Kebijakan Luar Negeri Australia di Bawah Kevin Rudd dari Partai

68 Amerika Serikat merupakan dasar kebijakan keamanan dan kebijakan luar negeri kita. Akan tetapi, ini bukanlah totalitas dari kebijakan keamanan dan kebijakan luar negeri kita terjemahan penulis. Lebih lanjut menurut Hermawan 2008: 2 untuk melihat apakah ada perubahan atau perbedaan kebijakan luar negeri yang diambil dari pemimpin suatu negara adalah melihat visi dan misinya. Bhakti mengatakan bahwa pada dasarnya visi dan misi Kevin Rudd tidak berbeda dibanding pemimpin-pemimpin Australia sebelumnya ataupun pemimpin dunia lainnya yakni untuk melindungi kepentingan nasional Australia. Namun, komitmen Rudd untuk menjadikan Australia “a strong, prosperous and “outward-looking” kuat, sejahtera dan memiliki pandangan ke luar yang dikemukakannya dalam pidato kemenangan pada tahun 2007 lalu membuatnya berbeda dengan pemimpin sebelumnya yakni John Howard. Kevin Rudd menyampaikan komitmen tersebut dengan lugas dan tegas. Hal inilah yang membedakan kebijakan luar negeri Rudd dengan Howard. Seperti yang penulis telah diungkapkan pada sub bab sebelumnya bahwa kebijakan luar negeri Howard terkesan tidak jelas karena l ebih “inward looking” dan juga terkesan hanya menjaga aliansinya dengan Amerika serta mengabaikan engagement keeratan hubungan dengan Asia lihat juga Wuryandari 2001: 50- 58; Suryanarayana, 2001. Sedangkan Gyngell 2008 mengatakan bahwa Kevin Rudd tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan AS seperti Howard. Lebih jauh lagi, Gyngell mengatakan bahwa walaupun pilar pertama kebijakan luar negeri Rudd ialah aliansi dengan AS, namun kebijakan luar negeri Rudd sama halnya dengan pendahulu-pendahulunya dari Partai Buruh yanga akan memilih kedekatan dengan 69 Asia. Hal ini terlihat dengan upayanya yang meningkatkan pengajaran bahasa Asia di sekolah-sekolah Australia. Senada dengan Gyngell, Bongiorno 2007 dalam Hermawan 2008 mengatakan bahwa Kevin Rudd merupakan pemimpin Partai Buruh yang Asianis karena latar belakang pendidikannya, karirnya sebagai diplomat dan profesinya yang membuat dekat dengan Asia. Senada dengan pendapat di atas, di dalam Buletin Berita 1 Juli 2008 yang penulis kutip dari situs resmi Kedutaan Besar RI-Canberra diungkapkan bahwa kebijakan luar negeri Australia sering berubah seiring dengan perubahan pemerintahan di Canberra, hal itu bisa juga mempengaruhi hubungan Australia dengan Indonesia dan juga negara-negara tetangga di utara lainnya. Di masa pemerintahan John Howard hubungan Australia-Indonesia banyak menemui masalah seperti kasus Timor Timur tahun 1999 yang berakibat lepasnya Timor Timur dari Indonesia dan semakin memanasnya hubungan kedua negara, adanya kasus Imigran gelap pada tahun 2001 kasus Tampa, kasus Tragedi Bom bali tahu 2002 dan kasus Bom di depan Kedutaan Australia di Indonesia tahun 2004, serta kasus suaka politik 42 warga negara Papua oleh pemerintah Australia. Sedangkan, kebijakan luar negeri Australia pada masa Kevin Rudd cenderung lebih kondusif untuk membangun kerjasama dengan Indonesia dibandingkan dengan pemimpin sebelumnya John Howard. Hal tersebut tidak lain karena Rudd memiliki tiga pilar kerjasama yang jelas yang salah satunya adalah keterikatan dengan Asia. Namun, ada bebarapa kasus yang terjadi di masa pemerintahan Howard yang harus diselesaikan oleh pemerintahan Rudd yakni, masalah pemberian suaka 42 warga kasus Papua dan juga kasus terpidana mati enam 70 warga negara Australia akibat tertangkap membawa heroin 8,2 kg di Bali pada tahun 2005 dan ditetapkan hukuman mati pada tahun 2006 kasus Bali Nine. Selanjutnya, Australia di bawah pemerintahan Kevin Rudd pada tanggal 7 Februari 2008 melakukan pertukaran nota Lombok Treaty yang telah ditandatangani sebelumnya pada 13 November 2006. Hal ini merupakan tindak lanjut nyata dari Australia untuk mempererat jalinan kerjasamanya dengan Indonesia terutama terkait masalah keamanan. Pertukaran nota yang dilakukan Menlu Hassan Wirjuda dan Menlu