PENGARUH PERLAKUAN MASA PENYIMPANAN DAN BAHAN PEMBUNGKUS ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT JERUK (Citrus sp.) SECARA OKULASI

(1)

commit to user

i

PENGARUH PERLAKUAN MASA PENYIMPANAN DAN BAHAN PEMBUNGKUS ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT

JERUK (Citrus sp.) SECARA OKULASI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebalas Maret Surakarta

Jurusan / Program Studi Agronomi

Oleh :

YUSNIA ANINDIAWATI H 1107005

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii

HALAMAN MOTTO

v Aku bisa karena aku yakin bahwa “Aku Pasti Bisa” (Penulis)

v “ Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasinya ketika berusaha meraih sukses” ( Booker T. Washington)

v Jangan pernah mengucap selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba (Devinka Susanti V.)


(4)

commit to user

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

ü Ayah (Alm) dan ibu tersayang yang selalu

memberikan dukungan dalam segala hal

ü Kakak-kakakku (Mb Heny, Mb Endah, Ms Hendry)

yang selalu memberikan doa dan dukungan

ü Mas ganteng Henogya

ü Teman-teman Agronomi, NonReg 2007 dan Kost


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH

PERLAKUAN MASA PENYIMPANAN DAN BAHAN PEMBUNGKUS

ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT JERUK (Citrus sp.)

SECARA OKULASI”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bimbingan, bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Ketua Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Serbelas Maret Surakarta

3. Dr. Samanhudi, SP, MSi selaku Pembimbing Akademik serta Pembimbing

Pendamping

4. Ir. Sri Hartati, MP selaku Dosen Pembimbing Utama

5. Ir. Djoko Mursito, MP selaku Dosen Pembahas

6. Kebun Benih Hortikultura Salaman atas kerja sama serta bantuannya 7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akan tetapi diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.


(6)

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PENGESAHAN ... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... RINGKASAN... SUMMARY... I. PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Hipotesis ...

II. TINJAUAN PUSTAKA ...

A. Tanaman Jeruk (Citrus sp.) ... B. Perbanyakan Secara Okulasi ... C. Penyimpanan Entres ...

III. METODE PENELITIAN ...

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... B. Bahan dan Alat ... C. Cara Kerja Penelitian ...

1. Rancangan Penelitian ... 2. Tata Laksana Penelitian ... 3. Variabel Pengamatan ... 4. Analisis Data ...

i ii iii iv v vi viii ix x xi xii 1 1 2 2 3 4 4 6 9 11 11 11 12 12 12 15 16


(7)

commit to user

vii

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 17

A. Persentase Keberhasilan Okulasi Jadi ... 17 B. Waktu Pecah Tunas ...

C. Panjang Tunas ... D. Jumlah Daun ... E. Persentase Okulasi Tumbuh ...

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN

19 21 23 25 27 27 27 28


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1

2

3

4 5

6

Sidik ragam pengaruh masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan okulasi jeruk... Rata-rata okulasi jadi pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)... Rata-rata waktu pecah tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (hari)... Rata-rata panjang tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (cm)... Rata-rata jumlah daun pada kombinasi perlakuan masa

penyimpanan dan bahan pembungkus entres

(helai)...

Rata-rata okulasi tumbuh pada kombinasi perlakuan dan bahan pembungkus entres

(%)...

17

17

19

21 24 25


(9)

commit to user

x 1

2 3

4 5

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Okulasi jadi ... Okulasi gagal ... Entres yang sudah pecah dan sudah membentuk kuncup daun ... Pertumbuhan tunas mata tempel (entres) ... Bibit okulasi siap pindah tanam ...

19 19

21 23 26


(10)

commit to user xi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

PENGARUH PERLAKUAN MASA PENYIMPANAN DAN BAHAN PEMBUNGKUS ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT

JERUK (Citrus sp.) SECARA OKULASI

Deskripsi batang atas (Jeruk Siem) ... Deskripsi batang bawah (Japanese citroen) ... Keberhasilan okulasi jadi (%) ... Hasil transformasi data keberhasilan okulasi jadi ... Sidik ragam keberhasilan okulasi jadi... Waktu pecah tunas (hari) ... Hasil transformasi data waktu pecah tunas ... Sidik ragam waktu pecah tunas ... Panjang tunas (cm) ... Hasil transformasi data panjang tunas... jSidik ragam panjang tunas... jJumlah daun (helai)... jHasil transformasi data jumlah daun ... Sidik ragam jumlah daun ... Keberhasilan okulasi tumbuh (%)... Hasil transformasi data okulasi tumbuh ... Sidik ragam okulasi tumbuh ... Denah penelitian ... Gambar bahan dan alat ... Gambar entres dibungkus aluminium foil ... Gambar entres dibungkus irisan temulawak ... Gambar entres dibungkus pelepah pisang ... Gambar hama dan penyakit tanaman jeruk ...

31 32 33 34 34 35 35 35 36 36 36 37 37 37 38 38 39 40 41 41 41 41 41


(11)

commit to user

xii

YUSNIA ANINDIAWATI H 1107005

RINGKASAN

Jeruk merupakan komoditas buah yang paling menguntungkan diusahakan saat ini karena potensi pasar domestik dan peluang ekspornya yang terus berkembang. Akan tetapi, produsen dalam negeri belum mampu menghasilkan buah jeruk dengan kualitas yang di iginkan oleh pasar. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas bibit jeruk salah satunya dengan okulasi. Okulasi terkadang juga terdapat kendala, yaitu entres yang digunakan harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan, sehingga perlu dilakukan penyimpanan dengan bahan pembungkus yang tepat.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui masa penyimpanan dan bahan pembungkus yang tepat untuk pertumbuhan bibit jeruk hasil okulasi serta mengetahui interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus terhadap pertumbuhan bibit okulasi.

Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Mei 2011 berdasarkan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap, diulang tiga kali. Perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu masa penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 hari) dan bahan pembungkus (aluminium foil, pelepah pisang, dan irisan temulawak), sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Variabel pengamatan meliputi persentase okulasi jadi, waktu pecah tunas, panjang tunas, jumlah daun, serta persentase okulasi tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penyimpanan entres sampai 3 hari dengan bahan pembungkus aluminium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%. Bahan pembungkus entres dengan aluminium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan bibit awal bibit jeruk secara okulasi serta interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas okulasi.

TREATMENT EFFECT OF STORAGE PERIOD AND WRAPPINGS


(12)

commit to user

PENGARUH PERLAKUAN MASA PENYIMPANAN DAN BAHAN PEMBUNGKUS ENTRES TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT

JERUK (Citrus sp.) SECARA OKULASI

Yusnia Anindiawati

Ir. Sri Hartati, MP dan Dr. Samanhudi, SP, MSi

Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK

Jeruk merupakan komoditas buah yang paling menguntungkan diusahakan saat ini. Akan tetapi, produsen dalam negeri belum mampu menghasilkan buah jeruk dengan kualitas yang diiginkan oleh pasar. Sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas bibit jeruk salah satunya dengan okulasi. Okulasi terkadang juga terdapat kendala, yaitu entres yang digunakan harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan, sehingga perlu dilakukan penyimpanan dengan bahan pembungkus yang tepat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui masa penyimpanan dan bahan pembungkus yang tepat untuk pertumbuhan bibit jeruk hasil okulasi serta mengetahui interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus terhadap pertumbuhan bibit okulasi.

Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Mei 2011 berdasarkan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap, diulang tiga kali. Perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu masa penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 hari) dan bahan pembungkus (aluminium foil, pelepah pisang, dan irisan temulawak), sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Variabel pengamatan meliputi persentase okulasi jadi, waktu pecah tunas, panjang tunas, jumlah daun, serta persentase okulasi tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penyimpanan entres sampai 3 hari dengan bahan pembungkus aluminium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%. Bahan pembungkus entres dengan aluminium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi serta interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas okulasi.


(13)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah jeruk umumnya digemari oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Jeruk merupakan sumber vitamin C yang baik, mengandung 50 mg/100 ml sari buah, serta vitamin A dan protein. Sejauh ini ketersediaan buah jeruk di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Konsumsi buah jeruk pada tahun 2001 hanya 3,8 kg/kapita/tahun. Rendahnya konsumsi antara lain disebabkan oleh rendahnya produksi jeruk di Indonesia (Soeroto, 2003).

Jeruk merupakan komoditas buah yang paling menguntungkan diusahakan saat ini karena potensi pasar domestik dan peluang ekspornya yang terus berkembang. Selain dapat ditanam di dataran rendah hingga tinggi, buah jeruk sangat disukai oleh anak-anak hingga orang tua. Perkembangan luas areal tanam jeruk di Indonesia pada lima tahun terakhir ini berlangsung sangat cepat. Dapat dilihat juga bahwa dalam kurun waktu yang sama impor buah jeruk kita cenderung meningkat. Impor buah jeruk segar yang cenderung meningkat ini mengindikasikan adanya segmen pasar khusus yang menghendaki buah jeruk yang bermutu prima yang belum mampu dipenuhi oleh produsen jeruk dalam negeri (Supriyanto et al., 2003).

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas buah jeruk adalah dengan menyediakan bibit unggul. Untuk mendapatkan bibit unggul, tanaman diperbanyak secara vegetatif, atau gabungan antara vegetatif untuk batang atas dan generatif untuk batang bawah. Pengadaan bibit secara okulasi ini sudah banyak dikembangkan, terutama dalam usaha menciptakan bibit-bibit jeruk unggul yang cepat menghasilkan dan tahan terhadap kemungkinan serangan hama serta penyakit. Secara umum, bibit okulasi dapat dikatakan paling diminati karena merupakan perpaduan dua sifat unggul tetuanya. Batang bawah bibit okulasi tidak berasal dari sembarang jenis jeruk. Selain itu keadaan batang atasnya pun juga harus diperhatikan. Mata tempel yang digunakan dalam okulasi harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan bahan entres yang sudah diambil. Entres tidak segera


(14)

commit to user

diokulasikan karena terhambat waktu dan jarak dengan lokasi pembibitan. Penundaan ini dapat diatasi dengan menyimpan entres dalam media pembungkus agar kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik (Abdurahman et al., 2007).

B. Perumusan Masalah

Dalam melakukan okulasi mata tempel yang digunakan hendaknya dalam kondisi yang segar. Namun pada kenyataanya hal ini tidak dapat direalisasikan karena sering terhambat oleh jarak maupun waktu. Hal ini dapat diatasi dengan penyimpanan mata tempel pada bahan yang sesuai, agar kelembaban maupun kesegaran mata tempel tetap terjaga. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah diantaranya :

1. Bagaimana pengaruh masa penyimpanan mata tempel (entres)

terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi ?

2. Bagaimana pengaruh bahan pembungkus entres terhadap

pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi ?

3. Bagaimana interaksi antara masa penyimpanan dan bahan

pembungkus mata tempel terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan masa penyimpanan mata tempel (entres) yang baik terhadap

pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi.

2. Mendapatkan bahan pembungkus mata tempel (entres) yang baik terhadap

pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi.

3. Mengetahui interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus mata tempel terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi.


(15)

commit to user

D. Hipotesis

Pada penelitian ini diduga terdapat interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk secara okulasi.


(16)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jeruk (Citrus sp.)

Menurut Soelarso (1996), tanaman jeruk (Citrus sp.) mempunyai

sistematika sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Famili : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus sp.

Tanaman jeruk dapat tumbuh dan mampu berproduksi pada lahan yang ketinggiannya kurang dari 1400 m diatas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata tahunan antara 16-35 0C dan curah hujan tahunan 800-4000 mm. Tanah yang ideal adalah yang berdrainase agak baik sampai baik. Tanaman jeruk pada umumnya toleran terhadap tanah masam (pH rendah) dan masih tumbuh cukup baik pada tanah yang sangat masam sampai alkalis (Jayanto et al., 2001).

Ujung akar selalu terdiri dari sel-sel muda yang senantiasa membelah dan merupakan titik tumbuh akar jeruk. Keadaan sel akar ini sangat lembut, sehingga mudah sekali rusak kalau menembus tanah yang keras dan padat. Ujung akar terlindungi oleh tudung akar (calyptra), yang bagian luarnya berlendir, sehingga ujung akar mudah menembus tanah. Bagian luar tudung akar ini cepat rusak (aus), tetapi di dalamnya selalu ditumbuhi oleh sel-sel baru lagi. Di belakang titik tumbuh, sel-sel terbagi-bagi di bagian luarnya yang akan menjadi kulit luar. Tepat dibawah kulit luar ada kulit pertama dan ditengah-tengahnya merupakan pusat yang disebut empulur. Epidermis (kulit luar) terdiri dari susunan sel-sel dan di antara sel-sel itu tidak terdapat celah-celah, sebab sel-sel ini saling berhimpit (AAK, 2004).


(17)

commit to user

Pohon jeruk yang sekarang ditanam di Indonesia berbentuk bulat dan tingginya dapat mencapai 5-15 meter. Bentuk daun bulat telur (elips), panjangnya lebih kurang 5-15 cm dan lebar 2-8 cm. Ujungnya runcing sedikit tumpul dan biasanya sedikit berlekuk. Bagian tepi daun kadang-kadang bergerigi halus, tidak berbulu pada kedua permukaannya. Permukaan atas berwarna hijau tua mengilat dengan titik-titik kuning muda, permukaan bawah berwarna hijau muda sampai hijau kekuningan kusam dengan titik-titik hijau tua. Bila daun dimemarkan akan timbul bau harum khas jeruk. Tulang daun bagian bawah bila dilihat dari permukaan bawah berwarna hijau muda, mempunyai cabang berjumlah 7-15 pasang. Setelah sampai di tepi, melengkung dan bertemu menjadi satu dengan tulang daun tepi. Tangkai daun pendek, setengah bulat, bagian bawah berwarna hijau muda (hijau kekuningan), bagian atas datar dengan alur, berwarna hijau tua, mempunyai sayap daun yang bentuknya bulat telur terbalik memanjang (obovate-oblong), panjang 0,5-3,5 cm dan lebar 0,2-1,5 cm (Pracaya, 2009).

Tanaman jeruk berbunga majemuk yang keluar dari ketiak daun di ujung cabang. Bunga kecil dan bertangkai pendek dengan daun pelindung kecil serta berbau harum. Kelopak bunga bentuknya cawan bulat telur, dan tajuk bunga ada lima lembar dengan bentuk bulat telur panjang kearah pangkal disertai ujung menyempit. Putik berwarna putih bintik-bintik dan berkelenjar serta umumnya berbunga diakhir musim kering. Bakal buah bentuknya seperti bola dengan garis tengahnya 0,15-0,20 cm. Buah yang sudah jadi bentuknya agak besar, beruang antara 9-19 ruangan dengan pangkal buah adalah pendek. Buah yang sudah tua warna kulitnya ada hijau tua, hijau muda, kuning, orange dengan kulit mengkilap, licin dan penuh pori-pori (Barus et al., 2008).

