Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal
PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, DAN Trichoderma harzianumUNTUK
MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal
Oleh: DEVITA MALA SARI
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTASPERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, DAN Trichoderma harzianumUNTUK
MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal
SKRIPSI
Oleh: DEVITA MALA SARI
111201076 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal.
Nama
: Devita Mala Sari
NIM
: 111201076
Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi., M.Si. Ketua
Dr. Budi Utomo., SP. MP Anggota
Mengetahui
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRAK
DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.
Kata Kunci :Bibit, Ceriops tagal, fungi, rehabilitasi.
ABSTRACT
DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest
damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land
clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove
forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove
forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase
growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom
June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types
offungitreatmentandfivereplications.
FungiareappliedisA.flavus,
A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son
seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02
gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.
Keywords: Ceriops tagal, fungi, rehabilitation, seedling.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pematangsiantar, 25 Januari 1994, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.Anak dari pasangan Rahman dan Eliana. Penulis lulus dari SD Swasta Sultan Agung Pematangsiantar pada tahun 2005, tahun 2008 lulus dari SMP Swasta Sultan Agung Pematangsiantar, dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2011. Penulis diterima resmi di Progam Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2011, dan kemudian pada tahun 2014 memilih minat Budidaya Hutan.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22 Agustus-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten Karo.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT. Toba Pulp Lestari Tbk sektor Aek Nauli pada tanggal 2 Februari – 7 Maret 2015.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.
Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal”.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si dan kepada Bapak Dr. Budi Utomo, SP. MPatas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..............................................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. KerangkaPemikiran.................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove...................................................................................... Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal................................................ Fungsi Hutan Mangrove.......................................................................... Kondisi Kerusakan Mangrove ................................................................ Pengenalan Fungi ....................................................................................
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................. Alat dan Bahan........................................................................................ Prosedur Penelitian.................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ........................................................................................................ Hasil pengamatan bibit C.tagal...............................................................
Tinggi Bibit .................................................................................... Diameter Bibit................................................................................ Luas Daun ...................................................................................... Berat Kering Total ......................................................................... Pembahasan............................................................................................. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ Saran........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
vi
1 2 2 2
4 5 5 6 8
12 12 12
16 16 17 17 18 19 19
26 26
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. KerangkaPemikiran...........................................................................
3
2. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ....................................................
14
3. Kondisi Semai Pada Pengamatan Akhir ...........................................
16
4. GrafikPertambahanTinggiBibitC. tagal............................................ 17
5. GrafikPertambahan Diameter SemaiC. tagal....................................
18
6. GrafikLuas Permukaan Daun BibitC. tagal ......................................
18
7. GrafikBerat Kering TotalC.tagal ......................................................
19
PENDAHULUAN
ABSTRAK
DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.
Kata Kunci :Bibit, Ceriops tagal, fungi, rehabilitasi.
ABSTRACT
DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest
damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land
clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove
forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove
forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase
growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom
June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types
offungitreatmentandfivereplications.
FungiareappliedisA.flavus,
A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son
seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02
gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.
Keywords: Ceriops tagal, fungi, rehabilitation, seedling.
Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas
total global yang terbesar hampir diseluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua (Spalding dkk., 2010). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut.Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut, dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Suryono, 2013).
Kondisi hutan mangrove pada umumnya memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan.Selain dirambah dan atau dialih fungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, untuk kepentingan tambak, kini marak terjadi.Akibat yang ditimbulkan terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dan terputusnya mata rantai makanan bagi biota kehidupan seperti burung, reptil dan berbagai kehidupan lainnya (Waryono, 2008).
Hilangnya atau rusaknya mangrove ini menimbulkan berbagai permasalahan terutama abrasi yang terjadi hampir di seluruh pantai. Kerusakankerusakan yang terjadi pada dasarnya di sebabkan ketidak peduliaan sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove demi kelangsungan sumber
daya daerah pesisir. Pada umumnya mereka lebih mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelestarian alam.
Dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi kelautan dan perikanan perlu dilakukan kajian kebijakan di bidang tersebut, baik kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat lokal/daerah. Melalui kajian ini akan diketahui apakah kebijakan yang ada sudah cukup mendukung untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi atau diperlukan kebijakan baru (WWF-Indonesia dan WIIP, 2007).
Setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur, curah hujan dan pasang surut.Hal ini meyebabkan terjadinya struktur dan komposisi tumbuhan mangrove dengan batas-batas yang khas, mulai dari zona yang dekat dengan daratan sampai dengan zona yang dekat dengan lautan.Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove (Bengen, 2002). Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah membandingkan kemampuan jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Ceriops tagal. Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang fungi yang mampu mempercepat pertumbuhan semai Ceriops tagal. Kerangka Pemikiran
Mengingat besarnya kerugian akibat hilangnya atau rusaknya mangrove, maka penting dikembangkan kegiatan penanaman mangrove, terutama diluar kawasan hutan. Selain itu, daya tumbuh bibit yang baik akan memberikan
pengaruh yang baik agar daerah kawasan hutan mangrove yang rusak dapat dipulihkan. Dengan adanya pengujian tentang aplikasi berbagai jenis fungi untuk meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove khususnya Ceriops tagal. Pengaplikasian bahan kimia untuk meningkatkan pertumbuhan bibit mangrove akan lebih baik apabila diganti dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari hutan mangrove itu juga. Alur kerangkapemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Hutan Mangrove
Pelabuhan
Alih Fungsi Lahan
Pemukiman
Tambak ikan
Kerusakan Hutan
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Pemanfaatan Fungi
meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove
Ceriops tagal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hutan Mangrove
Hutan mangrove atau dikenal juga dengan sebutan hutan bakau
berada di kawasan pinggiran pantai dan laut.Hutan mangrove memiliki banyak
manfaat bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Indonesia
memiliki
potensi sunberdaya mangrove yang sangat luas, bahkan terluas di dunia, yang bila
dikelola degan baik di harap akan memberi manfaat besar bagi kehidupan
makhluk hidup disekitarnya. Akan tetapi, saat ini kondisi hutan mangrove
Indonesia mengalami kerusakan dan pengurangan luas secara cepat (Suryono,
2013).
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis
tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut.Hutan mangrove
merupakan tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
tergenang pada saat pasang naik dan bebas genangan pada saat pasang rendah.
Hutan mangrove biasa juga dikenal dengan sebutan hutan pantai (coastal
woodland ), hutan pasang surut (tidal forest), dan hutan bakau, yang merupakan
formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika dan sub
tropika (Kusuma, 2002).
Indonesia merupakan negara yang kaya, Indonesia mempunyai hutan
mangrove yang terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput
laut yang terdapat dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak
ternilai banyaknya. Menurut Noor, dkk., (2006) Indonesia merupakan negara
yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman
hayati terbesar di dunia dan struktur paling bervariasi di dunia.
Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal
Klasifikasi Ceriops tagal dapat diuraikan sebagai berikut (Satriono, 2007) :
Kerajaan : Tumbuhan
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rhizophorales
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Ceriops
Spesies
: Ceriops tagal
Fungsi Mangrove
Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai
pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta
berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan.Tipe perakaran
beberapa jenis tumbuhan mangrove tersebut juga mampu mengendapkan lumpur,
sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove. Disamping
itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai perangkap
sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat
melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya
pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya
kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan
komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat
menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan
sekitarnya (Pramudji, 2001).
Semua tipe hutan mangrove, dengan pengecualian hutan-hutan yang mengalami perubahan, menunjukkan kemampuan untuk meredam energi dan kekuatan tsunami, mengurangi kecepatan dan dalamnya aliran, dan membatasi wilayah penggenangan.Hutan-hutan mangrove yang alami, sehat dan utuh memberikan perlindungan yang baik bagi wilayah pesisir (Mazda dkk., 1997).
