Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Pergantian pemerintahan di Australia dari Partai Buruh kepada Partai koalisi Liberal yang dipimpin oleh Perdana Menteri Menzies untuk periode 1949-1966,
mempengaruhi hubungan antara Australia dengan Indonesia pada kurun waktu tersebut. Di samping itu, situasi Perang Dingin juga membuat kebijakan luar
negeri Australia di bawah pemerintahan koalisi Liberal harus mendukung politik global Amerika Serikat pada masa tersebut, yakni membendung penyebaran
komunis containment policy. Hal ini menyebabkan Australia di bawah Pemerintahan koalisi Liberal lebih menginginkan kekuatan-kekuatan Barat ada di
Asia Pasifik. Akibatnya, pemerintah Australia saat itu mendukung Irian Barat Papua dikuasai oleh Belanda. Permasalahan tentang Papua masih sering menjadi
masalah dalam hubungan Australia-Indonesia hingga saat ini Bhakti, Wuryandari dan Muna 1997; Hamid 1999; Tewes 2004-05; Firth 2005.
Selain kebijakan pemerintah koalisi Liberal yang mendukung “containment policy
”, perubahan sikap Australia terhadap Indonesia juga disebabkan oleh posisi Indonesia dan Papua New Guinea yang merupakan benteng pertahanan dan
sekaligus titik kelemahan Australia Hamid 1999. Lebih jauh lagi, menurut Suryadinata 1998: 115 konfrontasi Indonesia-Belanda mengenai pembebasan
Papua serta konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1965, membuat Australia menaruh curiga kepada Indonesia. Sikap Australia tersebut disebabkan pada saat
itu, Partai Komunis mulai berpengaruh sehingga menyebabkan kekhawatiran Australia akan penyebaran komunis di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu,
antara tahun 1959-1965 hubungan Australia-Indonesia mengalami titik terendah
4
lihat juga Critchley 1995; Bhakti, Wuryandari dan Muna 1997; Thorton et. al 1997; Firth 2005.
Hubungan Australia-Indonesia antara tahun 1972-1988 sangat fluktuatif, di mana antara tahun itu hubungan keduanya menghadapi beberapa masalah, seperti
masalah integrasi Timor Timur ke Indonesia dan masalah pemberitaan kekayaan Presiden Soeharto oleh salah satu media cetak Australia The Sydney Morning
Herald pada 10 April 1986. Namun, masalah utama yang mengganggu hubungan
kedua negara adalah masalah integrasi Timor Timur ke Indonesia yang bukan dengan jalan damai hingga mengakibatkan terbunuhnya lima wartawan Australia
pada tahun 1975 kasus Balibo Bhakti, Wuryandari dan Muna 1997. Kebijakan luar negeri Australia mengenai permasalahan Timor Timur lebih
diwarnai oleh kebijakan dari Perdana Menteri Whitlam dari Partai Buruh 1972- 1975 yang mendukung integrasi Timor Timur ke Indonesia. Keinginan Australia
untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia pada masa itu membuat Australia tetap mendukung Indonesia. Walaupun setelah peristiwa Balibo media massa dan
publik Australia menjadi kritis terhadap Indonesia, namun Australia tidak menginginkan adanya isu-isu yang mengganggu hubungan kedua negara. Hal ini
disebabkan pada masa itu, Indonesia memiliki pengaruh kuat serta peran penting di kawasan Asia Tenggara. Indonesia saat itu dapat menjadi pintu pembuka bagi
hubungan Australia dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara bahkan negara-negara Asia lainnya. Oleh sebab itu, kebijakan Whitlam ini dipertahankan
selama masa pemerintahan koalisi Liberal Malcolm Fraser 1975-1983 dan juga
5
oleh pemerintahan Bob Hawke dari Partai Buruh 1983-1991 Coldrey 1986 dalam Hamid 1999: 423; Chega, 2005.
Dari pemaparan di atas penulis melihat bahwa hubungan Australia- Indonesia selalu mengalami pasang surut. Kebijakan masing-masing negara kerap
berubah seiring dengan perubahan pemerintahan di kedua negara. Selain itu penulis juga melihat bahwa pergantian pemerintahan di Australia, dari Partai
Buruh ke Partai koalisi Liberal memiliki pengaruh yang cukup berarti bagi hubungan bilateral Australia-Indonesia.
Naiknya Paul Keating dari Partai Buruh pada 1991 menggantikan Bob Hawke telah memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi hubungan bilateral
Australia-Indonesia. Hubungan Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Keating mengalami peningkatan dan merupakan puncak hubungan Australia
dengan Indonesia. Bahkan, Keating menganggap Indonesia merupakan negara tetangga terpenting
dan “special” bagi Australia Wuryandari 1996; Bhakti 2001. Namun, puncak keharmonisan hubungan kedua negara kian menurun setelah Paul
Keating tidak lagi menjabat sebagai perdana menteri. Pada tahun 1996, John Howard resmi menggantikkan Paul Keating setelah
partainya memenangkan pemilu. Pada masa pemerintahan Howard, hubungan Australia-Indonesia mengalami dinamika yang cukup panjang. Berbagai masalah
yang terjadi seperti kasus Timor Timur dan pemberian visa bagi warga Papua, dan perubahan penekanan dalam hubungan luar negeri Australia pada masa Howard
membuat ketegangan antara Australia-Indonesia Bhakti 2001; Thayeb 2008.
6
Kemenangan Partai Buruh pada tahun 2007 mengantarkan Kevin Rudd menggantikkan Howard yang telah berkuasa selama sebelas tahun. Pergantian
kepemimpinan dari Partai koalisi Liberal dengan Perdana Menteri John Howard 1996-2007 kepada Partai Buruh di bawah pimpinan Kevin Rudd 2007-2010
membuat penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia di bawah kepemimpinan John Howard dan
Kevin Rudd serta pengaruh gaya kepemimpinan perdana menteri dari dua partai besar yang berbeda.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia di bawah pemerintahan Howard dari Partai Liberal dan
pemerintahan Kevin Rudd dari Partai Buruh. Di dalam skripsi ini penulis memfokuskan analisa terhadap pengaruh gaya kepemimpinan perdana menteri
dari dua partai besar yang berbeda di Australia, yakni Partai Buruh dan Partai koalisi Liberal dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan luar negerinya
terhadap Indonesia tanpa mengenyampingkan pengaruh faktor-faktor lainnya.