Latar Belakang Masalah PERANAN KAUM SYI’AH DALAM POLITIK IRAK PASCA TUMBANGNYA REZIM SADDAM HUSSEIN 2003-2005

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Irak merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, karena merupakan salah satu negara Timur Tengah yang sering menghadapi peperangan. Pada masa pemerintahan Saddam Hussein, konflik lebih banyak bersifat vertikal antara rakyat dengan pemerintah. Konflik terjadi antara kelompok syiah melawan pemerintah sunni dan suku kurdi melawan pemerintah di Irak utara. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada masa transisi dimana konflik horisontal semakin intens terjadi antara kelompok Sunni melawan Syiah, Syiah menjadi kekuatan politik terbesar di Iraq, sesudah dua kekuatan partai politik Syiah yang didukung Iran, dimana kekuatan politik terbesar di Iraq dengan suara 159 kursi di parlemen. Koalisi Nasional Iraq merupakan gabungan dua partai Syiah, yaitu Dewan Mahkamah Islam ISCI dengan gerakan Sadr yang anti Amerika. 1 Dewan Mahkamah Islam ISCI merupakan kelompok Syiah yang memiliki Ulama terkemuka yaitu Ayatollah al Sistani yang tidak sepenuhnya mendukung Al Sadr. Sistani menyerukan semua pasukan bersenjata, agar menjaga kesucian tempat suci kaum Syiah, seperti mesjid Imam Ali, yang kini digunakan pasukan Al Mahdi sebagai benteng pertahanan terakhir. Sedangkan kelompok Al Sadr yang melawan pendudukan Amerika dan selalu menunjukkan perlawanan terbuka kepada Amerika. 1 Syiahindonesia, Syiah menjadi kekuatan politik terbesar di Iraq. http:syiahindonesia.comindex.phpakhbar-syiahsyiah-iraq243-syiah-menjadi-kekuatan-politik- terbesar-di-iraq. Diakses14 Mei 2010 Dengan bergabungnya dua kekuatan politik utama Syiah ini, menandakan kebangkitan kembali Syiah di Iraq, yang berkuasa sejak tahun 2005, dan ini telah menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi stabilitas di Iraq. Karena kebijakan pemerintah yang di dominasi Syiah ini, menyingkirkan kekuatan politik kelompok Sunni. Di Irak, konflik vertikal berskala amat luas, mengingat sisa-sisa rezim Saddam akan memanfaatkan momentum penarikan pasukan AS-Inggris untuk mengobarkan perang. Apalagi AS mengklaim telah mendapatkan bukti adanya kelompok yang menyiapkan skenario perang saudara dahsyat. 2 Konflik horizontal yang semakin intens terjadi di Irak tahun 2004 diwarnai oleh dua faktor penting. Pertama, ketidakbisaan kelompok Sunni untuk menerima kenyataan bahwa sekarang mereka tidak lagi memiliki kekuasaan. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya rekonsiliasi nasional dimana tidak ada pengampunan bagi Saddam dan juga para pengikut setianya. Hukuman mati bagi Saddam berimplikasi pada semakin kerasnya aksi-aksi kelompok Sunni terhadap Syiah. Kedua, campur tangan asing dalam kehidupan politik dan keamanan Irak. Tidak bisa dipungkiri pengaruh AS terhadap pemerintah Irak telah mengobarkan kebencian orang-orang Syaih garis keras terhadap pemerintahan sekarang. Selain itu, AS telah kehilangan salah satu sekutu utamanya, yaitu Jose Maria Aznar yang kalah dalam pemilu di Spanyol tahun 2004. Karena Jose Maria Aznar adalah salah satu sekutu AS selain PM Inggris, Tony Blair yang ikut menjatuhkan Saddam. Kekalahan Aznar, menjadim permasalahan tersendiri bagi AS, karena dengan bergantinya PM tentu akan berganti pula kebijakan yang akan 2 http:www.suaramerdeka.comharian040216tjk1.htm. 16 Februari 2004 diambil oleh pemimpin Spanyol yang baru. Akhirnya AS terpaksa menyerahkan Irak sepenuhnya ke PBB, maka strategi untuk rekonstruksi di Irak tidak dapat berjalan dengan lancar. 