Proteksi dari tiupan angin kencang di atas kanopi mangrove adalah jauh lebih tinggi dibandingkan di atas permukaan air, sehingga semakin ke arah mangrove pedalaman kecepatan angin semakin berkurang.Saenger (2002) melaporkan bahwa mangrove yang tersusun oleh tegakan pohon dengan tinggi 3 – 5 m hanya sedikit mengalami kerusakan (1% dari jumlah pohon) akibat tiupan angin topan.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah penyambung darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang merupakan sumber masyarakat sekiktarnya.Namun ssat ini sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan dibeberapa daerah sangat memprihatinkan.Tercatat laju degradasi mencapai 160-200 ribu ha per tahun (Saparinto, 2007). Kondisi Kerusakan Mangrove
Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman serius dan terus meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan
tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh sedimen tersebut.Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang (Hery, 2010).
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak dimana banyaknya kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk mengadakan permudaan, pengalihan penggunaan lahan dari tanah timbul menjadi pemukiman. Selain itu, kurang adanya usaha yang signifikan dalam melakukan rehabilitasi mangrove yang telah mengalami kerusakan (Luqman, dkk., 2013).
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki hutan mangrove dengan keanekaragaman jenis yang memiliki hutan mangrove dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi. Tercatat terdapat 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana dan 44 jenis epifit. Merujuk hasil identifikasi Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun 1999, luas keseluruhan hutan bakau di Indonesia sekitar 8,6 juta hektar, terdiri atas 3,8 juta hektar didalam kawasan hutan dan 4,8 hektar di luar kawasan hutan. Kerusakan hutan bakau didalam kawasan hutan 1,7 hektar atau sekitar 44,73 persen dan kerusakan di luar kawasan hutan 4,2 juta hektar atau sekitar 87,50 persen. Penebangan hutan bakau lebih banyak disebabkan oleh ketidaktahuan petani nelayan (petambak) yang berpikir bahwa kerindangan dedaunan bakau menghalangi masuknya sinar matahari dan mengurangi luas areal untuk lahan tambak.Ekspansi pembangunan dan pengoperasian tambak yang tidak terkontrol menempatkan sumber hayati hutan bakau yang tumbuh sepanjang 81 ribu kilometer perairan pantai Indonesia terancam kepunahan (Suryono, 2013). Pengenalan Fungi
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman.Tiga unsur hara penting bagi tanaman yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium seluruhnya melibatkan aktifitas mikroba.Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila unsur nitrogen tercukupi.Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya agar tersedia bagi tanaman.Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik).Mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit atau tidak tersedia bagi
tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikrob yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K (Sumarsih, 2003).
Menurut Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicillium, Rhizhopus, dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat.
Menurut Sihite (2014), hasil pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan di rumah kaca, aplikasi fungi berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Tinggi bibit A.marina dengan berbagai fungi menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang paling rendah adalah tanaman kontrol namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan.Sedangkan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan T. harzianum.Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap diameter batang.
Spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina, 2010).
Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen.Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).
Manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di
sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015. Pengambilan propagul dan penanaman bibit Ceriops tagal dilaksanakan di Desa Pulau Sembilan. Peremajaan fungi dilaksakan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universiats Sumatera Utara, Medan. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung reaksi, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet tetes, timbangan analitik, kamera, oven, spidol permanen, Autoklaf, inkubator fungi, label kertas, aluminum foil, plastik clingwrap, lampu Bunsen, gunting, benang nilon, corong, kapas kertas saring, polybag, sarung tangan, sprayer, kompor.
Bahan penelitian yang digunakan adalah fungi yang diperoleh dari hasil peremajaan, alkohol 70 %, spritus, antibiotik, aquades. Prosedur Penelitian Pembuatan PDA
Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan kentang 200 g, agar-agar 20 g dan gula 20 g. Media PDA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di lemari pendingin untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam proses peremajaan fungi, biasanya cukup 3 hari.
Peremajaan fungi
Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan petri. Cawan petri yang berisi fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu. Penyiapan media tanam dan penanaman
Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman 0 cm - 20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanam polybag yang berukuran 15 cm.
Propagul Ceriops tagal kemudian ditanam ke wadah yang sudah diisi lumpur. Setelah propagul tersebut tumbuh dan memiliki dua buah daun seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1.Kemudian diaplikasikan jamur yang didapat dari hasil peremajaan fungi. Jenis-jenis fungi yang telah disiapkan untuk penelitian diaplikasikan dengan cara membuat suspensi fungi. Fungiyang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1 cm, selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi. Fungi yang ada dalam tabung reaksi ini selanjutnya dikocok, sampai fungi terlepas dari agar. Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag. Proses pembuatan suspensi dapat dilihat pada Gambar 2.
Fungi A. Flavus dalam cawan Petri
potongan fungi 1 cm x 1 cm
Potongan fungi dimasukkan ke dalam
tabung rekasi yang berisi air 10 ml
suspensi fungi dituang ke polybag
Gambar 2. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit Ceriops tagal
Parameter yang diamati
a. Tinggi semai (cm)
Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga bulan.
Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1 cm. Pengukuran
tinggi dimulai dari batang dimana daun pertama muncul, demikian dengan
pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat, dapat dilihat
pada Lampiran 1.
b. Diameter semai (cm) Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Untuk
mendapatkan pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang
dimana daun pertama muncul.
c. Jumlah dan luas daun
Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari bibit.Perhitungan
luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun dicetak di kertas
milimeter, lalu di scan ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan
software image J.
d. Berat kering tajuk Dianalisis setelah data terakhir diambil.Daun dan akar dari setiap
perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan. ��������� = ��� + ������ + ��������� Keterangan: ��������� =respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j ��� =rataan umum ������ =taraf perlakuan ��������� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum j = 1, 2, 3, 4, 5 Uji lanjutan menggunakan Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan selama 12 minggu
untuk melihat pertumbuhan tanaman Ceriops tagal dengan perlakuan kontrol dan
beberapa jenis fungi yaitu fungi Aspergilus flavus, Aspergilus tereus,Trichoderma
harzianum. Terdapat perbedaan terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas daun
dan berat bobot kering dapat dilihat pada Tabel 1.Kondisi semai Ceriops tagal
dengan berbagai perlakuan pada pengamatan terakhir dapat dilihat pada Gambar
3.
Tabel 1. Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman C. tagal
Parameter pengamatan
Kontrol
Perlakuan A. A. flavus tereus
T. harzianum
Satuan
Tinggi rata-rata
2.08 2.34 2.16
2.68
Cm
Diameter rata-rata*
0.12 0.158 0.124
0.226
Cm
Luas daun
78.914 85.162 88.837
89.89
Cm2
Berat kering total*
2.78 3.38 3.22
4.02
g
Keterangan : *Berpengaruh nyata berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf 5%
ab
cd
Gambar 3. Kondisi semai pada pengamatan akhir dengan perlakuan kontrol (a), T. harzianum (b), A. flavus (c), A. tereus (d)
Tinggi Bibit Dari pengukuran yang dilakukan selama 12 minggu diperoleh data tinggi
bibit C. tagal dari berbagai aplikasi fungi yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada data tinggi yang diperoleh terlihat bahwa penggaruh pertumbuhan bibit dengan fungi T. harzianum lebih tinggi dengan hasil rata-rata tinggi yaitu 2.68 cm.Sedangkan data tinggi bibit C. tagal terendah yaitu kontrol dengan rata-rata pertumbuhan tinggi adalah 2.08 cm. Perbedaan tinggi bibit C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi dapat dilihat grafik (Gambar 4).
