Perancangan dan Simulasi 3D Alat penukar Kalor Tipe Selongsong dan Tabung

(1)

ALAT PENUKAR KALOR

PERANCANGAN DAN SIMULASI 3D ALAT

PENUKAR KALOR TIPE SELONGSONG DAN

TABUNG

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

OLIMPIANUS SINURAYA

NIM : 080421028

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K M E S I N

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

PERANCANGAN DAN SIMULASI 3D ALAT PENUKAR

KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

OLIMPIANUS SINURAYA NIM. 080421028

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke – 161 pada Tanggal 01 Oktober 2011

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Mulfi Hazwi, Msc Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST. MT.


(6)

PERANCANGAN DAN SIMULASI 3D ALAT PENUKAR

KALOR TIPE SELONGSONG DAN TABUNG

OLIMPIANUS SINURAYA NIM. 080421028

Penguji I Penguji II

Ir. Mulfi Hazwi, Msc Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST. MT.

NIP. 1949101 2198103 1 002 NIP. 19720610 200012 1 000


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang telah memberikan kesempatan, pengetahuan, pengalaman, dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Perancangan dan Simulasi 3D Alat penukar Kalor

Tipe Selongsong dan Tabung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang

harus ditempuh bagi setiap mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU untuk memperoleh gelar kesarjanaan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan mulai dari awal sampai akhir penyelesaiannya. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST. MT. selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staff pengajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

4. Kepada karyawan-karyawan Pertamina dan Palmechandra yang memberikan data-data survei, tabel dan buku khususnya kepada Mamed, Sukri Rahmadani, Sharonas Agung dan Ricky Chandra Sebayang.

5. Kedua orang tua penulis, Sofian Sinuraya dan Samaria Br. Gintingyang telah memberikan dukungan moril dan material serta doa selama dalam masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

6. Buat abang saya dan adik saya Indra Christopher Sinuraya, SH dan Renaldo Sinuraya dan adik saya Delen Oktalin Sinuraya S.E dan Sartika Sinuraya SH. 7. Untuk teman - teman yang telah memotivasi dan mendoakan penulis dalam


(8)

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin Ekstension yang telah banyak membantu penulis dan penyusunan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan koreksi untuk kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011 Penulis,

Olimpianus Sinuraya 080421028


(9)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas perancangan alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung yang berfungsi sebagai pemanas air dengan memanfaatkan emisi gas buang sebagai media pemanas. Perencanaan ini dilakukan karena kinerja alat penukar kalor tidak sesuai dengan kebutuhan karena temperatur gas buang keluar lebih tinggi dari yang diharapkan.

Perancangan berdasarkan dari jurnal “Studi Ekperimental Efektivitas Alat Penukar Kalor Shell and Tube dengan Memanfaatkan Gas Buang Mesin Diesel Sebagai Pemanas Air” oleh Zainnudin dan dilakukan perancangan ulang komponen-komponen alat penukar kalor yang disesuaikan standar TEMA. Rancangan dilakukan dengan menggunakan tiga alternatif yaitu APK 1 – 1 lintasan. APK 1 – 2 lintasan dan APK 1 – 4 lintasan.

Rancangan alat penukar kalor hanya dilakukan pada putaran mesin 1500 rpm dan beban 0 kW. Desain alat penukar kalor yang optimal dipilih adalah 1 – 4 lintasan karena efektivitas alat penukar kalor yang dihasilkan paling tinggi dibandingkan dua alternatif lainnya sebesar 83,35 %.

Metode Kern lebih mudah diaplikasikan dalam perhitungan perpindahan panas karena merupakan metode yang paling sederhana, namun metode ini akan memberikan hasil yang kurang akurat karena banyak faktor-faktor yang diabaikan. Metode Bell – Delaware akan memberikan hasil yang lebih akurat, namun akan diperlukan banyak parameter yang harus diketahui

Analisis aliran fluida dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menghasilkan solusi yang cukup akurat atau sesuai analisis teroritis sehingga dapat dijadikan pedoman dalam perancangan sistem fluida karena ini dari perangakat lunak tersebut dapat diketahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistem fluida yang dirancang. Hasil Skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan alat penukar kalor yang ada.

Kata kunci: Alat penukar kalor, lintasan, air, gas buang, Metode Kern, Metode Bell – Dellaware, simulasi


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SIMBOL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Perencanaan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metodologi Penulisan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor ... 4

2.1.2 Konstruksi Alat Penukar Kalor ... 7

2.2 Analisis Perpindahan Panas... 16

2.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor ... 16

2.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD ... 16

2.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam Tabung) ... 18

2.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam Selongsong) ... 20

2.2.4.1 Metode Kern ... 21

2.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal ... 21

2.2. 4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps) ... 22

2.2.4.2 Metode Bell-Delaware ... 22

2.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong ... 22

2.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong ... 27

2.2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 30

2.2.6 Efektivitas Alat Penukar Kalor ... 31

2.3. Analisis CFD Menggunakan Flow Simulation SolidWorks ... 31

2.3.1 Proses Penghitungan CFD ... 32

2.3.1.1 Preprocessor ... 32

2.3.1.2 Processor ... 33

2.3.1.3 Post Processor ... 39

2.3.2 Pengaruh Jumlah Grid terhadap Solusi Diskritasi ... 39

2.3.3 Pengaruh Laju Aliran Massa terhadap APK ... 40

2.3.4 Validasi ... 40

BAB 3 PERENCANAAN SPESIFIKASI ... 41

3.1 Detail Komponen-komponen Alat Penukar Kalor ... 41

3.2 Analisis Perpindahan Panas... 47

3.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor ... 49


(11)

3.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam tabung)... 53

3.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam selongsong) ... 54

3.2.4.1 Metode Kern ... 55

3.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal ... 55

3.2.4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps) ... 56

3.2.4.2 Metode Bell-Delaware ... 56

3.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong ... 56

3.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong ... 60

BAB 4 ANALISIS MENGGUNAKAN SOLIDWORKS FLOW SIMULATION ... 68

4.1. Proses Simulasi CFD ... 68

4.1.1 Preprocessor ... 68

4.1.2 Processor ... 72

4.1.3 Post Processor ... 73

4.2 Pengaruh Jumlah Grid terhadap Solusi Diskritasi ... 83

4.3 Pengaruh Laju Aliran Massa terhadap APK ... 84

4.4 Validasi ... 86

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin refrigrasi pendiginan air (water cooled chiller) ... 4

Gambar 2.2 Kondensor ... 5

Gambar 2.3 Mesin pendingin ... 5

Gambar 2.4 Alat penukar kalor dengan tabung tipe U ... 5

Gambar 2.5 Alat pemanasan ulang ... 6

Gambar 2.6 Alat pemanas ... 6

Gambar 2.7 Alat pemanas uap lanjut ... 6

Gambar 2.8 Evaporator ... 7

Gambar 2.9 Alat pemanas air pengisi ketel ... 7

Gambar 2.10 Selongsong ... 8

Gambar 2.11 Sekat bentuk segmen ... 11

Gambar 2.12 Efek dari sekat ... 12

Gambar 2.13 Susunan pelat tabung multi aliran dalam alat penukar kalor (untuk memudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan) .... 13

Gambar 2.14 Jenis-jenis flens ... 14

Gambar 2.15 Baffle spacer dan batang pengikat ... 15

Gambar 2.16 Tipe gasket ... 15

Gambar 2.17 Aliran internal dari air dalam sebuah pipa dan aliran eksternal dari udara di luar pipa (pipa yang sama) ... 18

Gambar 2.18 Distribusi aliran sisi selongsong dan identifikasi dari macam-macam aliran ... 20

Gambar 2.19 Hubungan geometri sekat terhadap alat penukar kalor segmen tunggal ... 24

Gambar 2.20 Luas kebocoran antara selongsong dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal) ... 25

Gambar 2.21 Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (daerah lingkaran yang tebal) ... 26

Gambar 2.22 Aliran melintang bagian tengah ... 28

Gambar 2.23 Aliran daerah jendela ... 28

Gambar 2.24 Aliran daerah sisi masuk dan keluar selongsong ... 28

Gambar 2.25 Model original ... 34

Gambar 2.26 Variasi tipe mesh komputasi ... 34

Gambar 3.1 Asemmbly alat penukar kalor ... 41

Gambar 3.2 Desain selongsong ... 43

Gambar 3.3 Susunan tabung ... 43

Gambar 3.4 Ukuran sekat segmental pada alat penukar kalor (untuk memudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan ... 44

Gambar 3.5 Diagram alir analisa perhitungan perpindahan panas ... 48

Gambar 3.6 Sifat fluida air pada suhu 33,41 oC ... 49

Gambar 3.7 Sifat fluida gas buang pada suhu 111,91 oC ... 50

Gambar 3.8 Sifat fluida gas buang pada suhu 119,93 oC ... 51

Gambar 3.9 Distribusi temperatur ... 52

Gambar 4.1 Modeling Alat Penukar Kalor yang digambar dengan perangkat lunak Catia V5R19 ... 68 Gambar 4.2 Hasil import modeling Catia ke SolidWorks


(13)

Flow Simulation ... 69

Gambar 4.3 Penentuan hasil mesh mula-mula ... 70

Gambar 4.4 Hasil Mesh ... 70

Gambar 4.5 Ilustrasi kondisi batas ... 71

Gambar 4.6 Penentuan tipe analisis ... 72

Gambar 4.7 Hasil iterasi mencapai konvergen ... 72

Gambar 4.8 Distribusi kecepatan 1 – 1 pass ... 73

Gambar 4.9 Distribusi kecepatan 1 – 2 pass ... 74

Gambar 4.10 Distribusi kecepatan 1 – 4 pass ... 75

Gambar 4.11 Distribusi temperatur 1 – 1 pass ... 77

Gambar 4.12 Distribusi temperatur 1 – 2 pass ... 78

Gambar 4.13 Distribusi temperatur 1 – 4 pass ... 80

Gambar 4.14 Distribusi tekanan 1 – 1 pass ... 81

Gambar 4.15 Distribusi tekanan 1 – 2 pass ... 82

Gambar 4.16 Distribusi tekanan 1 – 4 pass ... 83

Gambar 4.17 Hubungan inisialisasi mesh untuk laju kalor pada CFD dan hitungan ... 84

Gambar 4.18 Hubungan perpindahan kalor untuk APK 1 – 1 lintasan pada CFD dan perhitungan pada tiap laju aliran massa ... 85

Gambar 4.19: Cut plot pandangan depan kecepatan maximum diset 17 m/s ... 87

Gambar 4.20: Cut plot pandangan depan kecepatan maximum diset 0,021 m/s ... 88


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Parameter dasar tata letak tabung Tabel 3.1 : Data desain alat penukar kalor Tabel 3.2 : Desain rancangan

Tabel 3.3 : Nossel masuk dan keluar pada tabung dan selongsong Tabel 3.4 : Data operasi alat penukar kalor

Tabel 3.5 : Hasil iterasi pada gas buang

Tabel 3.6 : Konfigurasi geometri alat penukar kalor

Tabel 3.7 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di dalam tabung Tabel 3.8 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di luar tabung

(Metode Kern)

Tabel 3.9 : Koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan di luar tabung (Metode Bell- Delaware)

