogma dan doktrin-doktrin itu untuk diterapkan di tengah-tengah masyarakat tanpa mempertimbangkan budaya dan nilai historikal yang telah eksis di masyarakat.

Tokoh Muhammadiyah Berau menjelaskan bahwa pola rekrutmen calon anggota kelompok radikal melalui cara cuci otak hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Waktu yang dibutuhkan

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

hanya sekitar satu jam, tetapi sangat efektif dalam mengubah pola pikir seseorang. Menurutnya, pola doktrin yang diterapkan beberapa kelompok radikal memiliki tiga tahapan, yaitu, tahap pertama dilakukan dengan membangkitkan nostalgia kejayaan Islam di era kekhalifahan selama 20 menit. Tahap kedua adalah menampilkan tontonan kekejaman Israel dan Amerika Serikat terhadap warga Muslim termasuk serangan Israel terhadap warga Palestina, warga Irak dan Afghanistan serta penyiksaan di penjara Guantanamo. Tahap ini dilakukan selama 30 menit untuk memunculkan semangat juang mereka. Tahap ketiga adalah pendalilan, yaitu menyampaikan dalil- dalil dalam al-Qur’an dan hadis sesuai pemahaman mereka untuk menimbulkan keinginan berjihad. Dalam tahap pendalilan disampaikan soal hukumnya jika tidak ikut berjihad, soal jama’ah dan terakhir adalah soal mati syahid.

Pengurus NU Kutai Timur, MM berpendapat bahwa sistem keanggotaan merupakan ciri khas dari organisasi ini. Untuk mencapai tujuannya para pemimpin organisasi ini mengambil bahan-bahan ideologis yang mengikat anggotanya. Pelajar sekolah menengah, mahasiswa, serta para sarjana mendominasi latar belakang anggota organisasi ini. Namun tahun-tahun belakangan, organisasi ini telah menyebarkan target rekrutmen anggota ke masyarakat umum, khususnya pedesaan, termasuk kepada anggota dan warga NU. Modus penyebaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengenalan, penyebaran, pembai’atan dan indoktrinasi ide-ide dan pemikiran Hizbut Tahrir kepada masyarakat umum. Untuk menyebarkan itu, salah satu anggota HTI Samarinda menjelaskan bahwa mereka giat mencetak dan menyebarkan

Dr. Mukhamad Ilyasin & Dr. Zamroni

media informasi yang dibagikan secara gratis dan berkala dalam bentuk buletin dakwah Al-Islam, yang disebarkan ke masjid-masjid, organisasi keagamaan dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka juga seringkali mengadakan kajian dalam unit kecil yang dikenal dengan halaqah di masjid-masjid yang sudah berhasil dikuasai dengan menampilkan tema-tema yang sekilas luhur dan sangat Islami seperti wacana Khilafah Islamiah, pentingnya pemahaman tentang Islam, penguatan nilai-nilai ideologi yang mereka anut, penjajahan bangsa melalui perempuan dan lain sebagainya.

Selain itu seperti yang dikemukakan oleh SA, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kutai Barat bahwa mereka aktif merekrut kader-kader militan yang tersebar hingga di kecamatan bahkan di desa-desa sebagai agen penyebar ide-ide mereka baik melalui pamlet, buletin dan majalah maupun penjelasan langsung yang sifatnya door to door. Mereka juga memiliki media umum termasuk majalah bulanan Al- Wa’ie dan beberapa situs online yang digunakan sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajarannya di masyarakat. Melalui media-media yang digunakan mereka kerap mengusung slogan-slogan indah sebagaimana dakwah Islam, Khilafah Islamiah, kembali ke syari’at Islam dan menerapkan Islam secara menyeluruh dan kaffah. Dengan berbungkus slogan tersebut ternyata mereka banyak menuai simpati, khususnya dari warga yang tidak teliti melihat agenda di balik gerakan ini.

