METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini mencoba meddesain pembangunan hutan tanaman rakyat dengan mengintegrasikan dengan pola ruang, kesesuaian lahan, pengelola/masyarakat, pasar, lokasi dan kebutuhan bahan baku industri berbasis spasial.

Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Maret 2014 hingga bulan Juni 2014. Penelitian dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu, (1) Penelitian pendahuluan (2) Pengambilan data lapangan & data skunder, (3) Rancangan Desain dan Rekomendasi.

B. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi pada areal kawasan hutan kabupaten barru dan wawancara langsung dengan petani hutan pemegang IUPHHK-HTR dan masyarakat sekitar hutan, dinas kehutanan kabupaten Barru, penyuluh kehutanan dan lembaga pendamping lokal. Data primer termaksud antara lain meliputi jenis tanaman yang diminati dan ditanam masyarakat, dan model pengelolaan HTR.

Data sekunder diperoleh dari berbagai hasil penelitian, literatur buku, data-data dari instansi terkait, dan informasi lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder termaksud berupa kondisi umum Data sekunder diperoleh dari berbagai hasil penelitian, literatur buku, data-data dari instansi terkait, dan informasi lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder termaksud berupa kondisi umum

C. Populasi dan Teknik Sampel Populasi dalam penelitian ini berupa :

1. Kawasan Hutan Produksi seluas 17.312 ha di Kabupaten Barru

2. Masyarakat pengelola hutan tanaman rakyat yang telah mendapatkan izin, pengusulan dan masyarakat yang menggantungkan langsung hidupnya pada sekitar hutan.

3. Industri pengolah kayu yang berada di sekitar kawasan pengelolaan hutan tanaman rakyat

4. Dinas kehutanan Kabupaten Barru serta dinas pertanian dan perkebunan Kabupaten Barru.

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengambilan sampel kawasan dan masyarakat dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu memilih individu pewakil kelompok HTR yang telah mendapatkan izin, yang terdiri dari ketua kelompok, sekertaris dan anggota kelompok.

2. Pengambilan responden dilingkungan dinas kehutanan dan penyuluh kehutanan dilakukan dengan memilih sebagian anggota populasi yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer :

1. Kondisi Biofisik Kawasan diperoleh melalui analisis spasial dan survei lapangan.

2. Pengelola izin HTR yang sudah ada, Kelompok tani yang dalam pengusulan dan masyakat sekitar hutan yang bergantung pada hasil hutan kayu, sebanyak 45 responden diwawancarai secara langsung dengan pendekatan partisipatif. Data yang diperoleh berupa kondisi sosial ekonomi masyarakat.

3. Dinas kehutanan dan penyuluh diwawancarai secara langsung. Data yang diperoleh berupa peran dan fungsi instansi terkait dalam pengelolaan HTR serta perencanaan pengelolaan instansi terkait kawasan penelitian.

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, dengan mengutip terhadap bahan referensi yang menunjang penelitian. Data sekunder dijadikan

bahan pendukung dan sebagai landasan teori bagi penelitian.

E. Analisis Data Analisis dalam rangka pembuatan desain pembangunan hutan

tanaman rakyat Kabupaten Barru dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis Spasial Analsis ini digunakan untuk mengekstraksi lokasi hutan di wilayah

penelitian yang sesuai untuk pengembangan HTR melalui variabel penelitian yang sesuai untuk pengembangan HTR melalui variabel

Tabel 4 . Bobot Landuse terhadap HTR No.

Landuse

Bobot

1 Semak Belukar

2 Kebun dan Tegalan

3 Hutan

Pada Tabel 4 bagian kawasan yang berpenutupan semak belukar diberi bobot tertinggi atau 4 karena bagian ini merupakan areal – areal bekas ladang yang telah lama ditinggalkan oleh pemilik/penggarapnya, disisi lain semak belukar juga lebih mudah dikonversi ke tanaman kayu dibanding kebun atau tegalan yang telah ditumbuhi tanaman masyarakat, sehingga kebun dan tegalan diberi bobot lebih yakni sebesar 2. Sedangkan bagian kawasan yang berpenutupan Hutan diberi bobot terendah atau 0 karena bagian ini harus tetap dipertahankan keberadaannya atau pada bagian ini tidak perlu dilakukan pembangunan HTR.

Tabel 5 . Bobot Jarak Pemukiman terhadap HTR No.

Jarak Pemukiman

Bobot

1 < 1 km

2 2 km

3 3 km

4 > 4 km

Pada Tabel 5, indikator aksesibilitas lokasi HTR yang dimaksudkan adalah jarak lokasi HTR ke lokasi pemukiman terdekat, dengan asumsi bahwa kondisi jalan dan sarana angkutan pada semua lokasi adalah sama. Jarak pemukiman terdekat ke areal calon lokasi HTR diberi bobot 4 (bobot tertinggi), dan sebaliknya pada jarak terjauh diberi bobot terendah atau 1. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa semakin dekat jarak lokasi HTR terhadap pemukiman maka akan semakin mudah bagi masyarakat mencapai ke lokasi HTR yang bersangkutan.

Tabel 6 . Bobot Kelas Lereng terhadap HTR No.