Buah jeruk ada yang berbentuk bulat, oval (hampir bulat), atau lonjong sedikit memanjang. Tangkai buah rata-rata besar dan pendek. Kulit buah ada yang tebal dan ulet, tetapi ada juga yang tipis tidak ulet, sehingga kulit mudah dilepas. Dinding kulit buah jeruk berpori-pori. Terdapat kelenjar-kelenjar yang berisi pectin. Kadar pectin yang paling tinggi terdapat pada jeruk garut, yakni 3-3,5%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan jeruk siem dan jeruk bali. Kandungan


(18)

commit to user

pectin terbanyak ada di lapisan dalam kulit jeruk yang sering disebut albedo (AAK, 2004).

Biji jeruk harus segera disemaikan dalam keadaan masih segar. Biji jeruk tidak mengalami masa dormansi, bila kekeringanakan rusak. Temperatur optimal lebih kurang 32 oC. Dalam beberapa hari setelah disemai, biji jeruk kelihatan menggembung karena mengabsorpsi air (Pracaya, 2009).

Perbanyakan tanaman jeruk secara generatif dapat dilakukan dengan biji, sedangkan perbanyakan secara vegetatif dapat menggunakan cabang, batang, akar, dan daun. Cara perbanyakan yang sering dilakukan petani adalah dengan cangkok dan okulasi (Sukarmin et al., 2008).

B. Perbanyakan Secara Okulasi

Okulasi sering juga disebut dengan menempel, oculatie (Belanda) atau budding (Inggris). Cara memperbanyak tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek dan cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari pada induknya. Bisa dikatakan demikian karena okulasi dilakukan pada tanaman yang mempunyai perakartan yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan dengan tanaman yang mempunyai rasa buah yang lezat, tetapi mempunyai perakaran kurang baik. Tanaman yang mempunyai perakaran baik digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang mempunyai buah lezat diambil mata tunasnya untuk ditempelkan pada batang bawah dikenal dengan sebutan batang atas (Anonim, 2010).

Okulasi merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan memadukan bibit yang baik dari batang atas dan batang bawah. Pelaksanaannya akan terjadi pertautan batang atas dan batang bawah melalui proses empat tahap, yaitu pembesaran dan pembelahan sel kambium baru yang menghubungkan kambium batang atas dan batang bawah, pembentukan jaringan vaskuler yang mengalirkan nutrisi dan air dari batang bawah ke batang atas, sel kambium baru dan vaskuler baru kedalam membentuk xilem dan keluar membentuk floem (Utari, 2005).


(19)

commit to user

Pemilihan batang atas pada okulasi ditunjukkan pada pemilihan mata tempel yang akan dipasang pada batang bawah. Penentuan cabang sebagai entres merupakan syarat pengambilan mata tempel pada tanaman yang memiliki sifat yang unggul. Mata tempel yang terletak diketiak daun yang mempunyai daun besar lebih baik dari pada yang berasal dari ketiak daun yang daunnya berukuran lebih kecil. Mata tempel yang berasal dari ranting yang terlalu muda akan memerlukan waktu yang relatif lama untuk tumbuh. Mata tempel yang baik digunakan sebagai okulasi adalah yang terletak di bagian tengah dan sedikit pangkal sedangkan bagian yang terletak di ujung tidak dapat dipakai karena masih berbentuk sudut sehingga kulit sukar dikupas (Supriyanto dan Tono, 1994 cit. Nalia, 2009).

Untuk memperoleh mata tempel yang mempunyai kualitas baik maka sebaiknya mata tempel ini diambil dari pohon induk yang benar-benar mempunyai kualitas yang baik pula. Syarat pohon induk yang baik yaitu bebas penyakit serta hasil dari micrografting yang berada pada pengawasan Blok Pengadaan Mata Tempel (BPMT) dan disertifikasi BPSB (Prasetyo, 2009).

Entres harus segera digunakan untuk okulasi atau untuk sambung, karena penundaan okulasi dan penyambungan yang lebih dari satu hari sejak pengambilan entres akan menurunkan persentase bibit jadi dan memperlambat pertumbuhan. Ukuran mata tempel diusahakan sama atau sedikit lebih kecil dari batang bawah. Pada saat penempelan, bagian bawah dan salah satu sisinya harus rapat dengan salah satu sisi jendela batang bawah. Mata tempel yang sudah diambil segera ditempelkan pada jendela okulasi batang bawah, kemudian diikat dengan menggunakan tali yang telah disiapkan (Sumarsono et al., 2002).

Dalam okulasi, keberhasilan penempelan memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan mata tempel serta kemampuan mata tempel itu sendiri untuk pecah dan tumbuh. Adanya kelambatan pecah tunas pada mata tempel sering dikaitkan dengan kondisi dorman dari mata tempel di pohon induknya (Evan dan Sharp, 1981 cit. Supriyanto, 1995).


(20)

commit to user

Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini menurut Ashari (1995) adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman. Budding dapat menghasilkan sambungan yang lebih kuat, terutama pada tahun-tahun pertama daripada metode grafting lain karena mata tunas tidak mudah bergeser.

Dalam perbanyakan secara okulasi, batang bawah jeruk yang sering digunakan adalah batang bawah Rough Lemon dan Japanese Citroen. Kedua kultivar ini dipilih karena berbagai macam keunggulan yang dimiliki. Selain itu ada juga varietas lain yang cukup menjanjikan dan telah banyak digunakan di luar negeri, diantaranya : Flying Dragon, Citumelo, Volkameriana dan Rangpur Lime (Susanto et al., 2004).

Menurut Soegondo (1996) cit. Lukman (2004) bahwa keberhasilan

penyambungan bibit ditentukan oleh kondisi tanaman (umur, besar, kesegaran dan pertumbuhan) batang bawah dan batang atas (entres) serta curah hujan dan kelembaban di sekitar pembibitan. Lama penyimpanan dan media penyimpanan batang atas sebelum dilakukan penyambungan juga berpengaruh dalam keberhasilan, selain itu tingkat ketrampilan dari teknisi juga menentukan tingkat keberhasilan.

Penggunaan batang bawah yang beragam dapat mempengaruhi keserasian dengan batang atas sehingga kualitas buah yang dihasilkan beragam, dan akibatnya sulit bersaing di pasar internasional. Dari delapan sifat mutu jeruk yang diamati, hanya warna kulit buah dan kadar air buah yang tidak dipengaruhi oleh batang bawah. Batang bawah yang baik adalah batang bawah yang serasi dengan batang atas, terutama dari varietas komersial. Ketidakserasian antara batang atas dan batang bawah dapat terjadi dengan gejala antara lain pertumbuhan vegetatif terhambat, pertumbuhan batang bawah dan batang atas terlalu cepat, daun menguning pada akhir pertumbuhan dan tanaman mati sebelum waktunya (Martias et al., 1997).


(21)

commit to user

Menurut Hartman dan Davis, Jr (1990) cit. Mansyah (1998) menyatakan bahwa mekanisme kompatibilitas harus dilihat berdasarkan sifat fisiologi, biokimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Cadangan nutrisi batang bawah lebih menentukan keberhasilan okulasi atau penyambungan daripada nutrisi yang dikandung oleh entres. Okulasi dua tanaman yang serasi akan menghasilkan tanaman yang kuat dan berumur panjang.

