Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PELAKSANAAN SURAT TEGURAN DALAM PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK NEGARA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN TIMUR O

L E H

NAMA : RICKY PRAMANA PUTERA NIM : 112600033

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul: Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Peningkatan Penerimaan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur.

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang memuat tentang pelaksanaan Surat Teguran dalam peningkatan penerimaan pajak Negara di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tanggal 2 februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat penerbitan Surat Teguran, tergantung dari ada tidaknya sengketa dalam penetapan pajak.

Dalam menyusun Tugas Akhir ini penulis sangat banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:


(3)

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dan Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menyelesaikan studi.

3. Kepada Bapak dan Ibu Staf Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah memberikan pengarahan kepada penulis menyelesaikan laporan tugas akhir ini tepat waktu.

4. Bapak Drs. Robinson Sembiring, MSi selaku Dosen Pembimbing dimana telah meluangkan segenap waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan pengetahuan kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Staf pengajar Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Bapak Pimpinan, Staf dan Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur yang telah memberikan izin penelitian, perolehan data dan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian, khususnya kepada Bapak Afandy yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi berupa data maupun dalam wawancara sehingga penulis sangat terbantu dalam menyelesaikan penelitian.


(4)

7. Kepada keluarga tercinta Bapak dan Ibu, dan Adikku yang telah berkorban secara material maupun dukungan moril sehingga penulis merasa termotivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

8. Kepada seluruh pengurus IMPROSAJA Periode 2013-2014 yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat kepada penulis sehingga penulis merasa lebih termotivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

9. Kepada Rahmat Purnama (Aa) beserta Abangda-abangda yang lain yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menjalani masa studi di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 10. Kepada Andiny Octaviani beserta keluarga yang telah memberikan dukungan

moril maupun materil kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

11. Seluruh rekan – rekan Mahasiswa/i beserta alumni Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis, khususnya kepada Kelas A 2011, rekan-rekan seperjuangan Angga Prianta Sembiring, Arizal Frandana, Daniel Sianturi, Bayu Artado Damanik, Desti Indah Permata S,Siti Chairunisa Lubis, Sri Haryati Hasibuan,Edy Syahputra , Husna Fadila, Alfi Kurnia, Berliana Hutabarat, Enjelina Sinambela, Silvia Mawartika Anyar, dan yang tidak dapat saya sebutknan satu-persatu selama 3 tahun bersama-sama mengarungi kesedihan, kesusahan, kegembiraan bersama di kampus tercinta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih belum sempurna. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menerima saran dari para pembaca demi kesempurnaan dan untuk pengembangan pengetahuan dimasa akan datang.

Akhir kata semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2014 Hormat Saya


(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . . . i

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri . . . 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri . . . 5

C. Uraian Teoritis……….………..7

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri . . . 11

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri . . . . 11

F. Metode Pengumpulan Data . . . 12

G. Sistematika Penulisan PKLM……… . . . . ………. . . . .13

BAB II :GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Umum KPP Pratama Medan Timur………15

B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Timur……….19


(7)

D. Visi Dan Misi KPP Pratama Medan Timur……….27

BAB III : GAMBARAN DATA

A. Tindakan Penagihan Pajak Dimulai Dengan menerbitkan Surat

Teguran………..………..28

B. Pentingnya Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak…………...31

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI

A. Perbandingan Jumlah Surat Teguran Yang Diterbitkan Dengan Jumlah Wajib Tunggakan Pajak……….37

B. Peranan Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak………45

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………50

B. Saran………. 51

DAFTAR PUSTAKA


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Idealnya, dalam system self assessment apabila semua pihak dan instrument yang terlibat dan terkait dalam system perpajakan bekerja dengan baik tidak ada kelainan, ibarat permainan robot tidak akan terjadi tunggakan pajak. Pada scenario tersebut anggota masyarakat yang wajib berpatisipasi dalam pembiayaan Negara dan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku menghitung sendiri jumlah yang harus dikontribusikan. Pembayaran atas jumlah yang dimaksud sebagian dilakukan sendiri secara berkala, maupun bersifat final, dan sebagian lagi melalui pungutan dan potongan oleh pihak ketiga. Pada akhir tahun dilakukan perhitungan kembali antara jumlah yang senyatanya harus dibayar dengan jumlah yang telah dibayar sendiri dan dipungut/ dipotong oleh pihak ketiga. Resultan dari perhitungan tersebut dapat berupa kekurangan atau kelebihan bayar. Sementara kekurangan dilunasi tepat pada waktunya, kelebihan bayar dikembalikan (restitusi) oleh administrasi pajak dengan cepat , tepat, murah, dan mudah. Hal serupa dilakukan juga oleh para pemotong dan pemungut pajak.

Namun, dalam praktek idealism dimaksud masih memerlukan waktu dan proses untuk sampai kesana. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan terdapat beberapa anggota masyarakat yang semestinya melalukan kewajiban perpajakan, tetapi belum melaksanakan sepenuhnya. Demikian juga dengan mereka yang


(9)

seharusnya atau telah melakukan pungutan dan potongan pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Untuk mendorong masyarakat kearah ideal tersebut, system self assessment sangat perlu dilengkapi juga dengan “Official Assessment” dengan memberikan kesempatan kepada administrasi pajak (dalam keadaan tertentu) untuk menerbitkan ketetapan pajak. Ketetapan pajak (kurang bayar) diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atau data lain yang diperoleh administrasi pajak. Beberapa dari ketetapan tersebut, jumlah kurang bayarnya dilunasi tepat waktu. Selebihnya dengan berbagai alasan beberapa ketetapan tidak dilunasi oleh masyarakat. Akibatnya terjadi tunggakan pajak yang kian lama makin membesar jumlahnya.

Dengan adanya tunggakan pajak, kegiatan penagihan pajak menjadi penting untuk dapat ditindak lanjuti kegiatan assessment pajak tanpa tindakan nyata penagihan, boleh jadi jumlah pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak tetap tinggal merupakan jumlah di atas kertas belaka.

Jika kita melihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tanggal 2 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat penerbitan Surat Teguran, tergantung dari ada tidaknya sengketa dalam penetapan pajak, Seperti Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan


(10)

(SKPKBT), Kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan, Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding,Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding, Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.,Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.


(11)

Maka dari paragraf diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pentingnya surat teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah melewati jatuh tempo.

