Simulasi Pengaruh Jumlah Sekat Pada Alat Penukar Kalor Tipe Selonsong dan Tabung

(1)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SEKAT PADA ALAT

PENUKAR KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ORIZA RIZKI

NIM : 080421039

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K M E S I N

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SEKAT PADA ALAT

PENUKAR KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

ORIZA RIZKI NIM : 080421039

Telah disetujui oleh :

Pembimbing/penguji

NIP. 19720610 2000 121001 Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST,MT.

Penguji I Penguji II

Ir. Mulfi Hazwi, MSc Tulus Burhanuddin Sitorus, ST.MT.NIP : 194910121981031002 NIP : 19720923 2000 121003

Diketahui Oleh :

Departement Teknik Mesin Ketua

Dr.Ing.Ir Ikhwansyah Isranuri NIP. 19641224 1992 111001


(3)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SEKAT PADA ALAT

PENUKAR KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

ORIZA RIZKI NIM : 080421039

Diketahui/disyahkan oleh: Disetujui oleh: Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr.- Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST,MT.NIP. 19641224 1992 111001 NIP. 19720610 2000 121001


(4)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SEKAT PADA ALAT

PENUKAR KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

ORIZA RIZKI NIM : 080421039

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode Ke- 178, Pada Tanggal 26Mei 2012

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Mulfi Hazwi, MSc Tulus Burhanuddin Sitorus, ST.MT. NIP : 194910121981031002 NIP : 19720923 2000 121003


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK USU

M E D A N

TUGAS SARJANA

N A M A : ORIZA RIZKI

N I M : 080421039

MATA PELAJARAN : ALAT PENUKAR KALOR

SPESIFIKASI :

Lakukan Simulasi untuk menganalysis performansi Alat Penukar Kalor (APK) yang sudah ada (Existing Heat Exchanger) dengan menggunakan perangkat lunak CFD

(Computational Fluid Dynamics). Lakukan survey lapangan ke industri untuk mendapatkan sebuah APK yang existing untuk dianalisis. Pada simulasi lakukan variasi jumlah baffle pada APK tersebut untuk mendapatkan jumlah baffle yang optimum. Bandingkan hasil simulasi dengan literatur yang ada.

DIBERIKAN TANGGAL : 20/10 / 2011 SELESAI TANGGAL : 08/05/ 2012

MEDAN, 20 Oktober 2011.

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

NIP.196412241992111001NIP.19720610 2000 121001

Dr.- Ing. Ir. Ikhwansyah IsranuriDr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT

AGENDA :289/ TS / 2011

DITERIMA TGL : 20-10-2011


(6)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

KARTU BIMBINGAN

TUGAS SKRIPSI MAHASISWA

NO………/SK/………..

Sub Program : Departemen Teknik Mesin Bidang Tugas : Alat Penukar Kalor

Judul Tugas : Simulasi Pengaruh Jumlah Sekat Pada Alat Penukar Kalor Tipe Selonsong Dan Tabung

Diberikan tanggal : 20/10/2011 Selesai Tanggal : 08/05/2012

Dosem Pembibing : Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST,MT. Nama Mahasiswa : Oriza Rizki

NIM. : 080421039

No, Tanggal Kegiatan Asistensi Bimbingan

Tanda Tangan Dosen Pembimbing 1. 20/10/2011 Pengambilan judul skripsi

2. 24/11/2011 Survey lapangan 3. 25/01/2012 Asistensi bab I- II

4. 10/02/2012 Melengkapi data pada gambar dan daftar pustaka

5. 20/03/2012 Asistensi bab III- IV

6. 03/04/2012 Melengkapi hasil perhitungan

7. 10/04/2012 Melengkapi hasil simulasi terhadap variasi jumlah baffle

8. 24/04/2012 Melengkapi grafik 9. 30/04/2012 Asistensi babV 10. 08/05/2012 Acc Seminar 11.

12. Catatan:

1. Kartu harus diperlihatkan kepada Dosen Pembimbing setiap Asistensi

2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi 3. Kartu ini dikembalikan ke Departemen,

bila kegiatan Asistensi selesai

Diketahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin FT USU

Dr.- Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP. 19641224 1992 111001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang telah memberikan kesempatan, pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Tugas sarjana ini diambil dari bidang mata kuliah Alat Penukar Kalor dengan judul “Simulasi Pengaruh Jumlah Sekat Pada Alat Penukar Kalor Tipe Selonsong Dan Tabung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin FT USU untuk memperoleh gelar kesarjanaan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan mulai dari awal sampai akhir penyelesaiannya, dan melalui kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST. MT. selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama ini hingga selesai.

2. Bapak Dr.- Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir.Mulfi Hazwi, M.Sc. selaku dosen pembanding seminar yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis.

4. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus,ST,MT. selaku dosen pembanding seminar yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis.

5. Seluruh staff pengajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

6. Kepada karyawan-karyawan PERTAMINA dan yang memberikan data-data survey, tabel dan buku khususnya kepada bapak Azwar.


(8)

7. Kedua orang tua penulis, Syukri Arabi dan Rosmidayang telah memberikan dukungan moril dan material serta doa selama dalam masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

8. Istri, anak dan adik penulis,Dian Pratiwi Am.Keb, Annisa Nabila Arabi, drg. Deliyana, Muhammad, Juanda, dan Meutia yang telah mendukung penulis. 9. Rekan – rekan mahasiswa di teknik mesin,Olimpianus Sinuraya,Alvi,

Imanuel, Supra dan semua teman – teman yang telah banyak mendukung dan membantu penulis selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsiini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan koreksi untuk kesempurnaan Skripsiini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2012

Penulis,

Oriza Rizki 080421039


(9)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas simulasi pengaruh jumlah baffle pada alat penukar kalor tipe selonsong dan tabung yang berfungsi sebagai pendinginhydrocarbon dengan memanfaatkan air laut sebagai media pendingin.Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kerakteristik perpindahan kalor dan penurunan tekanan terhadap jumlah baffle dengan metode Kern dan Bell-Delaware.

Perancangan komponen-komponen alat penukar kalor dilakukan sesuai standar TEMA. Tipe alat penukar kalor yang dipilih adalah tipe AES dengan 1 - 6 laluan, dan dilakukan analisa aliran fluida pada sisi selongsong dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation untuk mengetahui pola aliran serta sifat-sifat fluida tersebut.Simulasi dilakukan dengan menggunakan empat alternatif pengurangan jumlah baffle yaitu 46 baffles,42 baffles,38 bafflesdan 34 baffles.

Metode Kern lebih mudah diaplikasikan dalam perhitungan perpindahan panas karena merupakan metode yang paling sederhana, namun metode ini akan memberikan hasil yang kurang akurat karena banyak faktor-faktor yang diabaikan. Metode Bell – Delaware akan memberikan hasil yang lebih akurat, namun akan diperlukan banyak parameter yang harus diketahui

Analisis aliran fluida dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menghasilkan solusi yang cukup akurat atau sesuai analisis teroritis sehingga dapat dijadikan pedoman dalam perancangan sistem fluida, karena dengan perangakat lunak tersebut dapat diketahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistem fluida yang dirancang.

Kata kunci: Alat penukar kalor, baffle, hydrocarbon, air laut, Metode Kern, Metode Bell – Dellaware


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SIMBOL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Perencanaan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metodologi Penulisan ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor ... 4

2.1.2 Konstruksi Alat Penukar Kalor ... 8

2.2 Analisis Perpindahan Panas ... 17

2.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor ... 17

2.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD ... 17

2.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam tabung) ... 19

2.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam selongsong)... 21

2.2.4.1 Metode Kern ... 22

2.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal ... 22

2.2. 4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps) ... 23

2.2.4.2 Metode Bell-Delaware ... 24

2.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong ... 24

2.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong ... 30

2.2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 32

2.3 Efektivitas Alat Penukar Kalor ... 34

2.3 Analisis CFD Menggunakan Flow Simulation SolidWorks .... 34

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENUKAR KALOR ... 37

3.1 Detail Komponen-komponen Alat Penukar Kalor ... 37

3.2 Analisis Perpindahan Panas ... 43

3.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor ... 45

3.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD ... 45

3.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam tabung) ... 49

3.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam selongsong)... 51

3.2.4.1 Metode Kern ... 52

3.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal ... 52

3.2.4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps) ... 53


(11)

3.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong ... 54

3.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong ... 59

BAB 4 ANALISIS MENGGUNAKAN SOLIDWORKS FLOW SIMULATION ... 68

4.1 Preprocessor ... 68

4.1.1 Modeling ... 68

4.1.2 Meshing ... 69

4.1.3 Penentuan kondisi batas ... 70

4.2 Processor ... 72

4.3 Post Processor ... 73

4.4 Validasi ... 87

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin refrigrasi pendiginan air (water cooled chiller) ... 4

Gambar 2.2 Kondensor ... 5

Gambar 2.3 Mesin pendingin ... 5

Gambar 2.4 Alat penukar kalor dengan tabung tipe U ... 5

Gambar 2.5 Alat pemanasan ulang ... 6

Gambar 2.6 Alat pemanas ... 6

Gambar 2.7 Alat pemanas uap lanjut ... 7

Gambar 2.8 Evaporator ... 7

Gambar 2.9 Alat pemanas air pengisi ketel ... 8

Gambar 2.10 Selongsong ... 8

Gambar 2.11 Sekat bentuk segmen ... 11

Gambar 2.12 Efek dari sekat ... 12

Gambar 2.13 Susunan pelat tabung multi aliran dalam alat penukar kalor (untuk memudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan) .... 14

Gambar 2.14 Jenis-jenis flens ... 15

Gambar 2.15 Bafflespacer danbatang pengikat ... 16

Gambar 2.16 Tipe gasket ... 16

Gambar 2.17 Aliran internal dari air dalam sebuah pipa dan aliran eksternal dari udara di luar pipa (pipa yang sama) ... 19

Gambar 2.18 Distribusi aliran sisi selongsong dan identifikasi dari macam-macam aliran ... 21

Gambar 2.19 Hubungan geometri sekat terhadap alat penukar kalor segmen tunggal ... 26

Gambar 2.20 Luas kebocoran antara selongsong dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal) ... 28

Gambar 2.21 Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal) ... 28

Gambar 2.22 Aliran melintang bagian tengah ... 30

Gambar 2.23 Aliran daerah jendela ... 31

Gambar 2.24 Aliran daerah sisi masuk dan keluar selongsong ... 31

Gambar 3.1 Asembly alat penukar kalor ... 37

Gambar 3.2 Desain selongsong ... 38

Gambar 3.3 Susunan tabung ... 39

Gambar 3.4 Diagram alir analisa perhitungan perpindahan panas ... 43

Gambar 3.5 Sifat fluida air laut pada suhu 34oC ... 46

Gambar 3.6 Sifat fluida air laut pada suhu 35.90 oC ... 47

Gambar 3.7 Distribusi temperatur ... 48

Gambar 4.1 Modeling Alat Penukar Kalor yang digambar dengan perangkat lunak Catia V5R19 ... 68