3 Tokoh utama Syiah di Irak, tidak mampu membendung situasi Irak yang kini menjurus pada perang saudara. Para pengikut Syiah cenderung lebih memberikan loyalitasnya pada milisi bersenjata yang dianggap melindungi mereka kaum Syiah dari ancaman kekerasan yang dilakukan oleh para kelompok Sunni dan mampu melakukan balas dendam. Ribuan pengikut Sistani yang lebih memilih untuk mengikuti pemimpin Syiah Muqtadha Shadr, yang memiliki pengaruh kuat dalam kaitan kelompok bersenjata syiah. Jika di zaman Saddam yang sangat keras dan menggunakan “tangan besi”, jauh masih lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang. Kekacauan yang tak terkendali, dan konflik yang mengarah pada perang sipil saudara antara kelompok Syiah dengan Sunni. Saddam mengendalikan negara secara otoriter, dan dapat menciptakan situasi yang stabil, dan tetap mengakomodasi kelompok Syiah di dalam pemerintahannya. Meski kaum Syiah tetap berkomitmen untuk membentuk aliansi yang membuat mereka punya kesempatan untuk membangun pemerintahan berikutnya di Iraq. Syiah yang menjadi kelompok mayoritas secara kuantitas di Irak, dalam pemerintahan ternyata Syiah tidak mendominasi, sama halnya dengan Etnis Kurdi, Persia, Turki, serta kelompok Nasrani dan Yahudi. Mereka juga mengalami penindasan dominasi rezim Sunni Arab di Irak. Pertikaian yang terjadi antara Syiah dan Sunni penyebab utamanya adalah politik, bukan budaya. 3 Riza Sihbudi,2007.Menyandera Timur Tengah. Bandung. PT Mizan. hal.307 Sejak masa Saddam berkuasa, acara-acara yang berhubungan dengan kaum Syi’ah dilarang. Seperti diketahui, pada waktu Saddam berkuasa, kaum Syiah sama sekali tidak diberi ruang dikarenakan penyimpangan aqidah mereka. Sudah sejak lama Saddam menyadari Syiah melenceng dari ajaran Islam. Ketika Saddam jatuh, maka kaum Syiah seolah-olah membalas dendam kepada kaum Sunni. Jumlah kaum Syi’ah di Iraq sebenarnya sangat besar mencapai sekitar 60 persen dari jumlah total 24 juta penduduknya. Sisanya adalah penganut Sunni yang menguasai politik Iraq. Setelah masa kependudukan Arab, bahkan Iran mempunyai pengaruh lebih buruk lagi terhadap Iraq. Keberadaan kaum syiah yang ada di Iraq menjadi salah satu penyebabnya. Kaum Syi’ah Iraq dipercayai lebih loyal terhadap Iran daripada Iraq sendiri. Untuk proses rekonstruksi di Irak pasca invasi Amerika Serikat, memang bukan pekerjaan mudah. Sebab, ada sejumlah negara Arab yang disukai rakyat Irak namun tidak disukai Amerika, seperti Suriah dan Libya. Sebaliknya, ada negara Arab yang menjadi sekutu Washington namun tidak disukai rakyat Irak, seperti Kuwait dan Arab Saudi. Untuk itu, pentingnya peranan PBB dalam proses pembentukan pemerintahan transisi di Irak dan pelaksanaan proses rekonstruksi Negeri Irak. Hal terpenting, pemerintahan harus tetap dijalankan oleh rakyat Irak secara bersama-sama. 4 Sebelum Saddam jatuh, sebenarnya Syiah dari Iran sudah bersiap-siap masuk di pintu depan. Orang-orang Iran serta merta memperbaiki hubungan dengan Irak. Selain ramai oleh invasi AS, di Iraq juga terjadi asimilasi 4 Sekjen Liga