Tabel 3.10 : Efektivitas alat penukar kalor berdasarkan hitungan

Tabel 4.1 : Jumlah grid dan waktu kalkulasi pada tiap inisialisasi mesh

Tabel 4.2 : Perbandingan perpindahan kalor pada CFD dan hitungan untuk tiap inisialisasi mesh

Tabel 4.3 : Perbandingan hasil dari jurnal, perancangan dan simulasi CFD untuk alternatif 1 pada mesh tingkat 5

Tabel 4.4 : Kapasitas kalor untuk APK 1 – 1 lintasan pada CFD dan perhitungan pada tiap laju aliran massa air

Tabel 4.3 : Hasil Surface Parameter untuk sisi tabung Tabel 4.4 : Hasil Surface Parameter untuk sisi selongsong Tabel 4.5 : Hasil simulasi APK 1 – 1 lintasan


(15)

DAFTAR SIMBOL

= luas kebocoran melintang untuk bypass (m2) Am = luas aliran melintang tabung (m2)

Ao = luas perpindahan kalor (m2)

= luas aliran sisi selongsong (m2) = Luas bocoran antara selongsong dan sekat (m2) = Luas bocoran antara tabung dan sekat (m2) Aw = Luas aliran jendela sekat bersih (m2)

Aw,g = Luas aliran jendela sekat kotor (m2)

Aw,t = Luas aliran jendela yang ditempati oleh tabung (m2)

= Jarak antara dua permukaan tabung (m)

cp,s = Kalor jenis fluida di sisi selongsong (J/kg.K)

cp,t = Kalor jenis fluida di sisi tabung (J/kg.K)

De = Diameter ekuivalen (m)

Dotl = Diameter bundel tabung (m)

Dctl = Diameter pusat tabung dari bundel tabung terluar (m)

Do = Diameter luar selongsong (m)

Ds = Diameter dalam selongsong (m)

di = Diameter dalam tabung (m)

do = Diameter luar tabung (m)

= Laju aliran massa per satuan luas di sisi selongsong (kg/m2.s) ho = Koefisien perpindahan eksternal (W/m2.K)

hid = Koefisien perpindahan panas ideal (W/m2.K)

hi = Koefisien perpindahan internal (W/m2.K)

k = Konduktivitas termal (W/m.K)

L = Panjang tabung (m)

= Jarak antar sekat (m)

Lb,i = jarak sekat di sisi masuk selongsong (m)

Lb,o = jarak sekat di sisi keluar selongsong (m)

Lc = Jarak pemotongan sekat (m)

Ls = Panjang selongsong (m)

LMTD = Beda temperatur rata-rata logaritma (oC, K) = Laju aliran massa sisi tabung (kg/s)

= Laju aliran massa sisi selongsong (kg/s) = Jarak antara dua permukaan tabung (m)

ps = tekanan pada sisi selongsong (Pa)

pt = tekanan pada sisi tabung (Pa)

Qc = Kalornya yang diserap fluida dingin (W)

Qh = Kalornya yang diserap fluida panas (W)

Q = Parpindahan kalor (W)

Tc,o = Temperatur fluida dingin keluar (oC, K)

Tc,i = Temperatur fluida dingin masuk (oC, K)

Th,o = Temperatur fluida panas keluar (oC, K)

Th,i = Temperatur fluida panas masuk (oC, K)

Uo = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)


(16)

Vt = Kecepatan fluida di dalam tabung (m/s)

Vs = Kecepatan fluida di dalam selongsong (m/s)

wp = Lebar bypass (m)

Xt = Jarak antara dua permukaan tabung transversal (m)

Xl = Jarak antara dua permukaan tabung longitudinal (m) Bilangan tak berdimensi

F = Faktor koreksi

Fc = Fraksi tabung pada aliran menyilang

Fw = fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas

ft = Faktor gesekan di dalam tabung

fs = Faktor gesekan di dalam selongsong

Jc = Faktor koreksi untuk konfigurasi sekat

Jb = Faktor koreksi akibat aliran bypass

Jl = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Js = Faktor koreksi untuk jarak sekat pada sisi masuk dan keluar selongsong

Kf = Bilangan Euler

Nb = Jumlah sekat

Nc = Jumlah tabung baris menyilang

Ncw = Jumlah baris tabung pada daerah aliran melintang

Np = Jumlah aliran pass partion

Nss = Jumlah sealing strips yang dipasang untuk menahan aliran bypass pada

aliran melintang

Nr,cc = Jumlah baris menyilang

Nr,cw = Jumlah baris aliran menyilang efektif pada daerah jendela

Nt = Jumlah tabung

Nu,s = Bilangan Nusselt di sisi selongsong

Nu,t = Bilangan Nusselt di sisi tabung

NTU = Banyaknya unit alat penukar kalor P = Perbandingan efektivitas termal Pr = Bilangan Prandtl

R = Perbandingan kapasitas kalor

Rl = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Rb = Faktor koreksi untuk aliran bypass

Rs = Faktor koreksi untuk jarak sekat pada sisi masuk dan keluar selongsong

Re = Bilangan Reynold

rb = Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

rlm = Rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

rs = Rasio luasan kebocoran terhadap selongsong dengan sekat terhadap

luasan melintang

= Faktor koreksi untuk sealing strip

Simbol-simbol yunani

Δpc = Penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Pa)

Δpw = Penurunan tekanan untuk ideal daerah jendela (Pa)

Δps = Penurunan tekanan yang melintasi sisi selongsong (Pa)

Δpt = Penurunan tekanan yang melintasi tabung (Pa)


(17)

= Jarak ruang bebas diametral dari selongsong dengan sekat (m)

= Sudut pusat bundel tabung (deg)

= Sudut pusat terhadap lingkaran terluar tabung (rad)

= Viskositas dinamik (kg/m.s)

υ = Viskositas kinematik (m2/s)

= Viskositas (kg/m3)


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran – A : Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Lampiran – B : Tabel Tebal Shell Minimum

Lampiran – C : Tabel Diameter Ruang Bebas untuk Selongsong Lampiran – D : Tabel Standar Batang Pengikat

Lampiran – E : Tabel Pipa Lampiran – F : Tabel Flens

Lampiran – G : Tabel Laju Pengotoran untuk Fluida Lampiran – H : Konduktivitas Termal Untuk Benda Padat

Lampiran – I : Parameter untuk Sifat Gas Buang SolidWorks Flow Simulation Lampiran – J : Geometri Alat Penukar Kalor


(19)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas perancangan alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung yang berfungsi sebagai pemanas air dengan memanfaatkan emisi gas buang sebagai media pemanas. Perencanaan ini dilakukan karena kinerja alat penukar kalor tidak sesuai dengan kebutuhan karena temperatur gas buang keluar lebih tinggi dari yang diharapkan.

Perancangan berdasarkan dari jurnal “Studi Ekperimental Efektivitas Alat Penukar Kalor Shell and Tube dengan Memanfaatkan Gas Buang Mesin Diesel Sebagai Pemanas Air” oleh Zainnudin dan dilakukan perancangan ulang komponen-komponen alat penukar kalor yang disesuaikan standar TEMA. Rancangan dilakukan dengan menggunakan tiga alternatif yaitu APK 1 – 1 lintasan. APK 1 – 2 lintasan dan APK 1 – 4 lintasan.

Rancangan alat penukar kalor hanya dilakukan pada putaran mesin 1500 rpm dan beban 0 kW. Desain alat penukar kalor yang optimal dipilih adalah 1 – 4 lintasan karena efektivitas alat penukar kalor yang dihasilkan paling tinggi dibandingkan dua alternatif lainnya sebesar 83,35 %.

Metode Kern lebih mudah diaplikasikan dalam perhitungan perpindahan panas karena merupakan metode yang paling sederhana, namun metode ini akan memberikan hasil yang kurang akurat karena banyak faktor-faktor yang diabaikan. Metode Bell – Delaware akan memberikan hasil yang lebih akurat, namun akan diperlukan banyak parameter yang harus diketahui

Analisis aliran fluida dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menghasilkan solusi yang cukup akurat atau sesuai analisis teroritis sehingga dapat dijadikan pedoman dalam perancangan sistem fluida karena ini dari perangakat lunak tersebut dapat diketahui fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistem fluida yang dirancang. Hasil Skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan alat penukar kalor yang ada.

Kata kunci: Alat penukar kalor, lintasan, air, gas buang, Metode Kern, Metode Bell – Dellaware, simulasi


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat penukar kalor adalah suatu alat yang digunakan untuk proses perpindahan energi dalam bentuk panas antara dua fluida yang berbeda suhunya. Fluida yang bertukar energinya tersebut dapat merupakan dua fluida yang berbeda fasanya (cair-gas) atau mempunyai fasa yang sama (cair-cair atau gas-gas) dan dapat merupakan satu jenis fluida saja.

Sesuai dengan fungsi alat penukar kalor diperlukan untuk sistem-sistem yang berkaitan dengan pemakaian energi, oleh karena itu pemakaian alat ini sangat luas. Di industri proses termal seperti petrokima, baja, industri makanan, dan pembangkit energi listrik baik dari segi jumlah maupun nilai pemakaian alat penukar kalor memegang peranan yang cukup penting. Dengan pertumbuhan di sektor industri yang semakin cepat, kebutuhan untuk alat penukar kalor akan semakin meningkat.

Gas buang adalah gas keluar ke atmosfer melalui knalpot, yang merupakan pipa atau saluran untuk menyampaikan gas buang dari perapian generator, oven, tungku, boiler atau uap. Cukup sering, gas buang mengacu pada gas buang pembakaran yang dihasilkan di pembangkit listrik. Komposisi tergantung pada apa yang sedang terbakar, tetapi biasanya akan terdiri dari sebagian besar nitrogen (biasanya lebih dari dua pertiga) yang berasal dari udara pembakaran, karbon dioksida (CO2), dan uap air dan oksigen berlebih (juga berasal dari udara

pembakaran). Selanjutnya berisi sebagian kecil dari jumlah polutan, seperti partikulat, karbon monoksida, oksida nitrogen dan oksida belerang.

Skripsi ini difokuskan pada perancangan ulang alat penukar kalor pada jurnal Studi Ekperimental Efektivitas Alat Penukar Kalor Shell and Tube dengan Memanfaatkan Gas Buang Mesin Diesel Sebagai Pemanas Air, agar diperoleh


(21)

hasil desain yang paling optimal baik dalam hal dimensi dan kapasitas perpindahan panas.

Hal terpenting dalam proses perancangan alat penukar kalor adalah perhitungan perpindahan panas yang terjadi di dalam alat penukar kalor itu sendiri. Ada beberapa metode untuk menghitung perpindahan panas tersebut. Dalam Skripsi ini akan dibandingkan antara dua metode perhitungan perpindahan panas untuk alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung, yaitu metode Kern dan metode Bell – Delaware. Metode-metode tersebut digunakan untuk menganalisis perpindahan panas dan aliran fluida di dalam selongsong. Sebagai perbandingan, aliran fluida tersebut disimulasikan dengan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation.