Gambar 4.2 Hasil import modeling Catia ke SolidWorks Flow Simulation ... 69

Gambar 4.3 Penentuan hasil mesh mula-mula ... 69

Gambar 4.4 Hasil Mesh ... 70

Gambar 4.5 Ilustrasi kondisi batas ... 71


(13)

Gambar 4.7 Hasil iterasi mencapai konvergen ... 73

Gambar 4.8 Distribusi kecepatan alternatif 1 ... 74

Gambar 4.9 Distribusi kecepatan alternatif 2 ... 75

Gambar 4.10 Distribusi kecepatan alternatif 3 ... 76

Gambar 4.11 Distribusi kecepatan alternatif 4 ... 77

Gambar 4.12 Distribusi temperatur alternatif 1 ... 78

Gambar 4.13 Distribusi temperatur alternatif 2 ... 80

Gambar 4.14 Distribusi temperatur alternatif 3 ... 81

Gambar 4.15 Distribusi temperatur alternatif 4 ... 83

Gambar 4.16 Distribusi tekanan alternatif 1 ... 84

Gambar 4.17 Distribusi tekanan alternatif 2 ... 85

Gambar 4.18 Distribusi tekanan alternatif 3 ... 86

Gambar 4.19 Distribusi tekanan alternatif 4 ... 87

Gambar 4.20: Cut plot pandangan depan kecepatan maximum diset 4 m/s ... 89

Gambar 4.21: Cut plot pandangan depan kecepatan maximum diset 5 m/s ... 89


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Parameter dasar tata letak tabung

Tabel 3.1 : Nossel pada sisi masuk dan keluar pada tabung dan selongsong Tabel 3.2 : Data operasi alat penukar kalor 300-E-9

Tabel 3.3 : Hasil iterasi pada air laut

Tabel 3.4 : Konfigurasi geometri alat penukar kalor

Tabel 3.5 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di dalam tabung Tabel 3.6 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di luar tabung

(Metode Kern)

Tabel 3.7 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di luar tabung (Metode Bell- Delaware)

Tabel 3.8 : Koefisien perpindahan panas total alat penukar kalor berdasarkan hitungan

Tabel 3.9 : Efektivitas alat penukar kalor berdasarkan hitungan Tabel 4.1 : Hasil Surface Parameter untuk sisi tabung

Tabel 4.2 : Hasil Surface Parameter untuk sisi selongsong Tabel 4.3 : Hasil simulasi APK alternatif 1


(15)

DAFTAR SIMBOL

Abp = luas kebocoran melintang untuk bypass (m2)

Am = luas aliran melintang tabung (m2)

Ao = luas perpindahan kalor (m2)

As = luas aliran sisi selongsong (m2)

Asb = Luas bocoran antara selongsong dan sekat (m2) Atb = Luas bocoran antara tabung dan sekat (m2)

Aw = Luas aliran jendela sekat bersih (m2)

Aw,g = Luas aliran jendela sekat kotor (m2)

Aw,t = Luas aliran jendela yang ditempati oleh tabung (m2)

C = Jarak antara dua permukaan tabung (m)

cp,s = Kalor jenis fluida di sisi selongsong (J/kg.K) cp,t = Kalor jenis fluida di sisi tabung (J/kg.K)

De = Diameter ekuivalen (m)

Dotl = Diameter bundel tabung (m)

Dctl = Diameter pusat tabung dari bundel tabung terluar (m)

Do = Diameter luar selongsong (m)

Ds = Diameter dalam selongsong (m)

di = Diameter dalam tabung (m)

do = Diameter luar tabung (m)

Ġs = Laju aliran massa per satuan luas di sisi selongsong (kg/m2.s) ho = Koefisien perpindahan eksternal (W/m2.K) hid = Koefisien perpindahan panas ideal (W/m2.K)

hi = Koefisien perpindahan internal (W/m2.K)

k = Konduktivitas termal (W/m.K)

L = Panjang tabung (m)

Lb = Jarak antar sekat (m)

Lb,i = jarak sekat di sisi masuk selongsong (m) Lb,o = jarak sekat di sisi keluar selongsong (m)

Lc = Jarak pemotongan sekat (m)

Ls = Panjang selongsong (m)

LMTD = Beda temperatur rata-rata logaritma (oC, K)

ṁt = Laju aliran massa sisi tabung (kg/s)

ṁs = Laju aliran massa sisiselongsong (kg/s)

Pt = Jarak antara dua permukaan tabung (m)

ps = tekanan pada sisi selongsong (Pa)

pt = tekanan pada sisi tabung (Pa)

Qc = Kalornya yang diserap fluida dingin (W) Qh = Kalornya yang diserap fluida panas (W)

Q = Parpindahan kalor (W)

Tc,o = Temperatur fluida dingin keluar (oC, K) Tc,i = Temperatur fluida dingin masuk (oC, K) Th,o = Temperatur fluida panas keluar (oC, K) Th,i = Temperatur fluida panas masuk (oC, K) Uo = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)


(16)

Vmax = Kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah (m/s)

Vt = Kecepatan fluida di dalam tabung (m/s)

Vs = Kecepatan fluida di dalam selongsong (m/s)

wp = Lebar bypass (m)

Xt = Jarak antara dua permukaan tabung transversal (m) Xl = Jarak antara dua permukaan tabung longitudinal (m) Bilangan tak berdimensi

F = Faktor koreksi

Fc = Fraksi tabung pada aliran menyilang Fw = fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas ft = Faktor gesekan di dalam tabung

fs = Faktor gesekan di dalam selongsong Jc = Faktor koreksi untuk konfigurasi sekat Jb = Faktor koreksi akibat aliran bypass

Jl = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Js = Faktor koreksi untuk jarak sekat pada sisi masuk dan keluar selongsong Kf = Bilangan Euler

Nb = Jumlah sekat

Nc = Jumlah tabung baris menyilang

Ncw = Jumlah baris tabung pada daerah aliran melintang Np = Jumlah aliran pass partion

Nss = Jumlah sealing strips yang dipasang untuk menahan aliran bypass pada aliran melintang

Nr,cc = Jumlah baris menyilang

Nr,cw = Jumlah baris aliran menyilang efektif pada daerah jendela Nt = Jumlah tabung

Nu,s = Bilangan Nusselt di sisi selongsong Nu,t = Bilangan Nusselt di sisi tabung NTU = Banyaknya unit alat penukar kalor P = Perbandingan efektivitas termal

Pr = Bilangan Prandtl

R = Perbandingan kapasitas kalor

Rl = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat Rb = Faktor koreksi untuk aliran bypass

Rs = Faktor koreksi untuk jarak sekat pada sisi masuk dan keluar selongsong

Re = Bilangan Reynold

rb = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

rlm = Rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

rs = Rasio luasan kebocoran terhadap selongsong dengan sekat terhadap luasan melintang

rss = Faktor koreksi untuk sealing strip

Simbol-simbol yunani

Δpc = Penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Pa)

Δpw = Penurunan tekanan untuk ideal daerah jendela (Pa)

Δps = Penurunan tekanan yang melintasi sisi selongsong (Pa)


(17)

δtb = Jarak ruang bebas diametral dari sekat dengan tabung (m)

δsb = Jarak ruang bebas diametral dari selongsong dengan sekat (m)

θb = Sudut pusat bundel tabung (deg)

θctl = Sudut pusat terhadap lingkaran terluar tabung (rad)

μ = Viskositas dinamik (kg/m.s)

υ = Viskositas kinematik (m2/s)

ρ = Viskositas (kg/m3)


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran – A : Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdsarkan Standar TEMA

Lampiran – B : Tabel Tebal Shell Minimum

Lampiran – C : Tabel Diameter Ruang Bebas untuk Selongsong Lampiran – D : Tabel Standar Batang Pengikat

Lampiran – E : Tabel Pipa

Lampiran – F : Tabel Laju Pengotoran untuk Fluida Lampiran – G : Konduktivitas Termal Untuk Benda Padat

Lampiran – H : Perhitungan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007

Lampiran – I : Parameter Sifat Hidrocarbon (Propane) untuk SolidWorks Flow Simulation

Lampiran – J : Parameter Air laut dengan salinitas 30.4 g/kg untuk SolidWorks Flow Simulation


(19)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas simulasi pengaruh jumlah baffle pada alat penukar kalor tipe selonsong dan tabung yang berfungsi sebagai pendinginhydrocarbon dengan memanfaatkan air laut sebagai media pendingin.Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kerakteristik perpindahan kalor dan penurunan tekanan terhadap jumlah baffle dengan metode Kern dan Bell-Delaware.

Perancangan komponen-komponen alat penukar kalor dilakukan sesuai standar TEMA. Tipe alat penukar kalor yang dipilih adalah tipe AES dengan 1 - 6 laluan, dan dilakukan analisa aliran fluida pada sisi selongsong dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation untuk mengetahui pola aliran serta sifat-sifat fluida tersebut.Simulasi dilakukan dengan menggunakan empat alternatif pengurangan jumlah baffle yaitu 46 baffles,42 baffles,38 bafflesdan 34 baffles.

Metode Kern lebih mudah diaplikasikan dalam perhitungan perpindahan panas karena merupakan metode yang paling sederhana, namun metode ini akan memberikan hasil yang kurang akurat karena banyak faktor-faktor yang diabaikan. Metode Bell – Delaware akan memberikan hasil yang lebih akurat, namun akan diperlukan banyak parameter yang harus diketahui

Analisis aliran fluida dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menghasilkan solusi yang cukup akurat atau sesuai analisis teroritis sehingga dapat dijadikan pedoman dalam perancangan sistem fluida, karena dengan perangakat lunak tersebut dapat diketahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistem fluida yang dirancang.

Kata kunci: Alat penukar kalor, baffle, hydrocarbon, air laut, Metode Kern, Metode Bell – Dellaware


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat penukar kalor atau dalam industri kimia populer dengan istilah, heat exchanger (HE),merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses perpindahan energi dalam bentuk panas antara dua fluida yang berbeda suhunya dan dipisahkan oleh suatu sekat pemisah. Fluida yang bertukar energinya tersebut dapat merupakan dua fluida yang berbeda fasanya (cair-gas) atau mempunyai fasa yang sama (cair-cair atau gas-gas) dan dapat merupakan satu jenis fluida saja.