Stephen Smith menandai bahwa Lombok Treaty ini mengikat kedua negara secara resmi lihat juga profil negara Australia dalam situs resmi Kementrian RI, 2010. Dalam melihat landmarks penting hubungan bilateral Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Kevin Rudd, penulis kembali mengambil data-data dari situs resmi Kementrian Luar Negeri RI. Landmarks penting tersebut, antara lain, pertemuan bilateral antara Presiden Yudhoyono dengan Perdana Menteri Kevin Rudd di Bali pada tanggal 11 Desember 2007 di sela-sela United Nations Conventions on Climate Change UNCCC, pertemuan tersebut menegaskan bahwa pemerintah baru di Australia tetap menjadikan Indonesia prioritas utama hubungan luar negeri Australia. Pada tanggal 12-14 Juni 2008 kembali Perdana Menteri Kevin Rudd melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Kunjungan tersebut menghasilkan, antara lain, Joint Announcement mengenai Carbon Partnership dan juga penandatanganan antara pemerintah Australia dengan pengurus besar Nahdatul Ulama mengenai “pengembangan kapasitas sekolah 71 Islam”. Bukan hanya itu, Perdana Menteri Kevin Rudd juga bersedia menjadi co- chair pada Bali Democracy Forum. Sementara itu, pada tingkat kementrian, antara tanggal 11-13 Agustus 2008 Menlu Smith melakukan kunjungan bilateral resmi pertamanya ke Indonesia. Hasil kunjungan tersebut, antara lain, adanya kerjasama pembangunan untuk Indonesia sebesar A 2,5 milyar, bantuan pemerintah Australia pada perbaikan gedung sekolah dasar di Sulawesi Selatan dan komitmen people to people contact tujuannya adalah untuk memperkokoh hubungan kedua negara lihat profil negara Australia dalam situs resmi Kementrian Republik Indonesia. Hubungan bilateral antara Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Kevin Rudd dapat dikatakan tidak menemui permasalahan yang mengakibatkan hubungan kedua negara ini memanas. Pada masa pemerintahan Rudd hubungan Australia-Indonesia didominasi oleh permasalahan Terorisme, Imigran gelap, kasus 42 warga Papua dan kasus Bali Nine. Permasalahan ini tidak serta merta membuat hubungan keduanya memburuk, bahkan adanya permasalahan ini membuat kedua negara mempererat kerjasamanya. Hal menarik yang patut diperhatikan dari beberapa kali kunjungan Rudd ke Indonesia ini ternyata bukan hanya ingin mempererat hubungan dengan Indonesia yang pada masa pemerintahan Howard, hubungan Australia-Indonesia sempat mengalami penurunan terkait beberapa kasus yang telah penulis jelaskan. Namun, kunjungan tersebut merupakan sebuah diplomasi yang dilakukan Rudd terkait masalah kasus 42 warga Papua yang mendapat suaka politik di Australia dan juga terpidana mati warga negara Australia kasus Bali Nine. Kasus yang 72 merupakan kerikil bagi hubungan kedua negara ini mendapat perhatian khusus di publik Australia di mana pemerintah Rudd dituntut untuk dapat membebaskan kesembilan warga negaranya dari hukuman mati serta memberikan secara halus status permanen bagi 42 warga Papua tersebut lihat Konstelasi edisi 6, Januari 2008. Pasca pertemuan bilateral antara Presiden Yudhoyono dan Perdana menteri Rudd tahun 2007 lalu, Mahkamah Agung menerima peninjauan kembali kasus tiga terpidana mati narkoba asal Australia yang dikenal dengan kasus Bali Nine . Peninjauan kembali kasus ini membuat para terpidana hanya dituntut dengan hukuman seumur hidup di tingkat Pengadilan Negeri dan vonis 20 tahun penjara pada tingkat banding Sutarto, Tempo Interaktif, 06 Maret 2008. Sedangkan menurut Kuncara 2010: 77-80 kemampuan Australia untuk membantu Indonesia dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan dan program- program utamanya semakin hari semakin mudah untuk dilakukan. Australia mengharapkan perkembangan ekonomi Indonesia karena hal itu dapat mempermudah dalam pembentukan jaringan antar pemerintah sekaligus kemitraan dengan Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Australia mendukung program-program yang dilakukan oleh Indonesia, salah satunya melalui “Strategi Kerjasama Pembangunan Australia-Indonesia 2008- 2013”. Program yang diumumkan oleh Perdana Menteri Kevin Rudd saat kunjungannya ke Indonesia pada 13 Juni 2008, yang bertujuan untuk menghadapi imigrasi ilegal dan penyelundupan imigran ke Australia. Imigran gelap dan penyelundupan manusia merupakan salah satu isu yang mengancam bagi kepentingan nasional Australia. 