Pendapat yang sama juga dikemukakan Ketua DPD Nahdlatul Wathan Kutai Barat bahwa tidak bisa dipungkiri gerakan Islam radikal seperti Negara Islam Indonesia (NII) justru tumbuh subur di kalangan

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

kelompok terpelajar. Hal yang sama juga terjadi pada gerakan-gerakan Islam konservatif seperti Hizbut Tahrir (HTI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua organisasi Islam ini dan organisasi underbow- nya justru berkembang pesat dan disambut baik di kampus-kampus, lebih-lebih di kampus umum yang kuat dengan tradisi eksaktanya. Sebaliknya, mereka tidak berkembang di kampus-kampus Islam dan kurang mendapat sambutan seperti halnya di kampus-kampus umum.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam perspektif gerakan sosial fenomena ini disebut dengan teori pilihan rasional (rational choice theory). Teori ini berargumen bahwa orang-orang yang terlibat dalam suatu gerakan sosial termasuk gerakan sosial keagamaan bukanlah orang yang memilih secara emosional, tapi justru memilihnya secara rasional. Teori pilihan rasional melihat bahwa seseorang memilih untuk terlibat dalam suatu aksi karena dia meyakini aksi tersebut akan memberikan manfaat yang lebih besar untuk mereka. Menurut MM, akademisi dari Samarinda, kebiasaan cara berpikir secara dikotomis seperti inilah yang akhirnya memudahkan gerakan-gerakan Islam konservatif dan radikal masuk ke komuitas. Tidaklah mengherankan bila NII, HTI, dan faksi-faksinya dengan mudah diterima di kampus-kampus.

Gerakan Islam garis keras justru lebih mudah diterima oleh segmen masyarakat terdidik daripada tidak terdidik karena faktor rasionalitas. Mahasiswa khususnya di fakultas-fakultas eksakta akan lebih mudah menerima asumsi-asumsi sosial yang diajukan oleh sebuah gerakan Islam radikal. Kebiasaan berpikir secara rasional dan juga positivistik bagi mahasiswa-

Dr. Mukhamad Ilyasin & Dr. Zamroni

mahasiswa eksakta menjadikan mereka berpikir secara dikotomis, hitam-putih atau benar-salah.

Sistem yang kedua adalah sistem modern merekrut para calon anggotanya. Di era informasi dan internet, metode radikalisasi memakai berbagai media untuk mencapai tujuan dan targetnya. Salah satunya adalah melalui penyebaran propaganda yang berisi tentang narasi-narasi radikalisme dan terorisme via internet. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh SM, akademisi dari Kutai Timur yang menyatakan, seiring dengan perkembangan teknologi bahwa aliran radikal dewasa ini lebih banyak dan bahkan dapat dikatakan sukses melalui media internet, apakah melalui media sosial seperti facebook, whatapp, twitter, instagram, atau situs-situs tertentu yang isinya mengajak calon anggota untuk bergabung dengan paham mereka.

Untuk menyukseskan misi dakwah dalam penyebaran pahamnya, biasanya organisasi ini memiliki tim khusus yang berdakwah melalui media informasi dan teknologi sebagaimana penuturan ZF, Ketua Ansor Kabupaten Berau bahwa untuk merekrut calon anggotanya kelompok radikal memiliki strategi khusus. Salah satu di antaranya adalah membuat departemen media yang bertugas untuk menyampaikan informasi melalui media modern yang mudah diakses oleh semua orang dan golongan. Mereka sadar bahwa usaha tradisional tidak cukup maksimal dalam misi dakwah mereka sehingga mereka harus berupaya untuk berdakwah dengan media modern.

Radikalisasi agama yang terbentuk di Kalimantan Timur tidak muncul dengan instan, namun ada proses panjang identiikasi dan pengenalan diri dan seterusnya. Untuk mencapai itu semua mereka sadar bahwa tak mungkin dilakukan terang-terangan. Mereka

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

pun menempuh jalan pengelabuan atau pembuatan narasi Islamisme yang mengarah pada paham radikalis dan teroris. Narasi Islamisme yang diterima dan berkembang di Samarinda, Kutai Timur, Kutai Barat, dan Berau memiliki beberapa bentuk termasuk penerimaan terhadap kemungkinan dibentuknya negara Islam, pentingnya menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pentoleriran terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama, isu perang pemikiran dan juga sikap-sikap yang cenderung eksklusif.

