BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah krisis moneter dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang
menyangkut berbagai
bank pemerintah
maupun swasta
nasional. Perkembangan yang dialami dalam sektor perbankan nasional akhir-akhir ini
sangat pesat. Kejadian-kejadian pada sektor perbankan nasional tersebut ditandai dengan munculnya program penyehatan didalam perbankan yang
dilakukan oleh pemerintah dan juga Bank Indonesia, seperti bank yang ikut program rekapitalisasi, beberapa bank yang melakukan merger, dan berbagai
bank yang melakukan divestasi saham. Selain tindakan-tindakan terhadap berbagai bank yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah juga melakukan penataan kembali terhadap ketentuan- ketentuan baru didalam sektor perbankan, yakni menyusun Undang-Undang
Perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Tidak
hanya itu, ketentuan mengenai Bank Indonesia juga mengalami perubahan, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
memberi tanda akan dimulainya kemandirian didalam Bank Indonesia, dengan
demikian pemerintah atau pihak lain tidak berhak lagi untuk ikut campur dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
1
Bank Indoneia sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah danatau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang yang telah mengaturnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank
Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
Disamping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran yang
efisien, cepat, tepat dan juga aman. Sebagai lembaga yang bertugas dalam melaksanakan pengaturan dan
pengawasan bank, Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Krisis keuangan dan perbankan yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga atas pentingnya penciptaan suatu
kerangka stabilitas sistem keuangan ini merupakan suatu rangkaian dari proses dan kegiatan yang diawali dengan pemantauan, pengidentifikasian
1
Lukman Dendawijaya.2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional, Jakarta. Ghalia Indonesia. Hal. 1
kemungkinan timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan terhadap krisis tersebut. Aspek pemantauan dan identifikasi krisis merupakan salah satu
pilar penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan karena langkah preventif dan antisipatif dipandang sebagai langkah yang lebih murah daripada
penyelesaian krisis.
2
Untuk meminimalkan terulangnya systemic risk atau kebangkrutan suatu bank yang berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan
segmen terbesar dari sistem perbankan itu sendiri, pada sektor keuangan khususnya sistem perbankan, maka sistem perbankan yang ada perlu untuk
lebih disempurnakan lagi. Penyempurnaan sistem perbankan dalam rangka kestabilan sistem keuangan yang sudahsedang dilakukan pemerintah saat ini
meliputi dua aspek besar, yaitu : 1. Penyempurnaan fungsi Bank Indonesia selaku Lender of the last resort
LOLR 2. Penyempurnaan kelembagaan peran dan wewenang otoritas perbankan
sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dan Pasal 37B ayat 2 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu : a. Pemisahan tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia
b. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan
c. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, serta penyempurnaan terhadap sistem perbankan yang meliputi kelembagaan bank,
kepemilikan bank, sumber daya manusia perbankan, produk perbankan
2
Anwar Nasution
“Masalah-masalah Sistem
Keuangan dan
Perbankan di
Indonesia”www.masalahsistemkeuangan.pdf , diakses tanggal 10 Juni 2014
serta teknologi perbankan. Keseluruhan aspek tersebut akan dirangkai dalam kesatuan perangkat hukum yang jelas dan juga tegas.
3
Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the last resort LOLR dalam melaksanakan fungsi ini, Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch
dalam pengelolaan dana. Pinjaman tersebut berjangka waktu maksimal 90 hari, dan bank penerima pinjaman wajib menyediakan agunan yang
berkualitas tinggi serta mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.
4
Fungsi utama Lender of the last resort LOLR adalah untuk mencegah terjadinya krisis finansial yang sistemik dalam suatu perekonomian.
Sebagaimana sifat dari bank yang cenderung menghadapi risiko likuiditas sebagai konsekuensi dari usahanya menempatkan dana dalam bentuk kredit
dengan jangka waktu lebih panjang dan menerima dana simpanan dengan jangka waktu lebih pendek. Dengan demikian krisis likuiditas akan menjadi
meningkat jika deposan menarik dananya dan pada lanjutannya hal tersebut dapat mengakibatkan penarikan dana besar-besaran bank runs. Tanpa ada
kehadiran bank sentral sebagai peminjam terakhir, bank runs di salah satu bank dapat berdampak ke bank lainnya contagion sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kegagalan sistemik pada sistem perbankan secara keseluruhan.
3
Ibid.,hal,.12.