73 Permasalahan ini semakin mengancam, mengingat posisi Indonesia sebagai negara transit para imigran ilegal yang ingin ke Australia. Maka dari itu, Australia sangat mendukung program kerjasama ini. Peningkatan kerjasama antara Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Kevin Rudd sudah terlihat jelas ketika pada tahun 2007, Australia mengajak Indonesia untuk bergabung dalam inisiatif Asia Regional Trafficking in People ARTIP. ARTIP adalah program bantuan pemerintah Australia yang dikoordinasikan oleh AusAID. Bantuan yang diberikan senilai AU 21 juta, yang bertujuan untuk menghentikan penyelundupan manusia di Asia Pasifik. Lebih jauh lagi, secara garis besar hubungan bilateral Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Kevin Rudd mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Hal ini juga termasuk hubungan perdagangan Australia dengan Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun tidak dengan perdagangan Indonesia ke Australia, seperti yang tertera dalam neraca perdagangan tahun 2007-2010 berikut ini : 74 4. Tabel Neraca Perdagangan Indonesia-Australia tahun 2007-2010 dalam US ‘000 Uraian Jan-Des Jan-Des Perubahan 2009-2010 2007 2008 2009 2010 Total perdagangan 6.398.659,3 8.108.503,6 6.700.239,8 8.343.435,3 24,52 Migas 1.713.593,9 2.020.496 1.614.470,8 1.887.158,9 16,89 Non-migas 4.684.975,3 6.088.007,4 5.085.769,0 6.456.276,6 26,95 Ekspor 3.394.557,3 4.110.969,6 3.264.224,7 4.244.396,9 30,03 Migas 1.526.683 2.003.504,3 1.552.577,4 1.881.028,9 21,16 Non migas 1.867.874,3 2.107.465,3 1.711.647,3 2.363.368,1 38,08 Impor 3.004.012 3.997.534 3.346.015,1 4.092.908,5 19,30 Migas 186.910,9 16.996,9 61.893,5 6.130 -90,10 Non migas 2.817.101 3.980.542,1 3.374.121,6 4.092.908,5 21,30 Neraca perdagangan 390.545,3 113.435,6 -171.790,4 145.358,4 -184,61 Migas 1.339.772,1 1.986.512,4 1.490.683,9 1.874.898,8 25,77 Non migas -949.226,7 -1.873.076,8 -1.662.473,3 -1.729.540,2 4,03 Sumber: Kementrian Perdagangan Republik Indonesia 2010. Dari neraca perdagangan tersebut terlihat bahwa perdagangan Australia ke Indonesia semakin mengalami peningkatan. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2009 namun, pada tahun 2010 kembali meningkat. Berdasarkan data di atas terlihat semakin tahun pasar di Indonesia semakin berpotensi bagi Australia. Hal ini juga salah satu alasan mengapa Australia harus menjaga hubungan baiknya dengan Indonesia termasuk Australia di bawah pemerintahan Kevin Rudd. Dari pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia di bawah pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh mengedepankan strategi diplomasi yang halus, seperti pada kunjungan Kevin Rudd beberapa kali terkait dengan Bali Forum Democracy dan juga 75 upayanya membebaskan warga negara Australia dari hukuman mati dengan cara bernegosiasi dan menawarkan berbagai bantuan bagi Indonesia. Pendekatan kebijakan luar negeri Rudd memiliki tipe yang sama dengan pendahulunya Whitlam, Hawke dan Keating, yakni lebih bersahabat dan menekankan pendekatan yang halus. Atau dengan kata lain, kebijakan luar negeri Australia di bawah Kevin Rudd bersifat “low profile”. Diplomasi Rudd dalam memainkan kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia sangatlah baik. Perdana Menteri Rudd memilih untuk datang langsung menemui Presiden Yudhoyono untuk menyelesaikan masalah yang ada di antara kedua negara. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sikap Howard yang memilih untuk mengirim surat terkait masalah Timor Timur tahun 1999. Selanjutnya penulis menilai, jika kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia di bawah pemerintahan Howard dari Partai koalisi Liberal pada awalnya mengalami stagnasi, yang dikeranakan oleh sifat awal pemerintahan Howard yang “inward looking” dan kekurang pahaman Howard tentang konsep kebijakan luar negeri serta kurangnya empati Howard terhadap Asia membuat kebijakan luar negeri Howard menjauh terhadap Asia termasuk Indonesia dan lebih memilih untuk mendekat dengan AS. Selain itu, pasca krisis tahun 1997 yang melanda Asia dan juga Indonesia membuat Indonesia mengalami penurunan citra di mata dunia termasuk Australia sehingga Indonesia tidak memiliki posisi tawar terhadap Australia, hal ini membuat kebijakan luar negeri Australia di bawah Howard terhadap Indonesia bersifat “high profile”. 76 Berbeda dengan kebijakan luar negeri Howard yang awalnya mengalami keragu-raguan. Kebijakan luar negeri Rudd dari Partai Buruh telah memiliki arah yang jelas. Begitu pula dengan kebijakan luar negerinya terhadap Asia dan Indonesia yang lebih low profile dan menganggap Indonesia merupakan mitra penting Australia serta diplomasi yang sangat baik yang dimainkan oleh Rudd dalam menyelesaikan permasalahan dengan Indonesia semakin memperjelas perbedaan kebijakan luar negeri Australia pada masa pemerintahan John Howard dari Partai Koalisi Liberal dengan pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh. Pada dasarnya, tujuan politik luar negeri dari pemerintahan Howard dari Partai koalisi Liberal dan pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh yakni untuk melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional Australia. Terkait dengan Kepentingan nasional Australia, pada Bab II penulis telah jelaskan bahwa tidak ada perbedaan antara kepentingan nasional dari pemerintahan koalisi Liberal dengan pemerintahan Buruh, namun dalam mencapai serta meningkatkan kepentingan nasional Australia kedua pemerintahan tersebut memiliki penekanan dan pendekatan yang berbeda. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kedua pemerintahan tersebut dalam menjalankan kebijakan luar negerinya. Meskipun begitu, ada beberapa kebijakan luar negeri yang harus dipertahankan dan tidak berubah yang bersifat fundamental bagi Australia, contohnya kerjasama keamanan dengan Indonesia dalam Lombok Treaty 2006 yang terus dipertahankan oleh pemerintahan Howard dan pemerintahan Rudd. Adanya perbedaan serta perubahan gaya dalam memainkan politik luar negeri antara pemerintahan Howard dengan pemerintahan Rudd membuat 77 semakin eratnya hubungan Australia-Indonesia pada masa Rudd berkuasa, walaupun sebenarnya hubungan kedua negara pada akhir masa Howard juga sudah membaik namun, terpilihnya Kevin Rudd membawa suasana dan harapan baru bagi masa depan hubungan Australia-Indonesia yang lebih erat dan tidak mudah goyah dengna isu-isu yang akan terjadi nantinya. Semakin membaiknya hubungan Australia-Indonesia juga diungkapkan wartawati radio Australia, ABC, asal Indonesia, Dian menulis bahwa sejak Howard kalah dalam Pemilu akhir 2007 lalu, sikap para pejabat dan masyarakat Australia terhadap Indonesia sangat bersahabat. Begitu pula dengan laporan- laporan media Australia tentang Indonesia pun, dirasakannya berubah dalam arti cenderung positif Manangka 2011. Perubahan gaya kepemimpinan dari John Howard dari Partai koalisi Liberal dan Kevin Rudd dari Partai Buruh inilah yang selanjutnya pada Bab IV akan penulis bahas. 78

BAB IV ANALISA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN JOHN