1.2 Tujuan

1. Memperoleh desain alat penukar kalor yang paling optimal

2. Penggunaan metode Kern dan metode Bell – Delaware dalam perhitungan perpindahaan panas bertujuan untuk membandingkan hasil perhitungan dua metode tersebut sehingga diperoleh metode yang paling baik dalam perhitugan perpindahan panas untuk fluida di dalam selongsong.

3. Untuk mengetahui pola aliran serta distribusi kecepatan, temperatur, dan tekanan fluida pada alat penukar kalor dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation.

1.3 Batasan Masalah

1. Pada perancangan alat penukar kalor ini, hanya dilakukan perhitungan dan simulasi dengan putaran 1500 rpm dengan beban nol kW.

2. Alat penukar kalor yang dipergunakan adalah tipe selongsong dan tabung susunan segitiga, dimana dalam rancangan berdasarkan tiga alternatif yakni APK 1 – 1 lintasan, APK 1 – 2 lintasan, APK 1 – 4 lintasan.

3. Fluida yang dipergunakan dalam perancangan air yang mengalir di dalam selongsong dan gas buang CO2 pada mengalir pada tabung.


(22)

4. Untuk modeling digunakan CATIA V5R19 dan simulasi dipergunakan perangkat lunak SolidWorks 2011 64 bit dimana program untuk CFD-nya adalah SolidWorks Flow Simulation,

1.4Metodologi Penulisan

1. Survei lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke lokasi pabrik konstruksi dalam pembuatan bejana tekan di PT. Palmechandra dan diskusi berupa tanya jawab terhadap karyawan.

2. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Alat Penukar Kalor.

3. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing.

1.5 Sistematika Penulisan

1. Bab 1 membahas tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 dasar teori dan tinjauan pustaka dalam hubungannya dengan jenis-jenis serta bagian-bagian alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung, teori perpindahan panas pada alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung, serta teori yang berhubungan dengan metode Kern dan metode Bell – Delaware. 3. Bab 3 membahas tentang perancangan alat penukar kalor tipe selongsong dan

tabung untuk kondisi alat penukar kalor yang diinginkan yang mencakup data-data awal perancangan, perhitungan perpindahan panas, perhitungan penurunan tekanan, serta perbandingan hasil-hasil perhitungan.

4. Bab 4 membahas tentang detail desain alat penukar kalor berdasarkan standar TEMA, perbandingan analisis Kern dan Bell – Delaware serta pembahasan analisa dengan SolidWorks Flow Simulation.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor ialah piranti untuk melaksanakan perpindahan energi termal (entalpi) dari suatu fluida ke fluida lain, antara permukaan benda padat dengan fluida, antar partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda dengan kontak termal. Dalam alat penukar kalor, pada umumnya tidak terdapat panas eksternal dan interaksi kerja.

Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya kesimpangsiuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu berdasarkan fungsinya. Adapun pengelompokan itu adalah sebagai berikut:

2.1.1 Mesin Refrigrasi (Chiller)

Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada temperatur sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang dipergunakan adalah amoniak atau freon, lihat gambar 2.1.

(Sumber: lit. 22)

Gambar 2.1: Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller)

2.1.2 Kondensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan. Media pendingin biasanya dipakai air atau uap, lihat gambar 2.2.


(24)

(Sumber: lit. 23)

Gambar 2.2: Kondensor

2.1.3 Mesin Pendingin

Mesin pendingin (cooler) digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin, lihat gambar 2.3. Disini tidak dipermasalahkan perubahan fase seperti pada kondensor. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka mesin pendingin dipergunakan udara, dengan bantuan fan (kipas).

(Sumber: lit. 24)

Gambar 2.3: Mesin pendingin

2.14 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pemanasan fluida yang lain maka terjadi dua fungsi sekaligus yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas, lihat gambar 2.4.

(Sumber: lit. 27)

Gambar 2.4: Alat penukar kalor dengan tabung tipe U

2.1.5 Alat Pemanasan Ulang

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk mendidihkan fluida kembali serta mempergunakan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang


(25)

sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri, lihat gambar 2.5.

(Sumber: lit. 27)

Gambar 2.5: Alat pemanasan ulang

2.1.6 Alat Pemanas (heater)

Alat pemanas ini bertujuan memanaskan (menaikan suhu) suatu proses fluida. Umumnya zat pemanas yang dipergunakan adalah uap atau fluida pemanas lain, lihat gambar 2.6.

(Sumber: lit. 28)

Gambar 2.6: Alat pemanas

2.1.7 Alat Pemanas Uap Lanjut

Alat pemanas uap lanjut ini dipergunakan untuk mengubah uap basah menjadi uap kering, lihat gambar 2.7. Proses ini terjadi pada ketel itu sendiri, sebab alat pemanas uap lanjut ini terjadi dalam ketelnya. Proses perpindahan panas yang terjadi bisa secara konveksi dan radiasi. Uap basah berada di dalam pipa. Kedua jenis alat pemanas uap lanjut ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Sumber panas yang dipergunakan adalah panas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar dari dapur ketel atau gas panas dari asap pembakaran.

(Sumber: lit. 30)


(26)

2.1.8 Evaporator

Evaporator dipergunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh yang lebih pekat, lihat gambar 2.8. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah panas latent, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.

(Sumber: lit.22)

Gambar 2.8: Evaporator

2.1.9 Alat Pemanas Air Pengisi Ketel

Alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air pengisi ketel sebelum air masuk ka dalam drum uap. Maksud pemanas itu adalah untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya berada di dalam pipa dan pemanasnya di luar pipa, lihat gambar 2.9. Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah pembakaran gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

(Sumber: lit.25)

Gambar 2.9: Alat pemanas air pengisi ketel

2.1.2 Konstruksi Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung merupakan tipe alat penukar kalor yang paling banyak digunakan dalam industri. Hal ini dikarenakan tipe selongsong dan tabung dapat digunakan untuk proses-proses dengan cakupan variasi tekanan, temperatur dan material yang luas. Terdapat beberapa jenis tipe alat penukar kalor yang dikeluarkan oleh asosiasi pemanufaktur jenis perlatan ini


(27)

yang bernama TEMA (Tubular Exchanger Manufacturer Association), lihat lampiran A.

2.1.2.1 Selongsong (Shell)

Selongsong adalah bagian tengah alat penukar kalor dan merupakan rumah untuk bundel tabung, lihat gambar 2.10. Antara selongsong dan bundel tabung terdapat fluida yang menerima dan melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi. Secara umum selongsong yang banyak digunakan adalah jenis satu lintasan. Selongsong dua lintasan dipergunakan apabila perbedaan temperatur pada selongsong dan tabung tidak dapat diatasi pada jenis satu lintasan.

Gambar 2.10: Selongsong

Selongsong biasanya terbuat dari baja maupun paduannya. Mengenai dimensi dan tebal dinding selongsong, standar TEMA mengatur dalam satuan inch mulai dari 6 inch hingga 100 inch untuk diameter dalam selongsong dan 1/8 inch sampai dengan ½ inch untuk ketebalannya. Sedangkan material yang digunakan untuk spesifikasi selongsong disarankan mengacu kepada ASTM. Untuk penutup selongsong, ketebalan yang dipakai minimal sama dengan ketebalan dari selongsong.

2.1.2.2 Tabung (Tube)

Karakteristik tabung di dalam alat penukar kalor berpengaruh besar terhadap perpindahan panas diantara fluida kerja. Karakteristik ini meliputi dimensi, material, maupun susunannya. Dimensi dari pipa tersedia dalam satuan inch. Dalam standar TEMA, diameter luar pipa dibatasi mulai dari ¼ inch sampai dengan 2 inch. Tebal tipisnya dinding tabung ini berkaitan dengan tahanan termal pada sisi dinding tabung, semakin tebal berarti tahanan termal semakin besar dan semakin buruk dalam menghantarkan panas. Material tabung yang tersedia untuk


(28)

pembuatan tabung ini biasanya berupa baja karbon dan paduannya, nikel dan paduannya, maupun aluminium dan paduannya.

Kemampuan melepas atau menerima panas suatu alat penukar kalor dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan. Besarnya luas permukaan ini tergantung dari panjang, ukuran dan jumlah tabung yang dipergunakan pada alat penukar kalor itu. Susunan tabung itu mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran fluida dalam selongsong. Susunan tabung alat penukar kalor yakni:

a. tabung dengan susunan segitiga

b. tabung dengan susunan layang-layang c. tabung dengan susunan bujur sangkar

d. tabung dengan susunan berbentuk belah ketupat

Pada tabel 2.1 dapat dilihat cara menentukan pitch (jarak antara sumbu tabung, X) atau ruang laluan aliran fluida antara dua tabung yang berdekatan.

Tabel 2.1: Parameter dasar tata letak tabung

Susunan Segitiga (30o)

Layang-layang (60o)

Bujur sangkar (90o)

Belah ketupat (45o) Tube pitch

transversal, Xt

Tube pitch longitudinal, Xl

(Sumber: Lit. 16 hal. 568)

Dalam standar TEMA, diatur bahwa jarak antar tabung adalah 1,25 kali dari titik pusat tabung. Keuntungan dari bentuk susunan bujur sangkar adalah kemudahan dalam perawatan secara mekanik karena terdapat suatu ruang bebas yang teratur posisinya membentuk garis horisontal dan vertikal, juga penurunan


(29)

tekanan yang dimiliki tipe ini kecil karena aliran fluida tidak ada yang menghalangi.

Apabila diinginkan laju perpindahan panas yang lebih besar, dapat dipilih tipe susunan segitiga. Pada tipe ini aliran fluida tidak dapat mengalir lancar karena terhalang oleh pipa yang berada di depannya sehingga terjadi turbulensi dan penurunan tekanan menjadi besar. Dari sisi perawatan secara mekanik tipe ini lebih sulit dalam pembersihan kerak yang berada di luar pipa karena sikat penggosok tidak dapat melewati ruang bebas dengan mudah karena susunan pipa yang berbentuk segitiga menghalangi sikat penggosok.

2.1.2.3 Sekat (Baffle)

Sekat berfungsi untuk mengarahkan aliran fluida di dalam selongsong dan menaikkan kecepatan aliran atau membuat aliran menjadi turbulen, lihat gambar 2.11. Adanya turbulensi akan meningkatkan koefisien perpindahan panas sehingga akan meningkatkan laju perpindahaan panas. Meskipun demikian, pemasangan sekat juga menaikkan penurunan tekanan aliran fluida.

Gambar 2.11: Sekat bentuk segmen

Ditinjau dari segi konstuksinya, sekat ini dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok yaitu:

1. sekat pelat berbentuk segmen (segmental baffles plate) 2. sekat batang (rod baffles)

3. sekat mendatar (longitudinal baffles) 4. sekat impingment (impingement baffles)

Kern (1993) mengemukakan bahwa adanya pemasangan sekat yang berfungsi untuk mengarahkan fluida dalam selongsong sehingga aliran tersebut


(30)

melintang (cross flow) terhadap bundel tabung, juga akan menjadikan aliran tersebut lebih turbulen. Dengan demikian koefisien perpindahaan panas kalor konveksi akan bertambah besar dibandingkan aliran tersebut mangalir axial sepanjang tabung tanpa sekat. Kern menambahkan bahwa semakin banyak jumlah sekat yang digunakan atau dengan kata lain jarak antar sekat semakin kecil, maka aliran akan bertambah derajat turbulensi aliran dan kerugian tekanan. Kern menyarankan jarak antar sekat minimum 0,2 kali diameter selongsong sampai dengan maksimum sama dengan diameter selongsong.