Tetapi kenyataannya sejak dari sebelum tahun 1983, secara kumulatif sampai sekarang jumlah total tunggakan pajak diperkirakan mencapai sekitar Rp 6 triliyun. Berdasarkan informasi yang tidak terpublikasi, selanjutnya penambahan bruto tunggakan tiap tahun adalah sekitar Rp 1 triliyun lebih, sedangkan jumlah pencairan sekitar Rp 0,8 triliyun. Pencairan tersebut mewakili sekitar lebih dari 10% total tunggakan. Tentu saja secara logika financial, last-in-first-out-system munkin berlaku dalam pencairan tersebut. Selanjutnya tunggakan terdahulu (first in) boleh jadi si alamatnya sudah mutasi entah kemana lagi atau “harta benda” orang yang bersangkutan tidak ada dan bahkan perusahannya sudah bubar dan tidak dikenali lagi.

Dengan melihat perbedaan antara das sollen (cita-cita) dengan das sein (kenyataan) di atas, sehingga ada dua masalah yang timbul yang dapat diangkat oleh penulis yaitu :

1. Jumlah Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak.


(12)

2. Bagaimana peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan.

Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk menulis topik penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKLM) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dengan judul “ Pelaksanaan Surat Teguran Dalam Peningkatan Pajak Negara Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Setiap pekerjaan selalu memiliki tujuan sesuai dengan yang diinginkan dan ditentukan pada waktu sebelumnya. Demikian halnya dengan praktek kerja lapangan mandiri yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Administrasi Perpajakan mempunyai tujuan dan manfaat tersendiri, khususnya bagi mahasiswa yang bersangkutan.

B.1 Tujuan PKLM

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah :

1.1Untuk mengetahui mengapa Surat Teguran yang diterbitkan tidak sama banyaknya dengan jumlah wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak.

1.2Untuk mengetahui seberapa besar peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak berdasarkan dari jumlah Surat Teguran yang sudah diterbitkan.


(13)

B.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Manfaat PKLM bagi Mahasiswa

a. Mendorong mahasiswa untuk belajar, mengetahui bagaimana menjadi tenaga ahli yang siap pakai terutama tentang “Pelaksanaan Pelayanan Account Representative (AR) pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur”.

b. Untuk menciptakan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.

c. Merangsang motivasi mahasiswa agar lebih meningkatkan prestasi terutama di bidang administrasi perpajakan.

d. Merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif melalui Praktik kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

e. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan potensi yang ada didalam dirinya tentang pengetahuan administrasi perpajakan.

2. Manfaat PKLM bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur dengan program studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU,


(14)

b. Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini mahasiswa dituntut memberikan sumbangsihnya baik berupa saran maupun kritikan yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

3. Manfaat PKLM bagi program Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU a. Hubungan kerja sama Universitas Sumatera Utara dengan Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur,

b. Membuka interaksi antara mahasiswa, dosen dan instansi pemerintahan di bangku perkuliahan,

c. Rasa ikut serta masyarakat membangun negara,

d. Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta menetapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu, khususnya dibidang perpajakan.

e. Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khususnya Universitas Sumatera Utara.

C. Uraian Teoritis 1. Definisi Pajak

Defenisi pajak menurut Rochmat Soemitro mengatakan, Pajak adalah iuran rakyat, pada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak


(15)

mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi, 2008:1).

Menurut N. J. Feldman, Pajak adalah prestasi yang dipaksakan oleh sepihak dan terutang kepada pengusaha oleh pihak yang terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2008:2).

2. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu :

a. Fungsi Budgetair, adalah pajak berfungsi salah satu sumber penerimaan Negara untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan Negara.

b. Fungsi Reglured, adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan (Resmi, 2008:3).

3. Penagihan Pajak

Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,


(16)

memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Sedangkan Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (pasal 1 angka 8 UU No.19 Tahun 2000)

4. Dasar Penagihan Pajak

Adapun dasar penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam UU KUP pasal 20 ayat (1) yaitu :

4.1 STP

4.2 SKPKB

4.3 SKPKBT

4.4 SK Pembetulan

4.5 SK Keberatan

4.6 Putusan Banding

4.7 Putusan PK

Yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) dan (3a) UU KUP.


(17)

5.Surat Teguran Pajak

Langkah awal dalam tindakan penagihan adalah penerbitan Surat Teguran. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat Teguran atau dapat juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Langkah ini diambil sebagai peringatan agar penanggung pajak segera melunasi utang pajaknya untuk menghindari dilakukannya tindakan penagihan. Surat Teguran juga dimaksudkan agar Penanggung Pajak mempunyai kesempatan sampai dengan jangka waktu 14 (empat belas) hari, sebelum dilakukan upaya paksa dengan diterbitkannya Surat Paksa. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (5) Peraturan Pemerintah

Nomor 80 Tahun

2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Perpajakan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 diatur bahwa dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak


(18)

yang masih dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran (Moelyo, 1998:3).

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam hal ini peserta melakukan PKLM di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur,dengan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Tindakan penagihan pajak dimulai dengan penerbitan Surat Teguran. 2. Mengetahui pentingnya Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak. 3. Data-datanya diambil dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur,

khususnya di Seksi Penagihan.

E. Metode Praktik Kerja lapangan Mandiri (PKLM)

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan metode yang di gunakan sebagai berikut:

1. Tahapan Persiapan

Hal ini berkaitan dengan persiapan yang dibutuhkan mahasiswa mulai dari peninjauan objek dan lokasi, mencari bahan untuk pembuatan proposal, permohonan surat jalan/ surat permohonan dari fakultas, dan lain sebagainya.

2. Studi Literatur

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan judul Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), artikel ilmiah serta sumber-sumber lain yang mendukung penulisan laporan ini.


(19)

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan pengamatan secara langsung tentang kondisi serta keadaan dari kantor tempat dimana penulis melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

4. Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang dibahas. Dalam hal ini data-data bersumber dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui tentang objek kajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari referensi ilmiah, seperti buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan yang bertujuan untuk pengumpulan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah memperoleh data yang dibutuhkan penulis akan menganalisa, mengevaluasi data dan mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan di interpretasikan secara objektif, jelas dan sistematis sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data mengenai Praktik Kerja Lapangan Mandiri, penulis mengumpulkan data dan informasi dengan metode sebagai berikut:


(20)

1. Daftar Observasi (Observation Guide)

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek PKLM.

2. Daftar Wawancara (Interview Guide)

Mengumpulkan data dengan melakukan wawancara langsung yang melibatkan pegawai (Key Person) pada instasi yang berksangkutan secara lisan maupun tulisan yang berhubungan dengan objek studi.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN PKLM

Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan ini. Bab ini terdiri dari latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM.

