Kualitas Pelayanan Publik Dinas Pandapatan Daerah Kota Bandung (Studi Pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta)

(1)

1.1Latar Belakang Masalah

Kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan yang serba cepat dan mudah melalui teknologi digital menjadi suatu tuntutan. Penerapan teknologi informasi pada lembaga pemerintahan dapat mempermudah akses antara pemerintah dengan pemerintah atau pemerintah dengan masyarakat. Bukan melalui komunikasi satu arah saja dimana pemerintah dapat mempublikasikan data dan informasi yang dimilikinya. Akan tetapi juga komunikasi dua arah, yaitu masyarakat dapat menerima dari pemerintah dan memberikan informasi kepada pemerintah. Transparansi antara pemerintah dan pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat dapat terjalin dalam ruang lingkup demokrasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk mewujudkan praktek pemerintahan yang lebih efesien dan efektif.

Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan potensi yang dimiliki daerah baik dari sumber daya manusia maupun sumber daya alam, perlu di dukung dengan penggunaan teknologi dan informasi.Penggunaan teknologi dan informasi yang lebih kompetitif dapat menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan pembangunan bidang teknologi dan informasi di Jawa Barat. Kemajuan teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat, dapat dilihat dari suatu organisasi pemerintahan yang sudah banyak menggunakan konsep teknologi pemerintahan atau yang sering disebut dengan e-Government.


(2)

Penerapan konsep teknologi pemerintahan atau yang sering disebut e-Governmentdi Jawa Barat salah satunya di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).Dispenda sebagai salah satu Dinas Pengelolaan Pajak Provinsi Jawa Barat tentunya dituntut harus transparan dan akuntabilitas terhadap pajak daerah serta mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Dispenda Jawa Barat merupakan suatu instansi yang bertugas menangani kegiatan dibidang perpajakan yang meliputi Pajak Kendaraan Bermotor/Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PKB/BBNKB), pajak non PKB/BBNKB dan non pajak yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah khususnya untuk jenis pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Tahun 2011 ditetapkanlah Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah untuk Jenis Pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penetapan Peraturan Gubernur ini untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah khususnya untuk jenis pungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)Pasal 94 ayat 1 yaitu: “Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut oleh Gubernur”.

Pelaksanaan pembayaran PKB dilakukan di Sistem Administrasi Manunggal Dibawah Satu Atap (Samsat). Samsat merupakan suatu sistem


(3)

kerjasama secara terpadu antaraPolisi Republik Indonesia (Polri), Dinas Pendapatan Provinsi, dan PT Jasa Raharja dalam pelayanan untuk menerbitkan (Surat Tanda Nomor Kendaraan) STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke kas negara baik melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Samsat di Provinsi Jawa Barat khususnya di Kota Bandung mempunyai beberapa program unggulan yang salah satunya yaitu Samsat Drive Thru. Dasar Hukum Pelayanan Samsat Drive Thru adalah keputusan tim pembina Samsat Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Direktur Lalu Lintas Polda (Kepolisisan Daerah) Jawa Barat, Kepala Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Barat dan Kepala Cabang PT. Jasa Raharja (Persero) Jawa Barat tentang Pelayanan Drive Thru khususnya di Kota Bandung.

Program Samsat Drive Thrudi Kota Bandung merupakan salah satu bentuk pelayanan Pemerintah Kota Bandung dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelayanan Samsat Drive Thru di Kota Bandung memiliki 3 (tiga) Kantor Cabang Dispenda Provinsi wilayah yaitu: Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung I Pajajaran, Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan dan Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta. Ketiga Dispenda ini memiliki tugas dan fungsi yang sama khusunya di bidang Pelayanan Samsat Drive Thru.

Pelayanan Samsat Drive Thrudi Kota Bandung saat ini yang beroperasi adalah di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan sehingga untuk pelayanan Drive Thrudi Kota Bandung


(4)

dialokasikan ke Soekarno Hatta.Pelayanan Samsat Drive Thrudi Soekarno Hatta difungsikan untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam hal memberikan pelayanan pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) kepada para pengguna kendaraan secara efektif dan efisien.

Mekanisme pelayanan Samsat drive thru adalah sebagai berikut: Pendaftaran

1. Wajib pajak melaksanakan pendaftaran diloket roda 2 maupun roda 4 2. Pendaftaran diterima oleh petugas kepolisian untuk diteliti persyaratan

sesuai dengan aturan

3. petugas pendaftaran melaksanakan input data dan memvalidasi STNK Penetapan

1. Setelah menerima berkas dari pendaftaran kemudian ditetapkan pajak dan jasa raharja

2. Bagian penetapan memeriksa kebenaran pajak dan jasa raharja sesuai dengan ketentuan yang berlaku

3. Bagian penetapan menyerahkan berkas kepada bagian pembayaran Pembayaran

1. Setelah menerima ketetapan pajak dan jasa raharja dari bagian penetapan, petugas pembayaran melaksanakan pemanggilan kepada wajib pajak untuk melaksanakan penagihan sesuai dengan SKPD

2. Setelah menerima pembayaran kemudian SKPD divalidasi sebagai tanda bukti bahwa pajak kendaraan tersebut telah diterima