Jenis dan tipe alat penukar kalor telah banyak dikenal dan diproduksi sesuai standard TEMA (Tubular Exchanger Manufacture Association). Salah satu jenis alat penukar kalor adalah selongsong dan tabung (shell and tube). APK ini terdiri dari satu selongsong (shell) atau lebih denganbeberapa jumlah tabung (tube). Aliran fluida panas dan dingin saling melintas satusama lain, tidak hanya satu kali tetapi dapat dibuat beberapa kali. Lintasan aliranfluida ini disebut dengan laluan (pass).Untuk membuat aliran fluida menjadi cross flow biasanya ditambahkan penyekat (baffle), dengan adanya penyekat (baffle) akan membuat luas kontak antara fluida didalam selongsong (shell) dengan dinding tabung (tube) akan semakin besar sehingga perpindahan panas antara dua fluida tersebut akan meningkat.

Hal terpenting dalam proses perancangan alat penukar kaloradalah perhitungan perpindahan panas yang terjadi di dalam alat penukar kaloritu sendiri. Ada beberapa metode untuk menghitung perpindahan panas tersebut. Dalam Skripsi ini akan dibandingkan antara dua metode perhitungan perpindahan panas untuk alat penukar kalortipe selongsongdan tabung, yaitu metode Kern dan metode Bell – Delaware. Metode-metode tersebut digunakan untuk menganalisis perpindahan


(21)

panas dan aliran fluida di dalam selongsong. Sebagai perbandingan, aliran fluida tersebut disimulasikan dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation.

1.2 Tujuan

1. Memperoleh desain alat penukar kalor yang paling optimal

2. Penggunaan metode Kern dan metode Bell – Delaware dalam

perhitungan perpindahaan panas bertujuan untuk membandingkan hasil perhitungan dua metode tersebut sehingga diperoleh metode yang paling baik dalam perhitugan perpindahan panas untuk fluida di dalam selongsong.

3. Untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalor dan penurunan

tekanan pengaruh dari jumlah sekat (baffle) pada suatu alat penukar kalor jenis selongsong dan tabung (shell and tube) dengan satu laluan selongsong dan enam laluan tabung dengan susunan tabung segitiga 4. Untuk mengetahui pola aliran serta distribusi kecepatan, temperatur,

dan tekanan fluida pada alat penukar kalor dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation.

1.3 Batasan Masalah

1. Pada perancangan alat penukar kalor ini, hanya dilakukan

perhitungan dan simulasi untuk perpindahan panas, penurunan tekanan.

2. Alat penukar kalor yang dipergunakan adalah tipe selongsong dan tabung susunan segitiga, dimana dalam rancangan berdasarkan empat alternatif jumlah baffle yakni 46 baffle, 42 baffle, 38 baffle, 34 baffle. 3. Fluida yang dipergunakan dalam perancangan adalah hydrocarbon di


(22)

4. Untuk modeling digunakan CATIA V5R19 dan disimulasikandengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks 2011 64 bit dimana program untuk menjalankan CFD adalah SolidWorks Flow Simulation.

1.4Metodologi Penulisan

1. Survei lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke PT.

Pertaminayang berhubungan dengan alat penukar kalor dan diskusi berupa tanya jawab terhadap karyawan .

2. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Alat Penukar Kalor.

3. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing.

1.5 Sistematika Penulisan

1. Bab I membahas tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

2. Bab II dasar teori dan tinjauan pustaka dalam hubungannya dengan jenis-jenis serta bagian-bagian alat penukar kalor tipe selongsongdan tabung, teori perpindahan panas pada alat penukar kalor tipe selongsongdan tabung, serta teori yang berhubungan dengan metode Kern dan metode Bell – Delaware.

3. Bab III membahas tentang perancangan alat penukar

kalortipeselongsongdan tabunguntuk kondisi alat penukar kalor yang diinginkan yang mencakup data-data awal perancangan, perhitungan perpindahan panas, perhitungan penurunan tekanan, serta perbandingan hasil-hasil perhitungan.

4. Bab IV membahas tentang detail desain alat penukar kalor

berdasarkan standar TEMA, perbandingan analisis Kern dan Bell – Delaware serta pembahasan analisa dengan SolidWorks Flow Simulation.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk melaksanakan proses pepindahan panas antara dua fluida yang memiliki beda temperatur, antara permukaan benda padat dengan fluida, antar partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda dengan dalam kontak termal. Dalam alat penukar kalor, pada umumnya tidak terdapat panas eksternal dan interaksi kerja.

Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubularequipment) dalam alat penukar kalor, maka diperlukan pengelompokan peralatan berdasarkan fungsinya. Adapun pengelompokan itu adalah sebagai berikut:

2.1.1 Mesin refrigrasi (chiller)

Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada temperatur sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang dipergunakan adalah amoniak atau freon, lihat gambar 2.1.

(Sumber: lit. 22)


(24)

2.1.2 Kondensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan. Media pendingin biasanya dipakai air atau uap, lihat gambar 2.2.

(Sumber: lit. 23) Gambar 2.2: Kondensor

2.1.3 Mesin Pendingin

Mesin pendingin (cooler) digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin, lihat gambar 2.3. Disini tidak dipermasalahkan perubahan fase seperti pada kondensor. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka mesin pendingin dipergunakan udara, dengan bantuan fan (kipas).

(Sumber: lit. 24) Gambar 2.3: Mesin pendingin

2.14 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pemanasan fluida yang lain maka terjadi dua fungsi sekaligus yaitu


(25)

memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas, lihat gambar 2.4.

(Sumber: lit. 27)

Gambar 2.4: Alat penukar kalor dengan tabung tipe U

2.1.5 Alat Pemanasan Ulang

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk mendidihkan fluida kembali serta mempergunakan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri, lihat gambar 2.5.

(Sumber: lit. 27)

Gambar 2.5: Alat pemanasan ulang

2.1.6 Alat Pemanas (heater)

Alat pemanas ini bertujuan memanaskan (menaikan suhu) suatu proses fluida. Umumnya zat pemanas yang dipergunakan adalah uap atau fluida pemanas lain, lihat gambar 2.6.


(26)

(Sumber: lit. 28) Gambar 2.6: Alat pemanas

2.1.7 Alat Pemanas Uap Lanjut

Alat pemanas uap lanjut ini dipergunakan untuk mengubah uap basah menjadi uap kering, lihat gambar 2.7. Proses ini terjadi pada ketel itu sendiri, sebab alat pemanas uap lanjut ini terjadi dalam ketelnya. Proses perpindahan panas yang terjadi bisa secara konveksi dan radiasi. Uap basah berada di dalam pipa. Kedua jenis alat pemanas uap lanjut ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Sumber panas yang dipergunakan adalah panas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar dari dapur ketel atau gas panas dari asap pembakaran.

(Sumber: lit. 30)

Gambar 2.7: Alat pemanas uap lanjut

2.1.8 Evaporator

Evaporator dipergunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh yang lebih pekat, lihat gambar 2.8. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah panas latent, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.


(27)

Gambar 2.8: Evaporator

2.1.9 Alat Pemanas Air Pengisi Ketel

Alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air pengisi ketel sebelum air masuk ka dalam drum uap. Maksud pemanas itu adalah untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya berada di dalam pipa dan pemanasnya di luar pipa, lihat gambar 2.9. Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah pembakaran gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

(Sumber: lit.25)

Gambar 2.9: Alat pemanas air pengisi ketel

2.1.2 Konstruksi Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor tipe selongsongdan tabung merupakan tipe alat penukar kalor yang paling banyak digunakan dalam industri. Hal ini dikarenakan tipe selongsongdan tabungdapat digunakan untuk proses-proses dengan cakupan variasi tekanan, temperatur dan material yang luas. Terdapat beberapa jenis tipe alat penukar kalor yang dikeluarkan oleh asosiasi pemanufaktur jenis perlatan ini yang bernama TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association), lihat lampiran A.

2.1.2.1 Selongsong (Shell)

Selongsong adalah bagian tengah alat penukar kalor dan merupakan rumah untuk bundel tabung, lihat gambar 2.10. Antara selongsong dan bundel tabung


(28)

terdapat fluida yang menerima dan melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi. Secara umum selongsong yang banyak digunakan adalah jenis satu lintasan. Selongsong dua lintasan dipergunakan apabila perbedaan temperatur pada selongsong dan tabung tidak dapat diatasi pada jenis satu lintasan.

Gambar 2.10: Selongsong

Selongsong biasanya terbuat dari baja maupun paduannya. Mengenai dimensi dan tebal dinding selongsong, standar TEMA mengatur dalam satuan inch mulai dari 6 inch hingga 100 inch untuk diameter dalam selongsong dan 1/8 inch sampai dengan ½ inch untuk ketebalannya. Sedangkan material yang digunakan untuk spesifikasi selongsong disarankan mengacu kepada ASTM. Untuk penutup selongsong, ketebalan yang dipakai minimal sama dengan ketebalan dari selongsong.

2.1.2.2 Tabung (Tube)

Karakteristik tabung di dalam alat penukar kalor berpengaruh besar terhadap perpindahan panas diantara fluida kerja. Karakteristik ini meliputi dimensi, material, maupun susunannya. Dimensi dari pipa tersedia dalam satuan inch. Dalam standar TEMA, diameter luar pipa dibatasi mulai dari ¼ inch sampai dengan 2 inch. Tebal tipisnya dinding tabung ini berkaitan dengan tahanan termal pada sisi dinding tabung, semakin tebal berarti tahanan termal semakin besar dan semakin buruk dalam menghantarkan panas. Material tabung yang tersedia untuk pembuatan tabung ini biasanya berupa baja karbon dan paduannya, nikel dan paduannya, maupun aluminium dan paduannya.


(29)

Kemampuan melepas atau menerima panas suatu alat penukar kalor dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan. Besarnya luas permukaan ini tergantung dari panjang, ukuran dan jumlah tabung yang dipergunakan pada alat penukar kalor itu. Susunan tabung itu mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran fluida dalam selongsong. Susunan tabung alat penukar kalor yakni:

a. tabung dengan susunan segitiga b. tabung dengan susunan layang-layang c. tabung dengan susunan bujur sangkar

d. tabung dengan susunan berbentuk belah ketupat

Pada tabel 2.1 dapat dilihat cara menentukan pitch (jarak antara sumbu tabung), serta menentukan besar ligament X, jarak atau ruang lalauan aliran fluida antara dua tabung yang berdekatan.

Tabel 2.1 Parameter dasar tata letak tabung

Susunan Segitiga (30o)

Layang-layang (60o)

Bujur sangkar (90o)

Belah ketupat (45o) Tube pitch

transversal, Xt Pt √3Pt Pt √2Pt

Tube pitch longitudinal, Xl

�√3 2 �Pt

Pt

2 Pt

Pt √2

(Sumber: Lit. 16 hal. 568)

Dalam standar TEMA, diatur bahwa jarak antar tabung adalah 1,25 kali dari titik pusat tabung. Keuntungan dari bentuk susunan bujur sangkar adalah kemudahan dalam perawatan secara mekanik karena terdapat suatu ruang bebas yang teratur posisinya membentuk garis horisontal dan vertikal, juga penurunan


(30)

tekanan yang dimiliki tipe ini kecil karena aliran fluida tidak ada yang menghalangi.