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

Pada bab ini berisikan tentang sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

BAB III : Gambaran Data

Dalam bab ini penulis secara sistematis dan terperinci menggunakan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang tercantum


(21)

dalam SKPKB, SKPKBT, STP, SKP, SKK, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar setelah jatuh tempo.

BAB IV : ANALISIS DAN EVALUASI

Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang ada, kemudian akan di evaluasi serta memberikan interprestasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Penulis menarik kesimpulan dari uraian yang ada dan memberikan saran yang dapat dijadikan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN TIMUR

A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak( KPP) Pratama Medan Timur Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan Pajak pada masa itu bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan Republik Indonesia berubah nama menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak (KIP) dengan induk organisasinya adalah Direktorat Jenderal Pajak. Di Sumatera Utara pada tahun 1976 berdiri tiga kantor inspeksi pajak, yaitu :

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar

Pada tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua, yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran.

Untuk memudahkan dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur.


(23)

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pajak kepada masyarakat, maka dibuatlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989. Hal itu mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sekaligus mendirikan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993, maka pada tanggal 1 April 1994 didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor Pelayanan Pajak, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

Terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak di kota Medan berubah menjadi empat wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat


(24)

Jenderal Pajak”, maka Kantor Pelayanan Pajak di kota Medan menjadi enam wilayah kerja, yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia 5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan 6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah

Setelah adanya modernisasi perpajakan tahun 2008, struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak sebelumnya, yaitu berdasarkan jenis pajak berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang struktur organisasinya berdasarkan fungsi jabatan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur mulai beroperasi pada tanggal 27 Mei 2008, berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 95/PJ.01/2008 tanggal 19 Mei 2008.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur beralamat di Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30A Gedung Keuangan Negara Lantai II Medan dan sekarang berpindah alamat di Jalan Suka Mulya Nomor 17A Gedung Keuangan Negara Lantai IV Medan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur didirikan pada tanggal 1 April 1994 berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Repuplik Indonesia Nomor 758/KMK.01/1993 tanggal 3 Agustus 1993. Adapun wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, yaitu :


(25)

1. Kecamatan Medan Tembung

Kecamatan Medan Tembung adalah daerah pintu gerbang kota Medan di sebelah Timur yang merupakan pintu masuk dari Kabupaten Deli Serdang atau daerah lainnya melalui transportasi darat. Di Kecamatan Medan Tembung ini banyak terdapat jenis usaha industri kecil seperti kerajinan rotan. Disamping itu banyak pula yang bergerak di bidang usaha industri rumah tangga seperti pembuatan sepatu.

2. Kecamatan Medan Timur

Di Kecamatan Medan Timur ini terdapat Stasiun Kereta Api Medan yang dikenal dengan “Stasiun Besar” sebagai salah satu sarana transportasi darat antar kota dan antar daerah dari dan ke Kota Medan. Walaupun bukan sebagai daerah pusat industri, di Kecamatan Medan Timur ini juga banyak terdapat usaha industri kecil seperti bengkel kenderaan bermotor, bengkel bubut, showroom serta usaha perdagangan dan jasa.

3. Kecamatan Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu daerah padat pemukiman di kota Medan. Kecamatan Medan Perjuangan pada umumnya bergerak di sektor perdagangan baik itu perdagangan besar, menengah maupun kecil. Di Kecamatan Medan Perjuangan terdapat industri-industri kecil seperti perabot rumah tangga, pengolahan kopi, sulaman border, roti/ bika ambon, dan lain sebagainya.


(26)

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada di bawah seseorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negri Sipil di bawah naungan Kementeri Keungan Republik Indonesia.

Kantor Pelayan Pajak dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu tipe A dan tipe B. Kantor Pelayanan Pajak tipe A merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang tergolong dalam skala besar dan biasanyaa berada di ibukota provinsi sedangkan Kantor Pelayanan Pajak tipe B merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya tidak melebihi dari wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tipe A dan biasanya berada di kotamadya dan kabupaten. Sehingga, berdasarkan penggolongan tersebut maka KPP Pratama Medan Timur dapat digolongkan sebagai KPP tipe A karena wilayahnya berkedudukan diwilayah di Ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Namun, berdasarkan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi


(27)

tipe A. Sehingga, adanya surat keputusan tersebut maka KPP tipe B tidak ada di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Sumatera Utara I.

Berdasarkan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang susunan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur membawahi satu sub bagian, delapan seksi, satu kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak) yakni terdiri dari :

1. Sub Bagian Tata Usaha (TU);

2. Seksi Tata Usaha dan Perpajakan (TUP); 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI); 4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi; 5. Seksi Pajak Penghasilan Badan;

6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan;

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya; 8. Seksi Penagihan;

9. Seksi Penerimaan dan Keberatan;

10. Seksi Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan;

Namun, setelah adanya modernisasi perpajakan pada tahun 2006, KPP Pratama yang berdasarkan Peraturan Menteri Keungan Republik Indonesia No. 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Instansi Vertikal


(28)

Direktorat Jendral Pajak, maka KPP Pratama terbagi menjadi beberapa seksi, antara lain :

1. Sub Bagian Umum

2. Seksi pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I s.d IV 8. Seksi Jabatan Fungsioanal

Wilayah kerja masing-masing seksi pengawasan dan konsultasi (WASKON) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur adalah sebagai berikut :

a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, meliputi Kelurahan Pulo Brayan Darat I dan II, Kelurahan Sidodadi, dan Kelurahan Perintis.

b. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, meliputi Kelurahan Sei Kera Hilir I dan II, Kelurahan Sidorame Barat I dan II, Sidorame Timur, Kelurahan Pahlawan, Kelurahan Sei Kera Hulu, Kelurahan Pandau Hilir dan Kelurahan Tegal Rejo. c. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, meliputi Kelurahan Bandar Selamat,

Kelurahan Bantan, Kelurahan Bantan Timur, Kelurahan Indrakasih, Kelurahan Sudirejo, Kelurahan Sudirejo Hilir, Kelurahan Tembung.


(29)

d. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, meliputi Kelurahan Durian, Kelurahan Gaharu, Kelurahan Glugur Darat I dan II, Kelurahan Gang Buntu, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, dan Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru.

C. Tugas dan Fungsi Masing-Masing Seksi

Pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur adalah :

1. Sub Bagian Tata Usaha / Umum, mempunyai tugas :

1.1. Pelaksanaan Tata Usaha dan Kepegawaian yang bertugas membantu menangani urusan Tata Usaha dan Kepegawaian.

1.2. Pelaksanaan Keuangan yang bertugas menangani urusan keuangan.

1.3. Pelaksanan Rumah Tangga yang bertugas menangani urusan dan perlengkapan Rumah Tangga.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi, mempunyai tugas :

2.1. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan.