Sumber: (http://dispenda.jabarprov.go.id/mekanisme-Samsat-drive-thru/) Masalah yang terjadi terkait dengan kualitas pelayanan Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta yaitu terkait dengan kualitas pelayanan aparatur Dispenda Provinsi Wilayah Kota Badnung III Soekarno Hatta yang kurang professional dalam melayani pemohon, hal ini disebabkan karena kurangnya pelatihan bagi aparatur Drive Thru itu sendiri. Disamping itu, keterbatasan aparatur Drive Thru menjadi faktor penyebab lambatnya pelayanan Drive Thru. Hal ini terbukti dari adanya keluhan masyarakat yang disampaikan


(5)

Gambar 1.1

Laporan Pelayanan Samsat

Sumber: (https://www.lapor.go.id/id/1171294/pelayanan-di-Samsat-bandung-buruk.html)

Laporan keluhan masyarakat diatas, terlihat bahwa terjadi kemacetan yang diakibatkan karena lambatnya pelayanan aparatur Drive Thru. Kebutuhan lahan bagi kendaraan di sekitar Drive Thru juga menjadi masalah yang cukup krusial karena tentu berdampak terhadap kemacetan di daerah sekitar Drive Thru yaitu jalan Soekarno Hatta.

Masalah lainnya yaitu dalam perpanjangan STNK, apabila STNK tersebut sudah melebihi jatuh tempo perpanjangan atau pembayaran dalam kurun waktu yang sudah ditentukan, maka tidak bisa dilayani di Samsat Drive Thru melainkan di 3 Wilayah Kantor Pusat Samsat Kota Bandung.Hal ini tentunya sangat tidak efisien bagi masyarakat dan tidak efektif dari segi implementasi Drive Thrubagi


(6)

Samsat. Disamping itu, kurangnya inovasi dalam pembuatan agenda untuk menghadapi tantangan dan kemungkinan terburuk yang terjadi dalam implementasi Drive Thru berdampak terhadap tidak optimalnya kualitas pelayanan Samsat Drive Thru dan masalah yang berkaitan juga dengan pelayanan drive thru ialah kurang baiknya sikap profesionalisme aparatur yang ada di Dinas Pendapatan daerah kota bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta dikarenakan kurangnya aparatur yang profesionalisme dalam menangani pelayanan Drive Thru dan juga mengelola sistem tersebut, selanjutnya masalah yang terdapat pada sikap kepemimpinan kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta dalam mengagendakan perbaikan pelayanan public dan juga pemecahan masalah yang ada pada sistem Drive Thru.

Berkaitan dengan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai kualitas pelayanan Samsat Drive Thru dengan judul “Kualitas Pelayanan Publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung (Studi pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut :

1 Bagaimana sikap profesionalisme aparatur Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.


(7)

2 Bagaimana sikap kepemimpinan kepala Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

3 Bagaimana kewenangan Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Samsat Drive Thru di Kota Bandung . Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:

1 Untuk mengetahui sikap profesionalisme aparatur Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

2 Untuk mengetahui sikap kepemimpinan kepala Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

3 Untuk mengetahui kewenangan Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu:

1 Bagi peneliti

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai kualitas pelayanan publik Dinas


(8)

Pendapatan Daerah Kota Bandung Studi pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta.

2 Secara teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori Ilmu Pemerintahan khususnya kualitas pelayanan publik yang peneliti gunakan yang relevan dengan permasalahan dengan penelitian ini.

3 Secara praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai suatu bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah kualitas pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Studi pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta.


(9)

2.1.Kualitas Pelayanan Publik 2.1.1 Kualitas

Kepuasan yang masyarakat dapatkan dari pelayanan merupakan suatu keberhasilan dalam memberikan suatu pelayanan yang berkualitas. Kepuasan tersebut menunjukan adanya suatu tindakan yang dijadikan suatu tolak ukur agar terciptanya suatu pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat. Kualitas sebuah pelayanan dapat menjadi suatu tolak ukur yang dapat mengukur sebuah tindakan pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan kepada masyarakat. Tjiptono dalam bukunya Manajemen Jasa mengemukakan bahwa kualitas sebagai berikut:

Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan, kecocokan pada pemakaian, perbaikan atau penyempurnaan, berkesinambungan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan baik sejak awal maupun setiap saat, melakukan segala sesuatu dengan benar sejak awal dan sesuatu dilakukan untuk membahagiakan pelanggan. (Tjiptono, 2004:42).

Berdasarkan pendapat di atas maka kualitas merupakan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan dari awal maupun setiap saat, dan dilakukan dengan optimal sesuai dengan kecocokan terhadap pemakaian agar dapat membahagiakan pelanggan.

Pengertian dari berbagai pakar tentang kualitas memiliki pandangan yang berbeda beda. Ibrahim menjelaskan bahwa kualitas itu “sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara eksplisit maupun implisit.”


(10)

(Ibrahim, 1997:1). Sehingga kualitas merupakan suatu strategi dalam bisnis yang dapat memberikan suatu kepuasan yang dapat memenuhi kebutuhan pada konsumen berupa barang dan jasa.

Groetsh dan Davis mengemukakan bahwa kualitas “merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (Groetsh dan Davis Dalam Tjiptono, 1995:51). Pendapat dari Groetsh dan Davis tidak jauh berbeda dengan pendapat Ibrahim bahwa kualitas itu merupakan suatu strategi dalam bisnis untuk konsumen agar konsumen tersebut merasa puas bahkan melebihi harapan.