Mukherjee (1988) mengemukakan pemotongan ideal untuk sekat diambil antara 20 % - 35 % diameter selongsong, lihat gambar 2.12.c. Apabila pemotongan sekat diambil kurang dari 20 % dengan maksud agar koefisien perpindahan kalor konveksi dalam sisi selongsong jadi bertambah (lihat gambar 2.12.b) atau pemotogan diambil lebih dari 35% dengan maksud agar kerugian tekanan jadi berkurang maka hasil yang diperoleh umumnya akan merugikan (lihat gambar 2.12.a).

(a) (b)

(c) (Sumber: lit. 13)

Gambar 2.12: Efek dari sekat (a) pemotongan sekat kecil, (b) pemotongan sekat

besar dan jarak sekat kecil, (c) pemotongan sekat dan jarak sekat ideal

2.1.2.4 Penutup (Cover)

Penutup selongsong terdiri dari penutup stasioner (front end stationer) dan penutup bagian belakang (rear end head).

a. Penutup stationer

Merupakan salah satu bagian ujung alat penukar kalor, lihat lampiran A. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang akan mengalir dalam tabung. Ada dua jenis penutup stasioner yaitu saluran (channel) dan topi (bonnet). Apabila


(31)

fluida dalam tabung bersih, maka biasanya dipergunakan penutup stasioner jenis topi (tipe B), hal ini disebabkan karena pembersihan bagian dalam tabung, penutup jenis topi harus dilepas seluruhnya. Ini berbeda dengan penutup stationer jenis saluran tipe A dan tipe C yang menyatu dengan pelat tabung dimana untuk pembersihan bagian dalam dari tabung, dapat dilakukan dengan melepas penutupnya.

b. Penutup bagian belakang

Penutup bagian belakang ini terletak pada ujung lain dari alat penukar kalor, lihat lampiran A. Pada alat penukar kalor dengan pelat tabung seperti tipe L, M, dan N perlu diperhatikan perbedaan koefisien pemuaian bahan selongsong dan bahan tabung. Untuk mengatasi perbedaan yang terjadi, maka dipasang expantion joint pada selongsong. Untuk tipe S merupakan alat penukar kalor dengan pelat tabung yang digabung antara penahan dan penutupnya.

2.1.2.5 Pelat Tabung (Tubesheet)

Fungsi pelat tabung ini adalah sebagai tempat terpasangnya pipa. Pelat tabung ini dibuat tebal dan pipa harus terpasang rapat tanpa bocor pada pelat tabung. Dengan konstruksi fluida yang mengalir pada selongsong tidak akan tercampur dengan fluida yang mengalir di dalam tabung. Penyambungan antara pelat tabung dengan tabung merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan, karena segala kegagalan penyambungan ini akan menyebabkan kebocoran dan pencampuran kedua fluida di dalam penukar kalor.

Terdapat dua jenis pelat tabung, yaitu:

a. Pelat tabung stasioner (stationary tube sheet), dimana pelat tabung dipasang kokoh pada selongsong. Biasanya pelat tabung ini dipasang dengan cara compression fitting (dengan baut-mur). Untuk keperluan khusus dapat dilakukan sambungan las.

b. Pelat tabung mengambang (floating tube sheet); pelat tabung ini tidak diikatkan pada selongsong, tetapi terpasang dengan baik pada bundel tabung (tube bundle). Pemakaian pelat tabung mengambang biasanya dimaksudkan untuk mengatasi ekspansi termal pada operasi temperatur tinggi. Untuk


(32)

mencegah tercampurnya fluida di dalam alat penukar kalor, pada bagian saluran tabung dipasang tutup (pelat tabung).

Dari bentuk dan susunan lubang pada tube sheet dapat diketahui berapa lintasan aliran yang terjadi pada sisi tabung alat penukar kalor, lihat gambar 2.13.

(Sumber: lit. 16 hal. 69)

Gambar 2.13: Susunan pelat tabung multi aliran dalam alat penukar kalor (untuk memudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan)

2.1.2.6 Nossel

Sebagai saluran aliran masuk fluida ke dalam alat penukar kalor dipasang nossel. Minimal diperlukan empat buah nossel, yaitu dua untuk fluida dalam tabung dan dua untuk fluida luar tabung. Penempatan nossel ini dipengaruhi oleh jumlah lintasan aliran. Nossel dilengkapi dengan flens untuk menyambungkan pipa-pipa penukar kalor. Dipilih flens yang sudah distandarisasi ASA, sehingga akan lebih memudahkan dalam pengadaan dam pemiliharaan.

2.1.2.7 Flens

Flens adalah istilah untuk salah satu jenis sambungan yang digunakan saat menyambung antara pipa dan elemennya dengan katup, bejana, kolom reaksi,


(33)

pompa dan lainnya, lihat gambar 2.14. Beberapa teknik sambungan selain flens adalah menyambung langsung dengan las (welding joint) atau menyambung dengan uliran (threaded joint) seperti menyambung baut dengan mur.

(Sumber: Lit. 29)

Gambar 2.14: jenis-jenis flens

Sambungan yang paling sempurna jika dilihat dari sisi pencegahan bocor dan ketahanan akan tekanan fluida yang mengalir adalah menyambung langsung dengan las. Tetapi dengan las membuat sambungan itu bersifat permanen, yang bukan merupakan hal baik jika sambungan itu butuh dilepas untuk perawatan atau perbaikan. Las juga tidak bisa diaplikasikan jika ada bagian dalam yang tidak tahan akan suhu tinggi yang dihasilkan proses las. Sambungan ulir (threaded joint) dapat dibongkar pasang, tetapi tidak bisa diaplikasikan untuk sambungan dengan ukuran besar dan bertekanan tinggi. Karena itu, walaupun dengan flens akan menambah berat material dan membutuhkan baut, mur dan gasket, flens tetap banyak digunakan.

Tidak seperti pipa yang ketebalannya dapat disesuaikan dengan tekanan fluida yang mengalir, flens mempunyai keterbatasan dari sisi pembuatannya. Karena itu, flens tidak desain satu per satu menurut tekanan fluida, tetapi dikelompokkan menjadi beberapa kelas dan itu sudah distandarisasikan sejak lama. Flens dapat dibagi menjadi kelas 150, 300, 600, 900, 1500, 2500. Ini adalah sebutan kelas yang menunjukkan setinggi apa tekanan yang dapat diaplikasikan. Misalnya untuk suhu kamar dengan tekanan fluida sampai 20 bar dapat menggunakan kelas 150, tekanan sampai 50 bar menggunakan kelas 300, tekanan sampai 100 bar menggunakan kelas 600 dan seterusnya.


(34)

2.1.2.8 Batang Pengikat (Tie Rod)

Batang pengikat dengan diameter tertentu yang berfungsi sebagai tempat bertumpunya sekat, lihat gambar 2.15. Batang pengikat terpasang pada pelat tabung dengan mekanisme ulir, sedangkan pada ujung lainnya dilengkapi dengan pasangan baut dan ulir untuk menahan sekat tetap berada pada posisinya.

Dalam standar TEMA, diatur tentang ukuran besar diameter batang pengikat sebagai fungsi dari diameter dalam selongsong, semakin besar diameter dalam selongsong, maka semakin besar pula diameter batang pengikat dan jumlahnya semakin banyak karena ukuran sekat semakin besar dan berat.

(Sumber: Lit 16)

Gambar 2.15: Baffle spacer dan batang pengikat

2.1.2.9 Gasket

Gasket merupakan bahan atau material yang dipasang diantara dua permukaan benda, dimana didalamnya terdapat fluida bertekanan, untuk mencegah terjadinya kebocoran. Gambar 2.16 memperlihatkan dua jenis sambungan gasket yang umum digunakan pada konstruksi alat penukar kalor.

(Sumber: lit. 1 hal. 44)


(35)

2.2 Analisis Perpindahan Panas

2.2.1 Proses Perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor

Perpindahan panas secara thermodinamika: Besarnya panas yang diserap fluida dingin

Qc = × cp,c × (Tco-Tci) (Lit. 12 hal. 488) (2.1)

Dimana: Qc = kalornya yang diserap fluida dingin (kW)

= laju aliran massa fluida dingin (kg/s) cp,c = kalor jenis fluida dingin (J/kg.oC)

Tco = temperatur fluida dingin keluar (oC)

Tci = temperatur fluida dingin masuk (oC)

Sifat fluida dingin dievualusi pada temperatur dingin rata-rata, yaitu:

2 T T Tc co ci

= (Lit. 6 hal. 302) 2.2)

Besarnya panas yang diserap fluida panas

Qc = × cp,h × (Tho-Thi) (Lit. 12 hal. 488) (2.3)

Dimana: Qh = kalornya yang diserap fluida panas (W)

= laju aliran massa fluida panas (kg/s) cp,h = kalor jenis fluida panas (J/kg.oC)

Tho = temperatur fluida panas keluar (oC)

Thi = temperatur fluida panas masuk (oC)

Sifat fluida dingin dievualusi pada temperatur dingin rata-rata, yaitu:

2 T T T hi ho

h

= (Lit. 6 hal. 302) (2.4)

2.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD

Besarnya laju perpindahan panas kalor dengan metode LMTD dapat dihitung, yaitu:

Q = Uo × Ao × F × LMTD (Lit. 21 hal. 458) (2.5)


(36)

Uo = koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.K)

F = faktor koreksi

LMTD = beda suhu rata-rata logaritma (K)

Beda suhu rata-rata logaritma (LMTD),

(Lit. 9 hal. 48) (2.6)

Untuk mencari F diperlukan parameter ,

(Lit. 9 hal. 48) (2.7)

(Lit. 9 hal. 48) (2.8)

Jika R = 1, maka diperoleh,

(2.9)

Jika R ≠ 1, maka diperoleh,

(Lit. 21 hal. 483) (2.10)

Dimana: P = perbandingan efektivitas termal R = perbandingan kapasitas kalor

Luas perpindahan kalor adalah:

Ao= π × do × L × Nt (Lit. 9 hal. 302) (2.11)

Dimana: Ao = luas perpindahan kalor (m2)

do = diameter luar tabung (m)

L = panjang tabung (m) Nt = jumlah tabung


(37)

2.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam Tabung)

Aliran internal adalah aliran yang mana fluida dibatasi oleh permukaan, lihat gambar 2.17. Oleh karena itu lapisan batas tak dapat berkembang tanpa akhirnya dipaksa. Konfigurasi aliran internal menunjukan geometri mudah untuk memanaskan dan mendinginkan fluida yang dipakai di pengolahan kimia, kontrol lingkungan, dan teknologi konversi energi.

