Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi tidak sesuai lagi, sehingga perlu disusun Undang-Undang Telekomunikasi yang baru.
Dilihat dari filosofis pertama yang mengatakan bahwa tujuan dari pembangunan nasional adalah guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Spiritual disini dapat diartikan salah satunya adalah mengenai perkawinan, karena
perkawinan selain merupakan hubungan antar sesama manusia juga merupakan suatu ibadah. Dan juga perkawinan merupakan salah satu hak asasi bagi setiap
manusia, sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatakan bahwa : Setiap orang berhak
membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah.
B. Pengaruh Telekomunikasi Terhadap Perkawinan Di Indonesia
Dengan semakin banyaknya penduduk di dalam satu negara, terutama di Indonesia dan juga karena semakin globalnya dunia. Maka penyebaran penduduk
Indonesia semakin meluas, karena tidak memungkinkan apabila seluruh penduduk Indonesia tinggal di dalam satu pulau saja yang ada di Indonesia. Penyebaran
penduduk ini tidak hanya tersebar di dalam negeri saja, tetapi juga meluas ke luar negeri.
Banyak alasan orang melakukan Transmigrasi perpindahan penduduk dari kota ke desa ataupun Urbanisani perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Tetapi umumnya masyarakat melakukan perpindahan ini dikarenakan untuk
mengubah nasib mereka untuk mencari penghidupan yang layak, ataupun untuk menimba ilmu.
Karena jumlah pencari kerja lebih banyak dibandingkan dengan lowongan pekerjaan yang ada, maka banyak pulalah penduduk Indonesia yang berpindah ke
luar negeri untuk mencari pekerjaan. Dengan berbagai konsekuensi, yaitu diantaranya berpisah jauh dengan keluarga ataupun kerabat dan teman yang
berada di Indonesia. Tetapi dengan perkembangan jaman, hal itu tidak terlalu terasa sekarang.
Apabila dahulu diperlukan waktu berhari-hari untuk bertukar kabar melalui surat, maka sekarang hanya perlu mengangkat telepon untuk mendengarkan suara
kerabatnya ataupun melalui SMS short message service untuk mengetahui keadaan satu sama lain.
Dahulu diperlukan biaya dan waktu yang sangat besar untuk berbicara tatap muka, karena harga tiket dan waktu perjalan pesawat atau alat tranportasi
yang lain membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Maka sekarang dalam hal tersebut manusia dapat melakukannya melalui internet, dengan cara
chatting memakai webcam ataupun melalui media teleconference sehingga kedua belah pihak dapat saling mendengar suara sekaligus melihat wajah secara
langsung. Dengan begitu manusia dapat menghemat biaya dan waktu yang dibutuhkan.
Dengan banyaknya cara untuk berkomunikasi ini pula, membuat banyak orang memakai sarana telepon dan lain sebagainya ini selain dipakai
berkomunikasi dengan teman dan keluarga tetapi juga untuk melakukan bisnis
jual beli, bahkan melakukan pernikahan atau biasa disebut perkawinan. Melakukan perkawinan memakai sarana telepon pun sampai sekarang
masih dianggap aneh oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena dianggap tidak wajar. Bahkan dapat menimbulkan perdebatan di antara para pakar atau
aparat hukum dalam hubungannya untuk menetapkan keabsahan perkawinan memakai media telepon ataupun teleconference. Tetapi meskipun begitu,
perkawinan yang dilakukan melalui media telepon ataupun teleconference ini sudah mulai sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Selama ini, perkawinan biasanya dilangsungkan dalam satu majelis atau satu tempat. Namun seiring dengan perkembangan tekhnologi komunikasi,
terdapat kemungkinan dilangsungkannya perkawinan tidak dalam satu majelis. Salah satu kasus menarik serta merupakan terobosan pertama dalam mengatasi
permasalahan ketidakmungkinan perkawinan satu majelis, adalah perkawinan yang pada saat pengucapan ijab dan kabul antara mempelai pria dan mempelai
wanita dilakukan melalui telepon yang dilakukan oleh pasangan Aria dan Noer pada tanggal 13 Mei 1989
8
. Aria Sutarto bin Drs. Suroso Darmoatmojo atau biasa dipanggil Aria
menjalin cinta dengan Nurdiani binti Prof. Dr. Baharudin Harahap atau biasa dipanggil Noer, keduanya adalah pemeluk agama Islam.
Pada mulanya Aria, seorang dosen di Unversitas Terbuka UT dan Noer mereka berdua bertempat tinggal di Jakarta. Tetapi kemudian Aria
ditugasbelajarkan ke Amerika Serikat USA untuk memperdalam ilmu yang
8
Majalah Varia Peradilan Tahun VI No.62 Tahun 1990, Hlm. 5.