Tinggi bibit (Cm)
4 3,5
3 2,5
2 1,5
1 0,5
0
1234567
Minggu ke-
Kontrol
Aspergilus flavus
Aspergilus tereus
Trichoderma harzianum
Gambar 4.Grafik pertambahan tinggi bibit C. tagal. Diameter Batang
Pengamatan diameter batang yang dilakukan selama 12 minggu dengan pengaplikasian berbagai fungi menunjukkan perbedaan pertumbuhan diameter batang bibitC. tagaldapat dilihat pada lampiran 2. Ada pun hasil yang didapatkan selama penelitian diameter batang terlihat lebih besar nilai rata-ratanya pada bibit yang diberikan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu 0.266 cm. Sedangkan pertumbuhan diameter batang yang terendah adalah 0.12 cm pada bibit yang tidak diberi perlakuan.Perbedaan pertumbuhan diameter bibit dapat dilihat dari grafik (Gambar 5).
Diameter bibit (Cm)
0,4 0,35
0,3 0,25
0,2 0,15
0,1 0,05
0 1234567
Minggu ke-
Kontrol
Aspergilus flavus
Aspergilus tereus
Trichoderma harzianum
Gambar 5.Grafik pertambahan diameter bibit C. tagal.
Luas daun
Setelah pengukurang tinggi dan diameter yang dilakukan selama 2
minggu sebelum dicarinya bobot kering bibit terlebih dahulu dicari
luas permukaan daun.Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada Lampiran 4,
luas daun dengan hasil yang lebih tinggi didapat dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu89.89cm2, dan hasil terendah pada kontrol dengan luas daun sebesar 78.914 cm2. Perbedaan luas daun masing-
masing bibit dapat dilihat pada Gambar 6.
Luas daun (Cm2)
92 90 88 86 84 82 80 78 76 74 72
Kontrol
A.flavus
A. terreus T.harzianum
Gambar 6. Grafik luas permukaan daun C. tagal
Berat kering total C. tagal Pada perhitungan bobot kering total pada bibit C. tagal diperoleh hasil
berat kering tertinggi pada bibit Ceriops tagal yang diberikan fungi T. harzianum yaitu sebesar 4.02 gr, sedangkan nilai terendah pada kontrol dengan nilai sebesar 2.78 gr dapat dilihat pada Lampiran 5. Perbedaaan berat bobot kering bibit C. tagal dapat dilihat pada Gambar 7.
Berat Kering Total (g)
4,5 4
3,5 3
2,5 2
1,5 1
0,5 0 Kontrol
A.flavus
A. terreus T.harzianum
Gambar 7. Grafik berat kering total bibit C. tagal Pembahasan
Dari pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu pertumbuhan bibit C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi memberikan hasil yang berbeda dan lebih baik dibandingkan kontrol.Pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit C.tagaluntuk parameter diameter dan berat kering total, akan tetapi tidak pada tinggi bibit dan luas permukaan daun. Tinggi bibit
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pertumbuhan tinggi bibit dengan perlakuan fungi menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik
dibandingkan pertumbuhan bibit yang tanpa perlakuan. Akan tetapi setelah dilakukan analisis sidik ragam pada taraf 5 %, pemberian fungi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai C. tagal.
Pertumbuhan bibit dengan nilai tertinggi adalah pada bibit yang diberikan fungiT. Harzianum dengan tinggi rata-rata 2.68 cm sedangkan pertumbuhan bibit dengan nilai terendah adalah kontrol dengan rata-rata 2.08 cm. Fungi T. harzianum menghasilkan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan fungi lainnya, karena fungi T. harzianum selain dapat mendekomposisikan serasah juga dapat dijadikan agen biokontrol untuk menekan pertumbuhan jamur patogen yang menyerang tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataanTjandrawati (2003),Trichodermasppmerupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya.
Dengan pemberian fungi pada masing-masing bibit diharapkan agar fungi dapat mendekomposisi serasah dengan mudah dan dapat selalu menghasilkan unsur hara yang tersedia bagi bibit. Serta bisa menjadi antibiotik bagi bibit agar tidak mudah terserang hama dan penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Amani (2008) manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma sp menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia. Diameter Batang
Dari hasil pengamatan pertambahan diameter tertinggi diperoleh dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. Harzianum dengan nilai rata-rata 0.226 cm sedangkan nilai pertambahan terendah pada kontrol dengan nilai 0.12 cm. Berdasarkan analisis sidik ragam taraf 5% diketahui bahwa aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter C. tagal.
Pertambahan diameter C.tagal lebih besar pada perlakuan pemberian fungi, ini terjadi karena fungi mampu merespon pertumbuhan dan menutrisi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicilium sp., dan Aspergillus sp. memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang akan meningkat.
Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% T.Harzianum memberikan pengaruh yang bebeda terhadap pertumbuhan diameter batang C. tagal apabila dibandingkan dengan perlakuan fungi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa T. harzianum memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan fungi lainnya.Menurut Herlina dan P. Dewi (2010) kompos aktif T. harzianum selain mengandung bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan, juga mengandung jamur T. harzianum dimana jamur tersebut mampu mengeluarkan senyawa anti fungi sehingga zat tersebut merupakan penghalang bagi masuknya jamur patogen. Luas permukaan daun
Dari pengamatan pada luas permukaan daun didapat hasil bahwa pengaplikasian fungi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan daun.Luas daun terbesar diperoleh dari bibit yang diberikan fungi T. harzianum dengan rata-rata luas daun sebesar 89.89 cm2sedangkan yang terendah pada kontrol dengan hasil rata-rata 78.914 cm2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian fungi menghasilkan pertumbuhan daun yang lebih baik, ini terjadi kerena fungi tersebut dapat membantu tanaman menyerap unsur hara yang digunakan untuk menutrisi pertumbuhan daun . Menurut Sumarsih (2003) mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting bagi tanaman yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium seluruhnya melibatkan aktifitas mikroba.Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila unsur nitrogen tercukupi.Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya agar tersedia bagi tanaman.Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik).Mikroba penambat N non-
simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikroba yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K.
Luas permukaan daun terbesar terdapat pada perlakuan T. harzianum, hal ini diduga karena rendahnya tingkat penyakit yang menyerang bibit C. tagal, berdasarkan penelitian Hartal dkk (2010) Cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. merupakan agen antagonis yang cukup efektifuntuk menghambat perkembangan patogenFusarium oxysporum pada tanaman krisan.Penggunaan kedua agen antagonis tersebut jugamampu menyediakan unsur hara tanaman yangdiperlukan untuk mendukung pertumbuhan organvegetatif maupun reproduktif melalui prosesdekomposisi bahan organik yang diberikan padamedia tanam. Berat Kering Total
Dari hasil yang diperoleh bahwa aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap berat kering total. Bibit yang diberi fungi tumbuh lebih baik dibandingkan kontrol. Dalam hal pertumbuhan tanaman, bibit yang akan tumbuh bagus apabila unsur hara tersedia dan cukup. Dengan hasil yang diperoleh
dapatdilihat bahwa semua bibit yang diaplikasikan fungi tumbuh lebih bagus dibandingkan dengan kontrol.
Dari hasil yang diperoleh berat bobot kering bibit lebih besar jumlahnya pada bibit yang diberi fungi T. harzianum. Menurut Herlina (2010) spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman.
Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% semua perlakuan memiliki pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan berat kering tanaman, akan tetapi fungi A. flavus dan T.harzianum memiliki hasil bobot kering lebih baik. T. harzianum selain mengoloni akar jugamampu mempercepat pertumbuhan tanaman.Agensia hayati T. harzianum diduga menghasilkansenyawa kimia yang memacu pertumbuhan. Hal inisesuai dengan Triyatno (2005 dalam Latifah, dkk., 2011) bahwa T. harzianummampu merangsang tanaman untuk
memroduksihormon asam giberelin (GA3), asam indolasetat(IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlahyang lebih besar, sehingga pertumbuhan tanamanlebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan padaakhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman.Hormon giberelin dan auksin berperan dalampemanjangan akar dan batang, merangsangpembungaan dan pertumbuhan buah sertameningkatkan pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan NBIN (National Biodiversity Information Network) Pulau Sembilan memiliki curah hujan rata-rata 1530 mm setahun dengan iklim C menurut Schmidt dan Ferguson.Pertumbuhan C. tagaloptimal pada kisaran iklim tersebut.Pada lokasi penelitian, seluruh semai dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang merupakan kondisi habitat asli C. tagal, namun tidak dipengaruhi oleh arus gelombang yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Aplikasi fungi memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan semai
Ceriops tagal. 2. Pemberian fungi Trichoderma harzianum memberikan hasil yang lebih baik
terhadap pertumbuhan semai Ceriops tagal. Saran
Sebaiknya untuk mempercepat proses pertumbuhan bibit digunakan fungi Trichoderma harzianumagar diperoleh bibit yang lebih baik dan pertumbuhan yang lebih cepat untuk program rehabilitasi mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Amani.2008. Biofungisida Trichoderma harzianum.http://www.amani.or.id. [Diakses 4 Februari 2015].
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.
Hartal, Misnawati, dan I. Budi.2010. Efektifitas Thricoderma sp. dan Gliocladium sp. Dalam Pengendalian Layu Fusarium Pada Tanaman Krisan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 12 (1): 7-12.
Herlina, L. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Thricoderma harzianum Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Hery, P. 2010.Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah Strategis Pencegahannya.Staf Pengajar Biologi. Universitas Airlangga.
Kusuma, A.S. 2002. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone –F dan NAA terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia blumei Prantl). Skripsi.IPB. Bogor.
Latifah, A, Kustantinah, dan L. Soesanto. 2011. Pemanfaatan Beberapa IsolatThricodherma harzianum Sebagai Agnesia Pengendalian Hayati Penyakit Layu Fusarium Pada Bawang Merah In Planta. Vol. 17 No.2. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Luqman, A., W. Kastolani., dan I. Setiawan.2013. Analisis Kerusakan Mangrove Akibat Aktivitas Penduduk Dipesisirkota Cirebon.Jurusan Pendidikan Geografi. Fakultas Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial.Universitas Pendidikan Indonesia.
Mazda, Y., M. Magi, M. Kogo and P.Ng. Hong. 1997. Mangrove as A Coastal Protection from Waves in The Tong King Delta, Vietnam. Mangroves and Salt Marshes 1:127-135.
Noor, R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.
Pramudji.2001.Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Fauna Aquatik.www.oseanografi.lipi.go.id [16 oktober 2014].
Saenger, P. 2002. Mangrove Ecology, Silviculture and Conservation.Kluwer Academic Publisher.Dondrecht. Netherlands.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove.PT Dahara Prize. Semarang.
Satriono, A. 2007. Profil mangrove taman nasional baluran. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Sihite, E. D. 2014. Jenis-Jenis Fungi dan Pengaruh Aplikasinya Terhadap Pertumbuhan Semai Avicenia marina [skripsi]. Medan. Jurusan Budidaya Hutan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Spalding, M., M. Kainuma., dan L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar.Fakultas Pertanian UPN Veteran.Yogyakarta.
Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau. Penerbit Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan Karakteristik Sebagai Kitinase Trichoderma viride, TNJ 63.Jurnal Natural Indonesia. ISSN 1410 – 9379.
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan
a. Media tanam bibit
b. Persemaian bibit
c. Kondisi bibit pada awal tanam
d. Kondisi bibit di persemaian
e. Pengukuran tinggi bibit
Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Bibit C. tagal(Cm)
Perlakuan
Ulangan
Pengukuran keI II III IV V
Kontrol
1 0.4 0.8 1.1 1.5 1.9
2
0.5 0.7
1 1.3 1.7
3 0.4 0.6 0.9 1.2 1.6
4 0.6 1 1.3 1.5 2
5 0.4 0.8 1.1 1.3 1.5
A flavus A tereus T harzianum
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
0.3 0.6 1.1 1.6
2
0.5 0.5 0.8 1.3 1.5
0.3 0.5 0.9 1.6 2.1
0.4 0.6
1 1.2 1.7
0.5 0.9 1.2 1.5 1.8
0.3 0.5 0.9 1.2 1.5
0.7 1.3 1.5 1.9 2.2
0.5 0.9 1.3 1.5 1.8
0.3 0.5 0.9 1.6 2.1
0.6 1.1 1.4 1.7
2
1.2 1.8 2.4 3.1 3.4
0.6 0.8 1.3 1.8 2.1
0.5 0.9 1.2 1.7 2.2
0.5 0.8 1.6 2.1 2.6
0.8 1.2 1.5 1.8
2
VI VII
2.5 2.9 2.6 3
2 2.4 2.2 2.4 1.8 2
2.4 2.8 1.9 2.8 2.5 3 2.1 2.5 2.3 2.6 1.8 2.1 2.6 2.9 2.2 2.7 2.5 3 2.2 2.5
4 4.5 2.6 3 2.5 3
3 3.5 2.4 3
Analisis Sidik Ragam Tinggi Bibit C. tagal
Jumlah kuadrat Derajat Bebas
Perlakuan
1.065
3
Galad
2.260
16
Total
3.325
19
K Tengah 0.355 0.141
F.Hitung 2.514
F.Tabel 3.238
Lampiran 3. Data Pengukuran Dia
MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal
Oleh: DEVITA MALA SARI
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTASPERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
PEMANFAATAN FUNGI Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, DAN Trichoderma harzianumUNTUK
MENINGKATKANPERTUMBUHAN BIBIT Ceriops tagal
SKRIPSI
Oleh: DEVITA MALA SARI
111201076 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pemanfaatan fungi Asprgillus flavus, Aspergillus tereus, dan Tricodherma harzianum untuk meningkatkan pertumbuhan bibit Ceriops tagal.
Nama
: Devita Mala Sari
NIM
: 111201076
Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi., M.Si. Ketua
Dr. Budi Utomo., SP. MP Anggota
Mengetahui
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRAK
DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.
Kata Kunci :Bibit, Ceriops tagal, fungi, rehabilitasi.
ABSTRACT
DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest
damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land
clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove
forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove
forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase
growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom
June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types
offungitreatmentandfivereplications.
FungiareappliedisA.flavus,
A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son
seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02
gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.
Keywords: Ceriops tagal, fungi, rehabilitation, seedling.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pematangsiantar, 25 Januari 1994, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.Anak dari pasangan Rahman dan Eliana. Penulis lulus dari SD Swasta Sultan Agung Pematangsiantar pada tahun 2005, tahun 2008 lulus dari SMP Swasta Sultan Agung Pematangsiantar, dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2011. Penulis diterima resmi di Progam Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2011, dan kemudian pada tahun 2014 memilih minat Budidaya Hutan.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22 Agustus-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten Karo.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT. Toba Pulp Lestari Tbk sektor Aek Nauli pada tanggal 2 Februari – 7 Maret 2015.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini.
Penelitian ini berjudul “Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal”.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si dan kepada Bapak Dr. Budi Utomo, SP. MPatas kesediaannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk hasil penellitian yang lebih baik.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Mei2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ..............................................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. KerangkaPemikiran.................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove...................................................................................... Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal................................................ Fungsi Hutan Mangrove.......................................................................... Kondisi Kerusakan Mangrove ................................................................ Pengenalan Fungi ....................................................................................
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat .................................................................................. Alat dan Bahan........................................................................................ Prosedur Penelitian.................................................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ........................................................................................................ Hasil pengamatan bibit C.tagal...............................................................