Apabila diinginkan laju perpindahan panas yang lebih besar, dapat dipilih tipe susunan segitiga. Pada tipe ini aliran fluida tidak dapat mengalir lancar karena terhalang oleh pipa yang berada di depannya sehingga terjadi turbulensi dan penurunan tekanan menjadi besar. Dari sisi perawatan secara mekanik tipe ini lebih sulit dalam pembersihan kerak yang berada di luar pipa karena sikat penggosok tidak dapat melewati ruang bebas dengan mudah karena susunan pipa yang berbentuk segitiga menghalangi sikat penggosok.

2.1.3.3 Sekat (Baffle)

Sekat berfungsi untuk mengarahkan aliran fluida di dalam selongsong dan menaikkan kecepatan aliran atau membuat aliran menjadi turbulen, lihat gambar 2.11. Adanya turbulensi akan meningkatkan koefisien perpindahan panas sehingga akan meningkatkan laju perpindahaan panas. Meskipun demikian, pemasangan sekat juga menaikkan penurunan tekanan aliran fluida.

Gambar 2.11: Sekat bentuk segmen

Ditinjau dari segi konstuksinya, sekat ini dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok yaitu:

1. sekat pelat berbentuk segmen (segmentalbafflesplate) 2. sekat batang (rodbaffles)

3. sekat mendatar (longitudinalbaffles) 4. sekat impingment (impingementbaffles)

Kern (1993) mengemukakan bahwa adanya pemasangan sekat yang berfungsi untuk mengarahkan fluida dalam selongsong sehingga aliran tersebut


(31)

melintang (cross flow) terhadap bundel tabung, juga akan menjadikan aliran tersebut lebih turbulen. Dengan demikian koefisien perpindahaan panas kalor konveksi akan bertambah besar dibandingkan aliran tersebut mangalir axial sepanjang tabung tanpa sekat. Kern menambahkan bahwa semakin banyak jumlah sekat yang digunakan atau dengan kata lain jarak antar sekat semakin kecil, maka aliran akan bertambah derajat turbulensi aliran dan kerugian tekanan. Kern menyarankan jarak antar sekat minimum 0,2 kali diameter selongsong sampai dengan maksimum sama dengan diameter selongsong.

Mukherjee (1988) mengemukakan pemotongan ideal untuk sekat diambil antara 20% - 35% diameter selongsong, lihat gambar 2.12.c. Apabila pemotongan sekat diambil kurang dari 20% dengan maksud agar koefisien perpindahan kalor konveksi dalam sisi selongsong jadi bertambah (lihat gambar 2.12.b) atau pemotogan diambil lebih dari 35% dengan maksud agar kerugian tekanan jadi berkurang maka hasil yang diperoleh umumnya akan merugikan (lihat gambar 2.12.a).

(a) (b) (c)

(Sumber: lit. 13)

Gambar 2.12: Efek dari sekat (a) pemotongan sekat kecil, (b) pemotongan sekat besar, (c) pemotongan sekat dan jarak sekat ideal

2.1.3.4 Penutup (Cover) Selongsong

Penutup selongsong terdiri dari penutup stasioner (front end stationer) dan penutup bagian belakang (rear end head).

a. Penutup stationer

Merupakan salah satu bagian ujung alat penukar kalor, lihat lampiran A. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang akan mengalir dalam tabung. Ada


(32)

dua jenis penutup stasioner yaitu saluran (channel) dan topi (bonnet). Apabila fluida dalam tabung bersih, maka biasanya dipergunakan penutup stasioner jenis topi (tipe B), hal ini disebabkan karena pembersihan bagian dalam tabung, penutup jenis topi harus dilepas seluruhnya. Ini berbeda dengan penutup stationer jenis saluran (tipe A dan tipe C yang menyatu dengan pelat tabung dimana untuk pembersihan bagian dalam dari tabung, dapat dilakukan dengan melepas penutupnya.

b. Penutup bagian belakang

Penutup bagian belakang ini terletak pada ujung lain dari alat penukar kalor, lihat lampiran A. Pada alat penukar kalor dengan pelat tabung seperti tipe L, M, dan N perlu diperhatikan perbedaan koefisien pemuaian bahan selongsong dan bahan tabung. Untuk mengatasi perbedaan yang terjadi, maka dipasang expantionjoint pada selongsong. Untuk tipe S merupakan alat penukar kalor dengan pelat tabung yang digabung antara penahan dan penutupnya.

2.1.3.5 Pelat Tabung (Tubesheet)

Fungsi pelat tabung ini adalah sebagai tempat terpasangnya pipa. Pelat tabung ini dibuat tebal dan pipa harus terpasang rapat tanpa bocor pada pelat tabung. Dengan konstruksi fluida yang mengalir pada selongsong tidak akan tercampur dengan fluida yang mengalir di dalam tabung. Penyambungan antara pelat tabung dengan tabung merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan, karena segala kegagalan penyambungan ini akan menyebabkan kebocoran dan pencampuran kedua fluida di dalam penukar kalor.

Terdapat dua jenis pelat tabung, yaitu:

a. Pelat tabung stasioner (stationarytubesheet), dimana pelat tabung dipasang kokoh pada selongsong. Biasanya pelat tabung ini dipasang dengan cara compressionfitting (dengan baut-mur). Untuk keperluan khusus dapat dilakukan sambungan las.

b. Pelat tabung mengambang (floatingtubesheet); pelat tabung ini tidak diikatkan pada selongsong, tetapi terpasang dengan baik pada bundel tabung (tube


(33)

bundle). Pemakaian pelat tabung mengambang biasanya dimaksudkan untuk mengatasi ekspansi termal pada operasi temperatur tinggi. Untuk mencegah tercampurnya fluida di dalam alat penukar kalor, pada bagian saluran tabung dipasang tutup (pelat tabung).

Dari bentuk dan susunan lubang pada tube sheet dapat diketahui berapa lintasan aliran yang terjadi pada sisi tabung alat penukar kalor, lihat gambar 2.13.

(Sumber: lit. 16 hal. 69)

Gambar 2.13: Susunan pelat tabung multi aliran dalam alat penukar kalor (untuk memudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan)

2.1.3.6 Nossel

Sebagai saluran aliran masuk fluida ke dalam alat penukar kalor dipasang nossel. Minimal diperlukan empat buah nossel, yaitu dua untuk fluida dalam tabung dan dua untuk fluida luar tabung. Penempatan nossel ini dipengaruhi oleh jumlah lintasan aliran. Nossel dilengkapi dengan flens untuk menyambungkan


(34)

pipa-pipa penukar kalor. Dipilih flens yang sudah distandarisasi ASA, sehingga akan lebih memudahkan dalam pengadaan dam pemiliharaan.

2.1.3.7 Flens

Flens adalah istilah untuk salah satu jenis sambungan yang digunakan saat menyambung antara pipa dan elemennya dengan katup, bejana, kolom reaksi, pompa dan lainnya, lihat gambar 2.14. Beberapa teknik sambungan selain flens adalah menyambung langsung dengan las (welding joint) atau menyambung dengan uliran (threaded joint) seperti menyambung baut dengan mur.

(Sumber: Lit. 29) Gambar 2.14: jenis-jenis flens

Sambungan yang paling sempurna jika dilihat dari sisi pencegahan bocor dan ketahanan akan tekanan fluida yang mengalir adalah menyambung langsung dengan las. Tetapi dengan las membuat sambungan itu bersifat permanen, yang bukan merupakan hal baik jika sambungan itu butuh dilepas untuk perawatan atau perbaikan. Las juga tidak bisa diaplikasikan jika ada bagian dalam yang tidak tahan akan suhu tinggi yang dihasilkan proses las. Sambungan ulir (threaded joint) dapat dibongkar pasang, tetapi tidak bisa diaplikasikan untuk sambungan dengan ukuran besar dan bertekanan tinggi. Karena itu, walaupun dengan flens akan menambah berat material dan membutuhkan baut, mur dan gasket, flens tetap banyak digunakan.

Tidak seperti pipa yang ketebalannya dapat disesuaikan dengan tekanan fluida yang mengalir, flens mempunyai keterbatasan dari sisi pembuatannya.


(35)

Karena itu, flens tidak desain satu per satu menurut tekanan fluida, tetapi dikelompokkan menjadi beberapa kelas dan itu sudah distandarisasikan sejak lama. Flens dapat dibagi menjadi kelas 150, 300, 600, 900, 1500, 2500. Ini adalah sebutan kelas yang menunjukkan setinggi apa tekanan yang dapat diaplikasikan. Misalnya untuk suhu kamar dengan tekanan fluida sampai 20 bar dapat menggunakan kelas 150, tekanan sampai 50 bar menggunakan kelas 300, tekanan sampai 100 bar menggunakan kelas 600 dan seterusnya.

2.1.3.8 Batang Pengikat (Tie Rod)

Batang pengikat dengan diameter tertentu yang berfungsi sebagai tempat bertumpunya sekat, lihat gambar 2.15. Batang pengikat terpasang pada pelat tabung dengan mekanisme ulir, sedangkan pada ujung lainnya dilengkapi dengan pasangan baut dan ulir untuk menahan sekat tetap berada pada posisinya.Dalam standar TEMA, diatur tentang ukuran besar diameter batang pengikat sebagai fungsi dari diameter dalam selongsong, semakin besar diameter dalam selongsong, maka semakin besar pula diameter batang pengikat dan jumlahnya semakin banyak karena ukuran sekat semakin besar dan berat.

(Sumber: Lit 16)

Gambar 2.15: Bafflespacer danbatang pengikat

2.3.1.9 Gasket

Gasket merupakan bahan atau material yang dipasang diantara dua permukaan benda, dimana didalamnya terdapat fluida bertekanan, untuk mencegah terjadinya kebocoran. Gambar 2.16 memperlihatkan dua jenis sambungan gasket yang umum digunakan konstruksi alat penukar kalor.


