Uji Eksperimental Optimasi Perpindahan Kalor Dan Penurunan Tekanan Pengaruh Jarak Sekat Pada Alat Penukar Kalor Selongsong Dan Tabung Dengan Susunan Tabung Belah Ketupat

(1)

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN KALOR

DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK SEKAT

PADA ALAT PENUKAR KALOR SELONGSONG DAN

TABUNG DENGAN SUSUNAN TABUNG

BELAH KETUPAT

T E S I S

Oleh

POSITRON BANGUN 027015014/MTM

PROGRAM DOKTOR DAN MAGISTER TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN KALOR

DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK SEKAT

PADA ALAT PENUKAR KALOR SELONGSONG DAN

TABUNG DENGAN SUSUNAN TABUNG

BELAH KETUPAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Mesin Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

POSITRON BANGUN 027015014/MTM

PROGRAM DOKTOR DAN MAGISTER TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : UJI EKSPERIMENTAL OPTIMASI PERPINDAHAN KALOR DAN PENURUNAN TEKANAN PENGARUH JARAK SEKAT PADA ALAT PENUKAR KALOR SELONGSONG DAN TABUNG DENGAN SUSUNAN TABUNG BELAH KETUPAT

Nama Mahasiswa : POSITRON BANGUN Nomor Pokok : 027015014/MTM

Program Studi : MAGISTER TEKNIK MESIN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA) Ketua

(Ir. Zamanhuri, MT) (Tulus B. Sitorus, ST, MT)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Eng. Ir. Indra, MT) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Pebruari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA Anggota : 1. Ir. Zamanhuri, MT

2. Tulus B. Sitorus, ST, MT 3. Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc. 4. Ir. M. Syahril Gultom, MT


(5)

ABSTRAK

Jarak sekat mempengaruhi turbulensi aliran pada sisi selongsong. Derajat aliran turbulen dapat meningkatkan perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jarak sekat terhadap perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan pada alat penukar kalor jenis selongsong dan tabung dengan susunan tabung belah ketupat. Pengujian dilakukan dengan mengalirkan air sebagai fluida panas melalui tabung pada suhu 80 oC dengan laju aliran 0,21 kg/s dan udara sebagai fluida dingin melalui selongsong pada suhu 30 o

C. Sekat yang dipergunakan adalah jenis segmen tunggal dengan pemotongan sekat (baffle cut) 24,6 %. Jarak sekat ditetapkan dalam enam variasi yaitu 32,00 mm, 38,10 mm, 47,06 mm, 53,32 mm, 61,54 mm, dan 72,72 mm dengan masing-masing jarak ditetapkan kecepatan udara yang mengalir 2,6 m/s, 3,1 m/s, 3,6 m/s, 4,1 m/s, 4,6 m/s, dan 5,1 m/s. Hasil pengukuran yang diperoleh, suhu air keluar dari tabung antara 76,6 s/d 78,0 oC, suhu udara keluar dari selongsong antara 59,7 s/d 68,6 oC, dan penurunan tekanan antara 11 s/d 55 mmH2O. Jarak sekat berpengaruh terhadap perpindahan kalor konveksi dan diperoleh laju perpindahan kalor maksimum pada jarak sekat 63,95 mm, sedangkan terhadap perpindahan kalor konveksi yang dinyatakan dalam bilangan Nusselts ternyata lebih besar pada jarak sekat 61,54 mm. Jarak sekat juga mempengaruhi penurunan tekanan dimana penurunan tekanan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil dan mencapai harga maksimum pada jarak sekat 32 mm. Formulasi bilangan Nusselts untuk perpindahan kalor konveksi yang didapat adalah Nu = 0,083 (Re)0,479, dan formulasi faktor gesek untuk penurunan tekanan yang didapat adalah f = 9,807 (Re)-0,089 (LB/Ds)2,34. Dengan ini dinyatakan bahwa jarak sekat mempengaruhi perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan. Laju perpindahan kalor maksimum terjadi pada jarak sekat 63,95 mm. Penurunan tekanan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil dan mencapai harga maksimum pada jarak sekat 32 mm.


(6)

ABSTRACT

Baffle spacing influence the flow turbulence on the shell side. The Degree of turbulent flow can increase the convection heat transfer and pressure drop. In this study conducted to determine the effect of baffle spacing on pressure drop and convection heat transfer in shell and tube heat exchangers for staggered-square tube arrangement. This investigation is done by flowing water as the hot fluid through the tube and the air as the cold fluid through the shell. The temperature of the water and air entering the heat exchangers are 80 oC and 30 oC. The mass flow rate of water is 0.21 kg/s. The baffle that is used is a segmental baffles with the baffle cut is 24.6%. Baffle spacing is specified in the six variations of 32.00 mm, 38.10 mm, 47.06 mm, 53.32 mm, 61.54 mm and 72.72 mm with each of the distance that setting of air flow velocity are 2.6 m/s, 3.1 m/s, 3.6 m/s, 4.1 m/s, 4.6 m/s, and 5.1 m/s. The results obtained the temperature of the water leaving the heat exchangers at 76.6 to 78.0 oC, and the air at 59.7 to 68.6 oC. The pressure drop across the tube banks at 11 to 55 mmH2O. Baffle spacing effect on convection heat transfer and is obtained the rate of maximum heat transfer at a baffle spacing of 63.95 mm, while on the convection heat transfer that is expressed with Nusselts numbers were higher at a baffle spacing of 61.54 mm. Baffle spacing also affects the pressure drop where the greater the pressure drop when baffle spacing of the smaller and reach a maximum value at baffle spacing of 32 mm. Formulation of Nusselts numbers for convection heat transfer obtained is Nu = 0.083 (Re) 0.479, and Formulation of friction factor for the pressure drop obtained is f = 9,807 (Re) -0.089 (L B / D s)2.34. With this stated that the baffle spacing affects pressure drop and heat transfer of convection. The rate of maximum heat transfer occurred at baffle spacing 63.95 mm. The greater the pressure drop when the smaller the baffle spacing and reach a maximum value at baffle spacing 32 mm.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas limpahan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini, untuk memenuhi sebahagian persyaratan yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penelitian tesis ini berjudul ”Uji Eksperimental Optimasi Perpindahan Kalor dan Penurunan Tekanan Pengaruh Jarak Sekat pada Alat Penukar Kalor Selongsong dan Tabung dengan Susunan Tabung Belah Ketupat”.

Penelitian ini diajukan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA dan peneliti sangat bangga dan banyak berterima kasih atas kesediaan beliau menjadi pembimbing utama dan atas kepercayaan beliau kapada peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. Walaupun beliau sangat sibuk dalam pekerjaan sehari-hari, beliau masih menyempatkan diri untuk membimbing peneliti dan mendorong terus menerus dalam menyelesaikan penelitian ini. Atas semua ini peneliti haturkan terima kasih yang tiada hingga.

Pada kesempatan ini kepada Bapak Ir. Zamanhuri, M.T., peneliti menyampai-kan rasa terima kasih atas kesediaan beliau menjadi komisi pembimbing dan dalam menyelesaikan tesis ini uluran tangan beliau setiap kali peneliti memerlukan bantuan selalu bersifat kekeluargaan.

Dan kepada Bapak Tulus B. Sitorus, ST, MT atas kesediaan beliau menjadi komisis pembimbing, pada kesempatan ini peneliti sampaikan rasa terima kasih yang


(8)

setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas jerih payah beliau membimbing peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.

Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan berkat bantuan semua pihak, maka penelitian ini dapat diselesaikan. Terima kasih peneliti sampaikan kepada Bapak Ir. Armein Arifin Siregar, selaku Direktur Politeknik Negeri Medan pada saat itu yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melamar dan mengizinkan kuliah S2 di Program Pascasarjana USU.

Kepada Bapak Ir. Zulkifli Lubis, M.I.Komp., selaku Direktur Politeknik Negeri Medan saat ini, peneliti mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dorongan beliau untuk menyelesaikan S2 ini.

Pada kesempatan ini juga peneliti mengucapkan terima kasih yang tiada hingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME, selaku mantan Ketua Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU yang telah menerima dan memberi kesempatan dan mengizinkan peneliti untuk mengikuti kuliah S2.

Kepada Bapak Dr. Eng. Ir. Indra, MT. selaku Ketua Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, pada kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terima kasih yang tiada hingga atas kesediaan beliau yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti ujian tesis.

Kepada Bapak Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri, mantan Sekretaris Program Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU, pada kesempatan ini peneliti juga mengucapkan terima kasih yang tiada hingga atas kesediaan beliau memeriksa dan mengoreksi tesis penelitian ini.


(9)

Peneliti sangat berhutang budi dan berterima kasih kepada Husin Ibrahim, Abdi Hanra Sebayang, Munawar Alfansuri Siregar dan Idham Kamil. Mereka adalah sahabat-sahabat peneliti dalam suka dan duka, yang telah memberikan dorongan, bantuan lahir dan batin dalam pekerjaan sehari-hari demi suksesnya penelitian ini.

Akhirnya, peneliti menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada isteri peneliti Anita Juniati, SE yang telah mendampingi hidup dan juga telah banyak membantu peneliti untuk menyelesaikan tesis ini dan kepada anak saya Gita Mega Putri Bangun, Ghea Novita Gabriella Bangun dan Gerhard Timotius Liasta Bangun yang ikut memberikan semangat hidup lahir dan batin.