Pendapat Triguno dalam bukunya yang berjudul budaya kerja, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan produktivitas kerja sebagai berikut:

Standar yang harus dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat. (Triguno, 1997:76).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan suatu standar dalam bentuk pelayanan dan jasa yang harus dicapai oleh seseorang, kelompok atau lembaga organisasi untuk memuaskan masyarakat yang dilayani. Sehingga dari beberapa pengertian kualitas di atas dapat disimpulkan bahwa, Kualitas adalah suatu syarat dalam strategi bisnis dengan bentuk standar pelayanan dan jasa yang diberikan harus dicapai oleh pihak penyelenggara layanan serta tidak mengecewakan prodak dari kerusakan atau


(11)

2.1.2 Pengertian Pelayanan

Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan publik. Perkembangan globalisasi mengenai teknologi informasi membawa seluruh Instansi, Lembaga, Badan, Dinas serta Kantor Pemerintahan menuju perubahan-perubahan terhadap sikap mengenai cara memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Kemajuan teknologi yang sangat pesat ini menyebabkan pengaruh sangat besar pada semua bidang, yaitu dalam pelayanan teknologi informasi pada suatu instansi pemerintahan.

Pelayanan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, dapat juga dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan merupakan suatu pemecahan permasalahan antara manusia sebagai konsumen dan perusahaan sebagai pemberi atau penyelenggara pelayanan. Maka Gronroos mendefinisikan pelayanan yaitu:

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberian pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/ pelanggan. (Gronroos, 1990:27) Berdasarkan pendapat di atas jelas disebutkan bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan. Jadi, pelayanan merupakan serangkaian aktivitas yang tidak dapat diraba dan terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara pemberi pelayanan dan yang diberi pelayanan.


(12)

Sampara Lukman dalam bukunya Manajemen Kualitas Pelayanan berpendapat, pelayanan adalah “suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan” (Lukman, 2000:8). Berdasarkan pendapat tersebut, interaksi langsung antar seseorang dengan orang lian merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya proses pelayanan yang menyediakan kepuasan pelanggan.

Pelayanan berasal dari kata layanan yang artinya kegiatan yang memberikan manfaat kepada orang lain, Simamora dalam bukunya berjudul Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profesional mendefinisikan layanan sebagai berikut: “Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”. (Simamora, 2001:172)

Pendapat di atas mengemukakan bahwa layanan merupakan kegiatan yang ditawarkan oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat yang tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun yang hasilnya akan bermanfaat bagi masyarakat dan bagi aparatur itu sendiri. Pada dasarnya pelayanan adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Pelayanan tidak dapat mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan dan terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.

Paimin Napitupulu dalam bukunya yang berjudul Pelayanan Publik dan Customer Satisfaction mengartikan pelayanan sebagai berikut:


(13)

berwujud, cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada memiliki, dan pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut (Napitupulu, 2007:164).

Pelayanan adalah suatu urutan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pelayanan tidak memiliki wujud melainkan pelayanan cepat hilang, dan dapat dirasakan. Pelayanan umum dalam kehidupan pemerintah banyak sekali jenisnya, Fitzsimmons dalam Ibrahim menjabarkan pelayanan dapat dibedakan, antara lain:

Elemen struktural dan elemen manajerial. Dalam konsep elemen struktural meliputi aplikasi rancangan fasilitasnya, lokasi pelayanannya, dan kapasitas perencanaannya. Elemen manajerial meliputi penemuan model pelayanan yang tepat, kualitas, kapasitas pengelolaannya, mengerti tuntutan dan tantangannya, serta kelengkapan informasinya. (Ibrahim, 2008:4).

Perbedaan jenis pelayanan umum dapat dilihat dari kebutuhan masyarakat yang meliputi kebutuhan makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, keamanan, transportasi, pendidikan, dan sebagainya. Kegiatan pemerintah yang harus memberikan pelayanan dapat dibedakan berdasarkan kekhususan yang mengaitkan perbedaan jenis pelayanan yang diberikan.

2.1.3 Bentuk – Bentuk Pelayanan

Penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan bentuk dan sifatnya, menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik terdapat empat pola pelayanan, yaitu:

1. Pola Pelayanan Fungsional, yaitu pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.


(14)

2. Pola Pelayanan Terpusat, yaitu pola pelayanan yang diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.

3. Pola Pelayanan Terpadu yang dibagi ke dalam dua bagian pola pelayanan, yaitu:

a) Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap

Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.

b) Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu diselenggarakan pada satu tempat yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.

4. Pola Pelayanan Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberi pelayanan tertentu.

(KEPMENPAN Nomor 63 Tahun 2003:5).

Pelayanan umum yang dilakukan oleh siapapun tidak terlepas dari tiga macam bentuk pelayanan menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yaitu:

1. Pelayanan dengan lisan

Pelayanan dengan lisan yang dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (Humas), bidang informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Agar pelayanan dapat berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, antara lain:

a) Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

b) Mampu memberikan penjelasan apa yang diperlukan dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

c) Bertingkah laku sopan dan ramah. 2. Pelayanan melalui tulisan

Pelayanan melalui tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga dari segi perannya. Apalagi kalau dilihat bahwa sistem layanan jarak jauh karena faktor biaya agar layanan dalam bentuk tulisan dapat


(15)

faktor kecepatan, baik dalam pengolahan masalah maupun dalam proses penyelesaian (pengetikan, penandatanganan, dan pengiriman kepada yang bersangkutan).

