Keanekaragaman Jenis Burung Status Perlindungan Jenis Burung

Bibby et al. 2000 menyatakan bahwa keanekaragaman spesies rendah terdapat pada komunitas daerah dengan lingkungan yang ekstrim seperti daerah dengan lingkungan yang ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin, terutama pada daerah bekas bakaran atau letusan gunung merapi, sedangkan keragaman yang tinggi biasanya terdapat pada lingkungan yang optimum. Keanekaragaman dan penyebaran jenis-jenis burung pada suatu kawasan dapat diketahui dengan cara mengamati sekaligus mengidentifikasi jenis-jenis burung tersebut. Selanjutnya Kar 1979 dalam Arninova 2004 menjelaskan bahwa kekayaan spesies dan struktur komunitas burung berbeda dari suatu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Sujatnika 1995 menyatakan bahwa seluruh spesies burung darat yang dalam sejarahnya memiliki luas penyebaran berbiak kurang dari 50.000 km 2 .Luas 50.000 km 2 ini kemudian digunakan dalam menetapkan spesies burung sebaran terbatas. Hal yang mendasarinya antara lain : a. Sebaran ini untuk mengetahui tempat terkonsentrasinya hidupan liar endemik yang optimal ditetapkan sebagai taman nasional atau kawasan konservasi. b. Spesies burung dengan penyebaran kurang dari luas tersebut akan mengalami ancaman yang relatif besar oleh menurunnya kualitas dan kuantitas habitat. c. Luas tersebut dipandang optimal dalam kaitannya dengan perencanaan strategi konservasi untuk pengelolaan selanjutnya. Kehadiran jenis-jenis burung pada suatu kawasan sangat penting. Menurut Mackinnon et al. 1992 selain mampu memberikan andil yang sangat besar pada proses penyebaran biji-biji vegetasi hutan, burung juga dapat menjalankan fungsinya sebagai pemasok makanan bagi sejumlah satwa permukaan pemakan buah yang tidak mampu memetiknya secara langsung dari atas pohon.

2.4. Keanekaragaman Jenis Burung

Keragaman merupakan sifat komunitas yang menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya. Menurut Krebs 1978, keanekaragaman Diversity yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi istilah kekayaan jenis Species richnes. Odum 1993 mengatakan bahwa keragaman jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan.Hilangnya vegetasi juga menyebabkan hilangnya sumber pakan bagi burung, sehingga akan berpengaruh bagi keanekaragaman burung disuatu wilayah. Keanekaragaman spesies burung berhubungan dengan keseimbangan dalam komunitas.Jika nilai keanekaragamannya tinggi, maka keseimbangan komunitasnya juga tinggi.Tetapi, jika nilai keseimbangan tinggi belum tentu menunjukkan keanekaragaman spesies dalam komunitas tersebut tinggi Firdaus et al., 2014. Hidayat 2013 menyatakan bahwa keanekaragaman jenis burung yang dapatdijadikan sebagai indikator kualitas lingkungan perlu mendapat perhatian khusus,karena kehidupannya dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, dan hayati.Odum 1994 menyatakan keberadaan jenis atau keanekaragaman spesies di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor dan mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan dan fisik.Helvoort 1981 menambahkan bahwa keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis burung.Keanekaragaman merupakan khas bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas.

2.5. Status Perlindungan Jenis Burung

Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruhkeberadaannya akibat alih guna lahan hutan, terutama pada lahan-lahanmonokultur seperti perkebunan kelapa sawit dan karet.Hilangnyapohon hutan dan tumbuhan semak, menyebabkan hilangnya tempatbersarang, berlindung dan mencari makan berbagai jenis burung. Sementara,burung memiliki peran penting dalam ekosistem antara lainsebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung juga seringkalidigemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan bulunya Ayat, 2011.Selain itu populasi burung juga memegang peranan utama dalam mempertahankankeseimbangan ekologi di dalam hutan alam di mana burung berperan sebagai penyebar biji, pemangsa serangga membantu penyerbukan danmempercepat pelapukan kayu-kayu busuk.Kesehatan hutan alam yang terus menerus banyak menguntungkan manusia termasuk perlindungan terhadap daerah aliran air sungai, pencegahan erosi dan sebagaiperlindungan sumber air terutama pada musim kemarau Humaini, 2009. Pada hampir semua habitat alaminya di hutan, burung menduduki posisi yang tinggi dalam rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan sehingga dapat mencerminkan perubahan yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah Crosby, 2004.Ada beberapa jenis burung yang memiliki kepekaan tertentu terhadap kesehatan lingkungan dalam habitatnya, salah satu diantaranya adalah sebangsa raja udang Resit et al., 1999. Perdagangan burung untuk dipelihara dalam sangkar juga sangat memprihatinkan.Suatu jaringan pengumpulan burung menyalurkan burung diduga berjumlah sampai sejuta ekor burung per tahun melalui Jakarta dan Singapura.Jenis burung yang dijual meliputi kakatua, nuri, jalak, pipit, kutilang, decut, burung kacamata, murai batu, tekukur dan ayam hutan.Burung-burung sangkar juga merupakan binatang yang popular di Indonesia dan Malaysia. Burung yang dipelihara untuk memenuhi permintaan domestik sama jumlahnya dengan yang diekspor. Beberapa jenis burung dilaporkan hampir lenyap akibat kegiatan ini, misalnya cucakrawa, jalak, murai batu, dan perkutut di Jawa.Perlu dicatat bahwa saat ini stok burung di pasar juga banyak yang diimpor dari Cina.Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sumber domestik tidak mencukupi lagi untuk memenuhi permintaan Mackinnon et al., 2010. Kategori status keterancaman mengacu kepada Redlist International Union for Conservation of Nature IUCN 2007 yang meliputi CR = Critically Endangered sangat terancam punah; EN = Endangered terancam punah; VU = Vulnerable terancam; NT = Near Threatened mendekati terancam; NE = Not Evaluated belum dievaluasi; DD = Data Deficient data kurang, sementara untuk kategori EX = Extinct punah, EW = Extinct in the Wild punah di alam dan LC Least Concern dikeluarkan tidak dicantumkan dalam daftar Sukmantoro et al., 2007.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulanFebruari sampai Maret 2015 di Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. 3.2. Deskripsi Area 3.2.1. Letak dan Luas Secara administratif kawasan penelitian terletak di Desa Telagah, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara Gambar 3.1 dan Peta pada Lampiran 1 dan masuk kedalam wilayah kerja SPTN Wilayah V Bohorok, BPTN Wilayah III Stabat.Secara geografis berada pada 03 17’33,2” LU dan 98 22’27,5” BT terletak pada ketinggian ± 1.005 mdpl dengan luas kawasan ± 13.994 hektar. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

3.3. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teropong binokuler, kameraCanon 600 D,Tele lens Canon 75-300 mm,stopwatch, kompas, alat tulis, Global Position System GPS, Pita, alat perekamOlympus LS-14, meteran dan