Untuk lebih menyempurnakan isi maupun tulisan hasil penelitian tesis ini, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang berguna dari semua pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melimpahkan berkat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin

Medan, Pebruari 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Positron Bangun

NIM : 027015014

Tempat/Tgl. Lahir : Batukarang/9 Juni 1963

Alamat : Komp. Abd. Hamid Nst. F34A K. Lalang Medan Pekerjaan : Dosen Politeknik Negeri Medan

Pendidikan : SD Negeri 2 Batukarang Kabupaten Karo (1975) SMP Negeri Batukarang Kabupaten Karo (1979) SMA Negeri Pancurbatu Deli Serdang (1982) Politeknik USU Medan (1985)

S1 Teknik Mesin USU Medan (1997) Penataran/Pelatihan/Seminar yang pernah diikuti :

1. Metodologi Pengajaran, Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik, Bandung (1985-1986)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ISTILAH xiii

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Alat Penukar Kalor Selongsong dan Tabung 6

2.2. Landasan Teori 13

2.3. Kerangka Konsep Penelitian 23

3. METODE PENELITIAN 26

3.1. Tempat dan Waktu 26

3.2. Bahan dan Alat 26

3.3. Rancangan Alat Penelitian 27

3.4. Pelaksanaan Penelitian 30


(12)

3.6. Analisa Data 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32

4.1. Data Penelitian 32

4.2. Pengolahan Data 32

4.3. Koefisien Perpindahan Kalor 33

4.4. Formulasi Korelasi Bilangan Nusselts (Nu) terhadap Bilangan

Reynolds (Re) dan Bilangan Prandtl (Pr) 38

4.5. Efektivitas Alat Penukar Kalor 41

4.6. Faktor Gesek 42

4.7. Formulasi Korelasi Faktor Gesek (f) terhadap Re dan LB/Ds 46

5. KESIMPULAN DAN SARAN 49

5.1. Kesimpulan 49

5.2. Saran 50

DAFTAR KEPUSTAKAAN 51


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Speksifikasi APK selongsong dan tabung 28

Tabel 3.2 Speksifikasi Fluida 28


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 APK Selongsong dan Tabung 6

Gambar 2.2 Bentuk Susunan Tabung 8

Gambar 2.3 Sekat segmental (segmental baffle) 8

Gambar 2.4 Bentuk aliran dalam sisi selongsong 9

Gambar 2.5 Diagram Temperatur 15

Gambar 2.6 Susunan Tabung Belah Ketupat 18

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian 24

Gambar 2.8 Diagram alir penelitan 25

Gambar 3.1 Skema Setup alat uji penelitian 29

Gambar 4.1 Grafik koefisien konveksi (hu) terhadap jarak sekat 33 Gambar 4.2 Grafik bilangan Nusselts (Nuu) terhadap jarak sekat 34 Gambar 4.3 Grafik bilangan Reynolds (Re) terhadap jarak sekat 35 Gambar 4.4 Grafik bilangan Nusselts (Nuu) terhadap Reynolds (Re) 35 Gambar 4.5 Grafik laju perpindahan kalor terhadap jarak sekat 36 Gambar 4.6 Grafik regresi laju perpindahan kalor terhadap jarak sekat 37 Gambar 4.7 Grafik Nu (susunan tabung bujur sangkar dan segitiga) 40 Gambar 4.8 Grafik bilangan Nu (susunan tabung belah ketupat) 41 Gambar 4.9 Grafik Efektivitas terhadap jarak sekat 42 Gambar 4.10 Grafik Penurunan Takanan terhadap jarak sekat 43 Gambar 4.11 Grafik Faktor Gesek terhadap jarak sekat 43 Gambar 4.12 Grafik Faktor Gesek terhadap bilangan Reynolds 44


(15)

Gambar 4.13 Grafik karakteristik penurunan tekanan terhadap jarak sekat 45 Gambar 4.14 Grafik faktor gesek susunan tabung bujur sangkar dan segitiga 48 Gambar 4.15 Grafik faktor gesek susunan tabung belah ketupat 48


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian 54

Lampiran 2 Proses perhitungan dan tahapannya 55

Lampiran 3 Hasil Perhitungan bilangan Nusselts (Nu) 66 Lampiran 4 Hasil Perhitungan Faktor Gesek (f) dan Efektivitas 68 Lampiran 5 Perhitungan korelasi bilangan Nusselts (Nu) 70 Lampiran 6 Perhitungan korelasi faktor gesek (f) 78 Lampiran 7 Bagian hasil perhitungan susunan tabung bujur sangkar, segitiga,

dan belah ketupat 82

Lampiran 8 Massa molar, konstanta gas dan panas jenis gas ideal beberapa zat 83

Lampiran 9 Sifat-sifat logam padat 84

Lampiran 10 Sifat-sifat air pada cair jenuh 85

Lampiran 11 Sifat-sifat udara pada 1 atm 86

Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian 87


(17)

DAFTAR ISTILAH

Af Luas aliran udara melintas bundel tabung (m2) Ai Luas dinding dalam tabung (m2)

Ao Luas dinding luar tabung (m2) As Luas perpindahan kalor (m2) BC Potongan Sekat (baffle cut), % C1 Celah antar tabung (m)

Ca Kapasitas panas fluida panas (air) (W/K) Cmin Kapasitas panas fluida minimum (W/K) cp,a Panas jenis air (J/kg.K)

cp,u Panas jenis udara (J/kg.K)

Cu Kapasitas panas fluida dingin (udara) (W/K) De Diameter ekivalen (m)

Di Diameter dalam Tabung (m)

Dm Diameter saluran masuk/keluar selongsong (m) Do Diameter luar Tabung (m)

DOTL Diameter bundel tabung (m) Ds Diameter dalam Selongsong (m)

f Faktor gesek

g Percepatan gravitasi (m/s2)

h Beda tinggi fluida dalam manometer U (m)


(18)

hu Koefisien perpindahan panas konveksi udara (W/m2.K) ka Konduktifitas panas air (W/m.K)

ku Konduktifitas panas udara (W/m.K) kw Konduktifitas panas tabung (W/m.K) LB Jarak sekat (m)

Ls Panjang Selongsong (m)

a

m& Laju aliran air (kg/s)

u

m& Laju aliran massa udara (kg/s)

NB Jumlah sekat NT Jumlah Tabung Nuu Bilangan Nusselts udara patm Tekanan udara atmosfir (kPa)

pk Tekanan udara keluar selongsong (kPa) pm Tekanan udara masuk selongsong (kPa)

pr Tekanan udara rata-rata dalam selongsong (kPa) Pru Bilangan Prandtl udara

PT Jarak antar Tabung (m)

∆p Penurunan tekanan pada selongsong (Pa) a

Q& Kalor yang dilepaskan oleh air (W)

u

Q& Kalor yang diterima oleh udara (W)

maks

Q& Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin (W)


(19)

Rea Bilangan Reynolds air Reu Bilangan Reynolds udara

Rt Tahanan perpindahan kalor total (K/W) Tak Suhu air keluar (oC)

Tam Suhu air masuk (oC) tb Tebal Sekat (m) Tma Suhu air rata-rata (oC) Tmu Suhu udara rata-rata (oC) Ts Suhu tabung rata-rata (oC) Tsi Suhu dinding dalam tabung (oC) Tso Suhu dinding luar tabung (oC) Tuk Suhu udara keluar (oC)

Tum Suhu udara masuk (oC)

Tur Temperatur udara rata-rata dalam selongsong (oC)

lm

T

Δ Beda suhu rata-rata logaritmik (K)

U Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)

Ui Koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan Ai (W/m2.K) Uo Koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan Ao (W/m2.K) va Kecepatan air dalam tabung (m/s)

vmaks Kecepatan maksimum aliran udara (m/s) vu Laju aliran udara (m/s)


(20)

μa Viskositas dinamik air (kg/m.s) μu Viskositas dinamik udara (kg/m.s) ρa Massa jenis air (kg/m3)

u

ρ Massa jenis udara dalam selongsong (kg/m3) k

ρ Massa jenis udara pada sisi keluar selongsong (kg/m3) Subskript

a air u udara i dalam o luar


(21)

ABSTRAK

Jarak sekat mempengaruhi turbulensi aliran pada sisi selongsong. Derajat aliran turbulen dapat meningkatkan perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jarak sekat terhadap perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan pada alat penukar kalor jenis selongsong dan tabung dengan susunan tabung belah ketupat. Pengujian dilakukan dengan mengalirkan air sebagai fluida panas melalui tabung pada suhu 80 oC dengan laju aliran 0,21 kg/s dan udara sebagai fluida dingin melalui selongsong pada suhu 30 o

C. Sekat yang dipergunakan adalah jenis segmen tunggal dengan pemotongan sekat (baffle cut) 24,6 %. Jarak sekat ditetapkan dalam enam variasi yaitu 32,00 mm, 38,10 mm, 47,06 mm, 53,32 mm, 61,54 mm, dan 72,72 mm dengan masing-masing jarak ditetapkan kecepatan udara yang mengalir 2,6 m/s, 3,1 m/s, 3,6 m/s, 4,1 m/s, 4,6 m/s, dan 5,1 m/s. Hasil pengukuran yang diperoleh, suhu air keluar dari tabung antara 76,6 s/d 78,0 oC, suhu udara keluar dari selongsong antara 59,7 s/d 68,6 oC, dan penurunan tekanan antara 11 s/d 55 mmH2O. Jarak sekat berpengaruh terhadap perpindahan kalor konveksi dan diperoleh laju perpindahan kalor maksimum pada jarak sekat 63,95 mm, sedangkan terhadap perpindahan kalor konveksi yang dinyatakan dalam bilangan Nusselts ternyata lebih besar pada jarak sekat 61,54 mm. Jarak sekat juga mempengaruhi penurunan tekanan dimana penurunan tekanan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil dan mencapai harga maksimum pada jarak sekat 32 mm. Formulasi bilangan Nusselts untuk perpindahan kalor konveksi yang didapat adalah Nu = 0,083 (Re)0,479, dan formulasi faktor gesek untuk penurunan tekanan yang didapat adalah f = 9,807 (Re)-0,089 (LB/Ds)2,34. Dengan ini dinyatakan bahwa jarak sekat mempengaruhi perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan. Laju perpindahan kalor maksimum terjadi pada jarak sekat 63,95 mm. Penurunan tekanan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil dan mencapai harga maksimum pada jarak sekat 32 mm.