3. Pelayanan berbentuk perbuatan

Pada umumnya pelayanan berbentuk perbuatan 70% sampai dengan 80% dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah dan bawah, karena hal ini adalah faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut yang sangat menentukan hasil perbuatan atau pekerjaan yang dilakukannya.

(KEPMENPAN Nomor 63 Tahun 2003)

Jenis layanan ini dalam kenyataan sehari-hari memang tidak terhindar dari layanan lisan. Hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam hubungan pelayanan umum (kecuali yang khusus dilakukan melalui hubungan tulisan, karena faktor jarak). Hanya titik berat terletak pada perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang berkepentingan. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak terlepas dari hasil hubungan ketergantungan pendapat tentang pengertian pelayanan itu sendiri.

2.1.4 Pengertian Publik

Menelusuri arti pelayanan di atas tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Oleh karena itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan organisasi.

Menurut Sinambela istilah publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu public yang berarti umum, masyarakat, negara (Sinambela, 2006:5). Istilah publik menurut Inu Kencana dalam Sinambela, mendefinisikan publik adalah sejumlah


(16)

manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki (Inu dalam Sinambela, 2006:5). Publik adalah manusia atau masyarakat yang memiliki kebersamaan dalam pemikiran berdasarkan peraturan-peraturan.

Hessel Nogi S. Tangkilisan berpendapat bahwa istilah publik diaplikasikan sebagai berikut:

1. Arti kata publik sebagai umum, misalnya public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), public switched network (jaringan telepon umum), public utility (perusahaan umum).

2. Arti kata publik sebagai masyarakat, misalnya public relation (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public opinion (pendapat masyarakat), public interest (sektor negara) dan lain-lain. 3. Arti kata publik sebagai negara, misalnya public authorities (otoritas

negara), public building (gedung negara), public finance (keuangan negara), publik refenue (penerimaan negara), public sector (sektor negara) dan lain-lain.

(Tangkilisan, 2003:5)

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, istilah publik memiliki pengertian dan dimensi yang sangat beragam. Istilah publik sangat tergantung pada konteks dalam penggunaan istilah tersebut, dalam hal ini publik diartikan sebagai masyarakat sebagai penerimaan pelayanan publik melalui website http://ristek.go.id di Biro Hukum dan Humas pada Kementerian Riset dan Teknologi.

Pengertian publik menurut pendapat Oemi Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul Dasar- Dasar Public Relations adalah mereka-mereka yang memiliki kepentingan bersama, terstrukturisasi, serta memiliki solidaritas antar sesama seperti pendapatnya berikut ini:


(17)

kelompok kecil, terdiri atas orang-orang dengan jumlah sedikit, juga dapat merupakan sekelompok besar. Biasanya individu-individu yang termasuk ke dalam kelompok itu mempunyai solidaritas terhadap kelompoknya, walaupun tidak terikat oleh struktur yang nyata, tidak berada pada suatu tempat atau ruang atau tidak mempunyai hubungan langsung”. (Abdurrahman, 1995:28).

Publik dapat diartikan sebagai sekelompok kecil atau sekelompok besar yang terdiri dari orang-orang banyak maupun sedikit yang memiliki tingkat perhatian yang cukup tinggi terhadap suatu hal yang sama. Sekelompok orang tersebut memiliki tingkat solidaritas yang tinggi. Rachmadi membagi publik menjadi dua jenis yaitu:

1. Publik intern, adalah publik yang menjadi bagian dari unit usaha atau badan atau instansi. Di dalam birokrasi pemerintah, publik ini adalah para aparat pemerintah termasuk juga para pejabat pengambil keputusan.

2. Publik ekstern, adalah 'orang luar' atau publik umum (masyarakat), yang mendapatkan pelayanan dari birokrasi pemerintah. Dalam birokrasi pemerintah di bidang pelayanan publik, maka publik atau khalayak eksternal adalah rakyat atau masyarakat secara keseluruhan.

(Rachmadi, 1994:11-12).

Pendapat di atas, mengemukakan bahwa publik dibagi menjadi dua jenis yaitu birokrasi pemerintah dalam pelayanan dan juga maasyarakat sebagai public eksteren dalam suatu pelayanan publik. Agar terciptanya suatu kulitas pelayanan public yang baik dua jenis publik ini harus saling memberikan feedback yang baik dalam pelayanan agar terciptanya kepuasan masyarakat pada pemerintah pelayanan publik.

Rasyid berpendapat mengenai pelayanan publik yang berkualitas serta kaitannya dengan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh aparat pemerintah yaitu:


(18)

Manfaat yang diperoleh dari optimalisasi pelayanan yang diberikan organisasi pemerintah yaitu secara langsung dapat merangsang lahirnya respek dari masyarakat atau sikap profesionalisme para birokrat sebagai masyarakat secara tulus akan mendorong terpeliharanya iklim kerja keras, disiplin, dan komprehensif. (Rasyid, 1997:3).