2.2. Perekaman dokumen perpajakan. 2.3. Merekam SSP lembar ke-3.

2.4. Merekam SPT Masa PPN 1111 atau 1111 DM. 2.5. Merekam SPT Masa PPh Pasal 21.

2.6. Merekam SPT Masa PPh Pasal 23/26.


(30)

2.8. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan. 2.9. Memberi pelayanan dukungan teknis komputer. 2.10. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing. 2.11. Menyiapkan laporan kinerja.

2.12. Seksi Pengawasan dan Konsultasi, mempunyai tugas :

2.13. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

2.14. Membimbing/menghimbau kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan.

2.15. Melakukan penyusunan profil wajib pajak. 2.16. Menganalisis kinerja wajib pajak.

2.17. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.18. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi.

2.19. Melakukan evaluasi banding.

3. Seksi Penagihan Pajak, mempunyai tugas : 3.1. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak. 3.2. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak. 3.3. Penagihan aktif.

3.4. Memberikan usulan penghapusan piutang pajak. 3.5. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.


(31)

4. Seksi Ekstensifikasi, mempunyai tugas : 4.1. Melakukan pengamatan potensi perpajakan. 4.2. Pendataan objek dan subjek pajak.

4.3. Pembentukan dan pemuktahiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

5. Seksi Pemeriksaan dan kepatuhan internal, mempunyai tugas : 5.1. Melakukan penyusunan rencana pemerikasaan.

5.2. Pengawasan pelaksanaan aturan pemerikasaan.

5.3. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

6. Seksi Pelayanan, mempunyai tugas :

6.1. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

6.2. Menerima dan meneliti, serta merekam surat permohonan Wajib Pajak dan surat-surat lainnya.

6.3. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak lainnya.

6.4. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Wajib Pajak.

6.5. Melakukan urusan kearsipan wajib pajak.

Saat ini di KPP Pratama Medan Timur tercacat ada sekitar 83 orang pegawai yang terdaftar. Di bawah ini terdapat rincian mengenai jumlah pegawai di setiap unit pada KPP Pratama Medan Timur.


(32)

Tabel II. 1

Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Timur

No. Unit

Jumlah Pegawai (orang)

1 Kepala Kantor 1

2 Sub Bagian Umum 7

3 Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 10

4 Seksi Pelayanan 14

5 Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal 16

6 Seksi Penagihan 4

7 Seksi Ekstensifikasi 4

8 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8 9 Seksi Pengawasasn dan Konsultasi II 7 10 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 8 11 Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 8

Jumlah 87


(33)

Gambar II.1

STRUKTUR ORGANISASI

KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur 2013

KEPALA KANTOR

KASUBBAG UMUM

SEKSI PEMERIKSAAN DAN KEPATUHAN

INTERNAL SEKSI

PENAGIHAN SEKSI

PELAYANAN SEKSI PDI

SEKSI EKSTENSIFIKASI

PERPAJAKAN

SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI


(34)

D. Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

Keberhasilan program modernisasi di lingkungan DJP, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP. Tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktik-praktik “good governance” pada instiusi pemerintah secara keseluruhan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Visi : menjadi instansi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

2. Misi : menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.


(35)

BAB III

GAMBARAN DATA

A. Tindakan penagihan pajak dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran

Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak denga menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan seklaigus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak. Oleh karena itu, rangkaian tindakan pengihan pajak oleh fiskus harus diarahkan guna terpenuhinya tujuan tersebut.

Rangkaian tindakan pengihan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada dasarnya mencakup tiga kelompok kegiatan, yaitu :

1. Pemantauan pembayaran pajak 2. Penagihan yang bersifat aktif 3. Penagihan dengan surat paksa


(36)

Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa diawali dengan penerbitan surat teguran, surta peringatan atau surat lan yang sejenis oleh pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum Surat Paksa diterbitkan.

Surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya. Terhadap wajib pajak yang karena satu dan lain hal diberikan keleluasan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak tidak akan diberikan surat teguran walaupun tanggal jatuh tempo pembayaran pajak telah terlampaui dan wajib pajak belum melunasi utang pajaknya.

Hal ini wajar karena wajib pajak tersebut akan menanggung beban tambahan berupa bunga sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap keterlambatan pembayaran tersebut. Tetapi keterlambatan tersebut adalah atas sepengetahuan dan persetujuan fiskus sehingga terhadapnya tidak akan diberikan surat teguran karena pada dasarnya wajib pajak tersebut memiliki kepatuhan membayar pajak tetapi tidak bisa segera melakukan kewajibannya karena kondisi keuangannya kurang baik. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah


(37)

lewat 21 hari sejak diterbitkan surat teguran, maka pejabat segera menerbitkan surat paksa.

Hal ini dapat dilihat pada Undang – undang No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang – Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang mana tersirat makna bahwa tindakan penagihan dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran. Yang diperkuat dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak No. Kep-20/Pj/1995 Tentang Jadwal Waktu Penagihan Pajak yaitu Pasal 1 dan Pasal 2 berikut :

Pasal 1

1. Pengeluaran surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang masih harus dibayar.

2. Dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal surat teguran, wajib pajak atau penanggung pajak harus melunasi pajaknya.

3. Surat teguran sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Pasal 2

1. Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran, maka jumlah pajak yang masih harus dibayar dapat ditagih dengan surat paksa.


(38)

2. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat teguran

Mengenai Tindakan Penagihan dapat dilihat dari Keputusan Menteri Keuangan No. 147/KMK.04/1998 Tanggal 27 Februari 1998 yaitu Dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembentulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo.

Surat teguran juga berfungsi sebagai alat untuk menangguhkan “Kadaluwarsa Penagihan Pajak” seperti yang disebutkan dalam pasal 22 ayat 1 undang – undang No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang – Undang No. 9 Tahun 1994, yaitu “ Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, kadaluwarsa setelah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.

B. Pentingnya Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak

Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang sangat mendasar tanpa adanya/ diterbitkan surat teguran maka tindakan penagihan, dalam


(39)

hal ini tindakan penagihan aktif seperti penerbitan surat paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan karena hal ini telah jelas diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. Kep-20/Pj/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

“Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayarannya dari jumlah pajak yang maish harus dibayar”.