(22)

ABSTRACT

Baffle spacing influence the flow turbulence on the shell side. The Degree of turbulent flow can increase the convection heat transfer and pressure drop. In this study conducted to determine the effect of baffle spacing on pressure drop and convection heat transfer in shell and tube heat exchangers for staggered-square tube arrangement. This investigation is done by flowing water as the hot fluid through the tube and the air as the cold fluid through the shell. The temperature of the water and air entering the heat exchangers are 80 oC and 30 oC. The mass flow rate of water is 0.21 kg/s. The baffle that is used is a segmental baffles with the baffle cut is 24.6%. Baffle spacing is specified in the six variations of 32.00 mm, 38.10 mm, 47.06 mm, 53.32 mm, 61.54 mm and 72.72 mm with each of the distance that setting of air flow velocity are 2.6 m/s, 3.1 m/s, 3.6 m/s, 4.1 m/s, 4.6 m/s, and 5.1 m/s. The results obtained the temperature of the water leaving the heat exchangers at 76.6 to 78.0 oC, and the air at 59.7 to 68.6 oC. The pressure drop across the tube banks at 11 to 55 mmH2O. Baffle spacing effect on convection heat transfer and is obtained the rate of maximum heat transfer at a baffle spacing of 63.95 mm, while on the convection heat transfer that is expressed with Nusselts numbers were higher at a baffle spacing of 61.54 mm. Baffle spacing also affects the pressure drop where the greater the pressure drop when baffle spacing of the smaller and reach a maximum value at baffle spacing of 32 mm. Formulation of Nusselts numbers for convection heat transfer obtained is Nu = 0.083 (Re) 0.479, and Formulation of friction factor for the pressure drop obtained is f = 9,807 (Re) -0.089 (L B / D s)2.34. With this stated that the baffle spacing affects pressure drop and heat transfer of convection. The rate of maximum heat transfer occurred at baffle spacing 63.95 mm. The greater the pressure drop when the smaller the baffle spacing and reach a maximum value at baffle spacing 32 mm.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Alat penukar kalor (APK) adalah alat yang umumnya dipakai di dunia industri untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor industri adalah untuk pengeringan anti nyamuk yang dilakukan oleh PT Inti Kimiatama di kawasan Industri Medan Star Tanjung Morawa. Sebagai media pengeringan anti nyamuk digunakan udara panas yang dihasilkan dari alat penukar kalor melalui proses pemanasan dengan air panas.

Atas dasar prinsip ekonomis dan efektifitas, alat penukar kalor mengalami perkembangan baik jenis maupun ukurannya. Perkembangan ini bertujuan untuk mendapatkan koefisien perpindahan kalor dan efektivitas yang lebih tinggi. Sehingga alat penukar kalor didesain sedemikian rupa agar dapat melakukan pertukaran energi secara optimal dan lebih ekonomis, dengan meminimalkan luas permukaan dan kondisi operasi yang efektif serta konstruksi yang kokoh.

Jenis dan tipe alat penukar kalor telah banyak dikenal dan diproduksi sesuai standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacture Association). Salah satu jenis alat penukar kalor adalah selongsong dan tabung(shell and tube) yang banyak digunakan dalam industri proses. APK ini terdiri dari satu selongsong (shell) atau lebih dengan beberapa jumlah tabung (tube). Aliran fluida panas dan dingin saling melintas satu sama lain, tidak hanya satu kali tetapi dapat dibuat beberapa kali. Lintasan aliran fluida ini disebut dengan laluan (pass).


(24)

Alat penukar kalor selongsong dan tabung dilengkapi dengan beberapa sekat yang disebut dengan baffle. Selain berfungsi untuk mendukung dan menahan tabung akibat vibrasi, sekat (baffle) ini membuat aliran fluida pada sisi selongsong (shell) akan terhambat sehingga terbentuk aliran turbulen, dan fluida dingin akan lebih lama bersentuhan dengan tabung tempat fluida panas mengalir, serta membuat aliran silang melalui tabung sehingga meningkatkan koefisien perpindahan kalor.

Dalam pemakaiannya pada alat penukar kalor, umumnya sekat (baffle) dengan tipe segmental baffle dipasang tegak lurus terhadap tabung, dan arah aksial penukar kalor. Sekat (baffle) yang terpasang tegak terhadap tabung akan mengakibatkan arah aliran sebagian fluida dalam selongsong (shell) melintas tegak terhadap berkas tabung dan kondisi seperti ini akan meningkatkan derajat turbulensi. Aliran tersebut sangatlah komplek, di satu sisi dapat memberi pengaruh perpindahan kalor konveksi yang baik, tetapi di sisi lain penurunan tekanan (pressure drop) kurang baik.

Menurut Li dan Kottke [1] dalam penelitiannya pengaruh jarak sekat (baffle) terhadap penurunan tekanan dan perpindahan panas lokal menyimpulkan bahwa perubahan jarak sekat (baffle) mempengaruhi perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan. Demikian juga oleh Saffar-Avval et al. [2] dalam penelitiannya pengaruh jarak sekat (baffle) terhadap luas perpindahan panas dan penurunan tekanan, menyimpulkan bahwa jarak sekat (baffle) mempunyai pengaruh yang menentukan daya pemompaan dan luas perpindahan panas.

Kerugian tekanan dalam sisi selongsong (shell) sangat dipengaruhi oleh faktor gesek dan laju aliran fluida. Besarnya faktor gesek (f) dalam sisi selongsong (shell) yang berkorelasi langsung dengan bilangan Reynolds (Re), seperti yang dikemukakan


(25)

oleh Kern [3] bahwa kerugian tekanan adalah fungsi dari bilangan Reynolds. Korelasi yang sama juga dikemukakan oleh Janna [4] yakni kerugian tekanan dalam sisi selongsong (shell) akan bertambah dengan bertambahnya bilangan Reynolds. Kakac dkk [5] menyatakan bahwa kerugian tekanan adalah fungsi dari jumlah segmen lintasan pada bundel tabung (tube) yang terletak diantara sekat dengan sekat (Nb + 1) dan jarak lintas aliran pada setiap segmen.

Dalam penelitian ini akan diamati koefisien perpindahan kalor dan penurunan tekanan suatu APK jenis selongsong dan tabung (shell and tube) yang dipengaruhi oleh pemasangan sekat (baffle) dalam berbagai jarak. Koefisien perpindahan kalor dinyatakan dalam nilai koefisien perpindahan kalor konveksi atau dalam bilangan Nusselt dan penurunan tekanan dinyatakan dalam bentuk faktor gesek.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka pada penelitian ini akan mencari berapa jarak sekat yang sesuai sehingga didapatkan harga maksimal perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan dengan menggunakan APK jenis selongsong dan tabung dengan satu laluan selongsong (single-pass shell) dan satu laluan tabung (single-passtube), dengan susunan tabung belah ketupat (rotated square).

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalor dan penurunan tekanan pengaruh dari jarak sekat (baffle) pada suatu alat penukar kalor


(26)

jenis selongsong dan tabung (shell and tube) dengan satu laluan selongsong dan satu laluan tabung dengan susunan tabung belah ketupat.

1.3.2. Tujuan Khusus

Melalui penelitian ini akan dilakukan uji ekperimental untuk :

1. Mendapatkan harga optimal perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan pengaruh dari jarak sekat.

2. Mendapatkan bentuk formulasi korelasi empiris antara perpindahan kalor konveksi dalam bentuk bilangan Nusselt (Nu) terhadap parameter-parameter bilangan Reynolds (Re), bilangan Prandtl (Pr) dan jarak sekat.

3. Mendapatkan bentuk formulasi korelasi empiris antara penurunan tekanan dalam bentuk faktor gesek (f) terhadap parameter-parameter bilangan Reynolds dan jarak sekat (f = p Req), dimana p adalah konstanta, q adalah eksponensial.

4. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan perancangan alat penukar kalor selongsong dan tabung satu laluan selongsong dan satu laluan tabung dengan susunan tabung belah ketupat yang optimal.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menghasilkan informasi-informasi ilmiah yang memadai dan bermanfaat yang berkaitan dengan posisi pemasangan jarak sekat pada alat penukar kalor selongsong dan tabung, agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan/perancangan alat penukar kalor yang optimal.


(27)

2. Sebagai pengembangan sarana laboratorium Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Penukar Kalor Selongsong dan Tabung

Alat penukar kalor selongsong dan tabung umumnya banyak digunakan dalam industri proses, sekurang-kurangnya 60% dari semua APK yang digunakan, karena dapat di-disain untuk menjalankan lebih banyak tekanan dan temperatur seperti yang dijumpai dalam industri proses. APK ini dapat juga dikonstruksi dari bermacam-macam material. Tunggul [10] menjelaskan beberapa keuntungan APK selongsong dan tabung bahwa konstruksinya sederhana, dapat dipisah satu sama lain (tidak merupakan satu kesatuan yang utuh) sehingga pengangkutannya relatif mudah, pemakaian ruang relatif kecil, dan mudah membersihkannya.

Farel H Napitupulu [6] melakukan kajian eksperimental efektifitas alat penukar kalor selongsong dan tabung (shell and tube) sebagai pemanas air dengan memanfaatkan energi thermal gas buang motor diesel bahwa dapat mencapai efektifitas tertinggi 82,496 % untuk debit air masuk konstan 5 Liter/menit.


(29)

Tipe APK selongsong dan tabung susunan yang lazim diklasifikasikan menurut nomenklatur Tubular Exchanger Manufacturer’s Association (TEMA) of the Unated States. Salah satu tipe APK selongsong dan tabung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Alat Penukar Kalor ini mempunyai selongsong tipe E yaitu satu laluan selongsong (single-pass shell) dan satu laluan tabung (single-pass tube) serta dilengkapi dengan sekat (buffle).

Yang dimaksud dengan laluan selongsong adalah lintasan yang dilakukan oleh fluida sejak masuk kedalam selongsong melalui saluran masuk (inlet nozzle), dan melewati bagian dalam selongsong melintasi bundel tabung, kemudian keluar dari saluran buang (outlet nozzle). Apabila lintasan itu dilakukan satu kali maka disebut satu laluan selongsong (single-pass shell), kalau terjadi dua kali disebut dengan dua laluan selongsong (two-pass shell).

Untuk fluida di dalam tabung, jika fluida masuk ke dalam penukar kalor melalui bagian depan (front head) lalu mengalir ke dalam tabung dan langsung keluar dari bagian belakang (rear head), maka disebut dengan satu laluan tabung (

single-pass tube). Apabila fluida itu membelok lagi masuk ke dalam tabung, sehingga terjadi dua kali lintasan fluida dalam tabung maka disebut dua laluan tabung (two-pass tube). Biasanya jumlah laluan selongsong (pass shell) lebih sedikit atau sama dengan jumlah laluan tabung (pass tube).

Susunan tabung yang biasa digunakan adalah susunan tabung bujur sangkar (In-line square pitch), susunan tabung belah ketupat (rotated square pitch), susunan tabung segitiga (triangular pitch), dan susunan tabung layang-layang (rotated triangular pitch) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(30)

Gambar 2.2 : Bentuk Susunan Tabung

Umumnya aliran fluida dalam selongsong adalah aksial terhadap tabung atau menyilang. Untuk membuat aliran fluida dalam selongsong menjadi aliran menyilang biasanya ditambah dengan sekat. Sekat ini juga berfungsi untuk mendukung tabung dan menahan vibrasi. Bentuk sekat yang lazim adalah segmental baffle, disc and

doughnut baffle, dan orifice baffle. Tipe yang paling banyak dipergunakan adalah segmental baffle dengan pemotongan sekat (baffle cut) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Sekat segmental (segmental baffle)

Secara umum aliran dalam sisi selongsong yang menggunakan sekat sangat kompleks. E.S Gaddis [7] menganalisa bahwa aliran dalam sisi selongsong sebagian tegak lurus dan sebagian sejajar terhadap bundel tabung seperti yang ditunjukkan


(31)

pada Gambar 2.4. SH merupakan aliran utama. Selain itu celah antara tabung dengan sekat dan celah antara sekat dengan selongsong terdapat kebocoran aliran SL. Demikian juga tabung tidak dapat ditempatkan sangat dekat dengan selongsong sehingga menyebabkan terbentuknya aliran bypass SB.