Arab Amr Mussa: Kembalikan Irak Kepada Rakyatnya http:www.tempo.co.idharianwawancarawaw-AmrMussa01.html. kebudayaan, politik, dan ekonomi orang-orang Syiah. Sekarang, menjelang AS meninggalkan Iraq, kader-kader Syiah siap menduduki berbagai posisi penting di berbagai instansi penting pemerintahan. Bahkan, tidak mustahil, presiden Iraq berikutnya berasal dari kaum Syiah. Kelompok Syiah menuntut rezim yang sedang berkuasa Sunni, agar memberi peran politik dan pemerintahan yang lebih besar sesuai dengan kapasitas dan persentase populasi penduduk Syiah. Minimal kelompok Syiah ingin mengembalikan peran politik mereka seperti pada era monarki karena pada era tersebut Syiah terlibat aktif dalam pemerintahan Irak dari masa ke masa dan Kaum Syiah Irak dikenal memainkan peranan sangat penting dalam revolusi melawan kolonialisme Inggris pada masa revolusi. Pasca runtuhnya sistem monarki di Irak tahun 1958, banyak tokoh-tokoh Syiah yang menjadi pemimpin Partai Komunis Irak dan sebagian lagi bergabung dengan Partai Ba’ath. Kondisi ini menyebabkan peran politik Syiah menjadi menyusut tajam setelah berkuasanya Partai Ba’ath dan penumpasan Partai Komunis Irak. Keadaan itu membuat peran politik kaum Syiah semakin lemah. Akhirnya, Partai Ba’ath yang berkuasa saat itu berhasil meredam sikap oposisi Syiah terhadap pemerintah dengan memberi perhatian lebih pada pembangunan dan proyek renovasi tempat- tempat ibadah di Kota Najaf dan Karbala. Sikap politik Partai Ba’ath ini dilakukan untuk mencari simpati dari kaum Syiah. Akan tetapi, kaum Syiah Irak tetap merasakan kepahitan karena diperlakukan sebagai anak tiri oleh negara Irak dan merasa dizalimi oleh rezim Saddam Hussein. 5 5 Ibid Setelah Saddam dihukum mati pada bulan Desember 2006, Sunni melihat Amerika dan pemerintah Irak yang didominasi Syiah sebagai sisa-sisa terakhir dari nasionalisme Arab. Meskipun Saddam pernah menjadi sekutu yang diandalkan Barat, di tahun 1990-an, ia merupakan orang di antara beberapa pemimpin Arab yang menentang Amerika Serikat dan kekuatan Eropa. Dalam pandangan Sunni, Amerika dan sekutunya memberantas gagasan masa lalu Arab yang mulia tanpa menawarkan pengganti, selain sektarianisme. 6 Dari uraian latar belakang di atas terlihat bahwa, salah satu penyebab kesulitan yang dialami rakyat Irak dalam melawan pendudukan Amerika di Irak karena sejak dulu mereka sulit diintegrasikan sehingga mereka tidak mudah bersatu meskipun telah muncul musuh bersama yang potensial mengancam semua golongan di Irak. Problem utama integrasi nasional Irak yaitu penduduknya yang sangat heterogen dan terkonsentrasi di wilayah tertentu serta adanya campur tangan asing yang seringkali menghasut dan membantu kelompok tertentu untuk memberontak pada pemerintah pusat. Di sisi lain, Islam Syiah selalu diidentikkan dengan militansi, gerakan anti-Amerika, dan terorisme yang diilhami oleh Revolusi Iran dan kelompok Hizbullah di Libanon. Akibatnya, pemahaman terhadap kekayaan tradisi agama dan spiritualitas Syiah menjadi kabur sehingga timbul kesalahpahaman terhadap sikap dan pengalaman kelompok Syiah yang beragam mengenai isu perang dan damai. 6 Heru, siapakah-yang-memenangkan-perang-di-irak-iran . http:www.swatt- online.com201009siapakah-yang-memenangkan-perang-di-irak-iran. Diakses 1 September 2010

1.2 Rumusan Masalah