(Sumber: lit. 4 hal. 337)

Gambar 2.17: Aliran internal dari air dalam sebuah pipa dan aliran eksternal dari udara di luar pipa (pipa yang sama)

Penggambaran aliran fluida dalam pipa dapat dilihat kembali dari penemuan bilangan Reynolds dimana pada kecepatan rendah aliran yang terjadi adalah laminar, yaitu fluida mengalir dalam aliran-aliran yang halus disertai perpindahan momentum dan panas diantara aliran-aliran yang diatur oleh pergerakan molekul, serta penurunan tekanan dalam pipa berhubungan langsung dengan konduktivitas termal yang dipengaruhi oleh viskositas dan perpindahan panas. Pada kecepatan yang lebih tinggi, aliran yang terjadi adalah turbulen dimana proses transport dipercepat oleh komponen-komponen lateral kecepatan fluida sehubungan dengan adanya pusaran-pusaran yang terjadi.

Bilangan Reynolds pada sisi tabung dapat dihitung dengan persamaan:

(lit. 9 hal 325) (2.12)

Dimana: Nt = jumlah tabung

= laju aliran massa sisi tabung (kg/s) μ = viskositas dinamik (kg//m.s)


(38)

Sedangkan bilangan Nusselt di dalam tabung dapat dihitung dengan persamaan:

1. Jika aliran laminar Re,t < 2300, bilangan Nusselt di dalam tabung diperoleh

persamaan

(Lit. 2 hal. 830) (2.13)

2. Jika aliran turbulen Re,t > 10.000, bilangan Nusselt di dalam tabung diperoleh

persamaan

(Lit. 2 hal. 830) (2.14) Dimana:

n = 0,4 jika fluida sebagai pemanas n = 0,3 jika fluida sebagai pendigin

Penurunan tekanan di dalam tabung dapat dihitung yaitu:

(Lit. 9 hal. 311) (2.15) Dimana: ∆pt = penurunan tekanan di dalam tabung (Pa)

Vt = kecepata fluida di dalam tabung (m/s)

ft = faktor gesekan di dalam tabung

L = panjang tabung (m)

Kecepatan aliran massa fluida di dalam tabung,

(Lit. 9 hal. 338) (2.16) Dimana: = luas aliran tabung (m2)

Luas aliran tabung,

(Lit. 9 hal. 311) (2.17)

Dimana: Np = jumlah lintasan tabung

Faktor gesekan di dalam tabung Untuk aliran laminar


(39)

(Lit. 9 hal. 313) (2.18)

Untuk aliran turbulen

(Lit. 16 hal. 482) (2.19)

2.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida Dalam Selongsong)

Aliran fluida yang berada dalam selongsong, seperti pada gambar 2.17, mengalami perubahan yaitu aliran aksial, aliran yang sejajar dengan bundel tabung, aliran melintang yang menyeberangi bundel tabung diantara sekat yang dipasang.

Distribusi total aliran sisi selongsong ke dalam jumlah aliran parsial yang berbeda yang disebabkan oleh tahanan aliran yang ditunjukan seperti pada gambar 2.18. Model aliran yang dikemukan oleh Tinker (1951) dan kemudian dimodifikasi oleh Palen dan Toborek (1969) untuk sekat segmen tunggal.

(Sumber: lit. 16 hal. 293)

Gambar 2.18: Distribusi aliran sisi selongsong dan identifikasi dari macam-macam aliran

Aliran A, adalah aliran yang bocor akibat terdapatnya celah antara lubang sekat dengan tabung. Aliran B, merupakan aliran melintang yang sebenarnya. Aliran C, aliran bypass yang terjadi antara selongsong dengan bundel tabung. Aliran E, aliran yang terjadi karena adanya ruang bebas antara selongsong dan sekat. Aliran F, aliran yang terjadi karena adanya celah pada pelat pemisah antar lintasan aliran. Bocoran aliran terjadi apabila alat penukar kalor itu mempunyai aliran yang banyak (multipass).


(40)

2.2.4.1 Metode Kern

Metode Kern adalah metode yang paling sederhana yang digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas pada aliran eksternal.

2.2.4.1.1 Koefisien Perpindahan Panas Eksternal

Besarnya koefisien perpindahan panas eksternal adalah:

(lit. 9 hal 308) (2.20) dimana: hs = koefisien perpindahan panas eksternal (W/m2.K)

k = konduktivitas termal (W/m.K) De = diameter ekuivalen (m)

Diameter ekuivalen

untuk susunan segiempat,

(Lit. 9 hal 308) (2.21)

untuk susunan segitiga,

(lit. 9 hal 309) (2.22)

- Bilangan Reynolds di sisi selongsong (Re),

(Lit. 9 hal 312) (2.23)

- Laju aliran massa per satuan luas di sisi selongsong ( ),

(lit. 9 hal 309) (2.24) dimana: = laju aliran massa di sisi selongsong (kg/m2.s)

= laju aliran massa total di sisi selongsong (kg/m2.s) As = luas aliran sisi selongsong (m2)

- Luas aliran sisi selongsong (As)


(41)

dimana: C = celah antar tabung tabung (m) Lb = jarak antar sekat (m)

= jarak pitch transversal (m)

2.2.4.1.2 Penurunan Tekanan pada Bagian Selongsong (Δps)

Penurunan tekanan yang melintasi selongsong (Δps) yang dinyatakan

sebagai:

(Lit. 9 hal. 310) (2.26) Dimana: ∆ps = penurunan tekanan di dalam selongsong (Pa)

fs = faktor gesekan di dalam selongsong

Nb = banyaknya jumlah sekat

Faktor gesekan di dalam selongsong,

(Lit. 9 hal. 310) (2.27)

2.2.4.2 Metode Bell –Delaware

Delaware menemukan metode perhitungan perpindahan panas dan penurunan tekanan untuk aliran fluida di dalam selongsong dengan menggunakan beberapa faktor koreksi. Faktor-faktor tersebut meliputi:

a. Kebocoran yang melalui celah antar tabung dan sekat serta celah antara sekat dan selongsong.

b. Aliran yang melalui celah antar bundel tabung dan selongsong. c. Efek dari konfigurasi sekat.

2.2.4.2.1 Koefisien Perpindahan Panas Sisi Selongsong

Koefisien perpindahan panas di sisi selongsong (ho) dapat dihitung yaitu:

ho = hid × Jc × Jl × Jb × Js (Lit. 9 hal. 317) (2.28)

dimana: ho = koefisien perpindahan panas di sisi selongsong (W/m2K)

hi = koefisien perpindahan panas ideal (W/m2K)

Jc = faktor koreksi sekat yang dipotong

Jl = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Jb = faktor koreksi akibat aliran bypass


(42)

- Koefisien perpindahan panas ideal yang diperoleh dari persamaan

(Lit. 9 hal. 231) (2.29)

Zukauskas membuat rumus korelasi untuk perpindahan kalor konveksi aliran menyilang melintasi bendel tabung susuanan selang seling dan susunan segitiga untuk jumlah baris tabung (Nr,cc) lebih besar dari 16.

Untuk susunan bundel tabung segaris (in-line): , untuk

, untuk , untuk

, untuk

Untuk susunan bundel tabung selang-seling (staggered): , untuk

, untuk

, untuk

, untuk

- Bilangan Reynolds pada sisi selongsong (Re,s) yang dinyatakan sebagai

(Lit. 16 hal. 443) (2.32) dimana: Vmax = kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah

Kecepatan maksimum antar tabung di sekitar garis tengah aliran yang dihitung dari persamaan:

(Lit. 3 hal. 71) (2.33) dimana: Am = luas aliran melintang tabung (m2)

Luas aliran melintang tabung Untuk susunan tabung selang-seling,

(Lit. 2 hal. 833) (2.30)

(Lit. 2 hal. 833) (2.31)


(43)

(Lit. 16 hal. 592) (2.34) dimana: Dotl = diameter bundel tabung (m)

Untuk susunan tabung segaris,

(Lit. 16 hal. 592) (2.35)

(Sumber: lit. 16 hal. 588)

Gambar 2.19: Hubungan geometri sekat terhadap alat

penukar kalor segmen tunggal

- Faktor koreksi sekat yang dipotong

Faktor koreksi ini termasuk pengaruh perpindahan panas pada jendela sekat dan bundel tabung

Jc = 0,55 + 0,72 × Fc

= 0,55 + 0,72 × (Lit. 16 hal. 648) (2.36) dimana: Fc = fraksi tabung pada aliran menyilang

Fw = fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas

fraksi jumlah tabung dalam ruang bebas (Fw) yang besarnya dapat dihitung

dengan persamaan,

(Lit. 9 hal. 590) (2.37) dimana: = sudut lingkaran terluar tabung (rad)

- Faktor koreksi pada kebocoran aliran melalui tabung-sekat dan sekat-selongsong (menyangkut aliran A dan E), lihat gambar 2.19.


(44)

(Lit. 16 hal. 648) (2.38) dimana: rlm = rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

rs = rasio luasan kebocroan terhadap selongsong dengan sekat

terhadap luasan aliran melintang

Rasio luasan kebocoran terhadap luasan aliran melintang

(Lit. 16 hal. 648) (2.39) dimana: Asb = luas aliran pada celah antara selongsong dan sekat (m2)

Atb = luas aliran pada celah antara tabung dan sekat (m2)

Rasio luasan kebocroan terhadap selongsong dengan sekat terhadap luasan aliran melintang,

(Lit. 16 hal. 648) (2.40)

Lihat gambar 2.20 daerah yang tebal adalah luas kebocoran antara selongsong dan sekat (Asb) adalah

(Lit. 16 hal. 593) (2.41)

dimana: θb = sudut pusat bundel tabung (rad)

δsb= jarak ruang bebas diametral dari sekat dengan selongsong (m)

Gambar 2.20: Luas kebocoran antara selongsong dengan sekat

(daerah lingkaran yang tebal)

Sudut pusat bundel tabung, dapat dilihat pada gambar 2.19.

(Lit. 16 hal. 590) (2.42)


(45)

Luas kebocoran antara tabung dengan sekat (Atb), lihat gambar 2.21, adalah:

(Lit. 16 hal. 593) (2.43) dimana: δtb= jarak ruang bebas diametral dari sekat dengan tabung (m)

Gambar 2.21: Luas kebocoran antara tabung dengan sekat

(daerah lingkaran yang tebal)

- Faktor koreksi efek bypass, menyangkut aliran C dan F, lihat gambar 2.15. (Lit. 16 hal. 648) (2.44) dimana: C = 1,35 untuk Re,s≤ 100

= 1,25 untuk Re,s > 100

rb = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

rss = faktor koreksi untuk sealing strip

Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat:

(Lit. 16 hal. 648) (2.45) Dimana: Abp = luas kebocoran melintang untuk by-pass (m2)

luas kebocoran melintang untuk by-pass,

(Lit. 2 hal. 835) (2.46)

Faktor koreksi untuk sealing strip,

(Lit. 16 hal. 648) (2.47)

dimana: Nr,cw = jumlah baris tabung yang dilintasi aliran melintang

Nss = banyaknya jumlah sealing strips yang dipasang untuk δsb2


(46)

menahan aliran bypass pada aliran melintang

- Faktor koreksi terhadap jarak sekat pada sisi masuk dan sisi keluar alat penukar kalor,

(Lit. 16 hal. 648) (2.48)

dimana: Lb,i = jarak sekat di sisi masuk selongsong (m)

Lb,o = jarak sekat di sisi keluar selongsong (m)

n = 0,6 untuk aliran turbulen n = 0,33 untuk aliran laminar

Jarak sekat di sisi masuk selongsong,

(Lit. 16 hal. 648) (2.49)

Jarak sekat di sisi keluar selongsong,

(Lit. 16 hal. 648) (2.50)

2.2.4.2.2 Penuruan Tekanan Sisi Selongsong

Seperti halnya pada perhitungan koefisien perpindahan panas, perhitungan penurunan tekanan pada metode Bell – Delaware juga memperhitungkan beberapa faktor koreksi.