4
Bank Indonesia.Fungsi BI .www.bi.go.id diakses tanggal 10 Juni 2014
Sejak krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997-1998, intervensi bank sentral secara langsung melalui kebijakan LOLR semakin penting pada dekade
terakhir. Hubungan erat antara krisis perbankan, krisis keuangan dan krisis sektor rill merupakan salah satu alasan mengenai pentingnya peranan LOLR.
Menyadari akan dampak krisis perbankan dapat menimbulkan kegagalan sistemik dan selanjutnya mengakibatkan kontraksi ekonomi yang lebih dalam,
maka pemerintah dan Bank Indonesia pada krisis perbankan tahun 1997-1998 memberikan LOLR kepada sebagian besar perbankan nasional. LOLR tersebut
dalam praktek di Indonesia dikenal dengan nama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI.
Oleh sebab itu industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional dalam menjaga kestabilan,
kemajuan dan juga kesatuan terhadap ekonomi nasional. Dengan dilikuidasinya 16 bank yang diikuti dengan krisis moneter pada tahun 1998
telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan menurun. Oleh sebab itu, tindak lanjut dari Pasal 37B UU
Perbankan tersebut adalah dalam pembentukan suatu lembaga yang baru, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang bertujuan untuk menjamin
simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan.
5
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin
5
LPS. Tanya Jawab Seputar LPS. http:www.lps.go.idv2home.php?link=faq diakses
tanggal 10 Juni 2013
Simpanan menetapkan, bahwa fungsi LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan
sesuai dengan kewenangannya. Pada dasarnya, pendirian LPS ini dilakukan hanya sebagai upaya dalam
memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu systemic risk dan penarikan dana oleh nasabah bank secara tiba-tiba dalam jumlah besar, karena
sebagian besar simpanan nasabah dialokasikan untuk pemberian kredit sehingga bank tidak dapat memenuhi kewajibannya itu atau yang biasa disebut
irrational run rush terhadap bank. Dalam menjalankan usahanya, biasanya bank hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk
berjaga-jaga apabila terjadi penarikan dana oleh nasabah. Sementara bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk pemberian kredit.
Keadaan ini akan menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan didalam jumlah yang besar dengan segara atas simpanan nasabah yang
dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini dikarenakan bank tidak
dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabah, maka nasabah
biasanya akan menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank yang dimaksud, sekalipun sebenarnya bank tersebut adalah sehat. Sedangkan resiko
sistemik terjadi apabila kebangkrutan suatu bank berakibat buruk terhadap
bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan tersebut.
6
Oleh karena itu, LPS diharapkan dapat memeihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalisir munculnya
resiko yang akan membebani anggaran negara. Dalam rangka untuk terus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, LPS tidak hanya
berperan sebagai lembaga yang akan menjamin simpanan nasabah dibank, namun LPS juga berperan penting dalam ikut menjaga stabilitas sistem
keuangan yang ada di Indonesia.
7
Adapula lembaga selain LPS yang berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Jika dilihat amanat Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa : “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.” Jika dilihat dari isi Pasal 34 ayat 1 diatas, dapat dikatakan bahwa Pasal
tersebut menekankan kepada lembaga pengawasan itu untuk bertindak sebagai dewan pengawas supervisory board, dan dapat mengeluarkan ketentuan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Pembentukan lembaga pengawas ini diamanatkan
supaya dibentuk dengan Undang-Undang paling lambat 30 Desember 2010. Oleh karena semakin banyaknya bank yang mulai bermunculan di Indonesia,
6
Zulkarnain Sitompul. Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan.http:zulsitompul.files.wordpress.com200706makalah_seminar-borobudur-24-1
07.pdf hal.6. diakses tanggal 12 Juni 2014
7
Rudjito dkk.2011.5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan : Lembaga Penjamin Simpanan LPS, hal.19.
ditambah lagi permasalahan-permasalahan di sektor keuangan, maka akan semakin dibutuhkan pula lembaga profesional yang lebih tinggi dan lebih baik
dalam mendukung kinerja perbankan di Indonesia pastilah dibutuhkan suatu lembaga lain yang dapat melaksanakan fungsi pengaturan dan juga
pengawasan disektor jasa keuangan, khususnya dibidang perbankan, maka dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan.
8
Diundangkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan OJK pada tanggal 22 November 2011, maka situasi perbankan di Indonesia telah
memasuki babak baru. Pengaturan dan pengawasan didalam sektor perbankan tidak lagi berada pada Bank Indonesia melainkan dialihkan kepada OJK. Pada
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan,menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dengan
fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia.
Didalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa salah satu tugas OJK adalah dalam
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan.Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan didalam
sektor Perbankan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf a, Otoritas Jasa Keuangan mempenunyai wewenang :
8
Bimbingan Belajar.Otoritas Jasa Keuangan, www.bimbie.com, diakses pada 13 Juni 2014
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi : 1. Pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank antara lain, sumber dana , penyediaan dana, produk hibridasi dan aktivitas dibidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi : 1. Likuidasi, rehabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;
2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur;
4. Pengujian kredit credit testing; dan 5. Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi : 1. Manajemen resiko;
2. Tata kelola bank; 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d. Pemeriksaan bank.
Jika membahas mengenai kondisi dalam sektor perbankan, mengenai Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang mempunyai peranan penting dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Pada dasarnya LPS mempunyai dua fungsi, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan
melakukan penyelesaian atau penanganan terhadap bank gagal sebagai bagian dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan Indonesia.
9
Pasal 5 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan menyatakan dalam menjalankan fungsinya LPS
mempunyai tugas : 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan
simpanan; 2. Melaksanakan penjaminan simpanan;
9
Dahlan Siamat.2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan Edisi Kelima, Jakarta,: LP FEUI, hal.178.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara sistem perbankan;
4. Merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal bank resolution yang tidak berdampak sistemik; dan
5. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk
menjadi peserta LPS dan membayar premi pinjaman. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya, dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan
membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu,. Simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank.
Likuidasi ini merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan LPS melakukan tindak penyelesaian atau
penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan
ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net IFSN. LPS bersama Menteri Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga
Pengawasan Perbankan LPP menjadi anggota Komite Koordinasi sampai dengan terbentuknya LPP atau OJK sesuai dengan amanat UU No.3 Tahun
2004, fungsi LPP tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
10
Seperti penjelasan diatas bahwa tugas mengenai pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, pengaturan dan pengawasan
mengenai kesehatan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank semuanya dilaksanakan oleh OJK.
Namun disisi lain, LPS juga mempunyai tugas yang hampir sama dengan OJK, salah satunya adalah penyelesaian dan penanganan bank gagal.
10
Ibid.,hal.178.
Dapat dilihat bahwa adanya hubungan kerjasama antara OJK dengan LPS dalam hal perbankan, terutama mengenai bank bermasalah. Hal ini dapat
dilihat pada Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa : “OJK menginformasikan
kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan”. Pasal 42 menyebutkan bahwa :
“Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi
terlebih dahulu dengan OJK” Pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan bahwa : “Bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan
membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan kewenangan
yang dimilikinya.”
Adapun yang disebut dengan bank gagal yang berdampak sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana
rush maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian, sedangkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik adalah kegagalan bank
yang tidak berdampak besar terhadap perekonomian yang ada.
11
Sejak Lembaga Penjamin Simpanan berdiri sampai dengan saat ini, Lembaga Penjamin Simpanan baru melakukan penyelamatan terhadap 1 satu
bank yaitu Bank Century yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara. Pada tanggal 20 November 2008 bank umum yang terkemuka di Indonesia ini
11
LPS. Publikasi LPS. www.lps.go.id diakses pada tanggal 13 Juni 2014
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang merugikan nasabah dan negara.
12
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan pilar penting dalam memelihara dan menjaga stabilitas industri perbankan.
Kepercayaan masyarakat ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah
bank, sehingga bank yang sehat dapat diwujudkan. Kelangsungan usaha bank yang sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta
meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayananan jasa perbankan itu sendiri. Apabila suatu bank kehilangan
kepercayaan dari masyarakat, maka kelangsungan usaha bank tersebut terganggu dan izin usahanya dicabut karena bank tersebut telah menjadi bank
gagal bank resolution. Oleh sebab itulah, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan
bank, harus bekerja sama dalam memelihara dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
13
Sebagaimana yang diungkapkan diatas menjadi daya tarik utama dari penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penanganan bank bermasalah
atau bank gagal , sehingga penulis mengangkat judul “Analisis Perbandingan Pengaturan Terhadap Penanganan Bank Gagal Sebelum dan Setelah
Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”
12
Penyelamatan Bank Century Dinilai Gagal. Kompas.2 September 2009.Hal.7
13
Zulkarnain Sitompul.2007. Lembaga Penjamin Simpanan, Bandung : Books Terrace Library, hal XV
B. Rumusan Masalah