Tingkat keberhasilan okulasi dapat mencapai 100% apabila pemeliharaan atau perawatan selama okulasi dan setelah pemangkasan batang bawah sangat diperhatikan. Selain perawatan atau pemeliharaan, keberhasilan okulasi juga dipengaruhi oleh keserasian batang atas dan bawah, umur, kemampuan mata tempel untuk pecah dan tumbuh, iklim, dan keterampilan teknis okulator itu sendiri (Suryana, 2000).

C. Penyimpanan Entres

Dalam pelaksanaan okulasi seringkali mengalami kendala, yaitu bila mata tempel (entres) diambil dari tempat yang cukup jauh. Padahal keberhasilan okulasi salah satu faktor yang mempengaruhi adalah keadaan dari mata tempel saat akan ditempel. Mata tempel yang digunakan dalam okulasi harus dalam keadaan segar, tetapi di lapangan sering terjadi penundaan bahan entres yang sudah diambil. Entres tidak segera diokulasikan karena terhambat waktu dan jarak dengan lokasi pembibitan. Penundaan ini dapat diatasi dengan menyimpan entres dalam media pembungkus agar kelembaban dan kesegaran entres dapat terjaga dengan baik (Abdurahman et al., 2007).

Cabang entres harus dalam kondisi segar saat disambungkan atau ditempelkan di batang bawah. Oleh karena itu, setelah dipotong harus segera disambungkan atau ditempelkan di batang bawah yang telah disiapkan. Jika entres didatangkan dari lokasi yang berjauhan dengan lokasi batang bawah, diperlukan perlakukan khusus agar entres tetap segar. Potong entres sepanjang 20-30 cm, lalu rompes seluruh daunnya untuk mengurangi terjadinya penguapan yang dapat menyebabkan entres kehilangan air sehingga menjadi keriput dan layu. Jika lokasi pengambilan entres sangat jauh, sebaiknya bungkusan entres dilapisi dengan


(22)

commit to user

pelepah pisang. Pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga-rongga udara sehingga dapat menghambat masuknya panas dari luar ke bagian dalam entres. Jika diinapkan, letakkan entres di dalam ruang ber-AC tetapi jangan menyimpannya di dalam lemari pendingin karena dapat menyebabkan mata tunas entres mati. Kemudian entres dimasukkan ke dalam koper atau tas pakaian dan diletakkan di bagian paling atas agar tidak rusak atau patah tertindih pakaian dan barang-barang berat lainnya (Redaksi Agromedia, 2007 cit. Ardiant, 2009).

Menurut Sukarmin et al. (2010) pengambilan entres dari jarak jauh dapat dilakukan dengan cara membungkus entres dengan kertas koran yang dilembabkan kemudian baru dibungkus dengan plastik dan diikat dengan tali baru dimasukkan ke dalam kardus. Cara pengemasan ini dimaksudkan agar kelembaban entres tetap terjaga. Entres yang layu atau kurang segar dikarenakan kadar airnya berkurang akibat penguapan selama penyimpanan. Entres yang kurang segar ini sangat mempengaruhi proses pertautan antara batang atas dan batang bawah sehingga dapat mempengaruhi persentase keberhasilan okulasi. Untuk itu perlu diperhatikan kriteria entres yang baik yaitu tidak terlalu tua/muda, kondisi entres tidak flushing (pupus), bentuk bulat tidak pipih, dorman dan sehat.

Penyimpanan entres dalam penelitian ini menggunakan irisan temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan salah satu tanaman obat yang potensial. Penggunaan temulawak sebagai bahan pembungkus entres dalam penyimpanan karena temulawak mengandung zat kurkumin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur. Bau khas dari temulawak ini tidak disukai oleh hama, sehingga dapat digunakan sebagai penyimpan entres. Bagian yang berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang mengandung berbagai komponen kimia di antaranya zat kuning kurkumin, protein, pati dan minyak atsiri. Pati, salah satu komponen terbesar temulawak sering disebut sebagai pati yang mudah dicerna sehingga disarankan digunakan sebagai makanan bayi. Minyak atsirinya mengandung senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorhizol. Kandungan xanthorizol dan kurkumin ini yang menyebabkan temulawak sangat berkhasiat (Taryono cit. Hadipoentyanti et al., 2007).


(23)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Januari sampai Mei 2011, bertempat di Dukuh Tunggul Kalang , Jantiharjo, Karanganyar dengan ketinggian tempat ± 350 mdpl.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

1. Batang bawah tanaman jeruk Japanese Citroen (JC) yang didapat dari tempat pembibitan buah, Purworejo.

2. Batang atas (mata tempel) varietas Siem yang didapat dari BPMT Kebun Benih Hortikultura Salaman

3. Alumunium foil, berfungsi untuk menahan penurunan daya tumbuh entres.

4. Pelepah pisang, mengandung banyak air dan rongga udara sehingga dapat

menghambat masuknya panas dari luar ke dalam entres.

5. Irisan temulawak, berfungsi sebagai fungisida nabati sehingga dapat mencegah adanya hama atau cendawan pada entres agar tidak menyebabkan busuk.

6. Pupuk kandang (kotoran kambing)

7. Pestisida, berupa insektisida (Decis 2,5 EC) dan fungisida (Dithane M-45) yang berfungsi untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pisau okulasi, untuk menyayat kulit kayu dan mengambil mata tunas

2. Gunting pangkas, untuk memotong cabang dari pohon induk untuk batang

atas dan untuk memangkas.

3. Plastik, untuk mengikat batang atas (mata tunas) dengan kayu batang bawah agar menempel, tidak kekeringan dan tidak terkena air agar tidak busuk.


(24)

commit to user

C. Cara Kerja Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan dasar Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah masa simpan entres (S) yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 hari (S0), 1 hari (S1), 2 hari (S2) dan 3 hari (S3). Faktor kedua adalah bahan pembungkus entres (P) yang terdiri dari 3 taraf yaitu aluminium foil (P1), pelepah pisang (P2) dan irisan temulawak (P3). Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan, masing-masing diulang 3 kali. Kombinasi perlakuan tersebut adalah :

S0P1 : entres tanpa disimpan dibungkus alumunium foil S0P2 : entres tanpa disimpan dibungkus pelepah pisang

S0P3 : entres tanpa disimpan dibungkus dengan irisan temulawak S1P1 : entres disimpan 1 hari dibungkus alumunium foil

S1P2 : entres disimpan 1 hari dibungkus pelepah pisang

S1P3 : entres disimpan 1 hari dibungkus dengan irisan temulawak S2P1 : entres disimpan 2 hari dibungkus alumunium foil

S2P2 : entres disimpan 2 hari dibungkus pelepah pisang

S2P3 : entres disimpan 2 hari dibungkus dengan irisan temulawak S3P1 : entres disimpan 3 hari dibungkus alumunium foil

S3P2 : entres disimpan 3 hari dibungkus pelepah pisang

S3P3 : entres disimpan 3 hari dibungkus dengan irisan temulawak 2. Tata Laksana Penelitian

a. Penyiapan Batang Bawah

Batang bawah yang digunakan adalah jeruk Japanese citroen yang telah berumur ± 6 bulan. Batang bawah ini ditanam pada polybag dengan ukuran 20 cm x 15 cm yang berisi media tanam campuran dari tanah dan pupuk kandang kambing dengan perbandingan 1:1.