NS merupakan salah satu tokoh Samarinda yang kini menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PKS di DPRD Samarinda. Dia dilahirkan di Jakarta dan mendapatkan pendidikan agama sejak kecil sebagaimana lazimnya anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang agamis. Dia mengawali pendidikannya di sekolah dasar negeri (SDN) dan juga di sekolah agama madrasah ibtida’iyah. Kemudian pada jenjang berikutnya dia masuk ke Pesantren Syai’iyah Jakarta dan tinggal di pesantren ini selama 6 tahun masing-masing 3 tahun di jengjang SMP dan 3 tahun di jenjang SMA. Setelah menamatkan pendidikan menengah pertama dan atas, NS kemudian melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dan masuk ke Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Jurusan Teknik Informatika Jakarta. Selama kuliah, dia juga aktif belajar agama di Ma’had STAIS Depok.

Meskipun NS pernah cukup lama belajar agama di pesantren, namun tampak aktivitasnya di lembaga keagamaan kampus lebih mempengaruhi cara pandang dan pola sikapnya saat ini. Dia mengakui sendiri bahwa sejak kecil dasarnya adalah masjid sehingga tidak mengherankan jika saat ini dia juga

Dr. Mukhamad Ilyasin & Dr. Zamroni

tetap aktif di masjid dan menjadi pengurus Dewan Masjid di Samarinda. Setamat kuliah, NS kemudian mencoba peruntungan dengan mendaftar sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Samarinda dan akhirnya dia diterima dan menjadi dosen tamu di sana. Dari situlah kemudian dia hijrah ke Samarinda dan mulai terjun ke dunia politik. Pada awal-awal reformasi dia terlibat aktif dalam pendirian PKS Cabang Samarinda. Kini selain menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Samarinda, NS juga aktif di PKS dan menjabat sebagai sekretaris partai.

NS termasuk tokoh yang bisa menerima ide dan gagasan tentang pembentukan negara Islam. Dalam sebuah kesempatan ketika kami wawancarainya dia menyatakan bahwa dia tidak keberatan dengan gagasan-gagasan yang diusung oleh teman-teman HTI yang ingin menghidupkan kembali Khilafah Islamiah. Hanya saja dia menegaskan bahwa gagasan-gagasan tersebut harus tetap diperjuangkan dengan jalan yang benar. Dia menyatakan bahwa berkenaan dengan keinginan-keinginan itu sebagai sebuah wacana yang sah-sah saja. Akan tetapi, sekali lagi jangan dipaksakan apalagi dengan jalan kekerasan. Harus dilihat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan majemuk. Kita ini berada dalam kondisi kemajemukan yang mestinya juga dipahami oleh semua pihak. Meskipun pernyataan ini menunjukkan nalar berpikir yang benar jika diukur melalui logika demokrasi, namun hal itu sebenarnya menyimpan pesan kuat bahwa NKRI bukanlah harga mati melainkan bisa diubah dengan bentuk apa pun termasuk bentuk Khilafah Islamiah, di mana di dalamnya berlaku syari’at Islam. Ini bisa dibilang bahwa dengan berdalih pada logika demokrasi, mengganti bentuk negara NKRI dengan

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

bentuk Khilafah Islamiah adalah sesuatu yang absah. Tokoh lain yang juga mendukung ide atau gagasan pembentukan negara Islam di Indonesia adalah AS, salah seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat yang sempat aktif di berbagai organisasi keagamaan. Dukungan AS terhadap ide pembentukan Khilafah Islamiah dibuktikan dengan simpatinya terhadap gagasan yang dilontarkan oleh teman-teman HTI yang mengusung dan memperjuangkan berdirinya Khilafah Islamiah. AS memang termasuk tokoh yang memiliki keyakinan bahwa suatu saat Khilafah Islamiah akan berdiri tegak, hanya saja untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Sebab, menurutnya umat Islam dan para tokohnya masih mementingkan dan mengedepankan egonya masing-masing dan menganggap bahwa diri atau kelompok merekalah yang paling absah untuk mengemban amanat sebagai khalifah dan menegakkan Khilafah Islamiah.