1. Besarnya penurunan tekanan aliran melintang pada bagian tengah antara ujung-ujung sekat, lihat gambar 2.22.

(Lit. 9 hal. 328) (2.51)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590)


(47)

2. Besarnya penurunan tekanan total pada bagian sekat yang dipotong (sebelah jendela), lihat gambar 2.23.

(Lit. 9 hal. 328) (2.52)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590)

Gambar 2.23: Aliran daerah jendela

3. Besarnya penurunan tekanan pada bagian sisi masuk dan keluar selongsong, lihat gambar 2.24.

(Lit.9 hal. 328) (2.53)

(Sumber: Lit. 16 hal. 590)

Gambar 2.24: Aliran daerah sisi masuk dan keluar selongsong

Penurunan tekanan total yang melintasi selongsong (Δps) yang dinyatakan

sebagai:

(Lit. 9 hal. 329)

(2.54)

dimana: Nr,cc = jumlah baris tabung efektif yang dilalui aliran melintang

Rl = faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat

Rb = faktor koreksi untuk aliran bypass

Rs = faktor koreksi untuk jarak sekat

Δp,c = penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Pa)


(48)

- Jumlah baris tabung efektif yang dilalui aliran melintang (Nr,cc) yang diperoleh

dari persamaan,

(Lit. 16 hal. 648) (2.55)

- Faktor koreksi pada aliran efek bypass a. Untuk rss < ½

(Lit. 16 hal. 650) (2.56) dimana: D = 4,5 untuk Re,s≤ 100, (laminar)

D = 3,7 untuk Re,s > 100, (turbulen)

b. Untuk rss ≥ ½

Rb = 1 (Lit. 16 hal. 650) (2.57)

- Faktor koreksi untuk efek kebocoran sekat,

(Lit. 16 hal. 650) (2.58)

- Penurunan tekanan aliran menyilang ideal (Δpid) yang dinyatakan sebagai,

(Lit. 16 hal. 393) (2.59)

(Lit. 16 hal. 656) (2.60)

(Lit. 16 hal. 656) (2.61)

(Lit. 16 hal. 396) (2.62)

- Penurunan tekanan daerah jendela (Δpw)


(49)

dimana: Aw = luas aliran jendela sekat bersih (m2)

Luas aliran jendela sekat bersih (Aw) yang dinyatakan sebagai

(Lit. 2 hal. 828) (2.64)

Luas aliran jendela sekat kotor,

(Lit. 2 hal. 828) (2.65)

Luas aliran jendela sekat yang ditempati oleh tabung,

(Lit. 2 hal. 828) (2.66)

- Faktor koreksi terhadap jarak sekat pada sisi masuk dan sisi keluar alat penukar kalor

(Lit. 16 hal. 650) (2.67) dimana: = 1 untuk aliran laminar

= 0,2 untuk aliran turbulen

2.2.5 Koefisien perpindahan kalor menyeluruh

Persamaan dibawah berlaku untuk alat penukar kalor dalam kondisi baru atau tidak terjadi faktor pengotoran pada pipa.

(Lit.9 hal. 38) (2.68)

Jika terjadi faktor pengotoran maka koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat ditentukan:

(Lit.9 hal. 41) (2.69)

2.2.6 Efektivitas Alat Penukar Kalor

Efektivitas digunakan untuk membandingkan satu alat penukar kalor dengan alat penukar kalor lainnya untuk memudahkan memilih yang sesuai


(50)

dengan kebutuhan. Efektivitas dipengaruhi oleh beberapa macam faktor. Salah satunya adalah kecepatan aliran. Penukar kalor selongsong dan tabung menggunakan dua fluida. Bila perbandingan kecepatan aliran antara kedua fluida ini bertambah, maka efektivitas juga bertambah.

Efektivitas alat penukar kalor untuk tipe selongsong dan tabung yakni: (Lit. 4 hal.694) (2.70)

(Lit. 4 hal.694) (2.71) dimana: cmin = laju kapasitansi minimum

cmax = laju kapasitansi maximum

c = laju kapasitansi panas

Jumlah satuan perpindahan (NTU)

(Lit. 4 hal.694) (2.72)

2.3Analisis CFD Menggunakan Flow Simulation Solidwork

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan sebuah kontrol dimensi, luas dan volume dengan memenfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida. Mulai dari aliran fluida, perpindahan panas dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida.

Adapun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan CFD antara lain:

- Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi tinggi.

- Memiliki kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen.


(51)

- Memiliki kemampuan untuk studi dibawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis (termasuk studi keselamatan dan scenario kecelakaan).

- Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain.

SolidWorks adalah sebuah program Computer Aided Design (CAD) 3D yang menggunakan platform Microsoft Windows. Dikembangkan oleh SolidWorks Corporation, yang merupakan anak perusahaan dari Dassault Systèmes, S. A.

SolidWorks Flow Simulation merupakan salah satu feature yang ditawarkan SolidWorks untuk aplikasi Computational Fluid Dynamic (CFD). SolidWorks Flow Simulation melakukan perhitungan dan pertimbangan dari semua faktor karena perangkat lunak ini memahami bahwa geometri dan persamaan aliran berlaku pada tiga metode konservasi: massa, momentum, dan energi (konservasi energi menjadi bagian dari perhitungan termal). Dibutuhkan waktu lebih lama untuk menghitung koefisien perpindahan panas secara manual pada setiap permukaan kontak dengan fluida disekitarnya.

2.3.1 Proses Penghitungan CFD 2.3.1.1 Prepocessor

Pada tahapan ini proses-proses yang dilakukan diantaranya adalah seperti: - Pendefenisian geometri model untuk menjadi domain komputasi

- Pembuatan grid, pada proses ini domain dibagi-bagi menjadi sub domain yang lebih kecil

- Pendefnisian sifat-sifat fluida

- Spesifikasi kondisi yang sesuai pada cell (volume/elemen kontrol) yang bersentuhan dengan batas domain.

- Pemilihan fenomena fisik dan kimia yang diperlukan untuk pemodelan

2.3.1.2 Processor

Pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga


(52)

hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit.

Proses computational mesh terdiri atas beberapa tahap diantaranya adalah: 1. Membangun basic mesh

2. Mendefenisikan solid/fluid interface

3. Mendefenisikan solid/liquid curvature, yaitu tahapan untuk memisahkan dan menggabungkan batas solid dan liquid cells objek

4. Melakukan proses perbaikan mesh (refining mesh), yaitu tahapan ini melakukan perbaikan distribusi mesh berdasarkan kriteria yang dipilih.

Perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menggunakan jenis mesh rectangular untuk computational domain-nya. Rectangular computational domain secara otomatis dibangun dan memiliki bidang batas yang ortogonal terhadap sistem koordinat kartesius.

Dalam perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation yang digunakan, konstruksi mesh hanya menggunakan jenis mesh rectangular cells yang terdiri dari empat tipe, yaitu:

1. Fluid cells, yaitu mesh dalam fluida

2. Solid cells, yaitu mesh yang terdapat pada dinding batas objek (batas solid) 3. Partial cells, yaitu mesh yang sebagian daerahnya terdapat di solid cells dan

sebagian lagi di fluid cell. Mesh ini dibentuk dari permukaan solid objek dengan arah normal terhadap bidang tersebut.

4. Irregular cells, yaitu jenis partial cell yang tidak dapat didefenisikan pada arah normal bidang.


(53)

(Sumber: lit. 34 hal. 2.2)

Gambar 2.25 : Model original

(Sumber: lit. 34 hal 2.2)

Gambar 2.26 : Variasi tipe mesh komputasi

Pada tahapan ini dilakukan proses komputasi numerik dengan menggunakan salah satu dari tiga metode numerik:

- Pendekatan variabel yang diketahui menjadi fungsi yang lebih sederhana. - Diskritisasi dengan subsitusi pendekatan kedalam persamaan yang mengatur

aliran.

- Solusi dan persamaan aljabar.

Metode Diskritasi

CFD sebenarnya mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energy dengan persamaan-persamaan aljabar. CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga).

Perhitungan/komputasi aljabar untuk memecahkan persamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritasi), diantaranya adalah:

- Metode beda hingga (finite difference method)

Sebuah aplikasi penting terbatas dari perbedaan dalam analisis numerik, terutama dalam persamaan diferensial biasa dan parsial. Idenya adalah untuk menggantikan turunan yang muncul dalam persamaan diferensial oleh perbedaan terbatas masing-masing. Metode yang dihasilkan disebut metode beda hingga. Metode aplikasi beda hingga dalam ilmu komputer dan disiplin ilmu teknik, seperti teknik termal, mekanika fluida, dan lain-lain


(54)

- Metode elemen hingga (finite elements method)

Sebuah analisis teknik numerik untuk mendapatkan perkiraan solusi untuk berbagai jenis masalah rekayasa. Kebutuhan untuk metode numerik timbul dari fakta bahwa bagi sebagian besar masalah-masalah teknik praktis solusi analitis tidak ada. Sementara yang mengatur persamaan dan kondisi batas biasanya dapat ditulis untuk masalah ini, kesulitan diperkenalkan oleh baik geometri biasa atau diskontinuitas lainnya membuat masalah analitis tidak dapat dipecahkan. Untuk mendapatkan solusi, insinyur harus membuat asumsi penyederhanaan, mengurangi masalah untuk satu yang dapat dipecahkan, atau prosedur numerik harus digunakan. Dalam solusi analitik, kuantitas yang tidak diketahui diberikan oleh fungsi matematika yang berlaku pada jumlah tak terbatas lokasi di wilayah yang diteliti, sementara metode53numerik memberikan nilai perkiraan kuantitas yang tidak diketahui hanya pada titik-titik diskrit di wilayah tersebut. Dalam metode elemen hingga, daerah bunga dibagi menjadi subkawasan banyak atau elemen terhubung dalam

- Metode volume hingga (finite volume method)

Metode volume terbatas adalah metode untuk mewakili dan mengevaluasi persamaan diferensial parsial dalam bentuk persamaan aljabar. Mirip dengan metode beda hingga atau metode elemen terbatas, nilai yang dihitung di tempat-tempat diskrit pada mesh geometri. “Volume hingga” mengacu pada volume kecil sekitarnya setiap titik node dalam mesh. Dalam metode volume terbatas, volume integral di persamaan diferensial parsial yang mengandung istilah divergensi diubah menjadi integral permukaan, dengan menggunakan teorema divergensi. Istilah-istilah ini kemudian dievaluasi sebagai flux pada permukaan dari masing-masing volume terbatas. Karena fluks memasukkan volume tertentu identik dengan bahwa meninggalkan volume yang berdekatan, metode ini adalah konservatif. Keuntungan lain dari metode volume terbatas adalah bahwa hal itu mudah diformulasikan untuk memungkinkan mesh terstruktur. Metode ini digunakan dalam banyak paket komputasi dinamika fluida.