Akan tetapi, sebelum dikeluarkan surat teguran ada yang menjadi dasar untuk melakukan penagihan pajak, yaitu : surat ketetapan pajak yang menyatakan bahwa pajak terutang sesuai perhitungan wajib pajak masih kurang dari seharusnya, surat tagihan pajak, keputusan fiskus dan keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak bertambah. Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus, yang menyatakan bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran pajak meliputi :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Menutur Undang – undang No. 16 Tahun 2000, dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terhutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal – hal, sebagai berikut :


(40)

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tariff nol persen (0 %)

4. Apabila kewajiban pembukuan tidak dipenuhi atau tidak lengkap sehingga perhitungan rugi-laba, atau peredaran tidak jelas, atau angka – angka dalam pembukuan tidak dapt diuji atau wajib pajak tidak membantu jalannya pemeriksaan.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT)

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya.

Dalam hal masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap padasaat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau data baru yang diketahui kemudian oleh Dirjen Pajak, maka surat Surat Ketetapan Pajak


(41)

Kurang Bayar masih dapat diterbitkan lagi, sesuai dengan ketentuan tentang SKPKBT yang diatur dalam Pasal 15 Undang – undang KUP.

c. Surat Tagihan Pajak

Sesuai dengan Pasal 14 Undang – undang KUP, Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak apabila :

1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.

3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai, yang tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai aha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.


(42)

d. Surat Keputusan Pembetulan

Menurut Pasal 16 Undang – undang KUP, Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak atau atas permohonan Wajib Pajak yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan perundang – undangan perpajakan.

Pembentulan dapat dilakukan oleh Dirjen Pajak, baik atas permohonan wajib pajak maupun secara jabatan. Apabila kesalahan maupun kekeliruan ditemukan, baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan waib pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan.

e. Surat Keputusan Keberatan

Menurut Pasal 25 Undang – undang No. 16 Tahun 2000 Tentang KUP, Bahwa waib pajak dalam mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak atas :

1. Surat Ketetapan Pajak kurang Bayar (SKPKB)

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


(43)

5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.

Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah ragi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya pada Dirjen Pajak. Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

f. Putusan Banding

Apabila wajib pajak merasa tidak puas aats jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan oleh fiskus, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan banding, sesuai dengan Pasal 27 Undang – undang No. 16 Tahun 2000. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

g. Jatuh Tempo Pembayaran

Menurut Undang – undang No. 16 tahun 2000 Tentang KUP, Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan


(44)

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan sejak diterbitkan.


(45)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Perbandingan Jumlah Surat Teguran Yang Diterbitkan Dengan Jumlah Wajib Tunggakan Pajak

Sebelum penulis membandingkan antara jumlah Surat Teguran yang diterbitkan dengan jumlah Tunggakan Pajak, ada baiknya penulis menyajikan tentang “Pelaksanaan Surat Teguran” itu terlebih dahulu, Karena hak ini menyangkut mengenai Prosedur Pengeluaran Surat Teguran tersebut oleh Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.

I. Pelaksanaan Surat Teguran

Pelaksanaan Surat Teguran merupakan bagian dari tindakan penagihan yang dikenal sebagai tindakan penagihan aktif persuasive, yaitu untuk menghimbau wajib pajak atau member kesempatan bagi wajib pajak yang beritikad baik untuk melunais tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo. Denagn kata lain Surat Teguran yang dikeluarkan setelah melampaui waktu 7 hari dari saat jatuh tempo yang tercantum pada Kohir, merupakan perinagtan (somasi) kepada wajib pajak


(46)

untuk segera melunasi utang pajaknya sebelum dilakuakn tindakan penagihan berikutnya.

Kantor Pelayanan Pajak menyimpan arsip Surat Teguran di dalam berkas. Jika Surat Teguran ini tidak ditemui lagi berkas atau hilang, sesuai dengan SE Dirjen. Pajak No. SE – 29/PJ.74/1989, Tanggal 25 Juli 1989 diterbitkan kembali Surat Teguran Pertama (salinan) sebagai arsip dengan nomor dan tanggal yang sama, dan dibuat sesuai denagn Buku Surat Teguran. Jika nomor, tanggal, bulan dan tahun Surat Teguran rtidak dapat diketahui, maka dibuatkan Surat Teguran Baru, karena dianggap belum pernah dibuatkan Surat Teguran.

II.Prosedur Pengeluaran Surat Teguran

1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan.

2. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan/Jurusita Pajak untuk melakukan penerbitan Surat Teguran atas dasar penagihan pajak yang telah melewati jangka waktu pelunasan.

3. Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan penelitian kemudian menyusun dan menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Seksi Penagihan. Dalam melakukan penelitian, Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak melakukan koordinasi antar seksi terkait, contohnya dengan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk memperoleh


(47)

data yang valid tentang nama dan alamat wajib pajak; Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan; dan status pengajuan keberatan atau pengajuan permohonan banding. Pelaksana Seksi Penagihan/ Jurusita Pajak juga dapat melakukan koordinasi dengan Seksi Pelayanan untuk mendapatkan data surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak. 4. Beberapa ketentuan terkait dengan penerbitan Surat Teguran adalah

sebagai berikut:

a. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.

b. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

c. Dalam hal Wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak.

d. Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir


(48)

Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak.

e. Dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Teguran. f. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan

setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

g. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. h. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh

jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding.


(49)

i. Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan sebagai akibat diterbitkan surat ketetapan pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas surat ketetapan pajak diajukan keberatan dan/ atau banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan surat ketetapan pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.

5. Kepala Seksi8 Penagihan meneliti dan memaraf kemudian menyerahkan konsep Surat Teguran kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani kemudian menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk menatausahakan dan mengirim Surat Teguran kepada Wajib Pajak.

7. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak untuk menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak.

8. Pelaksana Seksi Penagihan atau Jurusita Pajak menatausahakan dan mengirimkan Surat Teguran kepada Wajib Pajak.

9. Proses selesai.

Sedangkan mengenai penyajian data sesuai dengan masalah yang penulis angkat dalam tulisan ini adalah :


(50)

TABEL – 1 : Perbandingan Jumlah Tunggakan Pajak Dengan Surat Teguran Yang Telah Diterbitkan

Sumber : KPP Medan Timur, Tahun 2012 – 2013.

Berdasarkan data di dalam table 1 di atas dapat dilihat persentase penerbitan Surat Teguran berdasarkan jumlah Tunggakan Pajak, sehingga dapat diketahui persentase penerbitan lembar Surat Teguran atas lembar tunggakan pajak pada tahun anggaran 2012 sebanyak 7,24 %, sedangkan jumlah nilai rupiah yang akan ditagih melalui surat teguran 21,06 % dari seluruh jumlah nilai rupiah pada tunggakan pajak pada tahun anggaran yang sama.