Kelas Lereng

Pada Tabel 6 diperlihatkan bahwa kelas lereng 0-8% diberi nilai bobot 4 atau nilai tertinggi karena dengan kelas lereng tersebut tergolong datar dan lebih menguntungkan dalam pengelolaan HTR daripada lokasi yang memiliki kelerengan yang terjal. Berbeda halnya dengan kelas lereng >25% yang tergolong curam sampai sangat curam, hal tersebut membuat pengelolaan HTR jauh lebih sulit dibanding kelas datar dan landai. Kelas lereng berpengaruh terhadap erosi, dimana kelerengan yang lebih besar potensial menyebabkan erosi yang juga lebih besar.

Berdasarkan hasil pembobotan dari ketiga variabel tersebut diatas maka disusun kategori kelas kesesuain lahan di wilayah Kabupaten Barru untuk pembangunan HTR seperti yang tertera pada tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Kelas Kesesuain Pengembangan HTR No.

Klasifikasi

Tot. Bobot

1 Sesuai

9 -12

2 Agak Sesuai

5-8

3 Kurang Sesuai

1-4

2. Analisis Kesesuain Lahan Setelah mendapatkan hasil ektraksi areal kawasan hutan yang sesuai untuk pengembangan HTR dari beberapa variabel, maka analsis kesesuain lahan dilakukan untuk menentukan jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk dikembangkan pada areal kawasan hutan tersebut. Proses penyusunan arahan penggunaan lahan untuk kebutuhan HTR dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:

 Penyusunan karakteristik lahan  Penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan

(LURs)  Proses evaluasi kesesuaian lahan (Matching )Kesesuaian lahan

3. Skenario Pola HTR Sebelumnya telah didapatkan lokasi pembangunan HTR dengan jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk dikembangkan pada areal tertentu. Tahapan ini selanjutnya dilakukan simulasi pada luas areal pemanfaatan yang akan dikembangkan, rotasi (tergantung jenis tanamanya), dan produksi (m3/thn), kualitas tempat tumbuh atau bonita dan luas penanaman. Dari hal tersebut diperoleh gambaran tentang potensi kayu, kontinyuitas, dan kuantitas potensi tegakan dalam pembangunan HTR dalam wilayah penelitian

F. Kerangka Penelitian

Wilayah/Areal Kabupaten

Ekstraksi Wilayah Penelitan yang

Mendukung Hutan Tanaman Rakyat

Karekteristik - Landuse

Overlay &

Faktor Biofisik

- Kelerengan - Jarak Pemukiman

Analisis

- Fungsi Hutan

Arahan Pola Kesusainya HTR pada setiap Unit Lahan

Parameter : tanaman kayu :

Jenis-Jenis

Kesesuain Lahan

1. Jenis Tanah 1. Sengon

2. Curah 2. Jabon

Hujan 3. Jati

3. Ketinggian tanaman Hutan untuk Kebutuhan Bahan Baku Industri

Hasil evaluasi Kelas kesesuaian lahan

Potensi Bahan Baku (jarak tanam, jenis,

rotasi) & Jenis Industri Yang Sesuai

Rekomendasi Desain Pembanguan HTR

dalam Suatu Kabupaten Gambar 3. Kerangka Penelitian

Langkah pertama pada penelitian ini seperti Gambar 3 diatas, adalah Ekstraksi wilayah penelitian yang mendukung HTR, maksud dari hal tersebut memisahkan areal penelitian sesuai dengan kebijakan HTR yang berada hanya pada hutan produksi. Dari beberapa fungsi kawasan hutan yang ada di Kabupaten Barru, hanya hutan produksi yang diambil sebagai fokus penelitian.

Dari hal tersebut kemudian setiap unit lahan pada peta klas lereng, peta fungsi hutan, peta landuse, dan buffer jarak pemukiman masing- masing diberikan bobot menggunakan skala likert. Dari pembobotan tersebut bobot tertinggi diberikan pada unit-unit lahan yang mendukung pada pengembangan HTR, misalnya klas lereng yang landai diberi bobot tinggi dan berbanding terbalik dengan klas lereng curam. Dari hasil pembobotan tersebut dibuat 3 klas dari bobot tersebut masing- masing klas sesuai, agak sesuai, tidak sesuai.

Tahap selanjutnya membuat klas kesesuain lahan terhadap jenis- jenis tumbuhan yang ingin dikembangkan. Hal ini dimulai dengan penyusunan krakteristik lahan dengan cara penetapan satuan peta lahan (SPL). Dari hal tersebut kemudian dilakukan matching dengan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan (LURs). Outputnya adalah peta kesesuain lahan untuk kebutuhan tanaman HTR.

Setelah matching antara syarat tumbuh dan satuan peta lahan maka didapatkan tanaman yang akan direkomendasikan dan ditanam. Dari hal tersebut dilakukan skenario terhadap jarak tanam, jenis tanaman, Setelah matching antara syarat tumbuh dan satuan peta lahan maka didapatkan tanaman yang akan direkomendasikan dan ditanam. Dari hal tersebut dilakukan skenario terhadap jarak tanam, jenis tanaman,