(36)

(Sumber: lit. 1 hal. 44) Gambar 2.16: Tipe gasket

2.2 Analisis Perpindahan Panas

2.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor

Perpindahan panas secara thermodinamika: Besarnya panas yang diserap fluida dingin

Qc = ṁc× cp,c × (Tco-Tci) (Lit. 11 hal. 488) (2.1) Dimana : Qc = kalornya yang diseap fluida dingin (kW)

c = laju aliran massa fluida dingin (kg/s) cp,c = kalor jenis fluida dingin (J/kg.oC) Tco = temperatur fluida dingin keluar (oC) Tci = temperatur fluida dingin masuk (oC)

Sifat fluida dingin dievualusi pada temperatur dingin rata-rata, yaitu: 2

T T

Tc = co − ci (Lit. 6 hal. 302) 2.2) Besarnya panas yang diserap fluida panas

Qc = ṁh × cp,h × (Tho-Thi) (Lit. 11 hal. 488) (2.3) Dimana : Qh = kalornya yang diseap fluida panas (W)

h = laju aliran massa fluida panas (kg/s) cp,h = kalor jenis fluida panas (J/kg.oC) Tho = temperatur fluida panas keluar (oC) Thi = temperatur fluida panas masuk (oC)


(37)

Sifat fluida dingin dievualusi pada temperatur dingin rata-rata, yaitu: 2

T T

T hi ho

h

= (Lit. 6 hal. 302) (2.4)

2.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD

Besarnya laju perpindahan panas kalor dengan metode LMTD dapat dihitung, yaitu:

Q = Uo × Ao × F × LMTD (Lit. 21 hal. 458) (2.5) Dimana: Q = parpindahan kalor (W)

Uo = koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K) F = faktor koreksi

LMTD = beda suhu rata-rata logaritma (K)

Beda suhu rata-rata logaritma (

LMTD),

LMTD =(Thi−Tco)−(Tho−Tci)

ln�T hi−T co�

�T ho−Tci�

(Lit. 8 hal. 48) (2.6)

Untuk mencari F diperlukan parameter ,

P =(Thi−Tci)

(Thi−Tci) (Lit. 8 hal. 48) (2.7)

R =(Thi−Tho)

(Tco−Tci) (Lit. 8 hal. 48) (2.8) Jika R = 1, maka diperoleh,

F =

P 1−P ln�2−P�2−√2�

2−P�2+√2��

(2.9)

Jika R ≠ 1, maka diperoleh,

F = �(R

2+1)×ln P 1−(P−R )� (R−1)×ln�

2−P�R +1−��R 2+1�� 2−P�R +1−��R 2−1��


(38)

Dimana: P = perbandingan efektivitas termal R = perbandingan kapasitas kalor Luas perpindahan kalor adalah:

Ao = π × do × L × Nt (Lit. 8 hal. 302) (2.11) Dimana : Ao = luas perpindahan kalor (m2)

do = diameter luar tabung (m) L = panjang tabung (m) Nt = jumlah tabung

2.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam Tabung)

Aliran internal adalah aliran yang mana fluida dibatasi oleh permukaan, lihat gambar 2.17. Oleh karena itu lapisan batas tak dapat berkembang tanpa akhirnya dipaksa. Konfigurasi aliran internal menunjukan geometri mudah untuk memanaskan dan mendinginkan fluida yang dipakai di pengolahan kimia, kontrol lingkungan, dan teknologi konversi energi.

(Sumber: lit. 4 hal. 337)

Gambar 2.17: Aliran internal dari air dalam sebuah pipa dan aliran eksternal dari udara di luar pipa (pipa yang sama)

Penggambaran aliran fluida dalam pipa dapat dilihat kembali dari penemuan bilangan Reynolds dimana pada kecepatan rendah aliran yang terjadi adalah laminar, yaitu fluida mengalir dalam aliran-aliran yang halus disertai perpindahan momentum dan panas diantara aliran-aliran yang diatur oleh pergerakan molekul, serta penurunan tekanan dalam pipa berhubungan langsung dengan konduktivitas termal yang dipengaruhi oleh viskositas dan perpindahan


(39)

panas. Pada kecepatan yang lebih tinggi, aliran yang terjadi adalah turbulen dimana proses transport dipercepat oleh komponen-komponen lateral kecepatan fluida sehubungan dengan adanya pusaran-pusaran yang terjadi.

Bilangan Reynolds pada sisi tabung dapat dihitung dengan persamaan:

Re,t = ṁt×di

ρ×At×υ (lit . 8 hal 325) (2.12) Dimana: Nt = jumlah tabung

ṁt = laju aliran massa sisi tabung (kg/s)

μ = viskositas dinamik (kg//m.s)

Sedangkan bilangan Nusselt di dalam tabung dapat dihitung dengan persamaan:

1. Jika aliran laminar Re,t< 2300, bilangan Nusselt di dalam tabung diperoleh persamaan

Nu,t = 1,86�Re ,t×Pr×di

L �

0,33

(Lit. 2 hal. 830) (2.13)

2. Jika aliran turbulen Re,t> 10.000, bilangan Nusselt di dalam tabung diperoleh persamaan

Nu,t = 0,023 × Re,t0,8× Prn (Lit. 2 hal. 830) (2.14)

Dimana:

n = 0,4 jika fluida sebagai pemanas n = 0,3 jika fluida sebagai pendigin

Penurunan tekanan di dalam tabung dapat dihitung yaitu:

Δpt = ρ×Vt2 2 �

4 ×ft×L×Np

di + 4 × Np� (Lit. 8 hal. 311) (2.15)

Dimana: ∆pt = penurunan tekanan di dalam tabung (Pa) Vt = kecepata fluida di dalam tabung (m/s) ft = faktor gesekan di dalam tabung L = panjang tabung (m)


(40)

Kecepatan fluida di dalam tabung,

Vt = ṁt

ρ×At

(Lit. 8 hal. 313) (2.16) Dimana : At = luas aliran tabung (m2)

Luas aliran tabung,

At =

Nt×π×di2 4Np

(2.17)

Dimana: Np = jumlah lintasantabung Faktor gesekan di dalam tabung untuk aliran laminar

ft = 64

Re (Lit. 8 hal. 313) (2.18)

Untuk aliran turbulen

ft = 0,046 × (Re)−0,2 (Lit. 16 hal. 482) (2.19)

2.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida Dalam Selongsong)

Aliran fluida yang berada dalam selongsong, seperti pada gambar 2.17, mengalami perubahan yaitu aliran aksial, aliran yang sejajar denganbundel tabung, aliran melintang yang menyeberangi bundel tabung diantara sekat yang dipasang.

Distribusi total aliran sisi selongsong ke dalam jumlah aliran parsial yang berbeda yang disebabkan oleh tahanan aliran yang ditunjukan seperti pada gambar 2.18. Model aliran yang dikemukan oleh Tinker (1951) dan kemudian dimodifikasi oleh Palen dan Toborek (1969) untuk sekat segmen tunggal.


(41)

(Sumber: lit. 16 hal. 293)

Gambar 2.18: Distribusi aliran sisi selongsong dan identifikasi dari macam-macam aliran

Aliran A, adalah aliran yang bocor akibat terdapatnya celah antara lubang sekat dengan tabung. Aliran B, merupakan aliran melintang yang sebenarnya. Aliran C, aliran bypass yang terjadi antara selongsong dengan bundel tabung. Aliran E, aliran yang terjadi karena adanya ruang bebas antara selongsong dan sekat. Aliran F, aliran yang terjadi karena adanya celah pada pelat pemisah antar lintasan aliran. Bocoran aliran terjadi apabila alat penukar kalor itu mempunyai aliran yang banyak (multipass).

2.2.4.1 Metode Kern

Metode Kern adalah metode yang paling sederhana yang digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas pada aliran eksternal.

2.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal

Besarnya koefisien perpindahan panas eksternal adalah:

hs =0,36 k

De × Re,s

0,55× P

r0,5 (lit. 8 hal 308) (2.20) dimana: hs = koefisien perpindahan panas eksternal (W/m2.K)

k = konduktivitas termal (W/m.K) De = diameter ekuivalen (m)

Diameter ekuivalen

untuk susunan segiempat,

De =

4�Pt2−π×d o 2 4 �

π×do


(42)

untuk susunan segitiga,

De = 4�P t

23 4 −

π×d o2 8 �

π×d o 2

(lit . 8 hal 309) (2.22)

- Bilangan Reynolds di sisi selongsong (Re),

Re,s = Ġs×De

μ (Lit. 8 hal 312) (2.23)

- Laju aliran massa per satuan luas di sisi selongsong (Ġs),

s =ṁs

As (lit . 8 hal 309) (2.24)

dimana: ṁs = laju aliran massa di sisi selongsong (kg/m2.s)

Ġs = laju aliran massa total di sisi selongsong (kg/m2.s) As = luas aliran sisi selongsong (m2)

- Luas aliran sisi selongsong (As)

As = Ds× C ×Lb

Xt (Lit. 8 hal. 110) (2.25)

dimana: C = celah antar tabung tabung (m) Lb = jarak antar sekat (m)

Xt = jarak pitch transversal (m)

2.2.4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps)

Penurunan tekanan yang melintasi selongsong (Δps) yang dinyatakan sebagai:

Δps =Ġs 2

×fs×Ds(Nb+1)

2×ρ×De (Lit. 8 hal. 310) (2.26) Dimana: ∆ps = penurunan tekanan di dalam selongsong (Pa)

fs = faktor gesekan di dalam selongsong Nb = banyaknya jumlah sekat

Faktor gesekan di dalam selongsong,


(43)

2.2.4.2 Metode Bell –Delaware

Delaware menemukan metode perhitungan perpindahan panas dan penurunan tekanan untuk aliran fluida di dalam selongsong dengan menggunakan beberapa faktor koreksi. Faktor-faktor tersebut meliputi:

a. Kebocoran yang melalui celah antar tabung dan sekat serta celah antara sekat dan selongsong

b. Aliran yang melalui celah antar bundel tabung dan selongsong c. Efek dari konfigurasi sekat

2.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong

Koefisien perpindahan panas di sisi selongsong (ho) dapat dihitung yaitu: ho = hid × Jc × Jl × Jb × Js (Lit. 8 hal. 317) (2.28) dimana: ho = koefisien perpindahan panas di sisi selongsong (W/m2K)

hi = koefisien perpindahan panas ideal (W/m2K) Jc = faktor koreksi sekat yang dipotong

Jl = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat Jb = faktor koreksi akibat aliran bypass

Js = faktor koreksi pada jarak sekat

- Koefisien perpindahan panas ideal yang diperoleh dari persamaan

hid =Nu ,s×ks

do (Lit. 8 hal. 231) (2.29) Zukauskas membuat rumus korelasi untuk perpindahan kalor konveksi aliran menyilang melintasi bendel tabung susuanan selang seling dan susunan segitiga untuk jumlah baris tabung (Nr,cc) lebih besar dari 16.