Untuk tahun anggaran 2013 dapat dilihat bahwa bertambahnya lembar surat teguran yang diterbitkan, yaitu hanya 7,83 % dari total lembar tunggakan pajak (23,931 Lembar) dan untuk jumlah nilai rupiah hanya terdapat 11,65 % yang diterbitkan untuk ditagih dari total jumlah rupiah pada tunggakan pajak (Rp. 112,699,164,500).

Faktor – faktor penyebab adanya perbedaan jumah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak dengan jumlah lembar dan nilai rupiah yang tercantum dalam surat teguran yang diterbitkan, sebagaimana diuraikan diatas, adalah sebagai berikut :

No Tahun Tunggakan Pajak Penerbitan ST Persentase

Lbr Rph lbr rph

1 2012 21,567 96,228,177,168 2,976 4,567,588,997 7,24 21,06 2 2013 23,931 112,699,164,500 3,056 9,665,467,543 7,83 11,65


(51)

1. Jumlah lembar dan nilai rupiah yang ditunjukkan dalam tunggakan pajak merupakan jumlah lembar dan nilai dari setiap Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (meliputi STP/SKPKB/SKPKBT) sementara jumlah lembar dan nilai rupiah berdasarkan Surat Teguran yang diterbitkan merupakan jumlah yang terutang oleh satu orang wajib pajak. Dapat terjadi satu orang wajib pajak memiliki beberapa tunggakan pajak sesuai dengan jenis ketetapan pajak yang diterbitkan terhadapnya , sebagai contoh wajb pajak X mempunyai beberapa tunggakan pajak atau jenis ketetapan pajak yang berbeda tetap memiliki tanggal jatuh tempo dan tanggal penerbitan yang sama. Oleh karena itu, terhadap wajib pajak X diterbitkan satu surat teguran yang terdiri dari beberapa jenis tunggakan pajak. Dengan demikian penerbitan suatu surat teguran dapat meliputi beberapa tunggakan pajak yang berbeda – beda jenis ketetapannya.

2. Di antaranya tunggakan pajak tersebut terdapat tanggal pajak yang terhutang atas surat ketetapan pajak yang telah kadaluarsa penagihannya sehingga ketentuan penerbitan surat teguran oleh undang – undang dan atas tunggakan tersebut diusulkan untuk dihapus.

3. Jumlah lembar dan nilai rupiah tunggakan pajak yang tercantum pada tabel 1 meliputi tunggakan pajak yang telah diusulkan dihapus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan penagihan yang berlaku. Tapi tunggakan yang berlaaku. Tapi tunggakan yang seharusnya


(52)

dihilangkan dari total tunggakan pajak masih tetap ada. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan penghapusan tunggakan pajak harus menunggu Keputusan dari Menteri Keuangan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama. Sesuai dengan prosedur dan jenjang birokrasi yang ada.

4. Berdasarkan kegiatan lapangan yang dilakukan oleh juru sita pajak diperoleh kenyataan bahwa keadaan dan identitas wajib pajak tidak akurat lagi. Beberapa penyebabnya antara lain :

• Wajib pajak sudah meninggal dunia tetapi maish terdaftar pada master file lokal.

• Wajib pajak Badan dinyatakan bubar/pailit tanpa pemberitahuan kepada Kantor Pelayanan Pajak

• Wajib pajak Badan/orang Pribadi sudah tidak memiliki kegiatan usaha dan tidak dimungkinkan adanya tanda – tanda keaktifan usahanya.

• Wajib pajak memberikan alamat yang tidak sebenarnya (alamat fiktif)

Dari kenyataan diatas, maka penerbitan surat teguran atas nama wajib pajak yang tidak akurat lagi sering kembali ke KPP sehingga untuk masa selanjutnya tidak dilaksanakan penerbitan surat teguran atas wajib pajak tersebut.


(53)

Dalam hal ini juga faktor kurangnya sumber daya manusia dari segi kuantitas pada seksi penagihan, karena jika dilihat keadaan wajib pajak yang menunggak pajak terlampau banyak perbulannya baik wajib pajak pibadi maupun badan sedangkan jumlah pegawai yang menerbitkan surat teguran khususnya dan penagihan lainnya pada umumnya tidak sebanding. B. Peranan Surat Teguran Dalam Mencairkan Tunggakan Pajak

Peranan Surat Teguran dalam mencairkan tunggakan pajak yang sangat mendasar adalah tanpa adanya/ diterbitkannya surat teguran sehingga, tindakan penagihan dalam hal ini tindakan penagihan aktif, seperti penerbitan surat paksa dan sebagainya tidak dapat dilakukan. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. Kep- 20/PJ/1995 tentang jadwal waktu penagihan pajak yaitu pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :

“Pengeluaran Surat Teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan segera tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang harus dibayar”.

Sedangkan untuk mengetahui peranan surat teguran berdasarkan data tunggakan pajak, penerbitan surat teguran, pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran dapat dilihat dari penyajian data dalam bentuk tabel dan penganalisaan sebagai berikut :


(54)

Tahun Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak Badan Jumlah

Lembar Jumlah Lembar Jumlah Lembar Jumlah

2012 861 308,169,617 2,115 4,259,419,380 2,976 4,567,588,997

2013 1,784 2,840,452,084 1,272 6,825,015,459 3,056 9,665,467,543

Jumlah 2,645 3,148,621,700 3,387 11,084,434,840 6,032 14,223,056,540

Sumber

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rasio kepatuhan pembayaran pajak terutang antara orang pribadi dengan badan berdasarkan lembar surat teguran yang diterbitkan berkisar 1 : 1, 5, yaitu lembaran penerbitan surat teguran untuk pribadi sebanyak 2,645 dibanding dengan lembar penerbitan surat teguran untuk badan sebanyak 3,387, sehingga dari rasio ini dapat diketahui bahwa tingkat surat teguran wajib pajak orang pribadi lebih tinggi dibanding dengan wajib pajak badan pada pembayaran pajak padahal wajib pajak badan lebih besar daripada wajib pajak orang pribadi.

: KPP Medan Timur, Tahun 2012-2013

Jika dilihat dari jumlah rupiahnya, dapatlah diketahui begitu pentingnya suart teguran diterbitkan untuk mencairkan tunggakan pajak, yaitu untuk tahun anggaran 2012 s/d 2013 sebanyak Rp. 14,223,056,540 yang merupakan akumulasi jumlah rupiah dari wajib pajak orang pribadi sebanyak RP. 3,148,621,700 ditambah dengan jumlah wajib pajak badan sebanyak Rp. 11,084,434,840.