Gambar 2.4 : Bentuk aliran dalam sisi selongsong

Macbeth (Taborek et al [13]) juga mengamati pengaruh kebocoran aliran pada celah antara sekat dengan selongsong dan antara sekat dengan tabung terhadap koefisien perpindahan kalor konveksi dengan menggunakan pemotongan sekat (baffle

cut) yang bervariasi antara 18,4 % sampai 37,5 % dari diameter selongsong, maka diperoleh hasil bahwa semakin besar celahnya semakin kecil koefisien perpindahan kalor konveksi.

Yilmaz M [14] meneliti pengaruh perubahan ketinggian sekat pada setiap bilangan Reynold yang berbeda. Pengamatannya dilakukan dalam saluran berpenam-pang persegi yang menggunakan sekat. Parameter ketinggian sekat merupakan variasi perbandingan antara tinggi sekat dengan tinggi saluran (C/H) dengan variasi


(32)

perbandingan 0,6 dan 1 serta sudut kemiringan sekat 30o, 45o, 60o, dan 90o. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perpindahan panas dan faktor gesekan secara signifikan tergantung pada sudut kemiringan sekat, perbandingan tinggi sekat dengan tinggi saluran dan bilangan Reynold. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa bilangan Nusselt dan faktor gesekan meningkat dengan berkurangnya rasio C/H dan kenaikan sudut sekat.

Aliran fluida yang melintas bundel tabung dalam posisi miring diamati oleh Zukauskas (Taborek et al [15]). Variasi sudut kemiringan sekat diamati dari posisi arus datang yang tegak lurus (90o) sampai kemiringan 30o. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar sudut arus fluida yang menuju bundel tabung semakin besar pula faktor koreksi terhadap sudut lintasnya. Hasil ini menunjukkan bahwa proses perpindahan kalor paling efektif terjadi jika menggunakan arus aliran yang datang tegak lurus terhadap bundel tabung.

Pemasangan sekat pada alat penukar kalor akan mempengaruhi kecepatan fluida yang melintasi luas frontalnya dan akan berakibat langsung pada koefisien perpindahan kalor. Kern [3] mengatakan adanya pemasangan sekat adalah untuk mengarahkan aliran fluida dalam selongsong menjadi melintang (cross flow) terhadap berkas tabung, dan juga menjadikan aliran tersebut lebih turbulen. Aliran turbulen dapat meningkatkan perpindahan kalor.

Dalam pengkajian eksperimental yang dilakukan oleh Li dan Kottke [1] pada penukar kalor selongsong dan tabung dengan susunan tabung berselang-seling menyimpulkan pertambahan jarak sekat dapat meningkatkan koefisien perpindahan kalor konveksi dan penurunan tekanan lebih tinggi, dari pada jarak sekat yang


(33)

pendek. Kern [3] juga menambahkan bahwa semakin banyak jumlah sekat yang digunakan atau jarak antar sekat semakin pendek maka akan menambah derajat turbulensi aliran dan juga penurunan tekanan (pressure drop).

Dilain pihak Tunggul [10] mengemukakan apabila jarak antar sekat dibuat terlalu jarang atau panjang, maka aliran fluida akan menjadi aksial sehingga tidak terdapat aliran yang melintang, sebaliknya jika jarak antar sekat dibuat terlalu sempit atau kecil, maka akan menimbulkan bocoran yang berlebihan antara sekat dengan selongsong. Kemudian Taborek [8] dan Kern [3] menyarankan bahwa jarak antar sekat dapat bervariasi antara minimum 20 % dari diameter selongsong sampai dengan maksimum sama dengan diameter selongsong. Soltan et al [16] menetapkan persa-maan korelasi untuk perhitungan jarak sekat optimum pada APK kondenser tipe E dan J sebagai berikut :

Lbc = Sm/[Lbb + Dctl (1-Dt/Ltp)]

Mukherjee [9] mengemukakan bahwa pemotongan sekat (baffle cut) yang ideal antara 20% sampai dengan 35% dari diameter selongsong. Jika pemotongan sekat diambil kurang dari 20 % dengan maksud agar koefisien perpindahan kalor konveksi pada sisi selongsong bertambah atau pemotongan diambil lebih dari 35 % dengan maksud agar kerugian tekanan berkurang, maka hasil yang diperoleh umumnya akan merugikan.

Zukauskas (Yunus A. Cengel [17]) mengusulkan rumus korelasi untuk perhitungan koefisien perpindahan kalor konveksi aliran menyilang melintas bundel tabung selang-seling (staggered) seperti berikut ini :


(34)

25 , 0 Pr Pr Pr Re Nu ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ = = s n m D D C k D h

dimana nilai konstanta C, m, dan n tergantung pada bilangan Reynolds. Persamaan ini berlaku untuk jumlah baris tabung N > 16 dan 0,7 < Pr < 500 serta 0 < ReD < 2 x 106. Bila jumlah baris tabung N < 16 maka persamaan diatas dimodifikasi dengan menga-likan faktor koreksi F.

Selain itu persamaan empiris untuk koefisien perpindahan kalor konveksi yang banyak diterapkan pada alat penukar kalor komersil, Janna [4] merumuskan sebagai berikut :

33 , 0 55 , 0 Pr Re 36 , 0 Nu =

Kemudian Sparrow [18] dalam penelitiannya mengemukakan bahwa persa-maan korelasi untuk menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi adalah :

36 , 0 63 , 0 Pr Re )] K 29 , 1 [exp( 453 , 0

Nu = −

dimana faktor K menyatakan pemotongan sekat (baffle cut).

Penurunan tekanan dalam sisi selongsong (shell) sangat dipengaruhi oleh faktor gesek dan laju aliran fluida. Besar faktor gesek (f) dalam sisi selongsong berkorelasi langsung dengan bilangan Reynolds, seperti yang dikemukakan oleh Pekdemir, at al [19] bahwa penurunan tekanan adalah fungsi dari bilangan Reynolds. Gaddis E. S dan Gnielinski V [7] merumuskan perhitungan kerugian tekanan pada sisi selongsong (shell) adalah sebagai berikut :


(35)

Demikian juga Kakac dan Liu [4] merumuskan persamaan korelasi untuk faktor gesek sebagai berikut :

f = exp (0,576 – 0,19 ln Re)

Selain itu Jegede [20] mengemukakan bentuk hubungan fungsional faktor gesek dengan bilangan Reynolds sebagai berikut :

f = 1,79 Re-0,19

Demikian juga menurut Jakob (Holman [21]), persamaan empiris untuk faktor gesek pada bundel tabung selang-seling sebagai berikut :

16 , 0 08 ,

1 Re

118 , 0 25

, 0

f −

⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪

⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

⎡ − + =

d d Sn

Menurut Sappu [11] dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien perpindahan kalor dan faktor gesek terjadi pada posisi sekat (baffle) tegak lurus terhadap tabung. Korelasi empiris koefisien perpindahan kalor dan kerugian tekanan masing-masing dinyatakan dalam hubungan fungsional yaitu :

Nu = 0,26 Re0,58 (sin θ)0,91 dan f = 4,2 Re-0,17 (sin θ)0,52

dimana, 18680 < Re < 53120 dan 45o≤θ≤ 90o

2.2 Landasan Teori

Perpindahan kalor dan kerugian tekanan yang terjadi pada alat penukar kalor selongsong dan tabung sangat bergantung pada bentuk geometri dan dimensi dari


(36)

pada tabung (tube) dan sekat (baffle), serta sifat-sifat fisik fluida dalam sisi tabung (tube) dan selongsong (shell).

Analisa perpindahan kalor dalam sisi selongsong (shell) dilakukan dengan memperhitungkan jumlah kalor yang diserap oleh fluida dalam selongsong (shell). Jumlah kalor yang diserap diasumsikan sama besar dengan jumlah kalor yang dipindahkan oleh fluida dalam tabung (tube) secara konduksi melalui dinding tabung. Analisis ini juga mengasumsikan bahwa tidak terdapat kehilangan kalor melalui dinding selongsong (shell) ke udara luar disekitarnya.

Laju perpindahan kalor yang diserap oleh fluida (udara) dalam selongsong (shell) dihitung dengan rumus :

) (

)

( so mu u p,u uk um

o

u A T T m c T T

h

Q& = − = & − (2.1)

dimana :

hu = koefisien perpindahan kalor konveksi udara (W/m2 K) Ao = luas dinding luar tabung (m2)

Tso = suhu dinding luar tabung (oC)

Tmu = (Tum+Tuk)/2 = suhu rata-rata udara (oC)

u

m& = laju aliran massa udara (kg/s)

cp,u = panas jenis udara (J/kg K)

Tuk = suhu udara keluar selongsong (oC) Tum = suhu udara masuk selongsong (oC)

Laju perpindahan kalor yang dilepaskan oleh fluida (air) dalam tabung (tube) dihitung dengan rumus :


(37)

) (

)

( ma si a p,a am ak

i

a A T T m c T T

h

Q& = − = & − (2.2) dimana :

ha = koefisien perpindahan kalor konveksi air (W/m2 K) Ai = luas dinding dalam tabung (m2)

Tsi = suhu dinding dalam tabung (oC) Tma = (Tam+Tak)/2 = suhu rata-rata air (oC)

a

m& = laju aliran massa air (kg/s)

cp,a = panas jenis air (J/kg K) Tak = suhu air keluar tabung (oC) Tam = suhu air masuk tabung (oC)

Laju perpindahan kalor menyeluruh dari fluida (air) melalui dinding tabung (tube) ke fluida (udara) dihitung dengan rumus :

t lm lm

s

R T T

A U

Q& = Δ = Δ (2.3)

dimana :

ΔTlm =bedasuhu rata-ratalogaritmik(K)


(38)

[

( )/( )