(55)

- Metode element batas (boundary element method)

Metode element batas adalah metode komputasi numerik untuk memecahkan persamaan diferensial parsial linear yang telah dirumuskan sebagai persamaan integral yaitu dalam bentuk integral batas. Hal ini dapat diterapkan di berbagai bidang teknik dan ilmu pengetahuan termasuk mekanika fluida, akustik, elektromagnetik, dan mekanika keretakan (fracture mechanics). Dalam elektromagnetik, istilah yang lebih umum yakni “Metode Momen”, meskipun tidak selalu, identik dengan “Metode Elemen Batas”.

Metode diskritasi yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik/CFD yang dibuat atau perangkat lunak yang ada. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritasikan model khusunya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinyu. SolidWorks flow simulation snediri menggunakan metode volume hingga.

Penyelesaian simulasi CFD pada perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation menggunakan persamaan Navier-Stokes, yang mana mengunakan persamaan kontinuitas, persamaan momentum, dan persamaan energi untuk aliran fluida. Persamaan Navier-Stokes (dinamakan dari Claude-Louis Navier dan George Gabriel Stokes) adalah serangkaian persamaan yang menjelaskan pergerakan dari suatu fluida seperti cairan dan gas. Persamaan-persamaan ini menyatakan bahwa perubahan dalam momentum (percepatan) partikel-partikel fluida bergantung hanya kepada gaya viskos internal (mirip dengan gaya friksi) dan gaya viskos tekanan eksternal yang bekerja pada fluida. Oleh karena itu, persamaan Navier-Stokes menjelaskan kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada fluida.

Persamaan Navier-Stokes memiliki bentuk persamaan diferensial yang menerangkan pergerakan dari suatu fluida. Persaman seperti ini menggambarkan hubungan laju perubahan suatu variabel terhadap variabel lain. Sebagai contoh, persamaan Navier-Stokes untuk suatu fluida ideal dengan viskositas bernilai nol


(56)

akan menghasilkan hubungan yang proposional antara percepatan (laju perubahan kecepatan) dan derivatif tekanan internal.

Untuk mendapatkan hasil dari suatu permasalahan fisika menggunakan persamaan Navier-Stokes, perlu digunakan ilmu kalkulus. Secara praktis, hanya kasus-kasus aliran sederhana yang dapat dipecahkan dengan cara ini. Kasus-kasus ini biasanya melibatkan aliran non-turbulen dan tunak (aliran yang tidak berubah terhadap waktu) yang memiliki nilai bilangan Reynold kecil.

Untuk kasus-kasus yang kompleks, seperti sistem udara global seperti El Niño atau daya angkat udara pada sayap, penyelesaian persamaan Navier-Stokes hingga saat ini hanya mampu diperoleh dengan bantuan komputer. Kasus-kasus mekanika fluida yang membutuhkan penyelesaian berbantuan komputer dipelajari dalam bidang ilmu tersendiri yaitu mekanika fluida komputasional

Persamaan-persamaan yang akan dihitung dalam penyelesain numerik adalah - Persamaan konversi massa atau kontinuitas

(Lit. 37 hal. 76) (2.73)

- Persamaan konservasi momentum Untuk arah sumbu – x:

(Lit. 37 hal. 76) (2.74)

Untuk arah sumbu – y:

(Lit. 37 hal. 76) (2.75)

Untuk arah sumbu – z:

(Lit. 37 hal. 76) (2.76)


(57)

v = kecepatan searah dengan sumbu – y w = kecepatan searah dengan sumbu – z

τ = tegangan tangensial (tegangan geser) f = vektor gaya benda

- Persamaan konversi energi

(Lit. 4 hal.694) (2.77)

Dalam pendekatan sistem komputasi dan refining mesh digunakan metode cell centered finite volume (FV). Penjabaran proes komputasi diintegrasikan ke dalam satu kontrol volume (grid cell), dimana nilai tengah dari grid cell dijadikan acuan proses komputasinya. Persamaan hukum konservasi energi, massa dan momentum yang direpresentasikan ke dalam bentuk volume cell dan surface cell adalah:

(Lit. 35 hal. 1.47) (2.78)

Dengan metode diskritisasi:

2.3.1.3 Post Processor

Tahap akhir merupakan tahap post processor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna tertentu.


(58)

2.3.2 Pengaruh Jumlah Grid terhadap Solusi Diskritasi

Basic mesh adalah kondisi mesh pada level nol. Pada proses komputasi, konstruksi mesh cell adalah berupa kubus dengan ukuran yang sama di tiap area dan terdistribusi merata. Untuk mendapatkan hasil komputasi yang akurat, maka proses kontrol terhadap jumlah dan distribusi mesh perlu dilakukan.

Contoh mesh pada perangkat lunak SolidWorks Flow Simulation adalah satu pilihan yang dapat digunakan untuk membangun konstruksi mesh yang optimal untuk melakukan proses solving terhadap daerah objek yang khusus maupun daerah dengan area yang kecil dalam objek. Terdapat dua metode yang digunakan untuk memeperbaiki kualitas mesh ini, yakni:

1. Meningkatkan level mesh

Peningkatan level mesh adalah satu langkah yang merepresentasikan proses peningkatan jumlah mesh pada objek, serta memperbaiki non-optimal mesh.

2. Mendefenisikan control plane

Pendefenisian ini dilakukan untuk mencegah penggunaan mesh yang berlebihan pada area yang kurang krusial.

Jumlah grid sangat mempengaruhi hasil dari solusi dari diskritisasi, semakin banyak jumlah grid yang digunakan maka persamaan diskrit untuk penyelesaian menjadi semakin banyak pula, sehingga didapat solusi diskrit yang mendekati solusi eksaknya. Namun hal ini berakibat pada waktu yang dibutuhkan CPU untuk menyelesaikan persamaan menjadi lebih intensif dan lama.

(a) (b) (c)

(Sumber: lit. 34 hal. 2.10 – 2.11 )

Gambar 2.27 : (a) level mesh 3 dan jumlah cell 6.476, (b) level mesh 5 dan jumlah cell 8.457, (c) level mesh 7 dan jumlah cell 33.293


(59)

2.3.3 Pengaruh Laju Aliran Massa terhadap APK

Pengaruh laju aliran massa terhadap alat penukar kalor dilakukan dengan memvariasikan laju aliran massa pada sisi selongsong (fluida air) 0,063 m/s, 0,073 m/s, 0,083 m/s, dan 0,093 m/s.

2.3.4 Validasi

Validasi adalah pembuktian hasil perancangan maupun hasil eksperimen (dapat berupa perhitungan, gambar, dan tabel) dengan sebagai bahan perbandingannya adalah hasil simulasi CFD sehingga mencapai hasil yang diinginkan atau mencapai simpangan yang terkecil.

Dalam pembandingan antara hasil simulasi dengan perhitungan secara teoritis tentunya akan ada perbedaan hasil. Tingkat kesalahan (nilai error) dapat dihitung dengan:

(2.80)

Dimana: Nperhitungan teoritis : nilai hasil perhitungan integrasi

Nhasil simulasi : nilai hasil simulasi


(60)

BAB 3

PERANCANGAN ALAT PENUKAR KALOR

3.1Detail Komponen-komponen Alat Penukar Kalor

Penentuan detail geometri, tipe, dan dimensi dari komponen-komponen yang terdapat dalam selongsong dan tabung alat penukar kalor dilakukan berdasarkan standar TEMA. Jenis material yang digunakan ditentukan berdasarkan jenis-jenis material yang sering dan umum yang digunakan dalam dunia industri. Gambar 3.1 menunjukan gambar susunan alat penukar kalor dari komponen-komponen alat penukar kalor.

Gambar 3.1: Asemmbly alat penukar kalor

Tabel 3.1 menunjukan desain alat penukar kalor yang dilakukan oleh peneliti MTM.

Tabel 3.1: Data desain alat penukar kalor

Tabung Selongsong Sekat

- Jumlah lintasan = 1 - Jumlah tabung = 19 - Diameter tabung = 3/4”

(0,0267 m)

- Bahan Kubo special tube ASME 304

- Susunan segitiga - Panjang = 1,26 m

- Jumlah lintasan = 1 - Diameter selongsong =

0,1413 m

- Bahan wrought stainless steel

- Tebal 0.004 m

-Tipe single segmental -Pemotongan sekat =

26,5%

-Bahan wrought stainless steel

-Jumlah sekat = 18 -Jarak sekat = 0,066 m (Sumber: Lit. 22 )

Bundel tabung Nossel selongsong Nossel tabung sekat pelat tabung selongsong Penutup stasioner


(61)

Pada tabel 3.2 menunujukan data rancangan dengan tiga alternatif dimana pemilihan ukurannya berdasarakan tabel-tabel pipa dan flens yang disesuaikan dengan standar pemilihan TEMA.

Tabel 3.2: Desain Rancangan

Alternatif 1

Tabung Selongsong Sekat

- Jumlah lintasan = 1 - Jumlah tabung = 55 - Diameter tabung =

1/4” (0,0137 m) - Bahan copper - Panjang = 1,26 m

- Jumlah lintasan = 1 - Diameter selongsong =

0.15408 m

- Bahan stainless steel - Tebal 0,004 mm

-Tipe single segmental

-Pemotongan sekat = 27,77%

-Bahan stainless steel -Jumlah sekat = 20 -Jarak sekat = 5,4 cm

Alternatif 2

Tabung Selongsong Sekat

- Jumlah lintasan = 1 - Jumlah tabung = 42 - Diameter tabung =

1/4” (0,0137 m) - Bahan copper - Panjang = 1,26 m

- Jumlah lintasan = 2 - Diameter selongsong =

0.15408 m

- Bahan stainless steel - Tebal 0,004 mm

-Tipe single segmental

-Pemotongan sekat = 27,77%

-Bahan stainless steel -Jumlah sekat = 20 -Jarak sekat = 0,0054 m -Lebar bypass = 0,01975 m

Alternatif 3

Tabung Selongsong Sekat

- Jumlah lintasan = 1 - Jumlah tabung = 38 - Diameter tabung =

1/4” (0,0137 m) - Bahan copper - Panjang = 1,26 m

- Jumlah lintasan = 4 - Diameter selongsong =

0.15408 m

- Bahan stainless steel - Tebal 0,004 mm

-Tipe single segmental

-Pemotongan sekat = 27,77%

-Bahan stainless steel -Jumlah sekat = 20 -Jarak sekat = 0,0054 m -Lebar bypass = 0,01975 m

1. Selongsong

Selongsong yang digunakan dalam jurnal menggunakan diameter 5 in (0,1413 m) tapi dalam perencanaan alat penukar kalor ini harus menggunakan diameter selongsong yang berdiameter 6 in (0.15408 m) dikarenakan diameter paling minimum. Ukuran pipa tersebut dapat (lihat lampiran E) dan disesuaikan dengan standar TEMA, lihat lampiran B.

Diameter selongsong


(62)

Tebal = 0,00711 m Diameter dalam (Ds) = 0,15408 m

Panjang (Ls) = 1,23060 m

Material = Stainless steel

Gambar 3.2: Desain selongsong

2. Tabung

Pemilihan tabung yang optimum adalah menggunakan pipa berbahan tembaga paduan dan tube pitch-nya berjarak 1,25 do. Tabung yang digunakan

berdiameter ½ in sc. 40 (lihat dari lampiran E) dan disesuaikan dengan standar TEMA.