Untuk susunan bundel tabung segaris (in-line):

Nu,s = 0,90 × Re,s0,4× Pr0,25, untuk 1≤Re,s < 100

Nu,s = 0,52 × Re,s0,5× Pr0,25, untuk 100≤Re,s < 1000

Nu,s = 0,27 × Re,s0,63 × Pr0,25, untuk 1000≤ Re,s < 2.105

Nu,s = 0,033 × Re,s0,8× Pr0,25, untuk 2.105 ≤ Re,s < 2.106

(Lit. 2 hal. 833) (2.30)


(44)

Untuk susunan bundel tabung selang-seling (staggered):

Nu,s = 1,04 × Re,s0,4× Pr0,36, untuk 1≤Re,s < 500 Nu,s = 0,71 × Re,s0,5× Pr0,36, untuk 500≤Re,s < 1000 Nu,s = 0,35 ×�

Xt Xl�

0,2

× Re,s 0,63

× Pr0,36, untuk 1000≤Re,s < 2.105

Nu,s = 0,031 � Xt Xl�

0,2

× Re,s0,8× Pr0,36, untuk 2.105 ≤ Re,s < 2.106

- Bilangan Reynolds pada sisi selongsong (Re,s) yang dinyatakan sebagai

Re,s = ρ

×Vmax×do

μ (Lit. 16 hal. 443) (2.32)

dimana: Vmax = kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah Kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah aliran yang dihitung dari persamaan:

Vmax = ṁs

ρ×Am

(Lit. 3 hal. 71) (2.33) dimana: Am = luas aliran melintang tabung (m2)

Luas aliran melintang tabung

Untuk susunan tabung selang-seling,

Am = Lb�Ds −Dotl +(Dotl−do)(Xt−do)

Xt � (Lit. 16 hal. 592) (2.34) dimana: Dotl = diameter bundel tabung (m)

Untuk susunan tabung segaris,

Am = Lb�Ds −Dotl +

2(Dotl−do)(Xt−do)

Xt � (Lit. 16 hal. 592) (2.35)

(Sumber: lit. 16 hal. 588)

Gambar 2.19: Hubungan geometri sekat terhadap alat penukar kalor segmen tunggal

(Lit. 2 hal. 833) (2.31)


(45)

- Faktor koreksi sekat yang dipotong

Faktor koreksi ini termasuk pengaruh perpindahan panas pada jendela sekat dan bundel tabung

Jc = 0,55 + 0,72 × Fc

= 0,55 + 0,72 × (1−2Fw) (Lit. 16 hal. 648) (2.36) dimana: Fc = fraksi tabung pada aliran menyilang

Fw = fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas

fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas (Fw) yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan,

Fw = θctl 2π −

sin θctl

2π (Lit. 8 hal. 590) (2.37) dimana: θctl = sudut lingkaran terluar tabung (rad)

- Faktor koreksi pada kebocoran aliran melalui tabung-sekat dan sekat-selongsong (menyangkut aliran A dan E), lihat gambar 2.19.

JL = 0,44(1−rs) + [1−0,44(1−rs)]e−2,2rlm (Lit. 16 hal. 648) (2.38) dimana: rlm = rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

rs = rasio luasan kebocroan terhadap selongsong dengan sekat terhadap luasan aliran melintang

Rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

rlm =Asb+Atb

Am (Lit. 16 hal. 648) (2.39) dimana: Asb = luas aliran pada celah antara selongsong dan sekat (m2)

Atb = luas aliran pada celah antara tabung dan sekat (m2)

Rasio luasan kebocroan terhadap selongsong dengan sekat terhadap luasan aliran melintang,

rs = Asb Asb+Atb


(46)

Lihat gambar 2.20 daerah yang tebal adalah luas kebocoran antara selongsong dan sekat (Asb) adalah

Asb = π× Ds�δsb

2 � �1−

θb

2π� (Lit. 16 hal. 593) (2.41) dimana: θb = sudut pusat bundel tabung (rad)

δsb= jarak ruang bebas diametral dari sekat dengan selongsong (m)

Gambar 2.20: Luas kebocoran antara selongsong dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal)

Sudut pusat bundel tabung, dapat dilihat pada gambar 2.19.

θb = 2cos−1�1− 2Lc

Ds�

(Lit. 16 hal. 590) (2.42)

Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (Atb), lihat gambar 2.21, adalah:

Atb = π

×do×Nt×δtb(1−Fw)

2 (Lit. 16 hal. 593) (2.43)

dimana: δtb= jarak ruang bebas diametral dari sekat dengan tabung (m)

Gambar 2.21: Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal)

δsb

2

δsb

2

δsb


(47)

- Faktor koreksi efek bypass, menyangkut aliran C dan F, lihat gambar 2.15.

Jb = exp�−C × rb�1− �2rss 1

3��� (Lit. 16 hal. 648) (2.44) dimana: C = 1,35 untuk Re,s ≤ 100

= 1,25 untuk Re,s> 100

rb = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat rss = faktor koreksi untuk sealing strip

Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat:

rb =Abp

Am (Lit. 16 hal. 648) (2.45)

Dimana: Abp = luas kebocoran melintang untuk by-pass (m2) luas kebocoran melintang untuk by-pass,

Abp = Lb�Ds −Dotl + 0,5 × NP × wp� (Lit. 2 hal. 835) (2.46)

Faktor koreksi untuk sealing strip,

rss = Nss Nr ,cw =

Nss 0,8 X l�Lc−

1

2(Ds−Dctl)�

(Lit. 16 hal. 648) (2.47)

dimana: Nr,cw = jumlah baris tabung yang dilintasi aliran melintang

Nss = banyaknya jumlah sealing strips yang dipasang untuk menahan aliran bypass pada aliran melintang

- Faktor koreksi terhadap jarak sekat pada sisi masuk dan sisi keluar alat penukar kalor,

Js =

Nb−1+Li1−n+Lo1−n Nb−1+Li+Lo

(Lit. 16 hal. 648) (2.48)

dimana: Lb,i = jarak sekat di sisi masuk selongsong (m) Lb,o = jarak sekat di sisi keluar selongsong (m) n = 0,6 untuk aliran turbulen


(48)

Jarak sekat di sisi masuk selongsong,

Li = Lb ,i

Lb

(Lit. 16 hal. 648) (2.49)

Jarak sekat di sisi keluar selongsong,

Lo = Lb ,o

Lb

(Lit. 16 hal. 648) (2.50)

2.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong

Seperti halnya pada perhitungan koefisien perpindahan panas, perhitungan penurunan tekanan pada metode Bell – Delaware juga memperhitungkan beberapa faktor koreksi.

1. Besarnya penurunan tekanan aliran melintang pada bagian tengah antara ujung-ujung sekat, lihat gambar 2.22.

∆pc = [(Nb −1)∆pc× Rb]Rl (Lit. 8 hal. 328) (2.51)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590)

Gambar 2.22: Aliran melintang bagian tengah

2. Besarnya penurunan tekanan total pada bagian sekat yang dipotong (sebelah jendela), lihat gambar 2.23.

∆pw = Nb ×∆pwi × Rl (Lit. 8 hal. 328) (2.52)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590) Gambar 2.23: Aliran daerah jendela


(49)

3. Besarnya penurunan tekanan pada bagian sisi masuk dan keluar selongsong, lihat gambar 2.24.

∆pe = 2 ×∆pc × Rb × Rs�1 +Nr ,cw

Nr ,cc� (Lit.8 hal. 328) (2.53)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590)

Gambar 2.24: Aliran daerah sisi masuk dan keluar selongsong

Penurunan tekanan total yang melintasi selongsong (Δps) yang dinyatakan sebagai:

∆ps =∆pc+∆pw +∆pe (Lit. 8 hal. 329) ∆ps= [(Nb−1)∆pc× Rb+ Nb×∆pwi]Rl+ 2∆pc× Rb× Rs�1 +

Nr ,cw

Nr ,cc� (2.54)

dimana: Nr,cc = jumlah baris tabung efektif yang dilalui aliran melintang Rl = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Rb = faktor koreksi untuk aliran bypass Rs = faktor koreksi untuk jarak sekat

Δp,c = penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Pa)

Δp,w = penurunan tekanan untuk ideal daerah jendela (Pa)

- Jumlah baris tabung efektif yang dilalui aliran melintang (Nr,cc) yang diperoleh dari persamaan,

Nr,cc =

Ds−2Lc


(50)

- Faktor koreksi pada aliran efek bypass a. Untuk rss < ½

Rb = exp�−D × rb�1−(2rss) 1

3�� (Lit. 16 hal. 650) (2.56) dimana: D = 4,5 untuk Re,s ≤ 100, (laminar)

D = 3,7 untuk Re,s> 100, (turbulen) b. Untuk rss ≥ ½

Rb = 1 (Lit. 16 hal. 650) (2.57) - Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat,

Rl = exp �−1,33(1 + rs)rlm[−0,15(1+rs)+0,8]� (Lit. 16 hal. 650) (2.58) - Penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Δpid) yang dinyatakan sebagai,

∆pid =

4×fid×Gc2×Nr ,cc 2×gc×ρ

(Lit. 16 hal. 393) (2.59)

fid = 3,5�1,33do

Pt� b

Re,s−0,476 (Lit. 16 hal. 656) (2.60)

b = 6,59

1+0,14Re ,s0,52

(Lit. 16 hal. 656) (2.61)

Gc = ṁs As

(Lit. 16 hal. 396) (2.62) - Penurunan tekanan daerah jendela (Δpw)

∆pw =�

2+0,6Nr ,cw�ṁs2 2×Am×Aw×ρ

(Lit. 8 hal. 330) (2.63) dimana: Aw = luas aliran jendela sekat bersih (m2)

Luas aliran jendela sekat bersih (Aw) yang dinyatakan sebagai

Aw = Aw,g −Aw,t (Lit. 2 hal. 828) (2.64)

Luas aliran jendela sekat kotor,

Aw,g = Ds2

4 �

θb

2 − �1− 2Lc

Ds�sin

θb

2� (Lit. 2 hal. 828) (2.65)

Luas aliran jendela sekat yang ditempati oleh tabung,


(51)

- Faktor koreksi terhadap jarak sekat pada sisi masuk dan sisi keluar alat penukar kalor

Rs =�Lb Lb ,i�

2−n′

+�Lb Lb ,o�

2−n′

(Lit. 16 hal. 650) (2.67) dimana: n′ = 1 untuk aliran laminar

n′ = 0,2 untuk aliran turbulen

2.2.5 Koefisien perpindahan kalor menyeluruh

Persamaan dibawah berlaku untuk alat penukar kalor dalam kondisi baru atau tidak terjadi faktor pengotoran pada pipa.

Uo =

1 d o

d i× 1 h i+

d o 2k×ln

d o d i+

1 h o

(Lit.8 hal. 38) (2.68)

Jika terjadi faktor pengotoran maka koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat ditentukan:

1 U =

1

ho + fo+

do×ln�d od i� 2kw +

fi×do di +

do hi×di

(Lit.8 hal. 41) (2.69)

2.2.6 Efektivitas alat penukar kalor

Efektivitas digunakan untuk membandingkan satu alat penukar kalor dengan alat penukar kalor lainnya untuk memudahkan memilih yang sesuai dengan kebutuhan. Efektivitas dipengaruhi oleh beberapa macam faktor. Salah satunya adalah kecepatan aliran. Penukar kalor selongsong dan tabung menggunakan dua fluida. Bila perbandingan kecepatan aliran antara kedua fluida ini bertambah, maka efektivitas juga bertambah.