(25)

commit to user b. Penyiapan Batang Atas

Untuk batang atas dalam penelitian ini digunakan jeruk varietas Siem yang telah berumur ± 5 tahun. Batang atas ini harus sehat serta bebas dari penyakit. Entres (batang atas) ini dipotong 30 cm dari pucuk tanaman yang terkena sinar matahari, kemudian daunnya dirompes dan dibungkus sesuai perlakuan. Penyimpanan dengan aluminium foil dan pelepah pisang dilakukan dengan membungkus batang secara langsung, sedangkan penyimpanan dengan irisan temulawak dilakukan dengan mengiris-iris temulawak terlebih dahulu selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik beserta dengan entres. Untuk lama penyimpanan disesuaikan dengan perlakuan yang telah ditentukan dan kemudian ditempatkan pada tempat yang agak lembab dan terbuka. Setelah itu, entres yang sudah diperlakukan tersebut siap untuk ditempelkan pada batang bawah. c. Pelaksanaan Okulasi

Okulasi dilakukan pada pagi hari antara jam 07.00-11.00, karena saat tersebut tanaman sedang aktif berfotosintesis sehingga kambium tanaman juga dalam kondisi aktif dan optimum. Sedangkan jika dilaksanakan diatas jam 12.00 siang daun sudah mulai layu. Tetapi hal ini bisa diatasi dengan menempel di tempat yang teduh, terhindar sinar matahari secara langsung.

Metode okulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode Forkert, yaitu batang bawah yang telah tersedia diiris melintang lebar 6-12 mm. Kemudian diiris ke bawah pada kedua ujungnya, kulit diangkat sedikit saja, lalu ditarik ke bawah sepanjang 20-30 mm, sehingga akan berbentuk lidah kemudian dipotong dan disisakan seperempat bagian. Mata tempel dari entres yang telah tersedia, dengan ukuran lebar 5-11 mm dan panjang 20-25 mm. Kemudian disisipkan di antara lidah dan kayu batang pokok. Selanjutnya diikat dengan tali plastik yang telah disiapkan. Pengikatan ini dimulai dari bagian bawah ke atas agar pada saat


(26)

commit to user

hujan ataupun penyiraman, air tidak masuk kedalam okulasian. Ikatan plastik pada okulasian ini dibuka 3 minggu setelah okulasi. Mata tunas yang berwarna hijau menandakan bahwa okulasi berhasil (jadi). Setelah itu, untuk mempercepat tumbuhnya tunas pada mata tempel dilakukan pemotongan ujung batang bibit. Setengah bagian batang bawah sejauh 3-5 cm diatas tempat okulasi dikerat secara hati-hati kemudian dilengkungkan (lopping). Lopping ini dilakukan ketika tunas okulasi sudah membentuk 4 daun.

d. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan yang dilakukan agar bibit okulasi dapat tumbuh dengan baik yaitu:

· Penyiraman

Bibit tanaman jeruk pada dasarnya membutuhkan cukup air. Penyiraman dilakukan secara kontinyu 2-3 hari sekali, dengan disiram tanahnya disekitar bibit hingga cukup basah. Menurut Supriyanto et al (2000) cit. Santoso et al. (2009) bahwa tanaman yang ditempel, cangkok ataupun sambung mengalami pelukaan sehingga memerlukan makanan, air dan perawatan yang lebih untuk pertumbuhannya.

· Penyiangan

Penyiangan dengan menghilangkan gulma disekitar tanaman. Gulma dapat menjadi vektor bagi hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tangan. Penyiangan dilakukan pagi hari, dimana tanah masih dalam kondisi yang lembab sehingga dapat memudahkan penyiangan.

· Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan urea sebanyak 15 g/tanaman. Pemupukan pertama dilakukan pada waktu tanaman berumur 1 bulan setelah okulasi, dengan cara menaburkan secara


(27)

commit to user

merata disekitar tanaman. Untuk selanjutnya kegiatan

pemupukan ini dilakukan setiap dua minggu sekali.

· Wiwilan

Wiwilan dilakukan setiap dua minggu sekali. Wiwilan dilakukan untuk memacu pertumbuhan mata entres.

· Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang yaitu ulat. Hama tersebut dapat dikendalikan dengan cara disemprot dengan insektisida atau secara manual dengan mengambil hama tersebut kemudian dimusnahkan. Insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama pada penelitian ini yaitu Decis 2,5 EC dengan dosis 3 cc/3 ml. Salah satu kelemahan dari batang bawah jenis Japanese citroen yaitu daunnya mudah terserang penyakit scab (kudis) yang ditandai dengan adanya bintil-bintil kuning menonjol pada daun. Pada penelitian ini diduga terdapat indikasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah penularan penyakit ini dilakukan penyemprotan dengan fungisida jenis Dithane M-45 konsentrasi 0,1-0,2%.

3. Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan yang diamati dalam penelitian ini adalah : a. Persentase keberhasilan okulasi jadi

Pengamatan keberhasilan okulasi jadi ini diamati saat membuka plastik okulasi dari mata tempel yaitu 3 minggu setelah okulasi. Bibit jadi ditandai dengan tunas okulasi yang berwarna hijau ketika dilukai.

Persentase okulasi jadi = jumlah okulasi jadi jumlah seluruh bibit b. Waktu pecah tunas

Saat pecah mata entres dihitung dari hari saat pelaksanaan okulasi sampai pecah mata entres. Kriteria pecah mata entres


(28)

commit to user

dilihat dari saat kuncup mata entres okulasi yang tadinya ditutupi oleh dua kelopak berwarna kecokelatan telah membuka.

c. Panjang tunas

Panjang tunas okulasi diukur dari pangkal tunas okulasi sampai pangkal daun terakhir. Pengukuran dilakukan pada umur 3 bulan setelah okulasi.

d. Jumlah daun

Dilakukan dengan menghitung jumlah daun pada mata tempel yaitu pada umur 3 bulan setelah okulasi.

e. Persentase okulasi tumbuh

Dilakukan dengan menghitung persentase okulasi tumbuh diakhir penelitian.

Persentase okulasi tumbuh = jumlah okulasi tumbuh jumlah seluruh bibit 4. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5%, kemudian jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Sebelum dianalisis dengan sidik ragam, data yang diperoleh terlebih dahulu ditransformasi tujuannya agar hasil analisis lebih tepat. Untuk data-data yang banyak nilai 0% maka dilakukan transformasi akar kuadrat sedangkan untuk data-data dengan nilai-nilai yang kecil seperti 0, dilakukan transformasi logaritma.


(29)

commit to user

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan sidik ragam pada semua variabel pengamatan (Tabel 1) diketahui bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berbeda nyata terhadap semua variabel pengamatan yaitu persentase okulasi jadi, waktu pecah tunas, panjang tunas, jumlah daun serta persentase okulasi tumbuh. Perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres ini juga tidak terdapat adanya interaksi pada semua variabel.

Tabel 1. Sidik ragam pengaruh masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan okulasi jeruk

Sumber % jadi Waktu

pecah

Panjang tunas

Jumlah

daun % tumbuh

S ns ns ns ns ns

P ns ns ns ns ns

S*P ns ns ns ns ns

Keterangan : S = Masa simpan, P = Pembungkus, S*P = interaksi, ns = tidak berbeda nyata pada uji F 5%.

A. Persentase Okulasi Jadi

Keberhasilan okulasi jadi dapat dilihat 3 minggu setelah pelaksanaan okulasi (penempelan), yaitu dengan membuka plastik ikatan okulasi dan diamati mata tempelnya. Jika mata tempel berwarna hijau dan tampak segar, tidak kering dan patah maka dapat dikatakan okulasi tersebut berhasil. Namun, jika pada mata tempel berwarna cokelat dan kering okulasi tersebut gagal.