]

ln ) ( ) ( um ak uk am um ak uk am lm T T T T T T T T T − − − − − = Δ i i o o

s U A U A

A

U = =

Uo = koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan permukaan luar tabung (m2)

1 1 2 ) / ln( 1 − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = u s i o o a i o o h L k D D A h A A U π 1 1 2 ) / ln( 1 − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = u i o o T a i o h k D D D N h D D

Ui = koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan permukaan dalam tabung (m2)

1 1 2 ) / ln( 1 − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = u o i s i o i a i h A A L k D D A h U π 1 1 2 ) / ln( 1 − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = u o i i o i T

a D h

D k D D D N h ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + = u o s i o a i t h A L k D D h A R 1 2 ) / ln( 1 π

Ao = luas dinding luar tabung (m2)

s o T

o N D L

A = π

Ai = luas dinding dalam tabung (m2)

s i T

i N D L

A = π

hu = koefisien perpindahan kalor konveksi udara (W/m2 K) ha = koefisien perpindahan kalor konveksi air (W/m2 K)


(39)

k = konduktifitas panas tabung (W/m2 K) Do = diameter luar tabung (m)

Di = diameter dalam tabung (m) LS = panjang tabung (m)

NT = jumlah tabung

Koefisien perpindahan kalor konveksi fluida (air) dalam sisi tabung dapat dihitung dengan rumus :

i a i a i a a a D k D k D k Nu

h 4,36

11 48

= =

= (untuk laminar Re<2300) (2.4)

) Pr Re

(0,023 0,8a an

i a i a a a D k D k Nu

h = = (untuk turbulen Re>4000) (2.5)

dimana : ka = konduktifitas panas air (W/m2 K) n = 0,4 (untuk pemanasan)

n = 0,3 (untuk pendinginan)

Koefisien perpindahan kalor konveksi fluida (udara) dalam sisi selongsong dapat dihitung dengan rumus :

e u u u D k Nu

h = (2.6)

dimana : ku = konduktifitas panas udara (W/m2 K) De = diameter ekivalen (m)

Kern [3] menyatakan bahwa untuk pemotongan sekat (baffle cut) 25 %, maka bilangan Nusselts dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


(40)

14 , 0 , 3 / 1 55 ,

0 (Pr )

) Re ( 36 , 0 ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ = s u u u u u Nu

μμ (2.7)

dimana : μu = viskositas dinamik udara (kg/m.s)

μu,s = viskositas dinamik udara pada suhu dinding (kg/m.s)

u u u p u k c μ Pr = ,

u f e u u e maks u u A D m D V μ μ ρ

Re = = &

Af = luas aliran silang (m2) De = diameter ekivalen (m)

Untuk alat penukar kalor selongsong dan tabung dengan susunan tabung belah ketupat (rotated square) maka definisi luas aliran dan diameter ekivalen adalah sebagai berikut :

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ +

= T o

T o OTL OTL s B

f P D

P D D D D L A 707 ,

0 (2.8)

PT P1 P T C1 Do


(41)

basah keliling aliran luas x 4 = e D o o T e D D P D 4

4 2 2

π π ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= (2.9)

C1 = PT - Do (celah antar tabung dalam meter) dimana : Ds = diameter selongsong (m)

DOTL = diameter bundel tabung (m) LB = jarak sekat (m)

PT = jarak antar tabung (tube pitch) (m) Do = diameter luar tabung (m)

Efektivitas Alat Penukar Kalor

Efektivitas suatu alat penukar kalor merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mendisain alat penukar kalor. Hal ini disebabkan karena parameter efektifitas tersebut merupakan suatu gambaran unjuk kerja sebuah alat penukar kalor. Efektivitas alat penukar kalor (heat-exchanger effectiveness) dapat didefinisikan sebagai berikut :

mungkin yang maksimum kalor n perpindaha laju aktual kalor n perpindaha laju = = maks Q Q & &

ε (2.10)

Laju perpindahan kalor aktual dalam alat penukar kalor dapat ditentukan dari balans energi dari pada fluida panas atau dingin sebagai berikut :

) (

)

( co ci h hi ho

c T T C T T

C


(42)

dimana : dingin fluida panas kapasitas laju =

= c pc

c m c

C & panas fluida panas kapasitas laju =

= h ph

h m c

C &

(kg/s)m&c =laju aliran massafluidadingin (kg/s)m&h =laju aliran massafluidapanas

Tci = suhu masuk fluida dingin (oC) Tco = suhu keluar fluida dingin (oC) Thi = suhu masuk fluida panas (oC) Tho = suhu keluar fluida panas (oC)

Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin dalam alat penukar kalor adalah berdasarkan perbedaan temperatur maksimum dan laju kapasitas panas yang minimum, yaitu :

) ( hi ci min

maks C T T

Q& = − (2.12)

dimana, Cmin adalah yang lebih kecil dari Ch dan Cc.

Selain itu dengan mensubstitusi persamaan 2.11 dan 2.12 ke persamaan 2.10 maka efektivitas dapat dinyatakan sebagai berikut :

) ( ) ( ) ( ) ( ci hi min ci co c ci hi min ho hi h T T C T T C T T C T T C − − = − − =

ε (2.13)

bila Ch adalah Cmin maka :

) ( ) ( ci hi ho hi T T T T − − =

ε (2.14)

dan bila Cc adalah Cmin maka :

) ( ) ( ci hi ci co T T T T −− =


(43)

Apabila efektivitas dari alat penukar kalor diketahui, maka laju perpindahan kalor aktual dapat ditentukan sebagai berikut :

) ( hi ci min

maks C T T

Q

Q& =ε & =ε − (2.16)

Penurunan Tekanan (pressure drop)

Penurunan tekanan merupakan suatu kerugian tekanan antara sisi masuk dan keluar dari bundel tabung yang terjadi pada aliran dalam sisi selongsong (shell). Penurunan tekanan ini dipengaruhi oleh bentuk geometri dari tabung dan sifat-sifat aliran fluida melalui bundel tabung.

Yunus A. Cengel [17] dalam bukunya menyatakan penurunan tekanan dalam bundel tabung sebagai berikut :

2

2 maks L

V f N

P= χ ρ

Δ (2.17)

dimana :

∆P = penurunan tekanan (Pa) gesek

faktor

=

f

χ =faktor koreksi 1

=

χ untuk susunan tabung bujur sangkar dan segitiga NL = jumlah baris tabung


(44)

Selain itu Hewitt at al [22] dalam bukunya menyatakan penurunan tekanan dalam berkas tabung sebagai berikut :

(

)

2

2 maks f r a V K n K

p= + ρ

Δ (2.18)

dimana :

Ka = konstanta

nr = jumlah baris tabung

Kf = parameter yang tergantung Re, Vmaks dan bentuk geometri

Demikian juga Kern [3] menyatakan penurunan tekanan aliran fluida dalam sisi selongsong adalah sebagai berikut :

2 2 14 , 0 2 ) / ( ) 1 ( 4 f e s s w B s A m D D N f p ρ μ μ & + =

Δ (2.19)

dimana : Ds = diameter selongsong (m)

=

f faktor gesek

NB = jumlah sekat =

m& laju aliran massa fluida dalam selongsong (kg/s)

= f

A luas aliran silang (m2)

Sidik Kakac dkk [5], menyatakan bahwa penurunan tekanan adalah fungsi dari jumlah segmen lintasan pada bundel tabung yang terletak diantara sekat dengan


(45)

sekat (NB + 1) dan jarak lintas aliran pada setiap segmen sehingga penurunan tekanan dapat dihitung dari persamaan :

2 )

1 (

2 s s e s B

V D D N

f

p= + ρ

Δ (2.20)

dimana : ∆p = penurunan tekanan (Pa) De = diameter ekivalen (m) Vs = kecepatan aliran fluida (m/s)

ρs = massa jenis fluida (kg/m3)

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam suatu penelitian dipengaruhi oleh variabel-variabel penelitian itu sendiri. Kerangka konsep penelitian diperlihatkan pada Gambar 2.7 dan diagram alir/urutan penelitian pada Gambar 2.8.


(46)

(47)

(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Heat Transfer Jurusan Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilaksanakan selama sepuluh bulan mulai dari persetujuan yang diberikan oleh komisi pembimbing, yang meliputi penulisan proposal, kolokium, pembuatan alat uji, pengambilan data, pengolahan data hingga seminar/ujian tesis.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan (material) dan peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Pipa tembaga diameter luar 12,7 mm digunakan sebagai bahan tabung. 2. Bahan stainless steel diameter dalam 132 mm sebagai bahan selongsong. 3. Pelat aluminium tebal 2,6 mm sebagai bahan sekat.

4. Klem sebagai pengikat sekat dengan bundel tabung. 5. Bahan stainless steel sebagai header.

6. Bahan stainless steel sebagai sekat antara header dan selongsong. 7. Packing tahan panas tebal 2 mm.

8. Lem silicon sebagai bahan untuk mencegah kebocoran.

9. Manometer air pipa U untuk mengukur tekanan masuk dan perbedaan tekanan dalam selongsong.


(49)

10.Termo Resistance PT 100 ohm, untuk mengukur temperatur. 11.Kabel termokopel.

12.Termometer air raksa standar skala 0 – 110 oC sebagai pembanding dalam kalibrasi alat ukur temperatur.

13.Omega digital temperatur sebagai petunjuk skala temperatur. 14.Katup, pipa, elbow dan sambungan pipa.

15.Udara, sebagai media fluida dingin yang dialirkan melalui sisi selongsong. 16.Air, sebagai media fluida panas yang dialirkan melalui sisi tabung.

17.Blower, untuk menghembuskan udara dari atmosfir ke dalam alat uji. 18.Katup bypass, untuk mengatur kapasitas aliran udara menuju alat uji. 19.Anemometer, untuk mengukur kecepatan udara menuju alat uji.

20.Tangki air, untuk menampung kembali air yang sudah dipakai dalam alat uji. 21.Pompa sirkulasi, untuk mengalirkan air dari tangki penampungan ke tangki

pemanas.

22.Tangki pemanas, tempat untuk memanaskan air.

23.Heater, alat pemanas yang dicelup ke dalam air pada tangki pemanas. 24.Flowmeter air, untuk mengukur laju aliran air panas menuju alat uji. 25.Katup kontrol, untuk mengatur laju aliran air menuju alat uji.

26.Termostat.