Efektivitas alat penukar kalor untuk tipe selongsong dan tabung yakni:

ϵ= 2�1 + c +√1 + c2 1+exp�−NTU√1+c2� 1−exp�−NTU√1+c2

−1

(Lit. 4 hal.694) (2.70)

c = Cmin

Cmax =

�ṁ.cp�min

�ṁ.cp�max

(Lit. 4 hal.694) (2.71)

NTU = UA


(52)

2.3Analisis CFD Menggunakan Flow Simulation Solidwork

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memenfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida. Mulai dari aliran fluida, perpindahan panas dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida.

Atas prinsip-prinsip dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan melibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persaman-persamaan ini adalah Persaman-persamaan yang membangkitkan dengan memasukan parameter apa saja yang terlibat dalam domain.

Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persaman adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagai definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persaman-persamaan yang terlibat.

Adapun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan CFD antara lain:

- Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi.

- Memiliki kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen.

- Memiliki kemampuan untuk studi dibawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan scenario kecelakaan).


(53)

Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas tiga bagian utama: 1. Prepocessor

Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary condition. Ditahap ini juga sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing.

2. Processor

Pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit.

3. Post processor

Tahap akhir merupakan tahap post processor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu.

SolidWorks adalah sebuah program computer-aided design (CAD) 3D yang menggunakan platform Microsoft Windows. Dikembangkan oleh SolidWorks Corporation, yang merupakan anak perusahaan dari Dassault Systèmes, S. A.

SolidWorks Flow Simulation merupakan salah satu feature yang ditawarkan SolidWorks untuk aplikasi Computational Fluid Dynamic (CFD). SolidWorks FlowSimulation melakukan perhitungan dan pertimbangan dari semua faktor karena perangkat lunak ini memahami bahwa geometri dan persamaan aliran berlaku pada 3 metode konservasi: massa, momentum, dan energi (konservasi energi menjadi bagian dari perhitungan termal). Dibutuhkan waktu lebih lama untuk menghitung koefisien perpindahan panas secara manual pada setiap permukaan kontak dengan fluida disekitarnya.


(54)

BAB III

PERANCANGAN ALAT PENUKAR KALOR

4.1 Detail Komponen-komponen Alat Penukar Kalor

Penentuan detail geometri, tipe, dan dimensi dari komponen-komponen yang terdapat pada alat penukar kalor dilakukan berdasarkan standar TEMA. Jenis material yang digunakan ditentukan berdasarkan jenis-jenis material yang sering dan umum yang digunakan dalam dunia industri. Gambar 3.1 menunjukan gambar susunan alat penukar kalor dari komponen-komponen alat penukar kalor.

Gambar 3.1 Asemmbly alat penukar kalor 1. Selongsong

Selongsong Selongsong yang digunakan berdiameter 503 mm. yang ukurannya dapat dilihat dari lampiran B dan dipilih berdasarkan standar TEMA dimana untuk pipa yang berdiameter 503 mm digunakan ketebalan minimum sebesar 9.5 mm.

Diameter selongsong

Diameter luar (Do) = 0,503 m

Tebal = 0,1 m

Diameter dalam (Ds) = 0,483 m

Material = Carbon steel

Gambar 3.2 Desain selongsong

Bundel tabung

Nossel selongsong Nossel tabung

sekat selongsong


(55)

2. Tabung

Tabung yang digunakan berdiameter 1 in yang dapat dilihat dari lampiran E-1 dan dipilih berdasarkan standar TEMA.

Panjang tabung(Lt) = 6,096m Diameter tabung

BWG = 14

Diameter luar (do) = 0,0254m Diameter dalam (di) = 0,02118 m

Tebal (t) = 0,00211m

Pola tabung = segitiga Tubepitch (Pt) = 1,25 × do

= 0,03175 m Jumlah tabung (Nt) = 125

Material = tembaga paduan

Gambar 3.3 Susunan tabung 3. Sekat

Tipe = segmental horizontal cut

Jarak pemotongan sekat (Lc) = 19.93% Ds

= 0,0955m

Material = stainless steel

Diameter celah antara selongsong dan sekat = 0,002m Diameter celah antara tabung dan sekat = 0,0008m Diameter lubang tabung = do + δtb


(56)

Jarak antar sekat (Lb) = 0,44 x Ds = 115 mm

Tebal sekat = 5 mm

4. Penutup

a. Penutup stasioner

Tipe = A

Diameter luar = 0.483 m

Tebal minimum selongsong = 0,0095 m (standar TEMA)

Tebal = 0,010 m

Diameter dalam = 0,473 m

Material = SB-169 C641400

b. Penutup bagian belakang

Tipe = S

Diameter luar = 0,582 m

Tebal minimum selongsong = 0,0095 m (standar TEMA)

Tebal = 0,011 m

Diameter dalam = 0,571 mm

Material = SA-285 C

5. Pelat tabung

Pelat tabung dengan jumlah aliran lintasan pada tabung sebanyak empat maka pada gambar 2.13 yang dipilih tipe 1.

Material = Stainless steel

Tebal aktual = 0,045 m

Diameter luar pelat tabung = 0,550 m Diameter dalam pelat tabung = 0,477 m Diameter lubang tabung = 0,0257 m 6. Nossel

Radial nozzle dipilih sebagai bentuk nossel yang akan digunakan dalam desain.


(57)

Tabel 3.1 Nossel pada sisi masuk dan keluar pada tabung dan selongsong Nossel in/out pada tabung Nossel in/out pada selongsong Material Stainless steel Stainless steel

Diameter Diameter luar tebal

Diameter dalam

4 in 0,1016 m 0,00602 m 0,09558 m

4 in 0,1016 m 0,01112 m 0,09048 m (Sumber Lit. 8)

7. Flens

Flens dipilih dengan tipe 150 lb dengan ketebalan 42 mm.

Tipe = flens dilas bagian leher (welding neck flenge) Material = Stainless steel

Diameter luar flens = 0,728 mm Diameter dalam flens = 0,607 mm Diameter lubang baut = 41,15 mm Minimum bolt size = ¾ in (M36)

Tipe baut = baut tap diulir sepanjang tinggi baut (stud bolt threaded full length)

8. Batang pengikat

Jumlah batang pengikat dipilih dan disesuaikan berdasarkan standar TEMA.

Jumlah batang pengikat = 6

Diameter = 3/8 in

9. Gasket

Dalam desain ini dipilih gasket dengan tipe peripheral dengan tebal minimum 6 mm dan dipilih confined gasket sabagai sambungan gasket.

Tipe = peripheral Tebal = 6 mm Material = asbestos Tipe gasket = confined


(58)

3.2. Analisis Perpindahan Panas

Gambar 3.4 Menunjukan diagram alir proses perancangan alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung. Sebagai tahap awal perancangan,data-data kondisi operasi penukar panas harus ditentukan terlebih dahulu

Kecepatan fluida dalam tabung = kecepatan yang

diperbolehkan Geometri tabung, sifat fluida dalam tabung

LMTD

Temperatur air laut = asumsitemperatur air laut keluar Cari cp pada temperatur rata-rata air laut

Asumsi temperatur air laut keluar

Laju perpindahan panas air laut

Temperatur gas hidrokarbon masuk dan keluar, laju aliran massa gas hidrokarbon, tekanan gas hidrokarbon, temperatur air laut masuk, laju aliran massa air laut

tidak ya

tidak ya


(59)

Hitung koefisien perpindahan panas Jarak antar sekat dengan standar TEMA kecepatan fluida dalam selongsong sesuai dengan

batasan kecepatan yang diijinkan

Aliran eksternal (metode Kern dan metode Delaware) Koefisien perpindahan panas internal, penurunan tekanan

Hitung luas perpindahan panas

Koefisien perpindahan panas total sesuai dengan koefisien perpindahan panas yang dibutuhkan

selesai

Gambar 3.4: Diagram alir analisa perhitungan perpindahan panas tidak ya

Geometri tabung, sifat fluida dalam selongsong


(60)

3.2.1. Proses perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor 3.2.2. Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD

Kondisi operasi alat penukar kalor seperti terlihat pada tabel 3.2 dimana gas hidrokarbon mengandung minimum 95% propana (C3H8) dan maksimum 2,5% butana (C4H10). Gas hidrokarbon pada alat penukar ini berupa cairan. Sedangkan air laut di daerah Dumai mempunyai salintas air laut sekitar 28-32 g/kg, dimana fungsi air laut pada alat penukar kalor ini adalah sebagai media pendingin. Air laut tersebut nantinya dibuang kembali ke air laut dengan didahului proses penyaringan limbah.

Tabel 3.2 Data operasi alat penukar kalor 300-E-9

Uraian Selongsong Tabung

Fluida Gas hidrokarbon Air laut

Laju aliran massa (kg/s) ṁs 9,42 ṁt 10,21

Suhu masuk (oC) Thi 55 Tci 30

Suhu keluar (oC) Tho 38 Tco 38

Tekanan operasi (kPa) pt 1641,63 ps 313,81 (Sumber: Lit. 8)

Sifat gas hidrokarbon dievualusi pada temperatur gas hidrokarbon rata-rata, yaitu:

Th =

Thi+ Tho

2 =

328 K + 311 K

2 = 319,5 K = 46,5℃

Pada tabel 3.3 sifat fluida propana dengan temperatur rata-rata 46,5oC dicari dengan menggunakan website http://webbook.nist.gov/chemistry/fluid/. Perhitungan keseimbangan energi

Tabel 3.3 Sifat air laut pada suhu 46,oC Temperatue (C) Density (kg/m3) Cp (J/gK) Viscosity (Pa*s) Therm. Cond. (W/m*K) 46,5 455,64 3,0274 7,7104 × 10-5 0,084101 Qh = ṁs × cp,h × (Thi - Tho)

= 9,4 kg/s x 3027,4 J/kg.K (328 K – 311 K) = 484793,54 W


(61)

Sifat fluida air laut dicari dengan menggunakan perangkat lunak Lauterbach Verfahrenstechnik versi demo. Gambar 3.5 merupakan sifat fluida air laut pada temperatur udara rata-rata 36,25 oC, dimana salinitas air laut di daerah Dumai sekitar 28 sampai 32 g/kg maka diambil nilai 30,4 g/kg.

Tc =Tco+Tci

2 =

311 + 303

2 = 307 K = 34 ℃

Gambar 3.5 Sifat air laut pada suhu 34oC

Berdasarkan persamaan keseimbangan energi, laju perpindahan panas pada sisi tabung sama dengan laju perpindahan panas pada sisi selongsong. Oleh karena itu, temperatur air laut keluar dapat dihitung dengan persamaan:

Tc,o = Tc,i+

Qh ṁt. cp,t

= 303 K + 484793,54

J s

10,21kg

s × 4020

J kg .K


(62)

Nilai temperatur air laut keluar yang diperoleh tidak sama dengan permisalan sehingga harus melakukan iterasi terhadap temperatur air laut keluar yang diperoleh sebelumnya sehingga nilai yang diperoleh mendekati harga yang sebenarnya, lihat tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil iterasi pada air laut

Iterasi Tc,i (C) Tc,o (C) Tc (C) cp,t (J/kg.C)

1 30 38 34 4020

2 30 41,80 35,90 4020 3 30 41.80 35,90 4020

Nilai temperatur air laut keluar sebenarnya diperoleh dari tabel 3.3 sebesar 35,90oC dimana didapat nilai-nilai sifat fluida seperti pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Sifat fluida air laut pada 35,90oC - Beda suhu rata-rata logaritma (K)

Gambar 3.7 menunjukan distribusi temperatur yang terjadi pada alat penukar kalor yang menunjukan besarnya temperatur masuk selongsong dan tabung dan temperatur sisi keluar selongsong dan tabung.