Tinggi Bibit .................................................................................... Diameter Bibit................................................................................ Luas Daun ...................................................................................... Berat Kering Total ......................................................................... Pembahasan............................................................................................. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............................................................................................ Saran........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iii
vi
1 2 2 2
4 5 5 6 8
12 12 12
16 16 17 17 18 19 19
26 26
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. KerangkaPemikiran...........................................................................
3
2. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ....................................................
14
3. Kondisi Semai Pada Pengamatan Akhir ...........................................
16
4. GrafikPertambahanTinggiBibitC. tagal............................................ 17
5. GrafikPertambahan Diameter SemaiC. tagal....................................
18
6. GrafikLuas Permukaan Daun BibitC. tagal ......................................
18
7. GrafikBerat Kering TotalC.tagal ......................................................
19
PENDAHULUAN
ABSTRAK
DEVITA MALA SARI. Pemanfaatan Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus, danTrichoderma harzianumuntuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Ceriops tagal.Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan BUDI UTOMO.
Kondisi hutan mangrove yang semakin rusak menyebabkan banyaknya dampak yang terjadi.Kerusakan hutan mangrove yang terjadi diakibatkan karena terjadi banyaknya pembukaan lahan pada hutan mangrove seperti pembukaan lahan untuk pelabuhan pemukiman serta lahan tambak.Kerusakan hutan mangrove harus segera diatasi, salah satunya dengan melakukan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove yang sudah rusak dengan menggunakan fungi yang diharapkan fungi dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan dapat bertahan hidup dengan baik.Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai Januari 2015 dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Ada 3 fungi yang diaplikasikan denganlima ulangan. Fungi yang diaplikasikan adalah A.flavus, A. terreus, dan T. harzianum. Pertumbuhan bibit yang baik dengan menggunakan fungi Trichoderma harzianum lebih bagus terhadap parameter pertumbuhan bibit Ceriops tagaldengan tinggi rata-rata 2.68 cm, diameter 0.226cm, luas permukaan daun 89.89 cm2 dan bobot kering total 4.02 gr dibandingkan dengan bibit kontrol dan bibit dengan pemberian fungi yang lain.
Kata Kunci :Bibit, Ceriops tagal, fungi, rehabilitasi.
ABSTRACT
DEVITA MALA SARI. The utilizationof Fungi Aspergillus flavus, Aspergillus tereus andTrichoderma harzianumto increase growth of seedling Rhizophora mucronata. Under academic supervisionof YUNASFI and BUDI UTOMO.
Mangroveforestconditiondeterioratingcausemanyimpacts.Mangroveforest
damagewhich occurred due totake placeonland clearedof mangroveforestsas land
clearingforsettlementandportponds. Damage of mangrove
forestsshouldimmediately resolved,one of themwithrehabilitationinmangrove
forest areasthat have beendamagedby theuseof fungiwhichare expectedto increase
growthof fungiandplantscansurvive better. The research was conductedfrom
June2014 untilJanuary 2015 using RAL (). There are 3types
offungitreatmentandfivereplications.
FungiareappliedisA.flavus,
A.terreus,andT.harzianum. Application ot T. harzianum gave the best result son
seedling growth parameters Ceriops tagalwith an average height of 2.68 cm, a diameter of 0,226 cm, 89.89 cm2 leaf area, and total dry weight of 4.02
gcomparedwithcontrolseedsandtheprovision ofotherfungi.
Keywords: Ceriops tagal, fungi, rehabilitation, seedling.
Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas
total global yang terbesar hampir diseluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua (Spalding dkk., 2010). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut.Berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut, dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus (Suryono, 2013).
Kondisi hutan mangrove pada umumnya memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan.Selain dirambah dan atau dialih fungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, untuk kepentingan tambak, kini marak terjadi.Akibat yang ditimbulkan terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sebagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dan terputusnya mata rantai makanan bagi biota kehidupan seperti burung, reptil dan berbagai kehidupan lainnya (Waryono, 2008).
Hilangnya atau rusaknya mangrove ini menimbulkan berbagai permasalahan terutama abrasi yang terjadi hampir di seluruh pantai. Kerusakankerusakan yang terjadi pada dasarnya di sebabkan ketidak peduliaan sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove demi kelangsungan sumber
daya daerah pesisir. Pada umumnya mereka lebih mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelestarian alam.
Dalam melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi kelautan dan perikanan perlu dilakukan kajian kebijakan di bidang tersebut, baik kebijakan di tingkat pusat maupun di tingkat lokal/daerah. Melalui kajian ini akan diketahui apakah kebijakan yang ada sudah cukup mendukung untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi atau diperlukan kebijakan baru (WWF-Indonesia dan WIIP, 2007).
Setiap jenis tumbuhan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, salinitas, temperatur, curah hujan dan pasang surut.Hal ini meyebabkan terjadinya struktur dan komposisi tumbuhan mangrove dengan batas-batas yang khas, mulai dari zona yang dekat dengan daratan sampai dengan zona yang dekat dengan lautan.Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove (Bengen, 2002). Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah membandingkan kemampuan jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan Ceriops tagal. Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberi informasi tentang fungi yang mampu mempercepat pertumbuhan semai Ceriops tagal. Kerangka Pemikiran
Mengingat besarnya kerugian akibat hilangnya atau rusaknya mangrove, maka penting dikembangkan kegiatan penanaman mangrove, terutama diluar kawasan hutan. Selain itu, daya tumbuh bibit yang baik akan memberikan
pengaruh yang baik agar daerah kawasan hutan mangrove yang rusak dapat dipulihkan. Dengan adanya pengujian tentang aplikasi berbagai jenis fungi untuk meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove khususnya Ceriops tagal. Pengaplikasian bahan kimia untuk meningkatkan pertumbuhan bibit mangrove akan lebih baik apabila diganti dengan menggunakan bahan alami yang berasal dari hutan mangrove itu juga. Alur kerangkapemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Hutan Mangrove
Pelabuhan
Alih Fungsi Lahan
Pemukiman
Tambak ikan
Kerusakan Hutan
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Pemanfaatan Fungi
meningkatkan kemampuan pertumbuhan bibit mangrove
Ceriops tagal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hutan Mangrove
Hutan mangrove atau dikenal juga dengan sebutan hutan bakau
berada di kawasan pinggiran pantai dan laut.Hutan mangrove memiliki banyak
manfaat bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya. Indonesia
memiliki
potensi sunberdaya mangrove yang sangat luas, bahkan terluas di dunia, yang bila
dikelola degan baik di harap akan memberi manfaat besar bagi kehidupan
makhluk hidup disekitarnya. Akan tetapi, saat ini kondisi hutan mangrove
Indonesia mengalami kerusakan dan pengurangan luas secara cepat (Suryono,
2013).
Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis
tumbuhan yang membentuk komunitas di daerah pasang surut.Hutan mangrove
merupakan tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
tergenang pada saat pasang naik dan bebas genangan pada saat pasang rendah.
Hutan mangrove biasa juga dikenal dengan sebutan hutan pantai (coastal
woodland ), hutan pasang surut (tidal forest), dan hutan bakau, yang merupakan
formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika dan sub
tropika (Kusuma, 2002).
Indonesia merupakan negara yang kaya, Indonesia mempunyai hutan
mangrove yang terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput
laut yang terdapat dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak
ternilai banyaknya. Menurut Noor, dkk., (2006) Indonesia merupakan negara
yang mempunyai luas hutan mangrove terluas didunia dengan keragaman
hayati terbesar di dunia dan struktur paling bervariasi di dunia.