Tabel 2. Rata-rata okulasi jadi pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak

0 100 33 100 77,67 a

1 100 67 100 89 a

2 67 100 67 78 a

3 100 67 100 89 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%


(30)

commit to user

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap persentase keberhasilan okulasi jadi. Hal ini dikarenakan masing-masing pembungkus yang digunakan mampu berfungsi dengan baik untuk tetap menjaga kelembaban entres sehingga entres tidak busuk. Aluminium foil disini dapat berfungsi untuk menahan penurunan daya tumbuh entres. Pelepah pisang berfungsi menghambat masuknya panas dari luar ke dalam entres karena mengandung banyak air dan rongga udara, sedangkan irisan temulawak mampu berfungsi sebagai fungisida nabati sehingga dapat mencegah adanya hama atau cendawan pada entres agar tidak busuk. Dalam penelitian ini persentase okulasi jadi cukup tinggi. Tingginya persentase bibit jadi ini diduga karena keadaan mata entres yang digunakan dalam keadaan dorman dan banyak mengandung karbohidrat sehingga keberhasilan lebih besar. Mata entres yang dorman adalah mata entres dalam keadaan istirahat, belum pecah dan akan segera tumbuh karena masih mendapatkan makanan dari hasil fotosintesis tanaman induk.

Keberhasilan okulasi (penempelan) memerlukan kompatibilitas antara batang atas dan batang bawah serta kemampuan batang atas (mata tempel) itu sendiri untuk pecah dan tumbuh (Supriyanto et al., 1995). Selain itu menurut Hartman dan Davis (1990) cit. Mansyah et al. (1998) keberhasilan penempelan juga sangat ditentukan oleh mekanisme kompatibilitas itu sendiri, misalnya sifat fisiologi, biokimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa adanya okulasi yang gagal tidak semata-mata disebabkan oleh perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres akan tetapi bisa disebabkan karena faktor lingkungan seperti kelembaban, cahaya ataupun suhu selain itu juga bisa disebabkan dari faktor teknis saat pelaksanaan okulasi itu sendiri.


(31)

commit to user

Gambar 1. Okulasi Jadi Gambar 2. Okulasi Gagal

B. Waktu Pecah Tunas

Saat pecah mata entres atau saat munculnya tunas merupakan salah satu variabel pengamatan yang menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh lama peyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan tunas pertama kali.

Tabel 3. Rata-rata waktu pecah tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (hari)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 43,5 26 26 31,83 a

1 36,67 32 43,67 37,45 a

2 29 46 27,5 34,17 a

3 56 39 31,33 42,11 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh nyata terhadap waktu pecah tunas untuk masing-masing perlakuan. Akan tetapi terdapat ketidakseragaman waktu pecah tunas antara aluminium foil, pelepah pisang serta irisan temulawak. Laju pertumbuhan mata tunas (entres) dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adanya keadaan dorman, dimana entres tidak menunjukkan pertumbuhan akan tetapi keadaannya masih tetap hijau. Menurut Purbiati (2002), keadaan dorman tersebut terjadi karena tidak adanya diferensiasi dari tunas sehingga berakibat

Okulasi

jadi Okulasi


(32)

commit to user

tumbuhnya tunas batang bawah dari bekas luka irisan batang. Entres dorman tersebut kemungkinan disebabkan saat diambil dari pohon induknya masih pada fase dorman dan ketersediaan hormon sitokinin tidak terpenuhi untuk memecahkan tunas dan akhirnya membentuk daun. Faktor lain yang mungkin terjadi yaitu saat berada dalam pembungkus, kelembaban entres kurang terpenuhi. Adanya keadaan dorman pada mata tunas (entres) menurut Wiebel (1992) cit. Hidayat (2005) yaitu bahwa entres kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti : air, garam mineral dan zat tumbuh.

Faktor lain yang menyebabkan adanya keterlambatan pertumbuhan tunas yaitu keseimbangan hormonal. Sitokinin dengan auksin mampu memacu pembelahan dan diferensiasi sel. Makin tinggi konsentrasi hormon sampai dengan batas tertentu, laju pertumbuhan tunas makin meningkat, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi laju pertumbuhan tunas makin melambat. Hal ini disebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon, laju pertumbuhan tunas ditentukan oleh aktivitas kambium yang dipengaruhi oleh keseimbangan hormonal pada tempat penempelan tunas. Makin keras batang bawah, sel-sel kambium makin kurang aktif, sehingga pertumbuhan tunasnya juga makin melambat (Utari, 2005).

Dalam pembiakan vegetatif yang menggabungkan batang atas dan batang bawah, batang bawah sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan batang atas. Batang bawah lebih berperan dalam membentuk kalus. Pembentukan kalus sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Proses pembentukan kalus ini sangat dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada jaringan parenkim karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi dalam membentuk kalus. Menurut Bhusal (2001), bahwa pembentukan kalus terjadi 45 hari setelah penyisipan atau penempelan dan paling lama juga bisa mencapai 3 bulan.


(33)

commit to user

Gambar 3. Entres yang sudah pecah dan mulai membentuk kuncup daun

C. Panjang Tunas

Pertumbuhan dapat diketahui dari kenaikan panjang tunas suatu tanaman atau bagian tanaman lain. Sedangkan peningkatan jumlah sel dan ukuran sel terjadi pada jaringan meristem misalnya meristem ujung, meristem interkalar dan meristem lateral. Pertumbuhan pada meristem ujung menghasilkan sel-sel baru diujung sehingga mengakibatkan bertambah tinggi atau panjang.

Tabel 4. Rata-rata panjang tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (cm)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 11 31 12,33 18,11 a

1 25 22 5,8 17,6 a

2 11,5 8 17,75 12,42 a

3 1 15,25 20,83 12,36 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Pertumbuhan tunas pada dasarnya sangat erat hubungannya dengan waktu pecah tunas. Artinya semakin cepat tunas itu pecah, maka akan semakin cepat pula tunas itu tumbuh asalkan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi. Secara keseluruhan dari hasil analisis ragam perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap panjang tunas okulasi. Kombinasi perlakuan pembungkus pelepah pisang

Entres yang sudah pecah


(34)

commit to user

tanpa disimpan (S0P2) berdasarkan Tabel 4 mampu menghasilkan panjang tunas tertinggi yaitu 31 cm sedangkan kombinasi perlakuan aluminium foil yang disimpan selama 3 hari (S3P1) hanya mencapai tinggi 1 cm. Hal ini dikarenakan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga entres tetap dalam keadaan segar dan dapat tumbuh dengan baik. Mata tunas yang cepat pecah, akan segera tumbuh dan memanjang jika unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi dengan cukup. Sedangkan mata tunas yang dorman, tentu saja akan menghambat proses pemanjangan tunas pada tanaman jeruk. Begitupula yang terlihat dalam penelitian ini, mata tunas yang mengalami keadaan dorman pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibandingkan dengan yang tidak mengalami keadaan dorman.

Menurut Wiebel et al. (1992) cit. Hidayat (2005) keadaan dorman ini, selain disebabkan oleh oleh faktor endogen mata tunas yang kompleks, juga disebabkan oleh kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti: air, garam mineral dan zat tumbuh. Dengan demikian dapat dijelaskan pula bahwa pertumbuhan akar sebagai sumber sintesis zat tumbuh seperti sitokinin akan berpengaruh terhadap pemecahan dormansi mata tunas dan lebih awalnya aktivitas akan dapat memacu pemecahan dormansi pada tunas. Selain karena faktor hormon sitokinin yang ditranslokasikan oleh akar ke pucuk, selang waktu sekitar 2 minggu sebelum trubus tersebut, mata tunas mengalami perubahan dari stadia endodormansi menuju ekodormansi. Pada saat tersebut kondisi lingkungan yang optimal dapat menyebabkan pecahnya tunas dan selanjutnya berkembang menjadi tunas baru yang tumbuh sempurna.

Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat. Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Karbohidarat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan perantara molekul air menuju daerah meristematis, diantaranya ujung tunas.


(35)

Sel-commit to user

sel pada daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas (Septyarini, 2007).

Auksin berfungsi mendorong pemanjangan batang, pertumbuhan akar, diferensiaasi sel dan percabangan, pertumbuhan buah, dominasi apikal, fototropisme dan gravitropisme. Auksin dihasilkan pada embrio dalam biji, meristem batang dan daun-daun muda. Sitokinin yang berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan, pertumbuhan sel, perkeambahan dan pembungaan, serta menghambat penuaan. Sitokinin disintesis pada akar dan diangkut ke organ lain.

Gambar 4. Pertumbuhan tunas mata tempel (entres)

D. Jumlah Daun

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Letak pertumbuhan ada di dalam meristem ujung, lateral dan interkalar. Mata tunas yang disambungkan pada batang bawah setelah mengalami proses diferensiasi dan membentuk kambium baru akan berfungsi sebagai meristem ujung atau lateral sehingga pecah dan membentuk daun baru (Purbiati et al., 2002).

Tonjolan pada sisi meristem apikal semula dikenal sebagai penyangga daun. Ia memanjang, menebal dan membentuk prokambium dan kemudian


(36)

commit to user

jaringan pengangkut. Pertama-tama ia melengkung kedalam. Sementara masih dalam kuncup, pada sisi-sisi poros daun meristem tepi menjadi aktif untuk membentuk helaian daun. Menjelang waktu membukanya daun, terjadi pengembangan kesamping dan pemanjangan helaian daun secara cepat dan pemanjangan pangkal poros daun untuk membentuk tangkai daun. Daun memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman yang merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi.

Tabel 5. Rata-rata jumlah daun pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (helai)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 10 18 13,33 13,78 a

1 15,33 12 6,33 11,22 a

2 8,5 8,67 15,5 10,89 a

3 2 9,5 15,33 8,94 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Daun merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman. Daun diperlukan untuk mengubah CO2 dan H2O menjadi cadangan makanan melalui proses fotosintesis dengan energi cahaya matahari. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan (Gardner, 1991 cit. Karintus, 2010). Lingkungan yang mendukung pertumbuhan secara otomatis juga mampu mendorong pertambahan jumlah serta ukuran daun. Kombinasi perlakuan penyimpanan dan bahan pembungkus ini tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun (Tabel 5). Tidak adanya pengaruh ini dikarenakan masing-masing pembungkus seperti aluminium foil kelembabannya terjaga sehingga mampu menurunkan daya tumbuh entres (Abdurahman et al.,2007) dan entres tidak busuk sedangkan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga dapat menahan masuknya panas dari luar ke dalam entres dan irisan temulawak yang mengandung minyak atsiri berkhasiat sebagai fungistatik pada beberapa jamur dan bakteri sehingga entres tetap dalam keadaan baik sewaktu digunakan untuk okulasi serta dapat tumbuh dengan cepat karena tidak mengalami dorman atau bahkan busuk.


(37)

commit to user

Semakin cepat daun terbentuk sempurna klorofil yang dihasilkan daun semakin bertambah. Klorofil berfungsi menangkap cahaya matahari yang digunakan dalam proses fotosentesis. Dengan daun pada payung pertama yang luas maka cahaya matahari yang diterima semakin besar yang digunakan untuk menghasilkan cadangan makanan. Cadangan makanan inilah yang digunakan untuk pembentukan tunas selanjutnya. Pertumbuhan awal yang baik cenderung akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya termasuk pertumbuhan daun, batang, tunas dan organ lainnya.

Adanya penambahan jumlah daun diduga sejalan dengan penambahan panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan menghasilkan pertambahan nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya daun. Perbedaan jumlah daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada tanaman, karena di dalam daun terdapat klorofil dan sebagai tempat terjadinya sintesis fotosintat yang dibutuhkan oleh semua bagian tanaman (Septyarini, 2007).

E. Persentase Okulasi Tumbuh

Bibit okulasi yang tumbuh atau hidup merupakan bibit yang jadi setelah dilakukan pembukaan plastik okulasi dan mampu bertahan untuk tetap tumbuh sampai akhir penelitian.

Tabel 6. Rata-rata okulasi tumbuh pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 67 33 100 66,67 a

1 100 33 100 77,67 a

2 67 100 67 78 a

3 33 67 100 66,67 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Rata-rata keberhasilan untuk okulasi tumbuh berdasarkan Tabel 6 pada perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus yang berbeda mampu menghasilkan okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%. Keberhasilan okulasi tumbuh pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Salah satu faktor


(38)

commit to user

dalam yang mempengaruhi keberhasilan okulasi tumbuh yaitu keadaan entres misalnya entres dorman. Entres yang dorman ini juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor misalnya faktor lingkungan saat penyimpanan entres yaitu bahan pembungkus itu sendiri. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi okulasi tumbuh misalnya unsur-unsur yang diperlukan entres untuk tumbuh dan berkembang tidak terpenuhi.

Bibit yang jadi dan mampu tumbuh setelah okulasi berasal dari mata entres yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan penempelan ini, memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan mata tempel serta kemampuan mata tempel tersebut untuk pecah dan tumbuh. Pecahnya mata tunas lateral dikendalikan oleh keseimbangan asam absisik (ABA) dan sitokinin, dimana pecahnya mata tunas (entres) akan terjadi pada konsentrasi asam absisik (ABA) yang mulai menurun dan sitokinin yang meningkat (Supriyanto, et al.,1995). Setelah pecah mata tunas akan melakukan pertumbuhan seperti pemanjangan tunas dan pertumbuhan daun. Dengan demikian, bibit hasil okulasi tersebut dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhannya dan mampu bertahan hidup.


(39)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai pengaruh lama penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan bibit okulasi, dapat diambil kesimpulan:

1. Adanya masa penyimpanan entres sampai 3 hari yang dilakukan dengan dibungkus aluminium foil, pelepah pisang serta irisan temulawak mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%.

2. Bahan pembungkusan entres dengan aluminium foil, pelepah pisang dan irisan temulawak tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk okulasi.

3. Interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas okulasi.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji masa penyimpanan yang lebih lama, agar dapat mengetahui daya simpan entres jeruk sehingga mampu bertahan dan dapat tumbuh dengan baik bila digunakan untuk okulasi.


(1)

commit to user

tanpa disimpan (S0P2) berdasarkan Tabel 4 mampu menghasilkan panjang tunas tertinggi yaitu 31 cm sedangkan kombinasi perlakuan aluminium foil yang disimpan selama 3 hari (S3P1) hanya mencapai tinggi 1 cm. Hal ini dikarenakan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga entres tetap dalam keadaan segar dan dapat tumbuh dengan baik. Mata tunas yang cepat pecah, akan segera tumbuh dan memanjang jika unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi dengan cukup. Sedangkan mata tunas yang dorman, tentu saja akan menghambat proses pemanjangan tunas pada tanaman jeruk. Begitupula yang terlihat dalam penelitian ini, mata tunas yang mengalami keadaan dorman pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibandingkan dengan yang tidak mengalami keadaan dorman.