Pendapat Rasyid tersebut dapat dikatakan bahwa dengan pelayanan yang baik dari pemerintah selain bermanfaat bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap peningkatan citra pemerintah di mata masyarakat. Pemerintah dituntut untuk mampu mengelola dan memanfaatkan sarana-sarana yang dipilih bagi pengadaan pelayanan umum terpadu secara cepat, tepat, dan lengkap untuk menghasilkan pelayanan yang lebih baik seperti yang dikemukakan oleh Sedarmayanti, sebagai berikut :

Apabila pengelolaan atau pemanfaatan sarana dan prasarana dilakukan secara cepat, tepat dan lengkap sesuai yang dibutuhkan atau tuntutan masyarakat pelanggan, maka hal tersebut akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik (Sedarmayanti, 2000:207).

Pemanfaatan sarana dan prasarana yang baik akan mencerminkan kualitas pelayanan yang baik pula. Tjiptono berpendapat bahwa yang akan timbul sebagai manfaat dari kualitas pelayanan yang baik adalah:

1. Hubungan perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis. 2. Hubungan tersebut merupakan dasar bagi pembelian secara berulang. 3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.

4.Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan.

5. Laba yang diperoleh dapat meningkat. (Tjiptono, 2000:60).

Manfaat yang di dapat dari pelayanan publik yang baik adalah diuntungkannya kedua belah pihak. Pihak yang melayani ataupun yang dilayani (masyarakat). Citra suatu instansi pemerintah atau suatu perusahaan akan semakin


(19)

terayomi, terlindungi serta merasa puas dengan terpenuhinya kebutuhan atau tuntutan mereka.

2.1.5 Pengertian Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan umum atau pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum. Kepentingan umum dengan pelayanan umum saling berkaitan. Pelayanan publik dalam perkembangan lebih lanjut dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan organisasi. Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa pengertian pelayanan publik. Menurut Dwiyanto bahwa pelayanan publik adalah:

Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna atau pelanggan yang dimaksud menurutnya di sini adalah warga negara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan sebagainya (Dwiyanto, 2005:141-145).

Pelayanan publik merupakan serangkaian aktifitas yang diberikan oleh suatu organisasi atau birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat. Pelayanan publik dimaknai sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan pemenuhan hak-hak dasar tersebut. (Kurniawan dan Najib, 2008:56).

Pelayanan publik sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan perundang-undangan. Pelayanan umum merupakan kegiatan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok dengan landasan melalui sistem


(20)

atau prosedur yang telah ditentukan untuk usaha memenuhi kepentingan masyarkat. Pelayanan umum harus mendahulukan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat, karena pelayanan umum berfungsi memenuhi kepentingan masyarakat umum yang membutuhkan pelayanan.

Hanif Nurcholis dalam bukunya Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah mengemukakan pelayanan publik sebagai:

Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat” (Nurcholis, 2005:175-176).

Pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan untuk masyarakat banyak. Pelayanan publik diberikan oleh negara melalui organisasi atau perusahaan maupun instansi pemerintah demi menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat melibatkan kedua belah pihak untuk saling bekerjasama. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, yakni dengan memenuhi aturan dengan kesadaran dan menghargai administrator publik yang memberikan pelayanan. Suatu instansi pemerintah merasa dihargai dan akan bekerja dengan penuh tanggungjawab dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumberdaya alam, memperdalam


(21)

bukunya yang berjudul Reformasi Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Sinambela, 2006:5).

Pelayanan publik dapat dikatakan sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah. Pelayanan publik juga merupakan serangkaian atau sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah atau birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena pemerintah dan negara didirikan oleh masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat akan merasa puas apabila pelayanan yang diberikan sangat baik. Adaptasi layanan sudah sesuai dengan permintaan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Posisi tawar pengguna, tipe pasar, lokus control dan sifat pelayanan sebagai karakteristik dalam meningkatkan pelayanan publik yang berkualitas.

Kualitas pelayanan publik dipengaruhi oleh banyak faktor, variabel, dimensi dan indikator. Berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan kualitas pelayanan publik telah digunakan oleh para peneliti dalam pembahasan kajiannya. Bahwa meningkatnya kualitas pelayanan publik dan publik merasakan kepuasan atas pelayanan tersebut merupakan tujuan akhir dari reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah. Bahkan kualitas pelayanan publik (untuk ruang lingkup Indonesia) menjadi barometer bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.


(22)

Berdasarkan buku dan jurnal penelitian para ahli mengemukakan beberapa definisi dari kualitas pelayanan publik diantaranya adalah. Geotsh dan Davis mengemukakan bahwa : “Kualitas adalah merupakan suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (dalam Tjiptono, 1996 : 51). Pendapat ini mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah sesuatu yang di harapkan dapat menjadi sebuah pemenuh kebutuhan baik dalam hal barang maupun jasa. Dalam pendapat yang lain di ungkapkan oleh Towns dan Gebhardt menjelaskan bahwa : “Kualitas dalam kenyataannya berarti disesuaikan spesifikasi. Kualitas dalam persepsi berarti pelanggan berpikir bahwa mereka telah menerima kualitas yang diharapkan” (dalam Edvardsson,dkk, 1988 :45)”.

Pandangan Tows dan Gebhardr kualitas adalah pandangan seorang pelanggan atau masyarakat pengguna layanan yang berrfikir bahwa mereka telah mendapatkan kualitas yang diharapkan. Pendapat tersebut juga di perkuat oleh Gasperz yang mendefinisikan kualitas sebagai segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan.