Taksonomi dan Morfologi Ceriops tagal
Klasifikasi Ceriops tagal dapat diuraikan sebagai berikut (Satriono, 2007) :
Kerajaan : Tumbuhan
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rhizophorales
Famili
: Rhizophoraceae
Genus
: Ceriops
Spesies
: Ceriops tagal
Fungsi Mangrove
Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai
pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta
berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan.Tipe perakaran
beberapa jenis tumbuhan mangrove tersebut juga mampu mengendapkan lumpur,
sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove. Disamping
itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai perangkap
sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat
melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya
pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya
kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan
komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat
menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan
sekitarnya (Pramudji, 2001).
Semua tipe hutan mangrove, dengan pengecualian hutan-hutan yang mengalami perubahan, menunjukkan kemampuan untuk meredam energi dan kekuatan tsunami, mengurangi kecepatan dan dalamnya aliran, dan membatasi wilayah penggenangan.Hutan-hutan mangrove yang alami, sehat dan utuh memberikan perlindungan yang baik bagi wilayah pesisir (Mazda dkk., 1997).
Proteksi dari tiupan angin kencang di atas kanopi mangrove adalah jauh lebih tinggi dibandingkan di atas permukaan air, sehingga semakin ke arah mangrove pedalaman kecepatan angin semakin berkurang.Saenger (2002) melaporkan bahwa mangrove yang tersusun oleh tegakan pohon dengan tinggi 3 – 5 m hanya sedikit mengalami kerusakan (1% dari jumlah pohon) akibat tiupan angin topan.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah penyambung darat dan laut, seperti peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang merupakan sumber masyarakat sekiktarnya.Namun ssat ini sebagian besar kawasan mangrove berada dalam kondisi rusak, bahkan dibeberapa daerah sangat memprihatinkan.Tercatat laju degradasi mencapai 160-200 ribu ha per tahun (Saparinto, 2007). Kondisi Kerusakan Mangrove
Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman serius dan terus meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan
tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya. Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi. Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh sedimen tersebut.Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang (Hery, 2010).
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan, maka fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah telah menurun atau rusak dimana banyaknya kepentingan yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan yang melebihi kemapuan untuk mengadakan permudaan, pengalihan penggunaan lahan dari tanah timbul menjadi pemukiman. Selain itu, kurang adanya usaha yang signifikan dalam melakukan rehabilitasi mangrove yang telah mengalami kerusakan (Luqman, dkk., 2013).
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki hutan mangrove dengan keanekaragaman jenis yang memiliki hutan mangrove dengan
keanekaragaman jenis yang tinggi. Tercatat terdapat 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana dan 44 jenis epifit. Merujuk hasil identifikasi Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun 1999, luas keseluruhan hutan bakau di Indonesia sekitar 8,6 juta hektar, terdiri atas 3,8 juta hektar didalam kawasan hutan dan 4,8 hektar di luar kawasan hutan. Kerusakan hutan bakau didalam kawasan hutan 1,7 hektar atau sekitar 44,73 persen dan kerusakan di luar kawasan hutan 4,2 juta hektar atau sekitar 87,50 persen. Penebangan hutan bakau lebih banyak disebabkan oleh ketidaktahuan petani nelayan (petambak) yang berpikir bahwa kerindangan dedaunan bakau menghalangi masuknya sinar matahari dan mengurangi luas areal untuk lahan tambak.Ekspansi pembangunan dan pengoperasian tambak yang tidak terkontrol menempatkan sumber hayati hutan bakau yang tumbuh sepanjang 81 ribu kilometer perairan pantai Indonesia terancam kepunahan (Suryono, 2013). Pengenalan Fungi
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman.Tiga unsur hara penting bagi tanaman yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium seluruhnya melibatkan aktifitas mikroba.Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila unsur nitrogen tercukupi.Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya agar tersedia bagi tanaman.Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik).Mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit atau tidak tersedia bagi
tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikrob yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K (Sumarsih, 2003).
Menurut Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicillium, Rhizhopus, dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi. Semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat.
Menurut Sihite (2014), hasil pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan di rumah kaca, aplikasi fungi berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Tinggi bibit A.marina dengan berbagai fungi menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang paling rendah adalah tanaman kontrol namun tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan.Sedangkan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan T. harzianum.Pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap diameter batang.
Spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina, 2010).
Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen.Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati, 2003).
Manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di
sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015. Pengambilan propagul dan penanaman bibit Ceriops tagal dilaksanakan di Desa Pulau Sembilan. Peremajaan fungi dilaksakan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universiats Sumatera Utara, Medan. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri, tabung reaksi, gelas ukur, labu Erlenmeyer, pipet tetes, timbangan analitik, kamera, oven, spidol permanen, Autoklaf, inkubator fungi, label kertas, aluminum foil, plastik clingwrap, lampu Bunsen, gunting, benang nilon, corong, kapas kertas saring, polybag, sarung tangan, sprayer, kompor.
Bahan penelitian yang digunakan adalah fungi yang diperoleh dari hasil peremajaan, alkohol 70 %, spritus, antibiotik, aquades. Prosedur Penelitian Pembuatan PDA
Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan kentang 200 g, agar-agar 20 g dan gula 20 g. Media PDA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di lemari pendingin untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam proses peremajaan fungi, biasanya cukup 3 hari.
Peremajaan fungi
Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan Petri yang telah steril disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan petri. Cawan petri yang berisi fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan berkembang. Waktu yang dibutuhkan fungi tersebut untuk tumbuh dan berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1 minggu. Penyiapan media tanam dan penanaman
Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman 0 cm - 20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanam polybag yang berukuran 15 cm.
Propagul Ceriops tagal kemudian ditanam ke wadah yang sudah diisi lumpur. Setelah propagul tersebut tumbuh dan memiliki dua buah daun seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 1.Kemudian diaplikasikan jamur yang didapat dari hasil peremajaan fungi. Jenis-jenis fungi yang telah disiapkan untuk penelitian diaplikasikan dengan cara membuat suspensi fungi. Fungiyang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1 cm, selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi. Fungi yang ada dalam tabung reaksi ini selanjutnya dikocok, sampai fungi terlepas dari agar. Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam polibag. Proses pembuatan suspensi dapat dilihat pada Gambar 2.
Fungi A. Flavus dalam cawan Petri
potongan fungi 1 cm x 1 cm
Potongan fungi dimasukkan ke dalam
tabung rekasi yang berisi air 10 ml
suspensi fungi dituang ke polybag
Gambar 2. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit Ceriops tagal
Parameter yang diamati
a. Tinggi semai (cm)
Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga bulan.
Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1 cm. Pengukuran
tinggi dimulai dari batang dimana daun pertama muncul, demikian dengan
pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat, dapat dilihat
pada Lampiran 1.
b. Diameter semai (cm) Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Untuk
mendapatkan pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang
dimana daun pertama muncul.
c. Jumlah dan luas daun
Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari bibit.Perhitungan
luas daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun dicetak di kertas
milimeter, lalu di scan ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan
software image J.
d. Berat kering tajuk Dianalisis setelah data terakhir diambil.Daun dan akar dari setiap
perlakuan dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C sampai berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) karena kondisi lingkungan yang homogen dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi. Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan. ��������� = ��� + ������ + ��������� Keterangan: ��������� =respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j ��� =rataan umum ������ =taraf perlakuan ��������� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j i = Kontrol, A. flavus, A. tereus, dan T. harzianum j = 1, 2, 3, 4, 5 Uji lanjutan menggunakan Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan selama 12 minggu
untuk melihat pertumbuhan tanaman Ceriops tagal dengan perlakuan kontrol dan
beberapa jenis fungi yaitu fungi Aspergilus flavus, Aspergilus tereus,Trichoderma
harzianum. Terdapat perbedaan terhadap pertambahan tinggi, diameter, luas daun
dan berat bobot kering dapat dilihat pada Tabel 1.Kondisi semai Ceriops tagal
dengan berbagai perlakuan pada pengamatan terakhir dapat dilihat pada Gambar
3.