Menurut Wiebel et al. (1992) cit. Hidayat (2005) keadaan dorman ini, selain disebabkan oleh oleh faktor endogen mata tunas yang kompleks, juga disebabkan oleh kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti: air, garam mineral dan zat tumbuh. Dengan demikian dapat dijelaskan pula bahwa pertumbuhan akar sebagai sumber sintesis zat tumbuh seperti sitokinin akan berpengaruh terhadap pemecahan dormansi mata tunas dan lebih awalnya aktivitas akan dapat memacu pemecahan dormansi pada tunas. Selain karena faktor hormon sitokinin yang ditranslokasikan oleh akar ke pucuk, selang waktu sekitar 2 minggu sebelum trubus tersebut, mata tunas mengalami perubahan dari stadia endodormansi menuju ekodormansi. Pada saat tersebut kondisi lingkungan yang optimal dapat menyebabkan pecahnya tunas dan selanjutnya berkembang menjadi tunas baru yang tumbuh sempurna.

Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat. Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Karbohidarat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan perantara molekul air menuju daerah meristematis, diantaranya ujung tunas.


(2)

Sel-commit to user

sel pada daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas (Septyarini, 2007).

Auksin berfungsi mendorong pemanjangan batang, pertumbuhan akar, diferensiaasi sel dan percabangan, pertumbuhan buah, dominasi apikal, fototropisme dan gravitropisme. Auksin dihasilkan pada embrio dalam biji, meristem batang dan daun-daun muda. Sitokinin yang berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan, pertumbuhan sel, perkeambahan dan pembungaan, serta menghambat penuaan. Sitokinin disintesis pada akar dan diangkut ke organ lain.

Gambar 4. Pertumbuhan tunas mata tempel (entres)

D. Jumlah Daun

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Letak pertumbuhan ada di dalam meristem ujung, lateral dan interkalar. Mata tunas yang disambungkan pada batang bawah setelah mengalami proses diferensiasi dan membentuk kambium baru akan berfungsi sebagai meristem ujung atau lateral sehingga pecah dan membentuk daun baru (Purbiati et al., 2002).

Tonjolan pada sisi meristem apikal semula dikenal sebagai penyangga daun. Ia memanjang, menebal dan membentuk prokambium dan kemudian


(3)

commit to user

jaringan pengangkut. Pertama-tama ia melengkung kedalam. Sementara masih dalam kuncup, pada sisi-sisi poros daun meristem tepi menjadi aktif untuk membentuk helaian daun. Menjelang waktu membukanya daun, terjadi pengembangan kesamping dan pemanjangan helaian daun secara cepat dan pemanjangan pangkal poros daun untuk membentuk tangkai daun. Daun memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman yang merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi.

Tabel 5. Rata-rata jumlah daun pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (helai)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 10 18 13,33 13,78 a

1 15,33 12 6,33 11,22 a

2 8,5 8,67 15,5 10,89 a

3 2 9,5 15,33 8,94 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Daun merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman. Daun diperlukan untuk

mengubah CO2 dan H2O menjadi cadangan makanan melalui proses fotosintesis

dengan energi cahaya matahari. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan (Gardner, 1991 cit. Karintus, 2010). Lingkungan yang mendukung pertumbuhan secara otomatis juga mampu mendorong pertambahan jumlah serta ukuran daun. Kombinasi perlakuan penyimpanan dan bahan pembungkus ini tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun (Tabel 5). Tidak adanya pengaruh ini dikarenakan masing-masing pembungkus seperti aluminium foil kelembabannya terjaga sehingga mampu menurunkan daya tumbuh entres (Abdurahman et al.,2007) dan entres tidak busuk sedangkan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga dapat menahan masuknya panas dari luar ke dalam entres dan irisan temulawak yang mengandung minyak atsiri berkhasiat sebagai fungistatik pada beberapa jamur dan bakteri sehingga entres tetap dalam keadaan baik sewaktu digunakan untuk okulasi serta dapat tumbuh dengan cepat karena tidak mengalami dorman atau bahkan busuk.


(4)

commit to user

Semakin cepat daun terbentuk sempurna klorofil yang dihasilkan daun semakin bertambah. Klorofil berfungsi menangkap cahaya matahari yang digunakan dalam proses fotosentesis. Dengan daun pada payung pertama yang luas maka cahaya matahari yang diterima semakin besar yang digunakan untuk menghasilkan cadangan makanan. Cadangan makanan inilah yang digunakan untuk pembentukan tunas selanjutnya. Pertumbuhan awal yang baik cenderung akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya termasuk pertumbuhan daun, batang, tunas dan organ lainnya.

Adanya penambahan jumlah daun diduga sejalan dengan penambahan panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan menghasilkan pertambahan nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya daun. Perbedaan jumlah daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada tanaman, karena di dalam daun terdapat klorofil dan sebagai tempat terjadinya sintesis fotosintat yang dibutuhkan oleh semua bagian tanaman (Septyarini, 2007).

E. Persentase Okulasi Tumbuh

Bibit okulasi yang tumbuh atau hidup merupakan bibit yang jadi setelah dilakukan pembukaan plastik okulasi dan mampu bertahan untuk tetap tumbuh sampai akhir penelitian.

Tabel 6. Rata-rata okulasi tumbuh pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)

Masa penyimpanan

(hari)

Bahan pembungkus

Rata-rata Aluminium

foil

Pelepah pisang

Irisan temulawak

0 67 33 100 66,67 a

1 100 33 100 77,67 a

2 67 100 67 78 a

3 33 67 100 66,67 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Rata-rata keberhasilan untuk okulasi tumbuh berdasarkan Tabel 6 pada perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus yang berbeda mampu menghasilkan okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%. Keberhasilan okulasi tumbuh pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Salah satu faktor


(5)

commit to user

dalam yang mempengaruhi keberhasilan okulasi tumbuh yaitu keadaan entres misalnya entres dorman. Entres yang dorman ini juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor misalnya faktor lingkungan saat penyimpanan entres yaitu bahan pembungkus itu sendiri. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi okulasi tumbuh misalnya unsur-unsur yang diperlukan entres untuk tumbuh dan berkembang tidak terpenuhi.

Bibit yang jadi dan mampu tumbuh setelah okulasi berasal dari mata entres yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan penempelan ini, memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan mata tempel serta kemampuan mata tempel tersebut untuk pecah dan tumbuh. Pecahnya mata tunas lateral dikendalikan oleh keseimbangan asam absisik (ABA) dan sitokinin, dimana pecahnya mata tunas (entres) akan terjadi pada konsentrasi asam absisik (ABA) yang mulai menurun dan sitokinin yang meningkat (Supriyanto, et al.,1995). Setelah pecah mata tunas akan melakukan pertumbuhan seperti pemanjangan tunas dan pertumbuhan daun. Dengan demikian, bibit hasil okulasi tersebut dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhannya dan mampu bertahan hidup.


(6)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai pengaruh lama penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan bibit okulasi, dapat diambil kesimpulan:

1. Adanya masa penyimpanan entres sampai 3 hari yang dilakukan dengan

dibungkus aluminium foil, pelepah pisang serta irisan temulawak mampu menghasilkan bibit okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%.

2. Bahan pembungkusan entres dengan aluminium foil, pelepah pisang dan

irisan temulawak tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan awal bibit jeruk okulasi.

3. Interaksi antara masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas okulasi.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji masa penyimpanan yang lebih lama, agar dapat mengetahui daya simpan entres jeruk sehingga mampu bertahan dan dapat tumbuh dengan baik bila digunakan untuk okulasi.