Sedangkan persentase pencairan tunggakan pajak dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


(55)

TABEL – 3 : Perbandingan Antara Penerbitan Surat Teguran Dengan Pencairan Tunggakan Pajak Akibat Penerbitan Surat Teguran

No . Tahun

Pencairan Tunggakan Pajak Akibat Penerbitan

Surat Teguran

Penerbitan Surat

Teguran Persentase

lbr Rph lbr rph lbr rph

1 2012 1,464 6,591,099,037 2,976 4,567,588,997 49,19 144,30

2 2013 1,920 8,351,981,585 3,056 9,665,467,543 62,82 86,41 Sumber : KPP Medan Timur, Tahun 2012-2013

Persentase dari tabel 3 di atas merupakan persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran. Dari tabel diatas dapat diketahui persentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran berdasarkan lembar surat pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran berdasarkan lembar surat teguran yang cair/ dibayar adalah : 1,464/2,976 x 100% = 49,19% pada tahun anggaran 2012, ini menunjukkan pentingnya surat teguran atau sangat berperannya surat teguran dalam mencairkan tunggakan pajak.

Untuk tahun anggaran 2013, Peresentase pencairan tunggakan pajak akibat penerbitan surat teguran berdasarkan jumlah lembar surat teguran yang cair/ dibayar adalah : 1,920/3,056 x 100% = 62,82 %. Berdasarkan jumlah nilai rupiah sebesar 8,351,981,585/ 9,665,467,543 x 100% = 86,41 % yang dapat dicairkan dari jumlah tunggakan pajak berdasarkan penerbitan surat teguran yaitu Rp. 8,351,981,585 dari sisi jumlah nilai rupiah ini terjadi penurunan bila dibanding dengan tahun anggaran 2012,


(56)

tetapi pada dasarnya jumlah nilai rupiah tersebut tergantung pada jumah nilai rupiah pada masing – masing lembar surat teguran.

Selanjutnya persentase perbandingan tunggakan pajak tahun anggaran banyaknya dapat dilihat dalam tabel berikut :

TABEL – 4 : Data Perbandingan Tunggakan Pajak, Penerbitan Surat Teguran, Pencairan Tunggakan, Dan Sisa Tunggakan Anggaran 2012 Dengan Tahun Anggaran 2013.

No . URAIAN

TAHUN ANGGARAN

Persentase

2012 2013

lbr rph lbr rph lbr Rph

1 Tunggakan pajak 21,567 96,228,177,168 23,931 112,699,164,500 110,96 117,12

2

Penerbitan surat

teguran 2,976 4,567,588,997 3,056 9,665,467,543 102,69 211,61

3 Pencairan tunggakan 1,464 6,591,099, 1,920 8,351,981,585 131,15 126,72

4 sisa tunggakan 20,103 89,637,078,131 22,011 104,347,182,915 109,49 116,41

Sumber : KPP Medan Timur, Tahun 2012-2013

Berdasarkan data di dalam tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa persentase peningkatan/ penurunan maisng – masing point berdasarkan perbandingan tahun anggaran 2012 denagn tahun anggaran 2013 , sebagai berikut :

1. Persentase Tunggakan Pajak antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak sebesar 110,96 % dan juga terjadi peningkatan jumlah nilai rupiah sebesar 117,12 %.


(57)

2. Persentase Penerbitan Surat Teguran antara tahun 2012 dengan anggaran tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar surat teguran yang diterbitkan yaitu sebesar 102,69 % dan juga terjadi peningkatan pada jumlah nilai rupiahnya yaitu sebesar 211,61 %

3. Persentase Pencairan Tunggakan Pajak akibat Penerbitan Surat Teguran antara tahun 2012 dengan anggaran tahun 2013 terjadi penurunan jumlah lembar surat teguran yang di cairkan yaitu sebesar 131,15 % dan pada jumlah nilai rupiahnya pun terjadi peningkatan yaitu sebesar 126,72 %

4. Persentase Sisa Tunggakan antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak yang belum cair/dibayar yaitu sebesar 109,49% dan terjadi juga peningkatan persentase jumlah nilai rupiah pada lembar tunggakan pajak yang bleum bayar /cair yaitu sebesar 116,41%. Sisa tunggakan inilah yang akan dicairkan melalui tindakan penagihan aktif seperti Penerbitan Surat Paksa, Penyitaan, Pelelangan.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam bab – bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Peranan Surat Teguran dalam rangka pengaihan surat tunggakan pajak sangat besar, karena tindakan penagihan tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak tanpa terlebih dahulu kepadanya diterbitkan Surat Teguran, yang mana Surat Teguran itu merupakan tindakan penagihan aktif persuasif yang gunanya untuk mengimbau wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembentulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang telah jatuh tempo. 2. Terdapat banyak hambatan – hambatan yang pelru dipertimbangkan dalam

penerbitan surat teguran agar surat teguran yang diterbitkan benar – benar sampai pada wajib pajak yang dituju, yang mana tujuannya tak lain adalah agar wajib pajak tersebut segera melunasi/ membayar tunggakan pajaknya.


(59)

3. Masih ada wajib pajak yang tidak mengindahkan Surat Teguran yang sudah diterimanya dengan berbagai alasan, hal ini dapat dilihat dari data – data yang ada bahwa masih banyak terdapat sisa tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dengan surat teguran.

4. Tujuan akhir dari penagihan bukanlah untuk menyita atau melelang barang milik penanggung pajak atau melakukan pencegahan dan penyandraan penanggung pajak tetapi dalam rangka untuk pelunasan utang pajak sehingga diberlakukan prosedur – prosedur penagihan pajak yang sedemikian rupa seperti harus terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak/penanggung pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak sebelum dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan lain sebagainya, yang mana pelunasan tunggakan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan menuju masyarakat yang sejahtera material dan spiritual.

B. SARAN

Adapun saran – saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak

diterbitkan Surat Teguran tanpa ada kecualinya dan jika tidak juga diindahkan, diteruskan dengan tindakan pengihan aktif seperti penerbitan surat paksa, pemyitaan, dan sebagainya.


(60)

2. Sebaiknya anggota masyarakat atau wajib pajak agar menyadari kepercayaan pemerintah yang diberikan yaitu mengenai system sel assessment dimana wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sebaik – baiknya. Hal ini tentunya lebih memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

3. Menambah jumlah tenaga kerja pada seksi penagihan agar lebih banyak tugas yang dapat dikerjakan dengan baik.

4. Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri khususnya dari sektor pajak, hendaknya tindakan pengihan pajak lebih ditingkatkan sehingga semua tunggakan pajak yang ada dapat dicairkan guna penambahan pemerimaan dalam negeri.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak, Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan Teori, Salemba Empat, Jakarta

Undang-undang penagihan pajak Negara dengan surat paksa ( Undang-undang No.19 Tahun 1959).