Tabel 1. Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman C. tagal
Parameter pengamatan
Kontrol
Perlakuan A. A. flavus tereus
T. harzianum
Satuan
Tinggi rata-rata
2.08 2.34 2.16
2.68
Cm
Diameter rata-rata*
0.12 0.158 0.124
0.226
Cm
Luas daun
78.914 85.162 88.837
89.89
Cm2
Berat kering total*
2.78 3.38 3.22
4.02
g
Keterangan : *Berpengaruh nyata berdasarkan analisis sidik ragam pada taraf 5%
ab
cd
Gambar 3. Kondisi semai pada pengamatan akhir dengan perlakuan kontrol (a), T. harzianum (b), A. flavus (c), A. tereus (d)
Tinggi Bibit Dari pengukuran yang dilakukan selama 12 minggu diperoleh data tinggi
bibit C. tagal dari berbagai aplikasi fungi yang diberikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada data tinggi yang diperoleh terlihat bahwa penggaruh pertumbuhan bibit dengan fungi T. harzianum lebih tinggi dengan hasil rata-rata tinggi yaitu 2.68 cm.Sedangkan data tinggi bibit C. tagal terendah yaitu kontrol dengan rata-rata pertumbuhan tinggi adalah 2.08 cm. Perbedaan tinggi bibit C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi dapat dilihat grafik (Gambar 4).
Tinggi bibit (Cm)
4 3,5
3 2,5
2 1,5
1 0,5
0
1234567
Minggu ke-
Kontrol
Aspergilus flavus
Aspergilus tereus
Trichoderma harzianum
Gambar 4.Grafik pertambahan tinggi bibit C. tagal. Diameter Batang
Pengamatan diameter batang yang dilakukan selama 12 minggu dengan pengaplikasian berbagai fungi menunjukkan perbedaan pertumbuhan diameter batang bibitC. tagaldapat dilihat pada lampiran 2. Ada pun hasil yang didapatkan selama penelitian diameter batang terlihat lebih besar nilai rata-ratanya pada bibit yang diberikan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu 0.266 cm. Sedangkan pertumbuhan diameter batang yang terendah adalah 0.12 cm pada bibit yang tidak diberi perlakuan.Perbedaan pertumbuhan diameter bibit dapat dilihat dari grafik (Gambar 5).
Diameter bibit (Cm)
0,4 0,35
0,3 0,25
0,2 0,15
0,1 0,05
0 1234567
Minggu ke-
Kontrol
Aspergilus flavus
Aspergilus tereus
Trichoderma harzianum
Gambar 5.Grafik pertambahan diameter bibit C. tagal.
Luas daun
Setelah pengukurang tinggi dan diameter yang dilakukan selama 2
minggu sebelum dicarinya bobot kering bibit terlebih dahulu dicari
luas permukaan daun.Dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada Lampiran 4,
luas daun dengan hasil yang lebih tinggi didapat dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. harzianum dengan nilai rata-rata yaitu89.89cm2, dan hasil terendah pada kontrol dengan luas daun sebesar 78.914 cm2. Perbedaan luas daun masing-
masing bibit dapat dilihat pada Gambar 6.
Luas daun (Cm2)
92 90 88 86 84 82 80 78 76 74 72
Kontrol
A.flavus
A. terreus T.harzianum
Gambar 6. Grafik luas permukaan daun C. tagal
Berat kering total C. tagal Pada perhitungan bobot kering total pada bibit C. tagal diperoleh hasil
berat kering tertinggi pada bibit Ceriops tagal yang diberikan fungi T. harzianum yaitu sebesar 4.02 gr, sedangkan nilai terendah pada kontrol dengan nilai sebesar 2.78 gr dapat dilihat pada Lampiran 5. Perbedaaan berat bobot kering bibit C. tagal dapat dilihat pada Gambar 7.
Berat Kering Total (g)
4,5 4
3,5 3
2,5 2
1,5 1
0,5 0 Kontrol
A.flavus
A. terreus T.harzianum
Gambar 7. Grafik berat kering total bibit C. tagal Pembahasan
Dari pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu pertumbuhan bibit C. tagal dengan pengaplikasian berbagai fungi memberikan hasil yang berbeda dan lebih baik dibandingkan kontrol.Pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit C.tagaluntuk parameter diameter dan berat kering total, akan tetapi tidak pada tinggi bibit dan luas permukaan daun. Tinggi bibit
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pertumbuhan tinggi bibit dengan perlakuan fungi menghasilkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik
dibandingkan pertumbuhan bibit yang tanpa perlakuan. Akan tetapi setelah dilakukan analisis sidik ragam pada taraf 5 %, pemberian fungi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai C. tagal.
Pertumbuhan bibit dengan nilai tertinggi adalah pada bibit yang diberikan fungiT. Harzianum dengan tinggi rata-rata 2.68 cm sedangkan pertumbuhan bibit dengan nilai terendah adalah kontrol dengan rata-rata 2.08 cm. Fungi T. harzianum menghasilkan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan fungi lainnya, karena fungi T. harzianum selain dapat mendekomposisikan serasah juga dapat dijadikan agen biokontrol untuk menekan pertumbuhan jamur patogen yang menyerang tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataanTjandrawati (2003),Trichodermasppmerupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma.Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya.
Dengan pemberian fungi pada masing-masing bibit diharapkan agar fungi dapat mendekomposisi serasah dengan mudah dan dapat selalu menghasilkan unsur hara yang tersedia bagi bibit. Serta bisa menjadi antibiotik bagi bibit agar tidak mudah terserang hama dan penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Amani (2008) manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma sp menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah, aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia. Diameter Batang
Dari hasil pengamatan pertambahan diameter tertinggi diperoleh dari bibit yang diberi perlakuan fungi T. Harzianum dengan nilai rata-rata 0.226 cm sedangkan nilai pertambahan terendah pada kontrol dengan nilai 0.12 cm. Berdasarkan analisis sidik ragam taraf 5% diketahui bahwa aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter C. tagal.
Pertambahan diameter C.tagal lebih besar pada perlakuan pemberian fungi, ini terjadi karena fungi mampu merespon pertumbuhan dan menutrisi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Firman dan Arynantha (2003) diketahui bahwa fungi Penicilium sp., dan Aspergillus sp. memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi, semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang akan meningkat.
Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% T.Harzianum memberikan pengaruh yang bebeda terhadap pertumbuhan diameter batang C. tagal apabila dibandingkan dengan perlakuan fungi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa T. harzianum memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan fungi lainnya.Menurut Herlina dan P. Dewi (2010) kompos aktif T. harzianum selain mengandung bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan, juga mengandung jamur T. harzianum dimana jamur tersebut mampu mengeluarkan senyawa anti fungi sehingga zat tersebut merupakan penghalang bagi masuknya jamur patogen. Luas permukaan daun
Dari pengamatan pada luas permukaan daun didapat hasil bahwa pengaplikasian fungi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan daun.Luas daun terbesar diperoleh dari bibit yang diberikan fungi T. harzianum dengan rata-rata luas daun sebesar 89.89 cm2sedangkan yang terendah pada kontrol dengan hasil rata-rata 78.914 cm2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian fungi menghasilkan pertumbuhan daun yang lebih baik, ini terjadi kerena fungi tersebut dapat membantu tanaman menyerap unsur hara yang digunakan untuk menutrisi pertumbuhan daun . Menurut Sumarsih (2003) mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan didalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting bagi tanaman yaitu nitrogen, fosfat, dan kalium seluruhnya melibatkan aktifitas mikroba.Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila unsur nitrogen tercukupi.Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya agar tersedia bagi tanaman.Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas (non-simbiotik).Mikroba penambat N non-
simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan Organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman. Unsur P yang terkandung didalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergilus sp., dan Penicilliumi sp. Mikroba yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K.
