gundul”. Pengertian yang umum beredar di kalangan pemerhati masalah pesantren adalah bahwa kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa
Arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa lampau al salaf yang ditulis dengan format khas pra modern, sebelum abad ke 17an Masehi.
Kitab Kuning semula dicetak di atas kertas yang berwarna kuning dan lembarannya bisa dilepas karena tidak disteples dan atau diberi lem perekat. Di masa
kontemporer ini kitab kuning sudah banyak yang dicetak dalam edisi lux dan lembarannya tidak lagi dapat dilepas karena sudah disteples dan atau diberi lem
perekat layaknya buku-buku “putih” yang ditulis dan diterbitkan di era modern sekarang ini
19
. Di perpustakaan perguruan tinggi Islam memang sudah selayaknya terdapat
koleksi kitab-kitab klasik karya besar para intelektual Islam agar bisa dimanfaatkan oleh sivitas akademika untuk kegiatan perkuliahan ataupun kebutuhan lainnya
20
. Dari uraian definisi-definisi kitab dan penjelasan mengenai kitab klasik di atas
dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab tersebut bertuliskan bahasa Arab. Namun, walau mereka adalah kebanyakkan kaum Muslimin, tidak semua kitab yang mereka buat
selalu membahas tentang keislaman, banyak pula yang membahas tentang ilmu pengetahuan umum.
2. Fungsi dan Signifikansi Kitab Subyek Keislaman
19
Mujar Ibnu Syarif, dkk., Buku Pedoman Bahsulkutub Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007, h. 5.
20
Najmudin, “Islam, Eropa dan Intelektualisme”, 3 Oktober 2007, http:najmudin.wordpress.com20070910islam-eropa-dan-intelektualisme
Allah telah memuliakan manusia dikarenakan akalnya. Namun akal tersebut haruslah akal yang produktif dan berpengaruh, kreatif serta sebagai media pemikir
yang senantiasa berkembang dengan diskusi dan pembaharuan serta membuat panduan kajian untuknya agar bisa menghasilkan karya besar dan produktif. Dari sini, kaum
muslimin betul-betul digdaya dalam setiap ilmu pengetahuan dan bidang kehidupan lainnya, serta menonjol dalam semua bidang kajian dan unggul dari bangsa-bangsa lain
dalam penemuan baru
21
. Kegiatan tulis menulispun sudah dimulai sejak awal mula kelahiran Islam itu
sendiri. Penulisan Al Qur’an adalah contoh yang paling nyata dari kegiatan tersebut walaupun masih dalam bentuk lembaran-lembaran catatan lepas. Kemudian adanya
kodifikasi Al Qur’an menunjukkan bahwa literatur dan kesusasteraan Arab dimulai dengan lembaran-lembaran suci tersebut
22
. Munculnya kitab subyek keislaman dilatarbelakangi dari perjalanan panjang
proses pemahaman kaum muslimin terhadap dalil Al Qur’an dan Sunnah yang tidak datang secara rinci. Bahkan nash-nash yang terperincipun tidak mencakup seluruh
masalah dengan bentuk nash yang qath’i artinya tetap dalam keadaan global mujmal yang masih membutuhkan ijtihad ketika memahami dan menggali hukum. Selain itu
dengan berbagai kejadian di dalam kehidupan ini senantiasa baru dn terus berkembang mengharuskan ijtihad harus terus berlangsung, agar di adalm umat Islam terdapat para
mujtahid yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dan mampu menggali
21
Muhammad Sayyid al Wakil, Wajah Dunia Islam dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme modern,
Penerjemah Fadhli Bahri Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2005, cet.v, h.119.
22
Siti Maryam, “Sekilas tentang perkembangan buku dalam Islam,” Al Maktabah vol.8, no.2 Oktober 2006: h. 63.
hukum
23
. Kemudian lahirlah berbagai kitab seperti kitab Tafsir, Ulum al Qur’an, Ulum al Hadits, kitab Hadits. Perkembangan selanjutnya muncul cabang ilmu baru
misalnya Ilmu Fiqih, dan tahap ini menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan buku di dunia Islam.
Kitab subyek keislaman memang memiliki peran yang sangat signifikan bagi kajian hukum Islam, bahkan perkembangan hukum Islam itu sendiri. Kitab Islam tidak
hanya membahas hal-hal yang bersifat ubudiyyah, ibadah mahdhoh, syurga neraka dan sejenisnya, namun juga membahas persoalan yang secara langsung bersinggungan
dengan problem keummatan yang dihadapi sehari-hari. Maka itulah , kitab subyek keislaman menjadi rujukan tidak hanya para ulama namun juga pelajar dalam lembaga
pendidikan untuk meningkatkan pemahaman Islamnya, memberi insprasi bagi para ulama untuk melakukan syarah terhadap kitab para Imam sebelumnya, atau
meresumenya menjadi kitab yang lebih sederhana, bahkan memotivasi untuk melakukan istinbath dari dalil yang menguatkan fiqih dan menelurkan karya baru.
Untuk aktifitas pengkajian kitab Islam di pondok pesantren, terlihat dari kutipan di bawah ini.
“Pengajaran kitab-kitab klasik kitab kuning merupakan ciri satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Dengan
demikian, referensi kitab-kitab klasik di pesantren merupakan khazanah yang sangat berharga dalam perbendaharaan keilmuan. Oleh karena itu, kajian klasik
yang merupakan ciri khas pesantren salafiyyah menjadi semakin penting untuk
23
‘Atha Ibn Khalil, Ushul Fiqh, Penerjemah Yasin al Siba’i Bogor: Pustaka Thariq al Izzah, 2003, cet.III, h.379-381.
dilakukan secara sistematik dan komperhensif, artinya menelaah kitab klasik dengan menerapkan pendekatan yang lebih modern.”
24
3. Sistem Klasifikasi Islam