Kenyataan pahit ini dia peroleh dari fakta ketika dia diundang dalam kongres umat Islam yang diselenggarakan oleh Abu Bakar Ba’asyir di Solo, Jawa Tengah. Dalam forum itu para peserta dan pemimpin organisasi dan kelompok keagamaan bukannya menyepakati pembentukan Khilafah Islamiah, melainkan di antara mereka justru saling menghujat dan menyandera. Suatu hal yang menurutnya sangat memprihatinkan. Kenyataan tersebut sedikit banyak telah membuatnya pesimis akan terwujudnya Khilafah Islamiah. Namun demikian, harapan AS akan kejayaan Islam dan terwujudnya Khilafah Islamiah itu tetap masih ada, meskipun entah kapan.

Informan lain yang mendukung gagasan perlunya menegakkan sistem pemerintahan Islam disuarakan oleh MJ, Ketua Pusat Dakwah Islam Mahasiswa

Dr. Mukhamad Ilyasin & Dr. Zamroni

(PUSDIMA) Universitas Mulawarman. Terkait dengan ide dan gagasan Khilafah Islamiah yang diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dan beberapa organisasi Islam yang sealiran. MJ memiliki keyakinan bahwa Khilafah Islamiah merupakan sesuatu yang akan tegak, tetapi memang tidak seorang pun yang mengetahui kapan itu akan terwujud. Yang jelas, menurutnya, Rasulullah telah menegaskan bahwa suatu saat nanti kejayaan Islam akan terwujud. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa apabila kita berbicara konteks keislaman, negara Islam itu bakal tegak, khilafah itu bakal berdiri. Kejayaan Islam merupakan suatu keniscayaan, sekarang pertanyaannya, apa kontribusi kita, apa kerja nyata untuk menuju ke sana?.

Pernyataan di atas secara nyata menunjukkan bahwa Khilafah Islamiah bagi Mujahid bukanlah gagasan yang utopis, melainkan sesuatu yang sudah dijanjikan oleh Rasululllah. Meski demikian, MJ sangat menyadari bahwa untuk mewujudkan hal itu tidaklah mudah. Oleh karena itu, upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menjalin ukhuwah islamiyyah. Sebab, menurutnya, untuk membangkitkan dan menjadikan Islam menjadi jaya maka ukhuwah islamiyyah harus benar-benar dijaga. Hanya dengan cara itulah maka kejayaan Islam akan terwujud. Terkait dengan hal ini, dia memberikan sebuah contoh iklan yang menurutnya sangat menarik, yang menunjukkan kerja sama yang baik antara sesama Muslim. Dia menyatakan, saya sempat melihat satu iklan atau apalah itu namanya, poster yang menurut saya agak unik dan saya sedikit tertarik untuk melihatnya. Di situ ada gambar PKS, kemudian di situ ada juga gambar HTI, Jama’ah Tabligh dan Salai. Kemudian gambar Salai menyatakan “biar kami yang memperbaiki akidahnya”, gambar

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

Jama’ah Tabligh menyatakan “biarlah kami yang mengajak orang-orang keluar dakwah dan shalat di masjid”, gambar HTI menyatakan “biarlah kami yang mensyi’arkan khilafah”, dan gambar PKS menyatakan “biarlah kami yang memperjuangkan di parlemen”.

Ilustrasi yang dibuat oleh MJ dengan sampel iklan di atas menunjukkan adanya kenyataan bahwa umat Islam khususnya dari kalangan Islamis tampaknya mulai dan semakin menyadari pentingnya menjalin hubungan baik sesama umat Islam dan sekaligus berbagi peran di antara mereka dalam rangka memperjuangkan tegaknya negara Islam. Mereka memiliki visi dan misi yang sama, hanya metode dan pendekatan yang berbeda. Tujuan umumnya adalah untuk menegakkan kejayaan Islam.

