Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Dalam rangka kemandirian, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. Upaya tersebut dilakukan seiring dengan makin dominannya penerimaan pajak dalam RAPBN maupun APBN Indonesia beberapa tahun terakhir. Penerimaan dari sektor perpajakan merupakan penerimaan terpenting dalam anggaran pendapatan dan belanja. Idealnya, dalam system self assessment apabila semua pihak dan instrument yang terlibat dan terkait dalam system perpajakan bekerja dengan baik tidak ada kelainan. Pada scenario tersebut anggota masyarakat yang wajib berpatisipasi dalam pembiayaan Negara dan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku menghitung sendiri jumlah yang harus dikontribusikan. Pembayaran atas jumlah yang dimaksud sebagian dilakukan sendiri secara berkala, maupun bersifat final, dan sebagian lagi melalui pungutan dan potongan oleh pihak ketiga. Pada akhir tahun 1 Resultan dari perhitungan tersebut dapat berupa kekurangan atau kelebihan bayar. Sementara kekurangan dilunasi tepat pada waktunya, kelebihan bayar dikembalikan restitusi oleh administrasi pajak dengan cepat , tepat, murah, dan mudah. Hal serupa dilakukan juga oleh para pemotong dan pemungut pajak. Namun, dalam praktek idealism dimaksud masih memerlukan waktu dan proses untuk sampai kesana. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan terdapat beberapa anggota masyarakat yang semestinya melalukan kewajiban perpajakan, tetapi belum melaksanakan sepenuhnya. Demikian juga dengan mereka yang seharusnya atau telah melakukan pungutan dan potongan pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Untuk mendorong masyarakat kearah ideal tersebut, system self assessment sangat perlu dilengkapi juga dengan “Official Assessment” dengan memberikan kesempatan kepada administrasi pajak dalam keadaan tertentu untuk menerbitkan ketetapan pajak. Ketetapan pajak kurang bayar diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atau data lain yang diperoleh administrasi pajak. Beberapa dari ketetapan tersebut, jumlah kurang bayarnya dilunasi tepat waktu. Selebihnya dengan berbagai alasan beberapa ketetapan tidak dilunasi oleh masyarakat. Akibatnya terjadi tunggakan pajak yang kian lama makin membesar jumlahnya. Dengan adanya tunggakan pajak, kegiatan penagihan pajak menjadi penting untuk dapat ditindak lanjuti kegiatan assessment pajak tanpa tindakan nyata penagihan, boleh jadi jumlah pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak tetap tinggal merupakan jumlah di atas kertas belaka. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran, Surat Peringatan lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Jika kita melihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24PMK.032008 tanggal 2 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85PMK.032010 diatur bahwa mengenai saat penerbitan Surat Teguran, tergantung dari ada tidaknya sengketa dalam penetapan pajak, sebagai berikut: 1. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, Kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. 2. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding. 3. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding. 4. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan. 5. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 tujuh hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut. Maka dari paragraf diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pentingnya surat teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah melewati jatuh tempo. Tetapi kenyataannya sejak dari sebelum tahun 1983, secara kumulatif sampai sekarang jumlah total tunggakan pajak diperkirakan mencapai sekitar Rp 6 triliyun. Berdasarkan informasi yang tidak terpublikasi, selanjutnya penambahan bruto tunggakan tiap tahun adalah sekitar Rp 1 triliyun lebih, sedangkan jumlah pencairan sekitar Rp 0,8 triliyun. Pencairan tersebut mewakili sekitar lebih dari 10 total tunggakan. Tentu saja secara logika financial, last-in-first-out-system munkin berlaku dalam pencairan tersebut. Selanjutnya tunggakan terdahulu first in boleh jadi si alamatnya sudah mutasi entah kemana lagi atau “harta benda” orang yang bersangkutan tidak ada dan bahkan perusahannya sudah bubar dan tidak dikenali lagi. Dengan melihat perbedaan antara das sollen cita-cita dengan das sein kenyataan di atas, sehingga ada dua masalah yang timbul yang dapat diangkat oleh penulis yaitu : 1. Jumlah Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak. 2. Bagaimana peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan. Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk menulis topik penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan PKLM di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dengan judul “ Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Peningkatan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Medan Timur”.

B. Tujuan dan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Setiap pekerjaan selalu memiliki tujuan sesuai dengan yang diinginkan dan ditentukan pada waktu sebelumnya. Demikian halnya dengan praktek kerja lapangan mandiri yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Administrasi Perpajakan mempunyai tujuan dan manfaat tersendiri, khususnya bagi mahasiswa yang bersangkutan. B.1 Tujuan PKLM Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah : 1.1 Untuk mengetahui Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak. 1.2 Untuk mengetahui peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan. B.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri PKLM 2.1 Manfaat PKLM bagi Mahasiswa a. Mendorong mahasiswa untuk belajar, mengetahui bagaimana menjadi tenaga ahli yang siap pakai terutama tentang “Pelaksanaan Pelayanan Account Representative AR pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak KPP Pratama Medan Timur”. b. Untuk menciptakan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja. c. Merangsang motivasi mahasiswa agar lebih meningkatkan prestasi terutama di bidang administrasi perpajakan. d. Merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif melalui Praktik kerja Lapangan Mandiri PKLM. e. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan potensi yang ada didalam dirinya tentang pengetahuan administrasi perpajakan. 2.2 Manfaat PKLM bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dengan program studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU, b. Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini mahasiswa dituntut memberikan sumbangsihnya baik berupa saran maupun kritikan yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.