(63)

Gambar 3.7: Distribusi temperatur

���� =(�ℎ�− ���)−(�ℎ� − ���) ��(�ℎ�−���)

(ℎ�−���)

=(55−41,80)−(38−30)

��(55(38−41,80)30)

= 10,38 oC

- Untuk mencari F diperlukan parameter

� =(��� − ���) (�ℎ�− ���) =

(43−29,5)

(81,3−29,5)= 0,47204

� = (�ℎ�− �ℎ�) (��� − ���) =

(81,3−43)

(41,80−29,5) = 1,4405

Sehingga,

F = �

(R2+ 1) × ln 1−P 1−(P×R)�

(R−1) × ln�2−P�R+1−�(R

2+1) 2−P�R+1+�(R2+1)

= �

(1,440522+ 1) × ln� 1−0,47204 1−(0,47204 ×1,44052 )�

(1,44052−1) × ln�2−0,47204�1,44052 +1−�(1,44052

2+1) 2−0,47204�1,44052 +1+�(1,440522+1)

0 10 20 30 40 50 60 Thi Tho Tco Tci


(64)

= 0,4509

- Luas perpindahan kalor

Ao = π × do × Lt × Nt = π × 0,0254m × 6,096 m× 125 = 60,804 m2

3.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam tabung)

3.2.3.1 Mencari koefisien perpindahan kalor di dalam tabung

Luas aliran sisi tabung

At =

Nt ×π× di2 4 × Np

= 125 ×π× (0,02118 m)

2

4 × 6

= 0,00734 m2

Bilangan Reynold pada sisi tabung,

Re,t =

ṁt × di

ρ× At ×υ

= 10,21

kg

s × 0,02118 m

1016kg

m3× 0,00734 m

2× 0,000744m2 s = 38974,85

Untuk aliran turbulen Re,t>10000 maka bilangan Nusselt di dalam tabung diperoleh,

Nu,t = 0,023 × Re,t0,8× Prn

= 0,023 × 38974,850,8 × 4,8770.3 = 174,1

Koefisien perpindahan panas pada sisi tabung,

hi =

Nu,t× k di


(65)

= 174,1 × 0,6228

W m .K

0,02118 m

= 5119,45 W

m2. K

3.2.3.2 Penurunan tekanan di dalam tabung

Kecepatan fluida di dalam tabung,

Vt =

t ρ× At

= 10.21

kg s

1016kg

m3× 0,00734 m2

= 1,36 m

s

Faktor gesekan di dalam tabung,

ft = 0,046 × (Re)−0,2

ft = 0,046 × (38974,85)−0,2 = 0,0055 Penurunan tekanan pada sisi tabung,

Δpt =

ρ× Vt2

2 �

4 × ft× L × Np

di

+ 4 × Np�

= 1016

kg

m3× (1,36m) 2

2 �

4 × 0,0055 × 6,096 m × 6

0,02118 m + 4 × 6�

= 59383,4 Pa

3.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam selongsong)

Dari hasil pemilihan material dan ukuran alat penukar kalor yang optimum maka dapat diambil data geometri yang diperlukan dalam proses perhitungan aliran eksternal, seperti pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Konfigurasi geometri alat penukar kalor

Diameter dalam selongsong Ds 0,483 m

Diameter luar tabung do 0,0254 m

Diameter dalam tabung di 0,02118 m

Jarak antar dua permukaan tabung Pt 0,03175 m

Jarak antar tabung C 0,00635 m

Jarak sekat Lb 0,115 m

Panjang selongsong Ls 5,912 m

Panjang tabung L 6,096 m


(66)

Diameter lingkaran melalui pusat tabung Dctl 0,409224 m

Jarak pemotongan sekat Lc 0,0955 m

Lebar bypass wp 0,03442 m

Jarak selongsong dengan sekat δsb 0,002 m

Jarak tabung dengan sekat δtb 0,0008 m

Jumlah tabung Nt 125 buah

Jumlah lintasan Np 6 buah

Jumlah sekat Nb 46 buah

3.2.4.1 Metode Kern

3.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal

- Diameter ekuivalen untuk susunan segitiga,

De = 4�

Pt2√3 4 −

π×do2

8 �

π×do

2

=

4�0,031752√3

4 −

π×0,02542

8 �

π×0,0254 2 = 0,0183 m

Luas aliran sisi selongsong (AS),

As =

Ds × C × Lb Pt

= 0,483m × 0,00635 m × 0,115m

0,03175 m

= 0,0111 m2

Laju aliran massa per satuan luas (Ġs),

Ġs =

ṁ s

As

= 9,42

kg s

0,0111m2 = 847,96 kg/m2s

- Bilangan Reynolds pada sisi selongsong,

Re,s =

Ġs × De


(67)

= 847,96

kg

m2.s× 0,0183 m

7.7104.10−5 kg m .s = 201929,53

- Besarnya koefisien perpindahan panas eksternal,

h0 =

0,36 k De

× Re0,55 × Pr0,5

= 0,36 × 0,084101

W m .K

0,0183 m × 201929,53

0,55 × 2,7750,5

= 2273,64 W

m2. K

3.2.4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps)

Faktor gesekan di dalam selongsong,

fs = exp�0,576−0,19 × ln�Re,s��

= exp[0,576−0,19 × ln(201929,53)]

= 0,174

Penurunan tekanan yang melintasi selongsong (Δps),

Δps =fs× Ġs

2

× (Nb+ 1)× Ds 2×ρ×De

= 0,174�847,96

kg m2.s

2

×(46 + 1) × 0,483 m

2×455,64kg

m3×0,0183 m

= 170361,49 Pa

3.2.4.2 Metode Bell-Delaware

3.2.4.2.1. Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong


(68)

θb = 2cos−1�1−

2Lc

De

= 2cos−1�1−2(0,0955 m)

0,483m �

= 1050 = 1,843 rad

Sudut pusat terhadap lingkaran terluar tabung,

θctl = 2cos−1�

Ds −2Lc

Dctl

= 2cos−1�0.483 m−2(0.0955 m)

0.409224 m �

= 88,950 = 1,5525 rad

Luas kebocoran antara selongsong dengan sekat (Asb),

Asb =π× Ds�

δsb

2 � �1− θb

2π�

= π× 0.483 m�0.002m

2 � �1−

1,843rad

2π �

= 0.00107 m2

Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (Atb),

Atb =

π×do ×Nt ×δtb ×(1−Fw) 2

= π×0,0254×125×0,0008 m×(1−0,0879)

2

= 0,003638 m2

Luas kebocoran melintang untuk bypass,

Abp = Lb�Ds −Dotl + 0,5 × NP × wp


(69)

= 0,00556 m2

Jumlah baris tabung efektif yang dilalui aliran melintang (Nr,cc),

Nr,cc = Ds −2Lc Xl

=0,483 m−2(0,0955 m)

√3

2 (0,03175 m)

= 10,61 = 11

Jumlah baris tabung yang dilintasi aliran melintang (Nr,cw),

Nr,cw =

0,8 Xl �

Lc−

1

2(Ds −Dctl)�

= 0,8

√3

2 (0,03175 m)

�0,0955 m−1

2(0,483 m−0,409224 m)�

= 1,70

- Koefisien perpindahan panas Luas aliran melintang tabung,

Am = Lb�Ds −Dotl +

(Dotl −do)(Pt−do)

Pt �

= 0,115�0,483−0,434625

+(0,434625−0,0254)(0,03175−0,0254)

0,03175 �

= 0,01497 m2

Kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah aliran ,

Vmax =

s ρ× Am


(1)

n 0.2 0.290778

30024.373 Pa

Metode LMTD

1702.903

Efektivitas Alat Penukar Kalor

Metode LMTD

cc =s × Cp,c 41079.93


(2)

3.630953

0.68

Metode Kern

Fluida: Air laut

fi 0.00035

hi 5123.022

Sisi selongsong

fo 0.0003

ho 2273.429

Tahanan dinding

Material tabung Tembaga


(3)

Koefisien perpindahan panas total 0.0014

U 714.51

0.224767 0.187833

Metode Bell – Delaware

ho 2438.834

Koefisien perpindahan panas total


(4)

0.229662

0.191218


(5)

Lampiran – I: Parameter Sifat Hidrocarbon (Propane) untuk SolidWorks Flow Simulation

Temperature (C°) Dynamic Viccosity (Pa*s) Spesific Heat (J/Kg.K) Thermal Conductivity (W/m.K)

20 0.00010232 2675.3 0.096087

22 0.00010023 2695.6 0.095138

24 0.000098171 2716.7 0.094197

26 0.000096151 2738.6 0.093263

28 0.000094164 2761.3 0.092336

30 0.000092209 2784.9 0.091417

32 0.000090285 2809.5 0.090506

34 0.000088389 2835.2 0.089601

36 0.000086521 2862.1 0.088704

38 0.000084679 2890.2 0.087813

40 0.000082861 2919.7 0.086929

42 0.000081067 2950.9 0.086052

44 0.000079293 2983.7 0.085181

46 0.00007754 3018.4 0.084316

48 0.000075805 3055.3 0.083458

50 0.000074086 3094.7 0.082604

52 0.000072382 3136.8 0.081756

54 0.000070692 3182 0.080912


(6)

Lampiran – J: Parameter Air laut dengan salinitas 30.4 g/kg untuk SolidWorks Flow Simulation

Temperature (C°) Dynamic Viccosity (Pa*s) Spesific Heat (J/Kg.K) Thermal Conductivity (W/m.K)

15.16 0.0012080 1022 0.5921

20.16 0.0010620 1021 0.6

25.16 0.0009491 1020 0.6077

30.16 0.0008486 1018 0.6149

35.16 0.0007689 1016 0.6217

40.16 0.0006967 1014 0.628

45.16 0.0006386 1012 0.6342

50.16 0.0005853 1010 0.6399

55.16 0.0005411 1008 0.6452

60.16 0.0005003 1005 0.65

65.16 0.0004662 1003 0.6546

70.16 0.0004343 999.8 0.659

75.16 0.0004075 996.9 0.6632

80.16 0.0003824 994 0.667

85.16 0.0003607 990.9 0.6702