Dari pernyataan-pernyataan responden di atas tampak bahwa gagasan untuk mendirikan pemerintahan Islam merupakan gagasan yang menurut mereka sangat bagus dan patut untuk diperjuangkan, meskipun jalan untuk menuju ke sana masih sangat jauh dan terjal. Pernyataan-pernyataan para responden tersebut sekaligus juga mengkonirmasi bahwa bentuk NKRI bukanlah sesuatu yang inal dan harga mati, melainkan masih bisa diubah dan diganti dengan bentuk yang lain yakni bentuk pemerintahan Islam. Meskipun demikian, mereka semua tampaknya juga sepakat bahwa untuk mewujudkan Khilafah Islamiah harus dilakukan dengan cara-cara yang baik bukan dengan cara-cara yang frontal atau radikal.

Dari beberapa pernyataan tersebut di atas ternyata bertentangan dengan pandangan golongan yang tidak mau NKRI diganti menjadi Khilafah Islamiah sesuai dengan narasi radikalismenya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh tokoh Muhammadiyah

Dr. Mukhamad Ilyasin & Dr. Zamroni

Samarinda yang menyatakan bahwa sesuai peraturan PP Muhammadiyah, Pancasila adalah dasar negara dan harga mati. SB, politisi dari Kutai Timur juga berpandangan sama bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah pas karena Indonesia mampu menjembatani masyarakat yang multi ras, etnis, dan agama. Di dalamnya sudah diatur bagaimana kita berinteraksi sesama manusia yang plural di Indonesia ini. Begitu pula dengan demokrasi yang menjadi asas negara kita. Begitu juga dengan IS, Ketua DPD Nahdlatul Wathan Kutai Barat tidak setuju dengan pendirian Khilafah Islamiah karena dalam perjuangannya sudah ditunggangi dan disusupi pihak luar sehingga berubah arah. Dia mencontohkan di tempatnya berdiri Ponpes Salai kemudian masuk Darul Arqom dengan tujuan membantu pembangunan. Akan tetapi lama-kelamaan mereka mulai berani mengubah sistem pengajaran di ponpes tersebut.

Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa narasi radikalisme yang mengarah pada terorisme perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak sehingga dapat diantisipasi. Bakan bila perlu juga diimbangi dengan narasi-narasi anti terorisme yang mengarah pada penguatan NKRI.

Media Penyebaran Radikalisme dan Terorisme

Sebagai sebuah ideologi dan gerakan politik, penyebaran radikalisme dan terorisme membutuhkan berbagai media baik yang bersifat Adapun media yang digunakan dalam penyebaran radikalisme dan terorisme meliputi jalur lembaga pendidikan, penentuan target radikalisasi dan pemberian doktrin radikalisme dan terorisme.

Penyebaran Radikalisme dan Terorisme di Kalimantan Timur

Jalur Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan formal, non formal atau informal adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Melalui praktik pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau pengalaman budaya dapat ditransformasi ke dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya. Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh yang signiikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Apalagi di Kalimantan Timur, lembaga pendidikan memberikan dampak yang cukup besar dalam membentuk karakter peserta didiknya, khususnya dalam perilaku keberagamaan seseorang. Oleh karena itu, sebagai pintu awal di mana anak-anak dididik, dibina dan dikembangkan, maka lembaga pendidikan harus selektif dan hati-hati dengan maraknya paham-paham baru yang masuk yang dapat membahayakan stabilitas negara dan mengganggu eksistensi NKRI, seperti ideologi dan ajaran radikalisme dan terorisme yang berkembang di Kalimantan Timur akhir-akhir ini.

Menurut KF, tokoh NU dan Ketua Ta’mir Masjid Agung Berau bahwa lembaga pendidikan memiliki potensi besar dalam penyebaran virus radikalisme di kalangan remaja, khususnya pelajar di tingkat SLTA seperti SMU, SMK dan perguruan tinggi. Gerakan- gerakan Islam radikal yang mempengaruhi anak-anak muda itu biasanya terjadi di lembaga pendidikan umum yang doktrin pemahaman keagamanya masih lemah dan kecenderungan mereka menjalankan ajaran agama secara mentah. Para tenaga pendidikan yang terdidik dan terlatih memasukkan dan mentransmisi

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24