Luas permukaan daun terbesar terdapat pada perlakuan T. harzianum, hal ini diduga karena rendahnya tingkat penyakit yang menyerang bibit C. tagal, berdasarkan penelitian Hartal dkk (2010) Cendawan Trichoderma sp. dan Gliocladiumsp. merupakan agen antagonis yang cukup efektifuntuk menghambat perkembangan patogenFusarium oxysporum pada tanaman krisan.Penggunaan kedua agen antagonis tersebut jugamampu menyediakan unsur hara tanaman yangdiperlukan untuk mendukung pertumbuhan organvegetatif maupun reproduktif melalui prosesdekomposisi bahan organik yang diberikan padamedia tanam. Berat Kering Total
Dari hasil yang diperoleh bahwa aplikasi fungi memberikan pengaruh terhadap berat kering total. Bibit yang diberi fungi tumbuh lebih baik dibandingkan kontrol. Dalam hal pertumbuhan tanaman, bibit yang akan tumbuh bagus apabila unsur hara tersedia dan cukup. Dengan hasil yang diperoleh
dapatdilihat bahwa semua bibit yang diaplikasikan fungi tumbuh lebih bagus dibandingkan dengan kontrol.
Dari hasil yang diperoleh berat bobot kering bibit lebih besar jumlahnya pada bibit yang diberi fungi T. harzianum. Menurut Herlina (2010) spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T. harzianum memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman.
Berdasarkan uji lanjut BNT pada taraf 5% semua perlakuan memiliki pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan berat kering tanaman, akan tetapi fungi A. flavus dan T.harzianum memiliki hasil bobot kering lebih baik. T. harzianum selain mengoloni akar jugamampu mempercepat pertumbuhan tanaman.Agensia hayati T. harzianum diduga menghasilkansenyawa kimia yang memacu pertumbuhan. Hal inisesuai dengan Triyatno (2005 dalam Latifah, dkk., 2011) bahwa T. harzianummampu merangsang tanaman untuk
memroduksihormon asam giberelin (GA3), asam indolasetat(IAA), dan benzylaminopurin (BAP) dalam jumlahyang lebih besar, sehingga pertumbuhan tanamanlebih optimum, subur, sehat, kokoh, dan padaakhirnya berpengaruh pada ketahanan tanaman.Hormon giberelin dan auksin berperan dalampemanjangan akar dan batang, merangsangpembungaan dan pertumbuhan buah sertameningkatkan pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan NBIN (National Biodiversity Information Network) Pulau Sembilan memiliki curah hujan rata-rata 1530 mm setahun dengan iklim C menurut Schmidt dan Ferguson.Pertumbuhan C. tagaloptimal pada kisaran iklim tersebut.Pada lokasi penelitian, seluruh semai dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang merupakan kondisi habitat asli C. tagal, namun tidak dipengaruhi oleh arus gelombang yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Aplikasi fungi memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan semai
Ceriops tagal. 2. Pemberian fungi Trichoderma harzianum memberikan hasil yang lebih baik
terhadap pertumbuhan semai Ceriops tagal. Saran
Sebaiknya untuk mempercepat proses pertumbuhan bibit digunakan fungi Trichoderma harzianumagar diperoleh bibit yang lebih baik dan pertumbuhan yang lebih cepat untuk program rehabilitasi mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Amani.2008. Biofungisida Trichoderma harzianum.http://www.amani.or.id. [Diakses 4 Februari 2015].
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.
Hartal, Misnawati, dan I. Budi.2010. Efektifitas Thricoderma sp. dan Gliocladium sp. Dalam Pengendalian Layu Fusarium Pada Tanaman Krisan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 12 (1): 7-12.
Herlina, L. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Thricoderma harzianum Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Hery, P. 2010.Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah Strategis Pencegahannya.Staf Pengajar Biologi. Universitas Airlangga.
Kusuma, A.S. 2002. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone –F dan NAA terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Manglid (Magnolia blumei Prantl). Skripsi.IPB. Bogor.
Latifah, A, Kustantinah, dan L. Soesanto. 2011. Pemanfaatan Beberapa IsolatThricodherma harzianum Sebagai Agnesia Pengendalian Hayati Penyakit Layu Fusarium Pada Bawang Merah In Planta. Vol. 17 No.2. Fakultas Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Luqman, A., W. Kastolani., dan I. Setiawan.2013. Analisis Kerusakan Mangrove Akibat Aktivitas Penduduk Dipesisirkota Cirebon.Jurusan Pendidikan Geografi. Fakultas Pendidikan Ilmu Pendidikan Sosial.Universitas Pendidikan Indonesia.
Mazda, Y., M. Magi, M. Kogo and P.Ng. Hong. 1997. Mangrove as A Coastal Protection from Waves in The Tong King Delta, Vietnam. Mangroves and Salt Marshes 1:127-135.
Noor, R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor.
Pramudji.2001.Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Fauna Aquatik.www.oseanografi.lipi.go.id [16 oktober 2014].
Saenger, P. 2002. Mangrove Ecology, Silviculture and Conservation.Kluwer Academic Publisher.Dondrecht. Netherlands.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove.PT Dahara Prize. Semarang.
Satriono, A. 2007. Profil mangrove taman nasional baluran. Program Studi Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Sihite, E. D. 2014. Jenis-Jenis Fungi dan Pengaruh Aplikasinya Terhadap Pertumbuhan Semai Avicenia marina [skripsi]. Medan. Jurusan Budidaya Hutan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Spalding, M., M. Kainuma., dan L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Buku Ajar.Fakultas Pertanian UPN Veteran.Yogyakarta.
Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau. Penerbit Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan Karakteristik Sebagai Kitinase Trichoderma viride, TNJ 63.Jurnal Natural Indonesia. ISSN 1410 – 9379.
Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan
a. Media tanam bibit
b. Persemaian bibit
c. Kondisi bibit pada awal tanam
d. Kondisi bibit di persemaian
e. Pengukuran tinggi bibit
Lampiran 2. Data Pengukuran Tinggi Bibit C. tagal(Cm)
Perlakuan
Ulangan
Pengukuran keI II III IV V
Kontrol
1 0.4 0.8 1.1 1.5 1.9
2
0.5 0.7
1 1.3 1.7
3 0.4 0.6 0.9 1.2 1.6
4 0.6 1 1.3 1.5 2
5 0.4 0.8 1.1 1.3 1.5
A flavus A tereus T harzianum
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
0.3 0.6 1.1 1.6
2
0.5 0.5 0.8 1.3 1.5
0.3 0.5 0.9 1.6 2.1
0.4 0.6
1 1.2 1.7
0.5 0.9 1.2 1.5 1.8
0.3 0.5 0.9 1.2 1.5
0.7 1.3 1.5 1.9 2.2
0.5 0.9 1.3 1.5 1.8
0.3 0.5 0.9 1.6 2.1
0.6 1.1 1.4 1.7
2
1.2 1.8 2.4 3.1 3.4
0.6 0.8 1.3 1.8 2.1
0.5 0.9 1.2 1.7 2.2
0.5 0.8 1.6 2.1 2.6
0.8 1.2 1.5 1.8
2
VI VII
2.5 2.9 2.6 3
2 2.4 2.2 2.4 1.8 2
2.4 2.8 1.9 2.8 2.5 3 2.1 2.5 2.3 2.6 1.8 2.1 2.6 2.9 2.2 2.7 2.5 3 2.2 2.5
4 4.5 2.6 3 2.5 3
3 3.5 2.4 3
Analisis Sidik Ragam Tinggi Bibit C. tagal
Jumlah kuadrat Derajat Bebas
Perlakuan
1.065
3
Galad
2.260
16
Total
3.325
19
K Tengah 0.355 0.141
F.Hitung 2.514
F.Tabel 3.238
Lampiran 3. Data Pengukuran Dia