3.3 Rancangan Alat Penelitian

Alat Penukar Kalor selongsong dan tabung yang dipergunakan dalam penelitian ini mempunyai selongsong tipe E yaitu satu laluan selongsong (single-pass


(50)

shell) dan satu laluan tabung (single-pass tube) serta dilengkapi dengan sekat (buffle), dengan spesifikasi (dimensi utama) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Fluida yang dipergunakan dalam tabung adalah air sebagai fluida panas dan fluida dalam selongsong adalah udara sebagai fluida dingin dengan parameter yang ditetapkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2. Parameter yang divariasikan dalam penelitian ini adalah jarak sekat dan laju aliran udara memasuki selongsong dengan harga seperti yang ditunjukkan pada Table 3.3.

Tabel 3.1 : Speksifikasi APK selongsong dan tabung

Parameter Spesifikasi Diameter dalam selongsong, (Ds) 132 mm

Panjang selongsong, (Ls) 800 mm Diameter sisi masuk/keluar, (Dm) 23,7 mm

Diameter luar tabung, (Do) 12,7 mm Diameter dalam tabung, (Di) 10,9 mm

Panjang tabung 820 mm

Susunan tabung Belah Ketupat (Rotated square) Jarak antar tabung, (PT) 17 mm

Jumlah tabung, (NT) 37

Jenis sekat Segmen tunggal

Potongan sekat (Baffle cut), (BC) 24,6 %

Tebal sekat,(tb) 2,6 mm

Tabel 3.2 : Speksifikasi Fluida

Parameter Spesifikasi Fluida dalam Tabung Air, sebagai fluida panas

Fluida dalam Selongsong Udara, sebagai fluida dingin Laju aliran air, (m&a) 0,21 kg/s

Suhu air masuk, (Tam) 80 oC Suhu udara masuk, (Tum) 30 oC


(51)

Tabel 3.3 : Jarak sekat dan Laju aliran udara

Jar.Sekat Jumlah vu

(mm) Sekat (m/s)

32,00 24 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

38,10 20 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

47,06 16 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

53,32 14 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

61,54 12 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

72,72 10 2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

Susunan komponen peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini, yang merupakan Setup alat uji ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.


(52)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian ada beberapa hal persiapan penelitian yang dilakukan antara lain :

1. Kalibrasi termokopel, yaitu menyesuaikan termokopel dengan alat ukur standar.

2. Mengatur jarak sekat sesuai dengan yang sudah ditentukan.

3. Alat dan bahan penelitian dirangkai sedemikian rupa sehingga siap untuk dipergunakan. Termokopel dipasang pada titik yang telah direncanakan dan dihubungkan dengan alat penunjuk suhu, demikian juga pemasangan alat ukur tekanan, flow meter dan katup sebagai pengatur aliran.

3.4.2 Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan setelah persiapan penelitian. Adapun pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai berikut :

1. Panaskan air dalam tangki pemanas dengan menghidupkan heater. 2. Buka katup kontrol agar air mengalir ke dalam alat penukar kalor.

3. Aktifkan pompa sirkulasi untuk mengalirkan air kembali ke tangki pemanas dari tangki penampungan.

4. Setelah temperatur air yang memasuki APK mencapai suhu pengujian 80 oC, laju aliran diatur pada katup kontrol dengan memperhatikan flowmeter air. 5. Kemudian blower diaktifkan, dan secara perlahan-lahan katup bypass dibuka


(53)

6. Setelah besaran-besaran dari penunjukan alat ukur menjadi stabil, maka pencatatan besaran-besaran tersebut dapat dilakukan dan hasilnya diambil sebagai data pengamatan penelitian.

7. Setiap kali pengamatan dilakukan, laju aliran air dibuat konstan dengan enam variasi kecepatan udara (2,6; 3,1; 3,6; 4,1; 4,6; 5,1 m/s) untuk setiap jarak sekat masing-masing 32,00; 38,10; 47,06; 53,32; 61,54; 72,72 mm.

3.5 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang dibutuhkan adalah : 1. Jarak sekat (baffle).

2. Temperatur air masuk dan keluar. 3. Temperatur udara masuk dan keluar. 4. Laju aliran udara di sisi selongsong. 5. Laju aliran air panas di sisi tabung. 6. Penurunan tekanan pada sisi selongsong.

3.6 Analisa Data

Dengan menggunakan persamaan-persamaan yang diberikan dalam Tinjauan Pustaka, data hasil pengujian digunakan untuk menghitung laju perpindahan kalor, koefsien perpindahan kalor konveksi, bilangan Reynolds, bilangan Nusselts, efektivitas, dan faktor gesek.


(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Dari pengujian dan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh data hasil penelitian. Data yang diambil dari penelitian ini adalah temperatur air masuk dan air keluar tabung, temperatur udara masuk dan udara keluar selongsong, perbedaan tekanan udara masuk dan keluar selongsong, serta kecepatan udara masuk selongsong. Temperatur masing-masing diukur dengan menggunakan empat buah termokopel (lihat Gambar 3.1 skema alat pengujian) dan perbedaan tekanan diukur dengan menggunakan manometer U. Data hasil penelitian ini ditunjukkan pada lampiran 1.

4.2 Pengolahan Data

Data hasil penelitian kemudian diolah dengan menggunakan persamaan-persamaan atau rumus seperti yang tercantum pada landasan teori. Berdasarkan data hasil penelitian ini dihitung parameter-parameter seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 yaitu laju aliran massa udara, laju perpindahan kalor, koefisien perpindahan kalor konveksi, harga bilangan Reynolds, bilangan Nusselts, efektifitas alat penukar kalor, dan faktor gesek pada sisi selongsong. Hasil tersebut kemudian ditabelkan seperti yang ditunjukkan pada lampiran 3 dan 4 kemudian diplot dalam bentuk grafik. Hasilnya dalam bentuk grafik serta pembahasannya diuraikan dalam sub-bab berikut ini.


(55)

4.3 Koefisien Perpindahan Kalor

Dalam penelitan ini koefisien perpindahan kalor dapat dinyatakan sebagai nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h), yang dinyatakan juga sebagai bilangan Nusselts (Nu). Dari gambar 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap koefisien perpindahan kalor konveksi dan bilangan Nusselts. Demikian juga pertambahan laju aliran udara dapat meningkatkan koefisien perpindahan kalor konveksi dan bilangan Nusselts. Diperoleh koefisien perpindahan kalor konveksi dan bilangan Nusselts terbesar terjadi pada jarak sekat 61,54 mm pada setiap laju aliran udara. Pengaruh ini terjadi akibat bertambahnya efek turbulensi aliran udara dalam sisi selongsong yang diikuti oleh kenaikan koefisien perpindahan kalor konveksi dan bilangan Nusselts (Nu).

2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

hu


(56)

2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

Nuu

Gambar 4.2 : Grafik bilangan Nusselts (Nuu) terhadap jarak sekat

Dari gambar 4.3 terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap bilangan Reynolds, dimana semakin kecil jarak sekat maka nilai bilangan Reynolds semakin besar. Demikian juga pertambahan laju aliran udara dapat meningkatkan harga bilangan Reynolds. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya turbulensi aliran dalam sisi selongsong. Nilai yang paling besar diperoleh pada jarak sekat 32 mm untuk setiap laju aliran udara. Dari gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada setiap laju aliran udara, perubahan bilangan Reynolds (Re) dapat mempengaruhi harga bilangan Nusselts (Nu) yang tentunya diikuti oleh koefisien perpindahan kalor konveksi. Diperoleh nilai bilangan Nusselts (Nu) yang terbesar terjadi pada jarak sekat 61,54 mm untuk masing-masing laju aliran udara, hal ini juga disebabkan oleh bertambahnya efek turbulensi aliran dalam sisi selongsong.


(57)

2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Jarak sekat (mm) Reu

Gambar 4.3 : Grafik bilangan Reynolds (Re) terhadap jarak sekat

2,6 3,1

3,6 4,1

4,6 5,1

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5

500 1000 1500 2000 2500 3000

Reu

Nuu


(58)

Laju perpindahan kalor untuk masing-masing laju aliran udara adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perubahan jarak sekat memberikan pengaruh terhadap laju perpindahan kalor, demikian juga pertambahan laju aliran udara dapat meningkatkan laju perpindahan kalor. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya turbulensi aliran dalam sisi selongsong.

2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

60 80 100 120 140 160 180 200

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

Qu

Gambar 4.5 : Grafik laju perpindahan kalor terhadap jarak sekat

Pengaruh jarak sekat (LB) terhadap laju perpindahan kalor (Qu) hubungan fungsionalnya dinyatakan dengan persamaan korelasi sebagai berikut :

Qu = a + b LB + c (LB)2 + d (LB)3

Persamaan tersebut diatas merupakan model regresi nonlinier parabola kubik dengan empat buah konstanta regresi yaitu a, b, c, dan d. Untuk menentukan konstanta-konstanta tersebut dihitung berdasarkan data hasil penelitian, dan regresi


(59)

dari hubungan fungsional persamaan korelasi tersebut diatas menghasilkan konstanta-konstanta sebagai berikut :

a = 617,5706766 b = -29,54493926 c = 0,562162872 d = -0,003452257

sehingga persamaan korelasi empiris Qu adalah :

Qu = 617,571 - 29,545 LB + 0,562 (LB)2 - 0,0035 (LB)3 untuk : 32,00 ≤ LB≤ 72,72 [mm]

60 80 100 120 140 160 180

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

Qu

Gambar 4.6 : Grafik regresi laju perpindahan kalor terhadap jarak sekat

Persamaan korelasi tersebut diatas ditunjukkan dalam grafik regresi seperti pada gambar 4.6. Dari grafik regresi tersebut terlihat bahwa letak titik-titik dalam diagram pencarnya sangat dekat dengan grafik regresi.


(60)

Laju perpindahan kalor maksimum dapat ditentukan sebagai berikut : Qu = 617,571 - 29,545 LB + 0,562 (LB)2 - 0,0035 (LB)3

2

0105 , 0 124 , 1 545 ,

29 B B

B u

L L

dL dQ

− +

− =

dimana, =0

B u dL dQ

maka, 0 29,545 1,124 0,0105 2 B

B L

L

+ −

=

dan dari persamaan diatas diperoleh LB = 63,95307

Sehingga dapat dinyatakan bahwa laju perpindahan kalor maksimum terjadi pada jarak sekat 63,95 [mm].