Panjang tabung (Lt) = 1,260 m

Diameter tabung

BWG = 12

Diameter luar (do) = 0,0137 m

Diameter dalam (di) = 0,00922 m

Tebal (t) = 0,00224 m

Pola tabung = segitiga Tube pitch (Pt) = 1,25× do

= 0,017125 m Jumlah tabung (Nt) = 55 buah


(63)

Gambar 3.3: Susunan tabung

3. Sekat

Pemilihan sekat yang optimal yakni jarak pemotongan sekat dengan range 25% -30% dan jarak sekat 0,3 Ds - Ds.

Tipe = segmental horizontal cut

Jarak pemotongan sekat (Lc) = 27,77% Ds

= 0,04279 m

Diameter celah antara selongsong dan sekat = 0,0032 m (Lampiran C) Diameter celah antara tabung dan sekat = 0,0008 m

Diameter sekat = Ds - δsb

= 0,015088 m

Diameter lubang tabung = do + δtb

= 0,0145 m

Jarak antar sekat (Lb) = 0,35 x Ds

= 0,05393 m

= 0,054 m (dipilih)

Tebal sekat = 0,002 m


(64)

Gambar 3.4: Ukuran sekat segmental pada alat penukar kalor (untuk memeudahkan sketsa maka tabung tidak ditunjukan)

4. Penutup

a. Penutup stasioner

Tipe = B

Diameter luar = 0,1683 m

Tebal minimum selongsong = sc. 40 (standar TEMA)

Tebal = 0,00711 m

Diameter dalam = 0,15408 m

Panjang = 0,180 m

Material = Stainless steel

b. Penutup bagian belakang

Tipe = M

Diameter luar = 0,1683 m

Tebal minimum selongsong = sc. 40 (standar TEMA)

Tebal = 0,00711 m

Diameter dalam = 0.15408 m

Panjang = 0,180 m

Material = Stainless steel

5. Pelat tabung

Material = Stainless steel

Tebal aktual = 0,0127 m


(65)

Diameter lubang tabung = 0,0137 m Diameter lubang baut = 0,0222 m

Toleransi = 0,000004 m

6. Nossel

Radial nozzle dipilih sebagai bentuk nossel yang akan digunakan dalam desain. Pada tabel 3.3 menunjukan ukuran pipa yang digunakan pada sisi selongsong dan tabung. Ukurannya dipilih dengan tabel pipa pada lampiran E.

Tabel 3.3: Nossel pada sisi masuk dan keluar pada tabung dan selongsong Nossel in/out pada tabung Nossel in/out pada selongsong Material Stainless steel Stainless steel

Diameter luar 0,0213 m 0,0213 m

tebal 0,0277 m 0,002,77 m

Diameter dalam 0,015,76 m 0,01576 m

7. Flens

Flens dipilih dengan tipe 150 lb dengan ketebalan 0,022 m.

Tipe = flens dilas bagian leher (welding neck flenge) Material = Stainless steel

Diameter luar flens = 0,2794 m Diameter dalam flens = 1,2954 m Diameter lubang baut = 0,04115 m Minimum bolt size = ¾ in (0,022 m)

Tipe baut = baut tap diulir sepanjang tinggi baut (stud bolt threaded full length)

8. Batang pengikat

Jumlah batang pengikat dipilih dan disesuaikan berdasarkan standar TEMA (lihat lampiran D).

Jumlah batang pengikat = 4


(66)

9. Gasket

Dalam desain ini dipilih gasket dengan tipe peripheral dengan tebal minimum 0,002 m dan dipilih confined gasket sabagai sambungan gasket. Tipe = peripheral

Tebal = 0,002 m Material = asbestos Tipe gasket = confined


(67)

3.2 Analisis Perpindahan Panas

Gambar 3.5 Menunjukan diagram alir proses perancangan alat penukar kalor tipe selongsong dan tabung. Sebagai tahap awal perancangan,data-data kondisi operasi penukar panas harus ditentukan terlebih dahulu

Kecepatan fluida dalam tabung = kecepatan yang

diperbolehkan Geometri tabung, sifat fluida dalam tabung

LMTD

Temperatur gas buang = asumsi temperatur gas buang

Cari cp pada temperatur rata-rata gas buang Asumsi temperatur gas

buang keluar

Laju perpindahan panas gas buang Temperatur air masuk dan keluar, laju aliran massa air, tekanan air, temperatur gas buang masuk, laju aliran massa gas buang

tidak ya

tidak

ya mulai


(68)

Hitung koefisien perpindahan panas Jarak antar sekat dengan standar TEMA kecepatan fluida dalam selongsong sesuai dengan

batasan kecepatan yang diijinkan

Aliran eksternal (metode Kern dan metode Delaware) Koefisien perpindahan panas internal, penurunan tekanan

Hitung luas perpindahan panas

Koefisien perpindahan panas total sesuai dengan koefisien perpindahan panas yang dibutuhkan

selesai

Gambar 3.5: Diagram alir analisa perhitungan perpindahan panas

tidak

ya Geometri tabung, sifat fluida dalam selongsong


(69)

3.2.1 Proses perpindahan Panas pada Alat Penukar Kalor 3.2.2 Perpindahan Kalor dengan Menggunakan Metode LMTD

Kondisi operasi alat penukar kalor seperti terlihat pada tabel 3.4 dimana emisi gas buang dari mesin diesel yang dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air dengan mempergunakan alat penukar kalor.

Tabel 3.4: Data operasi alat penukar kalor

Uraian Selongsong Tabung

Fluida Air Gas buang

Laju aliran massa (kg/s) s 0,083 t 0,044

Suhu masuk (oC) Tci 28 Thi 159,68

Suhu keluar (oC) Tco 38,82 Tho 64,14

Tekanan operasi (Pa) ps 5653,701 pt 9376,87

(Sumber: Lit. 8)

Temperatur rata-rata air:

Untuk memudahkan pencarian sifat fluida digunakan perangkat lunak Lauterbach Verfahrenstechnik versi demo. Gambar 3.6 merupakan sifat-sifat fluida air pada temperatur udara rata-rata 33,41 oC dengan tekanan 5653,701 Pa.


(70)

Gambar 3.6: Sifat air pada suhu 33,41 oC Qc = s × cp,c × (Tco – Tci)

= 0,083 kg/s x 4179 J/kg. oC (38,82 oC – 28 oC) = 3752,99 W

Sifat emisi gas buang dievualusi pada temperatur gas buang rata-rata, yaitu:

Untuk mencari sifat fluida gas buang sangat sulit dikarenakan tidak adanya tabel yang menyertakan sifat fluida berdasarkan komposisi gas buang tersebut sehingga disini digunakan perangkat lunak Lauterbach Verfahrenstechnik versi demo. Sifat-sifat fluida gas buang pada temperatur rata-rata 111,91 oC dengan tekanan 9376,87 Pa, dimana kandungan pembakaran minyak diesel secara umum adalah CO2 = 12,89%, H20 = 11,52%, O2 = 1,089%, N2 = 74,5%.


(71)

Berdasarkan persamaan keseimbangan energi, laju perpindahan panas pada sisi tabung sama dengan laju perpindahan panas pada sisi selongsong. Oleh karena itu, temperatur air laut keluar dapat dihitung dengan persamaan:

Qh = Qc

80,04 oC

Nilai temperatur gas buang yang diperoleh tidak sama dengan permisalan sehingga harus melakukan iterasi terhadap temperatur air laut keluar yang diperoleh sebelumnya sehingga nilai yang diperoleh mendekati harga yang sebenarnya, lihat tabel 3.5.

Tabel 3.5: Hasil iterasi pada gas buang Iterasi Th,i (oC) Th,o (K) Tc (oC) cp,t (J/kg. oC)

1 159,68 64,14 111.91 1071 2 159,68 80,04 119,86 1073 3 159,68 80,19 119,93 1073 5 159,68 80,19 119,93 1073

Nilai temperatur gas buang keluar sebenarnya diperoleh dari tabel 3.3 sebesar 80,19 dimana didapat nilai-nilai sifat fluida seperti pada gambar 3.8.


(72)

Gambar 3.8: Sifat fluida gas buang pada 119,93 oC - Beda suhu rata-rata logaritma (K)

Gambar 3.9 menunjukan distribusi temperatur yang terjadi pada alat penukar kalor yang menunjukan besarnya temperatur masuk selongsong dan tabung dan temperatur sisi keluar selongsong dan tabung.

Gambar 3.9: Distribusi temperatur (aliran counter flow)

= 81,76 oC

- Untuk mencari F diperlukan parameter

Panjang alat penukar kalor [m]

Thi

Tho

Tco


(73)

Sehingga,

= 0,9774

- Luas perpindahan kalor

Ao= π × do × Lt × Nt = π × 0,0137 m × 1,26 m × 55 = 2,98 m2

3.2.3 Aliran Internal (Aliran Fluida dalam tabung)

3.2.3.1 Mencari koefisien perpindahan kalor di dalam tabung

Luas aliran sisi tabung

Bilangan Reynold pada sisi tabung,

Untuk aliran laminar Re,t < 2300 maka bilangan Nusselt di dalam tabung


(74)

= 19,25

Koefisien perpindahan panas pada sisi tabung,

3.2.3.2 Penurunan tekanan di dalam tabung

Kecepatan fluida di dalam tabung,

Faktor gesekan di dalam tabung,

Penurunan tekanan pada sisi tabung,

= 11768,99 Pa

3.2.4 Aliran Eksternal (Aliran Fluida dalam selongsong)

Dari hasil pemilihan material dan ukuran alat penukar kalor yang optimum maka dapat diambil data geometri yang diperlukan dalam proses perhitungan aliran eksternal, seperti pada tabel 3.6.

Tabel 3.6: Konfigurasi geometri alat penukar kalor 1 – 1 lintasan Diameter dalam selongsong Ds 0,15408 m


(1)

Lampiran J: Gambar Desain Alat Penukar Kalor 1. Penutup

Penutup Depan APK 1-1 Pass Penutup Belakang APK 1-1 Pass


(2)

Penutup Depan APK 1 - 4 Pass Penutup Belakang APK 1 - 4 Pass 2. Sekat

(a) (b) (c)

Gambar: Penutup Pelat, (a) 1 - 1 APK Pass, (b) 1 – 2 Pass, (c) 1 – 4 Pass

3. Penutup pelat

Penutup pelat dan paking memiliki bentuk geometri yang sama hanya berbeda ketetebalan dan jenis materialnya.

(a) (b) (c)


(3)

Lampiran H: Grafik Hubungan Hasil Perhitungan dan Simulasi CFD

Gambar: Hubungan penurunan tekanan pada sisi tabung terhadap jumlah pass


(4)

Gambar: Hubungan penurunan tekanan pada sisi selongsong (Metode Bell – Dellaware) terhadap jumlah pass


(5)

Gambar: Hubungan suhu keluar pada sisi selongsong terhadap jumlah pass


(6)

Gambar: Hubungan efektivitas alat penukar kalor (Metode Bell – Dellaware) terhadap jumlah pass