Pendapat tersebut juga di perkuat oleh Gasperz yang mendefinisikan kualitas sebagai segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers)” (1997: 21). Jadi kualitas pelayanan adalah sesuatu yang mampu memenuhi setiap kebutuhan dan keinginan seorang pelanggan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang ada di suatu instansi maupun kantor pemerintahan. Sedangkan Lukman dalam keterangan yang lain mengartikan:


(23)

Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik (1999 : 14).

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, menunjukkan bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (masyarakat), pelanggan sangat membutuhkan produk produk, baik barang dan jasa, didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Karena kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan persepsi, keinginan dan tuntutan, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pelanggan.

Kualitas pelayanan ditentukan oleh tuntutan, keinginan, harapan atau kepuasan masyarakat, bukan pemerintah/birokrasi, maka organisasi pemerintah harus mengetahui dan memahami segala sikap dan perilaku, tuntutan, keinginan, kebutuhan, harapan atau tingkat kepuasan pelanggan. Strategi ini merupakan cara yang terbaik dalam menciptakan dan mewujudkan kualitas pelayanan.

Upaya untuk mendengar suara masyarakat atau pelanggan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan organisasi birokrasi. Osborne dan Gaebler, terdapat banyak cara untuk mendengarkan suara pelanggan, yaitu :

Customer Surveys, Customer Follow-Up, Community Surveys, Customer Contact Reports, Customer Councils, Focus Groups, Customer Interviews, Electronic Mail, Customer Service Training, Test Marketing, Quality Guarantees, Inspectors, Ombusman, Complaint Tracking System, 800 Numbers, Suggestion Boxes Or Forms. (1992 : 177-179).

Mendengarkan suara atau pendapat pelanggan ini di harapkan dalam pelayanan kedepan mampu memberikan perbaikan pelayanan yang sebelumnya belum bisa di berikan di waktu sebelumnya. Selain dari dengar pendapat atau


(24)

suara pelanggan ada hal yang perlu diperhatikan lagi guna mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik yang di kemukakan oleh Waworuntu.

Suatu pelayanan masyarakat yang bermutu menuntut adanya upaya dari seluruh pegawai, baik yang bertugas di front office, yaitu mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam menghasilkan pelayanan yang mencerminkan kualitas sikap maupun para pegawai di back office yang menghasilkan pelayanan di belakang layar yang tidak kelihatan oleh masyarakat. (Waworuntu ,1997 : 3-4).

Secara praktis-operasional, kulitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah pelayanan yang semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh dan distribusinya semakin adil, pelayanan yang lebih cepat, wajar, hemat, murah, jujur, responsive, akomodatif, inovatif, produtif, memuaskan dan professional, sesuai persepsi, tuntutan, kebutuhan, kepentingan, aspirasi, situasi dan kondisi masyarakat.

Demikian pentingnya kualitas dalam pelayanan publik ini pemerintah sebenarnya telah menyadari akan pentingnya penerapan konsep kualitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan dalam pemberian layanan pada gilirannya akan mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat/pelanggan (Pelayanan Prima). Namun pada dasarnya bahwa tingkat kemampuan bersaing suatu lembaga akan ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian tentang kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau yang menerima pelayanan. Berkaitan dengan kualitas pelayanan ini, timbul pertanyaan bagaimanakah menilai atau menklasifikasi kualitas pelayanan yang diberikan?. Menurut Berry ,et.al, mengemukakan bahwa :


(25)

Sulit untuk mengukur kualitas pelayanan, tidak ada suatu standar yang dapat dipakai ukuran umum tentang kualitas pelayanan. Mengukur kualitas pelayanan oleh banyak ahli lainnya dipandang lebih sulit dari pada mengukur kualitas suatu produk. Hal ini disebabkan karena kualitas pelayanan tidak cukup hanya dengan evaluasi semata, karena ada tiga hal yang membedakan antara kualitas produk dengan kualitas pelayanan, dalam kaitannya dengan bagaimana dipergunakan dan dievaluasi. Pertama, pelayanan pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible). Dalam hal ini kualitas pelayanan sulit untuk diukur sebelum pelanggan merasakannya. Kedua, pelayanan bersifat heterogeneous, dimana kinerjanya biasanya berbeda antara satu prosedur dan pelanggan dengan lainnya dan berbeda dari hari ke hari.Ketiga, produksi dan konsumsi dari berbagai pelayanan bersifat tidak dapat dipisah-pisahkan (inseparable). Dalam hal ini kualitas pelayanan seringkali terjadi pada sat pelayanan itu dijalankan dan sangat berbeda” (Lovelock,1992 : 225).

Namun demikian kesulitan untuk menklasifikasi kualitas pelayanan tersebut bukan merupakan justifikasi tentang tidak terukurnya kualitas pelayanan sutatu organisasi kepada pelanggan/masyarakat, dalam hal ini beberapa sarjana telah mengembangkan dimensi kualitas pelayanan sebagai suatu acuan dalam menilai kualitas pelayanan suatu organisasi Dalam pandangannya Ndraha berpendapat bahwa kriteria dari kualitas pelayanan adalah:

Jasa layanan atau layanan civil dipandang sebagai deviden yang wajib didistribusikan kepada rakyat oleh pemerintah dengan semakin baik, semakin tepat waktu, semakin mudah diperoleh, dan semakin adil. Tekanan pada aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan dalam layanan publik (civil) tersebut berkaitan dengan sifat monopoli dari layanan publik (civil) dimana masyarakat tidak memiliki pilihan untuk mengharapkan layanan yang sama pada institusi lain di luar pemerintahan. (Ndraha,1997 : 63).

Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan,


(26)

merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.

2.1.6 Faktor Pendukung Pelayanan Publik

Pelayanan publik pada dasarnya memuaskan kebutuhan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah, oleh karena itu Moenir berpendapat bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan publik terbaik kepada publik, dapat dilakukan dengan cara:

1. Kemudahan dalam pengurusan kepentingan. 2. Mendapatkan pelayanan secara wajar.

3. Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih. 4. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang. (Moenir, 2006:47)

Pelayanan yang baik dan memuaskan yang dilakukan oleh institusi pemerintah ataupun organisasi publik lainnya terhadap masyarakatnya, bahwa pelayanan yang terbaik harus dilakukan dengan cara-cara seperti yang dikutip oleh Moenir di atas yaitu dengan cara: pertama, harus memberikan kemudahan dalam pengurusan berbagai urusan agar pelayanan yang dilakukan bisa berjalan dengan cepat. Kedua, harus memberikan pelayanan yang wajar dan tidak berlebihan sesuai dengan keperluannya masing-masing.

Pelayanan yang diperoleh secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik alasan untuk institusi pemerintah ataupun organisasi publik atau alasan untuk kesejahteraan. Misalnya apabila ingin mendapatkan pelayanan yang cepat maka


(27)

unit kerja diberikan sesuatu sebagai imbalannya agar mendapatkan pelayanan yang sewajarnya, hal demikian sebenarnya ikut membantu penyimpangan secara tidak langsung.

Ketiga, harus memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih dan tidak membeda-bedakan masyarakat dari segi ekonomi maupun dari segi apapun, sehingga masyarakat mendapatkan perlakuan yang adil dalam mengurus berbagai urusan tanpa membedakan status apapun. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang status, artinya apabila memang untuk mendapatkan pelayanan diharuskan antre secara tertib, hendaknya semuanya diwajibkan antre sebagaimana yang lain.

Keempat, masyarakat harus mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang tanpa membohongi masyarakat yang akan mengurus urusannya. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan. Cara tersebut menjadikan orang lebih mengerti dan akan menyesuaikan diri secara ikhlas tanpa emosi. Pelayanan yang memuaskan dapat memberikan dampak yang positif untuk masyarakat, sesuai dengan pendapat Moenir bahwa dampak positif tersebut adalah:

1. Masyarakat menghargai kepada korps pegawai, 2. Masyarakat patuh terhadap aturan-aturan layanan, 3. Masyarakat akan merasa bangga kepada korps pegawai, 4. Adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, dan

5. Adanya peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan Pancasila.


(28)

Dampak positif untuk masyarakat menurut Moenir di atas terdapat lima indikator, pertama masyarakat menghargai korps pegawai sehingga pegawai tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kedua, masyarakat akan patuh terhadap aturan yang telah dibuat sehingga tercipta suasana yang tertib, aman, dan nyaman.

Ketiga, masyarakat akan bangga terhadap pegawai sehingga masyarakat mengagumi pegawai tersebut dan ditunjukan dengan saling menghormati dan menghargai antara masyarakat dengan pegawai atau pegawai dengan pegawai. Keempat adanya kegairahan usaha dalam masyarakat, kelima adanya peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat. Kelima dampak positif di atas dapat terlaksana dengan baik maka akan mewujudkan kepuasan terhadap masyarakat. Menjelaskan uraian di atas bahwa pelayanan yang baik juga dapat memberikan kepuasan masyarakat, maka menurut Moenir dampak kepuasan masyarakat dapat terlihat pada:

1. Masyarakat sangat menghargai kepada korps pegawai yang bertugas di bidang pelayanan umum. Mereka tidak memandang remeh dan mencemooh korps itu dan tidak pula berlaku sembarang.

2. Masyarakat terdorong mematuhi aturan dengan penuh kesadaran tanpa prasangka buruk, sehingga lambat laun dapat terbentuk sistem pengendalian diri yang akan sangat efektif dalam ketertiban berpemerintahan dan bernegara.

3. Ada rasa bangga pada masyarakat atas karya korps pegawai di bidang layanan umum, meskipun di lain pihak ada yang merasa ruang geraknya dipersempit karena tidak dapat lagi mempermainkan masyarakat. 4. Kelambatan-kelambatan yang biasa ditemui, dapat dihindarkan dan

ditiadakan. Sebaliknya akan dapat ditumbuhkan percepatan kegiatan di masyarakat di semua bidang kegiatan baik ekonomi, sosial maupun budaya.

5. Adanya kelancaran di bidang pelayanan umum, usaha dan inisiatif masyarakat mengalami peningkatan, yang berdampak meningkatnya pula usaha pengembangan ideologi, politik, sosial dan budaya


(29)

masyarakat ke arah tercapainya masyarakat adil dan makmur berlandaskan pancasila.