Rochmat Soemitro, Asas dan dasar perpajakan 2, Penerbit Refika, Bandung. 1998. B. Budisatyo, Perpajakan, Penerbit STIE Perbanas Jakarta, 1998.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak dengan surat paksa, Oleh Juru Sita pajak pusat dan daerah ( Berdasarkan Undang-undang No 19 Tahun 1997 ), Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Grasindo Persada, Jakarta, 1998.


(1)

tetapi pada dasarnya jumlah nilai rupiah tersebut tergantung pada jumah nilai rupiah pada masing – masing lembar surat teguran.

Selanjutnya persentase perbandingan tunggakan pajak tahun anggaran banyaknya dapat dilihat dalam tabel berikut :

TABEL – 4 : Data Perbandingan Tunggakan Pajak, Penerbitan Surat Teguran, Pencairan Tunggakan, Dan Sisa Tunggakan Anggaran 2012 Dengan Tahun Anggaran 2013.

No . URAIAN

TAHUN ANGGARAN

Persentase

2012 2013

lbr rph lbr rph lbr Rph

1 Tunggakan pajak 21,567 96,228,177,168 23,931 112,699,164,500 110,96 117,12 2

Penerbitan surat

teguran 2,976 4,567,588,997 3,056 9,665,467,543 102,69 211,61 3 Pencairan tunggakan 1,464 6,591,099, 1,920 8,351,981,585 131,15 126,72 4 sisa tunggakan 20,103 89,637,078,131 22,011 104,347,182,915 109,49 116,41

Sumber : KPP Medan Timur, Tahun 2012-2013

Berdasarkan data di dalam tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa persentase peningkatan/ penurunan maisng – masing point berdasarkan perbandingan tahun anggaran 2012 denagn tahun anggaran 2013 , sebagai berikut :

1. Persentase Tunggakan Pajak antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak sebesar 110,96 % dan juga terjadi peningkatan jumlah nilai rupiah sebesar 117,12 %.


(2)

tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar surat teguran yang diterbitkan yaitu sebesar 102,69 % dan juga terjadi peningkatan pada jumlah nilai rupiahnya yaitu sebesar 211,61 %

3. Persentase Pencairan Tunggakan Pajak akibat Penerbitan Surat Teguran antara tahun 2012 dengan anggaran tahun 2013 terjadi penurunan jumlah lembar surat teguran yang di cairkan yaitu sebesar 131,15 % dan pada jumlah nilai rupiahnya pun terjadi peningkatan yaitu sebesar 126,72 %

4. Persentase Sisa Tunggakan antara tahun 2012 dengan tahun anggaran 2013 terjadi peningkatan jumlah lembar tunggakan pajak yang belum cair/dibayar yaitu sebesar 109,49% dan terjadi juga peningkatan persentase jumlah nilai rupiah pada lembar tunggakan pajak yang bleum bayar /cair yaitu sebesar 116,41%. Sisa tunggakan inilah yang akan dicairkan melalui tindakan penagihan aktif seperti Penerbitan Surat Paksa, Penyitaan, Pelelangan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam bab – bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Peranan Surat Teguran dalam rangka pengaihan surat tunggakan pajak sangat besar, karena tindakan penagihan tidak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang mempunyai tunggakan pajak tanpa terlebih dahulu kepadanya diterbitkan Surat Teguran, yang mana Surat Teguran itu merupakan tindakan penagihan aktif persuasif yang gunanya untuk mengimbau wajib pajak yang beritikad baik untuk melunasi tunggakan pajaknya yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembentulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK), Pusat Banding yang telah jatuh tempo. 2. Terdapat banyak hambatan – hambatan yang pelru dipertimbangkan dalam

penerbitan surat teguran agar surat teguran yang diterbitkan benar – benar sampai pada wajib pajak yang dituju, yang mana tujuannya tak lain adalah agar wajib pajak tersebut segera melunasi/ membayar tunggakan pajaknya.


(4)

sudah diterimanya dengan berbagai alasan, hal ini dapat dilihat dari data – data yang ada bahwa masih banyak terdapat sisa tunggakan pajak yang belum dapat dicairkan dengan surat teguran.

4. Tujuan akhir dari penagihan bukanlah untuk menyita atau melelang barang milik penanggung pajak atau melakukan pencegahan dan penyandraan penanggung pajak tetapi dalam rangka untuk pelunasan utang pajak sehingga diberlakukan prosedur – prosedur penagihan pajak yang sedemikian rupa seperti harus terlebih dahulu diterbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak/penanggung pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak sebelum dilakukan tindakan penagihan aktif lainnya seperti penerbitan Surat Paksa, Penyitaan dan lain sebagainya, yang mana pelunasan tunggakan pajak tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian pembiayaan menuju masyarakat yang sejahtera material dan spiritual.

B. SARAN

Adapun saran – saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap wajib pajak yang masih mempunyai tunggakan pajak

diterbitkan Surat Teguran tanpa ada kecualinya dan jika tidak juga diindahkan, diteruskan dengan tindakan pengihan aktif seperti penerbitan surat paksa, pemyitaan, dan sebagainya.


(5)

2. Sebaiknya anggota masyarakat atau wajib pajak agar menyadari kepercayaan pemerintah yang diberikan yaitu mengenai system sel assessment dimana wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sebaik – baiknya. Hal ini tentunya lebih memudahkan fiskus dalam melaksanakan tugasnya.

3. Menambah jumlah tenaga kerja pada seksi penagihan agar lebih banyak tugas yang dapat dikerjakan dengan baik.

4. Dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri khususnya dari sektor pajak, hendaknya tindakan pengihan pajak lebih ditingkatkan sehingga semua tunggakan pajak yang ada dapat dicairkan guna penambahan pemerimaan dalam negeri.


(6)

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak, Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan Teori, Salemba Empat, Jakarta

Undang-undang penagihan pajak Negara dengan surat paksa ( Undang-undang No.19 Tahun 1959).

Rochmat Soemitro, Asas dan dasar perpajakan 2, Penerbit Refika, Bandung. 1998. B. Budisatyo, Perpajakan, Penerbit STIE Perbanas Jakarta, 1998.

Moelyo Hadi, Dasar-dasar penagihan pajak dengan surat paksa, Oleh Juru Sita pajak pusat dan daerah ( Berdasarkan Undang-undang No 19 Tahun 1997 ), Ed. 2, Cet. 3, Penerbit PT. Grasindo Persada, Jakarta, 1998.