4.4 Formulasi Korelasi Bilangan Nusselts (Nu) terhadap Bilangan Reynolds (Re) dan Bilangan Prandtl (Pr)

Korelasi koefisien perpindahan kalor konveksi (h) yang dinyatakan dalam bilangan Nusselts dari alat penukar kalor selongsong dan tabung dengan pemasangan sekat dipengaruhi oleh besaran-besaran fisik dari variabel-variabel seperti diameter selongsong (Ds) dan besaran-besaran sifat-sifat fluida seperti konduktivitas termal (k), massa jenis (ρ), viskositas dinamik (μ), kalor jenis (cp) dan kecepatan aliran (v). Data hasil perhitungan disajikan dalam bentuk bilangan tak berdimensi yaitu Nu, Re dan Pr yang menurut hubungan fungsionalnya diperoleh korelasi :

Nu = f (Re. Pr) (4.1) Karena dalam penelitian ini fluida yang digunakan hanya udara, maka nilai bilangan Prandtl (Pr) udara yang diakibatkan oleh perubahan temperatur sangat kecil,


(61)

sehingga pengaruh bilangan Prandtl (Pr) terhadap bilangan Nusselt kurang signifikan (Kreith, [25]), sehingga bilangan Prandtl dalam korelasi ini dapat diabaikan.

Nu = C Rem (4.2) Dari data hasil perhitungan sesuai dengan rumusan pada landasan teori, maka diperoleh kelompok-kelompok nilai Nu dan Re. Bentuk regresi linier sederhana untuk hubungan fungsional persamaan korelasi tersebut diatas dapat diperoleh dalam bentuk persamaan logaritma yaitu :

Log Nu = log C + m log Re (4.3) atau : Y = ao + a1 X1 (4.4) Persamaan tersebut diatas merupakan bentuk persamaan regresi linier sederhana dengan dua buah konstanta regresi yaitu ao, dan a1. Untuk menentukan konstanta tersebut perhitungannya ditunjukkan pada lampiran 5, dan regresi linier sederhana dari hubungan fungsional persamaan tersebut diatas menghasilkan konstanta-konstanta sebagai berikut :

ao = log C = -1,08326 (intercept) C = 0,082555 ; a1 = m = 0,479029 sehingga persamaan korelasi empiris Nu adalah :

Nu = 0,083 (Re)0,479

untuk : 588,344 ≤ Re ≤ 2661,519 dan 0,22 ≤ LB/Ds≤ 0,53

Derajat hubungan variabel Re dan Nu antara data pengamatan (hasil perhitungan) dengan garis regresi (persamaan korelasi) ditentukan oleh harga koefisien determinasi. Dari lampiran 5 harga koefisien determinasi diperoleh sebesar 35,36 % yang artinya bahwa 35,36 % titik-titik diagram pencar (data pengamatan)


(62)

letaknya dekat dengan garis regresi, atau 35,36 % dari ketidakpastian yang semula telah diterangkan oleh model regresi tersebut. Bila faktor LB/Ds dikorelasikan dengan bilangan Nusselts maka harga koefisien determinasi menjadi 86,05 % dan persamaan korelasi empiris Nu-nya adalah : Nu = 0,00153 (Re) 1,21 (LB/Ds) 1,16 .

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Husin Ibrahim dengan susunan tabung bujur sangkar diperoleh formulasi korelasi bilangan Nusselts (Nu) terhadap bilangan Reynolds (Re) : Nu = 0,0253 (Re)0,764 (untuk 10136 < Re < 38944) dan oleh Munawar A.S susunan segitiga : Nu = 0,1662 (Re)0,5747 (untuk 12842<Re<49574).

Kedua formulasi diatas dan formulasi penelitian ini untuk laju aliran udara 5,1 m/s ditunjukkan masing-masing pada gambar 4.7 dan 4.8. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap bilangan Nusselts (Nu) dengan karakteristik yang sama yaitu semakin kecil jarak sekat maka semakin besar harga Nu.

2 1

45,0 55,0 65,0 75,0 85,0

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

Nuu

1. Bujur Sangkar 2. Segitiga


(63)

2,00 2,50 3,00 3,50 4,00

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

Nuu

Gambar 4.8 : Grafik bilangan Nu (susunan tabung belah ketupat)

4.5 Efektivitas Alat Penukar Kalor

Efektivitas alat penukar kalor adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.9. Dari gambar tersebut terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap efektivitas alat penukar kalor dimana semakin kecil jarak sekat dapat meningkatkan harga efektivitas alat penukar kalor. Pada setiap variasi jarak sekat dengan bertambahnya laju aliran udara juga meningkatkan efektivitas alat penukar kalor. Dari gambar tersebut terlihat nyata bahwa efektivitas alat penukar kalor yang terbesar terjadi pada jarak sekat 32 mm yaitu sebesar 75,8 % pada laju aliran udara 5,1 m/s. Peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya efek turbulensi aliran udara didalam sisi selongsong yang kemudian diikuti oleh kenaikan laju perpindahan kalor. Oleh karena itu dinyatakan bahwa jarak sekat mempengaruhi efektivitas alat penukar kalor dan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil serta nilai terbesar diperoleh pada jarak sekat 32 mm.


(64)

55 60 65 70 75 80

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Jarak sekat (mm)

ε

v = 2,6 m/s v = 3,1 m/s v = 3,6 m/s v = 4,1 m/s v = 4,6 m/s v = 5,1 m/s

vu = 2,6 m/s

vu = 3,1 m/s

vu = 3,6 m/s

vu = 4,1 m/s

vu = 4,6 m/s

vu = 5,1 m/s

Gambar 4.9 : Grafik Efektivitas terhadap jarak sekat

4.6 Faktor Gesek

Penurunan tekanan (∆p) yang dialami oleh aliran udara dalam sisi selongsong merupakan suatu kerugian tekanan. Penurunan tekanan (∆p) yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dinyatakan dengan nilai faktor gesek (f). Dari gambar 4.10 dan 4.11 terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap penurunan tekanan dan faktor gesek, yang mana perubahan variasi jarak sekat dapat meningkatkan penurunan tekanan dan faktor gesek. Pada setiap variasi jarak sekat dengan bertambahnya laju aliran udara maka dapat juga meningkatkan penurunan tekanan dan faktor gesek. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya turbulensi aliran udara dalam sisi selongsong. Diperoleh penurunan tekanan terkecil dan faktor gesek terbesar terjadi pada jarak sekat 72,72 mm pada setiap laju aliran udara, hal ini terjadi akibat berkurangnya efek turbulensi aliran dalam sisi selongsong.


(65)

2,6 3,1 3,6 4,1 4,6 5,1

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

∆p

Gambar 4.10 : Grafik penurunan tekanan terhadap jarak sekat

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Jarak sekat (mm)

f

v = 2,6 m/s v = 3,1 m/s v = 3,6 m/s v = 4,1 m/s v = 4,6 m/s v = 5,1 m/s

vu = 2,6 m/s vu= 3,1 m/s vu = 3,6 m/s

vu = 4,1 m/s vu= 4,6 m/s vu = 5,1 m/s Gambar 4.11 : Grafik Faktor Gesek terhadap jarak sekat


(66)

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin kecil jarak sekat dan semakin besar laju aliran maka dapat meningkatkan bilangan Reynolds. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa bilangan Reynolds memberikan pengaruh terhadap faktor gesek, yang mana pertambahan bilangan Reynolds dapat mengurangi faktor gesek (pembanding, aliran laminar dalam tabung f = 64/Re) sehingga meningkatkan penurunan tekanan. Demikian juga dari gambar 4.11 menunjukkan bahwa semakin kecil jarak sekat dapat mengurangi faktor gesek. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya turbulensi aliran udara dalam sisi selongsong akibat dari perubahan geometris susunan sekat yang menyebabkan perubahan kecepatan aliran udara dalam sisi selongsong dari satu jarak sekat ke jarak sekat yang lainnya.

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

500 1000 1500 2000 2500 3000

Reu

f

v = 2,6 m/s v = 3,1 m/s v = 3,6 m/s v = 4,1 m/s v = 4,6 m/s v = 5,1 m/s

vu = 2,6 m/s vu = 3,1 m/s vu = 3,6 m/s

vu = 4,6 m/s vu = 5,1 m/s

vu = 4,1 m/s


(67)

Penurunan tekanan untuk setiap laju aliran udara seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.10, bila dinyatakan dalam bentuk rata-rata penurunan tekanan, yang merupakan karakteristik penurunan tekanan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 4.13. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap penurunan tekanan, dimana semakin kecil jarak sekat maka harga penurunan tekanan semakin besar. Demikian juga pertambahan laju aliran udara dapat meningkatkan harga penurunan tekanan. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya turbulensi aliran dalam sisi selongsong. Nilai terbesar diperoleh pada jarak sekat 32 mm untuk setiap laju aliran udara. Oleh karena itu dinyatakan bahwa jarak sekat mempengaruhi penurunan tekanan dan semakin besar bila jarak sekat semakin kecil serta nilai terbesar diperoleh pada jarak sekat 32 mm.

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 Jarak sekat (mm)

∆p


(68)

4.7 Formulasi Korelasi Faktor Gesek (f) terhadap Re dan LB/Ds

Faktor gesek (f) yang merupakan fungsi dari bilangan Reynolds (Re) dan juga dipengaruhi oleh jarak antar sekat dan diameter selongsong, korelasi fungsionalnya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

f = p (Re)q (LB/Ds)r (4.5) dimana p, q, dan r adalah konstanta. Dengan menggunakan rumusan pada landasan teori, dilakukan pengolahan data penelitian untuk memperoleh harga f, Re, dan LB/Ds (lampiran 4). Berdasarkan harga tersebut hubungan fungsional persamaan korelasi tersebut diselesaikan dengan regresi linier ganda.

Persamaan korelasi tersebut diatas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan logaritma yaitu :

Log f = Log p + q Log Re + r Log (LB/Ds) (4.6) atau Y = ao + a1 X1 + a2 X2 (4.7) dimana ao, a1, dan a2 adalah konstanta regresi. Untuk menentukan konstanta tersebut perhitungannya ditunjukkan pada lampiran 6, dan regresi linier ganda dari hubungan fungsional persamaan tersebut diatas menghasilkan konstanta-konstanta dengan nilai sebagai berikut :

ao = Log p = 0,991519 (intercept) p = 100,991519 = 9,806603

a1 = q = -0,08893 a2 = r = 2,337516


(69)

sehingga persamaan korelasi empiris faktor gesek (f ) adalah : f = 9,807 (Re)-0,089 (LB/Ds)2,34

untuk : 588,344 ≤ Re ≤ 2661,519 dan 0,22 ≤ LB/Ds≤ 0,53

Derajat hubungan antara variabel Re, LB/Ds, f berdasarkan data pengamatan (hasil perhitungan) dengan garis regresi (persamaan korelasi) ditentukan oleh harga koefisien determinasi. Dari lampiran 6 harga koefisien determinasi diperoleh sebesar 97,5 % yang artinya bahwa 97,5 % titik-titik diagram pencar (data pengamatan) letaknya dekat dengan garis regresi, atau 97,5 % dari ketidakpastian yang semula telah diterangkan oleh model regresi tersebut.