HOWARD DARI PARTAI KOALISI LIBERAL DAN KEVIN RUDD DARI PARTAI BURUH DALAM KEBIJAKAN LUAR NEGERI AUSTRALIA TERHADAP INDONESIA Pada bab ini penulis akan menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan John Howard dari Partai koalisi Liberal dan juga Kevin Rudd dari Partai Buruh dalam kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia dengan menggunakan konsep kebijakan luar negeri model adaptif milik Rosenau, selain itu penulis juga mengelaborasi konsep tersebut dengan faktor-faktor internal dan eksternal dari Bhakti yang sudah penulis jelaskan pada Bab II. Pada Bab I penulis telah menjelaskan model adaptif ini melihat kebijakan luar negeri bukan hanya dipengaruhi oleh perubahan faktor eksternal dan faktor internal perubahan struktural, namun juga dipengaruhi oleh kepemimpinan leadership suatu pemerintahan. Terkait dengan pemaparan penulis mengenai faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Australia ialah perubahan konstelasi politik, ekonomi dan keamanan regional dan internasional. Pada Bab II dan Bab III telah dijelaskan bahwa pasca krisis 1997 yang melanda kawasan Asia termasuk Indonesia menyebabkan perubahan image dan posisi tawar dari pemerintah Indonesia Chauvel 2004 dalam Mar’iyah 2005. Pengaruh Indonesia di ASEAN 79 kian menurun pasca krisis tersebut dan turunnya Presiden Soeharto pada tahun 1998. Perubahan image yang dialami Indonesia membuat melemahnya hubungan Australia-Indonesia dan posisi tawar Indonesia di mata Internasional termasuk Australia yang menyebabkan Australia di bawah Howard mengambil kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan Timor Timur. Selain krisis ekonomi pada tahun 1997, perang terhadap terorisme pasca tragedi World Trade Center di AS pada September 2001 dan juga tragedi serangkaian Bom di Indonesia juga menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Australia menjadi lebih peduli terhadap Indonesia dan meningkatkan kerjasamanya dengan Indonesia. Sedangkan pada masa pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh, tidak banyak isu-isu atau masalah-masalah yang terjadi yang merubah konstelasi politik, kemanan dan ekonomi kecuali isu mengenai lingkungan dan bangkitnya Cina. Pada masa pemerintahan Kevin Rudd perkembangan konstelasi politik, keamanan dan ekonomi tidak mengalami perubahan yang drastis. Hanya ada beberapa kasus terkait dengan Indonesia yang ditinggalkan pemerinathan Howard yang pada akhirnya bisa diselesaikan dengan damai, seperti kasus Papua dan Bali Nine. Hal ini yang juga menjadi faktor mengapa kebijakan pemerintahan Kevin Rudd terhadap Indonesia semakin hari semakin erat dan membuat hubungan kedua negara bisa dikatakan stabil dan baik dari awal hingga akhir ia menjabat. Kemudian, selain faktor eksternal, faktor lain yang mempengaruhi perbedaan nuansa politik dari kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia 80 pada pemerintahan Howard dan pemerintahan Rudd ialah adanya pergantian pemerintahan di Australia yang termasuk dalam faktor internal. Pada Bab I penulis telah menjelaskan bahwa meskipun Perdana Menteri biasanya adalah orang yang berpengaruh dan memiliki kekuasaan yang lebih di antara anggota-anggota kabinet. Namun, perlu diketahui bahwa Perdana Menteri Australia bukanlah seorang Presiden yang terpilih dengan hak mereka sendiri. Perdana Menteri termasuk juga Perdana Menteri Bayangan dari oposisi adalah para pemimpin partai yang dipilih oleh anggota-anggota parlemen dari partainya. Hal ini yang menyebabkan adanya unsur ketergantungan antara Perdana Menteri dengan partai yang mengusungnya Chauvel 1992. Pergantian dari pemerintahan John Howard yang berasal Partai koalisi Liberal kepada pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh juga menjadi sebab mengapa kebijakan kedua pemerintahan dari kedua Partai ini berbeda. Pada Bab II penulis telah menjelaskan bahwa pada dasarnya kepentingan nasional dari pemerintahan koalisi Liberal dengan pemerintahan Buruh tidaklah memiliki perbedaan. Hanya saja seperti yang telah penulis jelaskan pada Bab I dan II bahwa terdapat nuansa politik di dalam mencapai kepentingan nasional Australia Bhakti 2008. Selain itu, perbedaan pilar-pilar kebijakan luar negeri pemerintahan koalisi Liberal dengan pemerintahan Buruh seperti yang telah penulis jelaskan pada Bab III, di mana pemerintahan koalisi Liberal hanya berpijak pada kedekatannya dengan AS menomorduakan negara-negara Asia. Sedangkan, pemerintahan Buruh lebih internasionalistik dengan memandang Asia penting tanpa mengabaikan perlindungan AS.