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Husin Ibrahim dengan susunan tabung bujur sangkar diperoleh formulasi korelasi faktor gesek (f) terhadap bilangan Reynold (Re) dan LB/Ds : f = 2,636 (Re)-0,214 (LB/Ds)0,214 (untuk 10136 < Re < 38944 dan 0,27 ≤ LB/Ds≤ 0,54) dan oleh Munawar A. S. dengan susunan tabung segitiga f = 3,606 (Re)-0,263 (LB/Ds)0,175 (untuk 12824<Re<49574 dan 0,27≤LB/Ds≤0,54).

Kedua formulasi diatas dan formulasi penelitian ini untuk laju aliran udara 5,1 m/s ditunjukkan masing-masing pada gambar 4.14 dan 4.15. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa perubahan variasi jarak sekat memberikan pengaruh terhadap faktor gesek (f) dengan karakteristik yang sama yaitu semakin kecil jarak sekat maka semakin kecil juga nilai faktor gesek, tetapi harganya berbeda untuk masing-masing susunan tabung.


(70)

1

2 0,15

0,17 0,19 0,21 0,23 0,25 0,27 0,29

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Jarak sekat (mm) f

1. Bujur Sangkar 2. Segitiga

Gambar 4.14 : Grafik faktor gesek susunan tabung bujur sangkar dan segitiga

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Jarak Sekat (mm) f


(71)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan pembahasan yang diperoleh pada penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Laju perpindahan kalor berpengaruh terhadap jarak sekat dan diperoleh harga maksimum pada jarak sekat 63,95 mm dengan batasan 32 s/d 72 mm, sedangkan koefisien perpindahan kalor yang dinyatakan dengan bilangan Nusselts yang mencerminkan unjuk kerja termal, ternyata lebih besar pada jarak 61,54 mm atau rasio jarak sekat terhadap diameter dalam selongsong (LB/Ds) adalah 0,45.

2. Penurunan tekanan (∆p) semakin besar bila jarak sekat semakin kecil, sedangkan penurunan tekanan yang dinyatakan dengan faktor gesek mencapai nilai minimum pada jarak sekat 32 mm atau pada LB/Ds = 0,22

3. Formulasi korelasi empiris hasil temuan dalam penelitian ini untuk koefisien perpindahan kalor yang dinyatakan dengan bilangan Nusselts (Nu) terhadap bilangan Reynolds (Re) adalah :

Nu = 0,083 (Re)0,479

dan penurunan tekanan (∆p) yang dinyatakan dengan faktor gesek adalah : f = 9,807 (Re)-0,089 (LB/Ds)2,34

untuk : 588,344 ≤ Re ≤ 2661,519 dan 0,22 ≤ LB/Ds≤ 0,53

4. Korelasi yang diperoleh dapat dipergunakan pada batas-batas yang bersesuaian dengan kondisi pengujian yang telah dilakukan.


(72)

5. Efektivitas alat penukar kalor juga semakin besar bila jarak sekat semakin kecil, nilai maksimum diperoleh pada jarak sekat 32 mm.

5.2. Saran

Untuk kajian lanjut alat penukar kalor ini, disarankan untuk melakukan uji eksperimental dengan fluida panas dan fluida dingin merupakan fluida cair seperti minyak (oli) dengan air untuk mendapatkan literatur yang lebih banyak.


(73)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

[1]. Li, Huadong and Volker Kottke, “Effect of baffle spacing on pressure drop and local heat transfer in shell and tube heat exchanger for staggerd tube arrangement”, International Journal of Heat Transfer, Vol. 41 No. 10, Pergamon, (1998)

[2]. Saffar, M., Avval and E. Damangir, “A general correlation for determining optimum baffle spacing for all types of shell and tube exchangers”, International Journal of Heat Transfer, Vol. 38, No. 13, Pergamon, (1994)

[3]. Kern, D.Q., Process Heat Transfer, 2nd edition, Mc Graw Hill Book Company Inc, Tokyo, (1983)

[4]. Janna, S.W, Design of Fluid Thermal System, PWS Publishing Company, Boston, (1993), p. 268.

[5]. Kakac, Sadik and Liu, Hongtan, Heat Exchangers Selection, Rating and Thermal Design, second edition, CRC Press, New York (2002), p. 310

[6]. Napitupulu, Farel H., “Kajian eksperimental efektifitas alat penukar kalor shell and tube sebagai pemanas air dengan memanfaatkan energi thermal gas buang motor diesel”, Journal Ilmiah Saintek-ITM, ISSN : 0854-4468, Volume 22 nomor 2, Desember 2005, hal 151-157.

[7]. E.S. Gaddis and Voker Gnielinski, “Pressure drop on the shell side of shell and tube heat exchanger with segmental baffle”, Chemical Engineering and Processing 36, Elsevier, (1997), pp. 149-159

[8]. Taborek, J., “Shell and Tube Heat Exchangers Single Phase Flow”, In Heat Exchanger Design Handbook, Hemisphere Publishing, New York (1982), Section 3.3.

[9]. Mukherjee Rajiv, Effectivity Design Shell and Tube Heat Exchanger, Chem. Eng. Progress, (1998)

[10]. Tunggul M. Sitompul, Alat Penukar Kalor, edisi 1. cet. 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta (1993), pp. 43-47

[11]. Sappu, Frans Palobo, “Investigasi pengaruh sudut kemiringan baffle terhadap unjuk kerja termal dan kerugian tekanan pada alat penukar kalor jenis shell and tube”, Tesis Magister, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada, 2000, Yogyakarta


(1)

procedure TForm13.FormActivate(Sender: TObject); begin

TGrafik; end;

procedure TForm13.FormClose(Sender: TObject; var Action: TCloseAction); begin

Action := caHide; end;

procedure TForm13.Button1Click(Sender: TObject); var i : Integer;

begin

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].Active := False; Sr[i].ParentChart := nil; Sr[i].Free;

end;

Form13.Close; end;

procedure TForm13.TGrafik(); var i, k : Integer;

begin

If Not bhitung Then begin

jvas := 6; jbrs := 36;

Form10.ADOQuery2.SQL.Clear;

Form10.ADOQuery2.SQL.Add('SELECT * FROM XTEMP'); Form10.ADOQuery2.Open;

end;

SetLength(tsr,jvas); SetLength(Sr, jvas);

If Chart1.SeriesCount = 0 Then begin

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i] := TLineSeries.Create(self); Sr[i].ParentChart := Chart1; end;


(2)

Form10.ADOQuery2.Sort := 'tkecsel, tjarsek'; Form10.ADOQuery2.First;

case pilih of 1 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tjarsek'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkkfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK KOEFISIEN KONVEKSI'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'h';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 1; ymax := 8.0; ystep := 1.0;

end; 2 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tjarsek'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tbnfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]);


(3)

Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK BILANGAN NUSSELTS'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'Nu';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 1.0; ymax := 4.5; ystep := 0.5; end;

3 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tjarsek'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tbrfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK BILANGAN REYNOLDS'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'Re';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 0; ymax := 3000; ystep := 500; end;

4 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tbrfsel'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tbnfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;


(4)

begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK BILANGAN NUSSELTS'; ketsx := 'Re'; ketsy := 'Nu';

xmin := 500; xmax := 3000; xstep := 500; ymin := 1.0; ymax := 4.5; ystep := 0.5; end;

5 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tjarsek'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tefpkal']*100,'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel'];

Form10.ADOQuery2.Next; end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK EFEKTIFITAS PENUKAR KALOR'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'Ef.';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 55; ymax := 80; ystep := 5;

end; 6 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;


(5)

Form10.ADOQuery2.FieldValues['tptfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK PENURUNAN TEKANAN'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'Ap';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 100; ymax := 550; ystep := 50; end;

7 : begin

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tjarsek'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tfgfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK FAKTOR GESEK'; ketsx := 'Jarak Sekat'; ketsy := 'f ';

xmin := 0.03; xmax := 0.075; xstep := 0.005; ymin := 0; ymax := 1.6; ystep := 0.2;

end; 8 : begin


(6)

For i := 0 To jvas-1 Do Sr[i].Clear; For i := 0 To jbrs-1 Do

begin

k := i div jvas;

Sr[k].AddXY(Form10.ADOQuery2.FieldValues['tbrfsel'], Form10.ADOQuery2.FieldValues['tfgfsel'],'',warna[k]); tsr[k] := Form10.ADOQuery2.FieldValues['tkecsel']; Form10.ADOQuery2.Next;

end;

For i := 0 To jvas-1 Do begin

Sr[i].LinePen.Width := 2; Sr[i].Pointer.Style := point[i]; Sr[i].Pointer.Visible := True; Sr[i].Title := FloatToStr(tsr[i]); Sr[i].SeriesColor := warna[i]; end;

judul := 'GRAFIK FAKTOR GESEK'; ketsx := 'Re'; ketsy := 'f ';

xmin := 500; xmax := 3000; xstep := 500; ymin := 0; ymax := 1.6; ystep := 0.2; end;

end;

Chart1.Title.Text.Clear; Chart1.Title.Font.Size := 12; Chart1.Title.Text.Insert(0,judul); Chart1.Title.Text.Insert(1,''); Chart1.Legend.ShadowSize := 0; Chart1.Legend.TopPos := 15; Chart1.Legend.ColorWidth := 60;

Chart1.BottomAxis.Title.Font.Size := 10; Chart1.BottomAxis.Title.Caption := ketsx; Chart1.BottomAxis.SetMinMax(xmin,xmax); Chart1.BottomAxis.Increment := xstep; Chart1.LeftAxis.Title.Font.Size := 10; Chart1.LeftAxis.Title.Caption := ketsy; Chart1.LeftAxis.Title.Angle := 0;

Chart1.LeftAxis.SetMinMax(ymin,ymax); Chart1.LeftAxis.Increment := ystep; end;