(Moenir, 2006:45)

Masyarakat akan sangat menghargai kepada pegawai karena pelayanan yang mereka dapatkan sangat memuaskan dengan begitu masyarakat dapat mematuhi peraturan yang ada dengan penuh kesadaran dan pada akhirnya adanya kelancaran dalam pelayanan umum yang diberikan kepada masyarakat.

2.1.7 Asas-Asas Pelayanan Publik

Pada dasarnya pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar, dan terjangkau. Oleh sebab itu setidaknya mengandung asas-asas antara lain:

1. Hak dan kewajiban, baik bagi pemberi dan penerima pelayanan publik tersebut, harus jelas dan diketahui dengan baik oleh masing-masing pihak, sehingga tidak ada keragu-raguan dalam pelaksanaannya.

2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitasnya.

3. Mutu proses keluaran dan hasil pelayanan publik tersebut harus diupayakan agar dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan “terpaksa harus mahal”, maka Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan yang bersangkutan berkewajiban “memberi peluang” kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Ibrahim, 2008 : 19-20)

Pelayanan publik akan berkualitas apabila memenuhi asas-asas diantaranya hak dan kewajiban; pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk


(30)

membayar, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; mutu proses keluaran dan hasil pelayanan publik tersebut harus dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum; dan apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan “terpaksa harus mahal”, maka Instansi atau Lembaga Pemerintah atau Pemerintahan yang bersangkutan berkewajiban “memberikan peluang” kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.8 Indikator Kulitas Pelayanan Publik

Komitmen pelayanan jasa yang baik dalam upaya mempertahankan dan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas, maka suatu institusi pemerintah atau organisasi publik harus melakukan pengukuran terhadap kualitas pelayanan yang telah disajikannya. Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat, untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan publik yang tercermin dari:

1. Transparansi, 2. Akuntabilitas, 3. Kondisional, 4. Partisipatif,

5. Kesamaan hak, dan

6. Keseimbangan hak dan kewajiban. (Sinambela, 2006:6)

Transparansi adalah pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Transparansi meliputi keterbukaan proses


(31)

penyelenggaraan pelayanan publik, peraturan dan prosedur pelayanan yang dapat dipahami, dan kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Akuntabilitas adalah pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik melalui website http://ristek.go.id dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas dapat dilihat dari kinerja pelayanan publik, biaya pelayanan publik dan produk pelayanan publik.

Kondisional adalah pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan. Kemampuan pemerintah dalam melayani masyarakat yang sesuai kondisi pemberi dan penerima pelayanan. Kemampuan pemerintah dalam menghadapi kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kondisional meliputi efisien dan efektif.

Partisipatif ialah pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. Partisipatif dapat dilihat dari identifikasi peran masyarakat, identifikasi metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi, mencocokan instrumen partisipasi yang sesuai dengan peran masyarakat dalam proses penyelenggaraan layanan publik, memilih instrumen partisipasi yang akan digunakan, dan mengimplementasikan strategi yang dipilih. Kesamaan hak adalah pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dengan tidak


(32)

membeda-bedakan status sosial dan lainnya. Kesamaan hak dapat dilihat dari keteguhan dan ketegasan.

Keseimbangan hak dan kewajiban adalah pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban aparatur dan penerima pelayanan. Keseimbangan hak dan kewajiban meliputi keadilan dan kejujuran.

Kualitas pelayanan publik dapat tercermin dengan adanya transparansi atau keterbukaan dan mudah diakses oleh semua masyarakat. Masyarakat dapat merasakan akses pelayanan yang memadai dan mudah dimengerti. Pelayanan yang prima juga pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, peraturan tersebut dapat melindungi masyarakat sebagai nilai kepercayaan yang didapat oleh masyarakat.

Pelayanan yang di berikan kepada masyarakat, pelayanan yang sesuai dengan kemampuan yang memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan tersebut. Pelayanan yang di berikan kepada masyarakat harus sesuai dengan keinginan atau aspirasi masyarakat dan sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh masyarakat. Pelayanan juga diberikan kepada semua lapisan masyarakat, tanpa membedakan status atau jenis kelamin, sehingga akan tercipta pelayanan yang adil yang di rasakan oleh penerima pelayanan.

Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Pelayanan publik harus responsif terhadap berbagai


(33)

kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada. Hal ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.

Pelayanan publik dirancang dan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Namun, persepsi antara masyarakat pengguna jasa dan aparatur birokrasi mengenai kualitas pelayanan publik yang efisien, transparan, pasti dan adil belum berhasil diwujudkan. Pelayanan publik didefinisikan secara teoritis menurut Mahmudi sebagai berikut: “Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Mahmudi, 2005:213).

Berdasarkan pendapat di atas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi dan berbagai pungutan lainnya.

Proses pelayanan publik yang baik meliputi pemberian pelayanan yang tepat dan benar, menyediakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memiliki keinginan melayani konsumen dengan cepat, memperhatikan etika dan moral dalam memberikan pelayanan, serta memiliki tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen/masyarakat.


(34)

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh organisasi (pemerintah) guna memenuhi harapan konsumen (rakyat). Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa yang disampaikan oleh pemilik jasa (pemerintah) yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen (rakyat).

Tangkilisan mengemukakan terdapat 3 (tiga) dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan yaitu: “Profesionalisme, Kepemimpinan dan Kewenangan diskresi”. (Tangkilisan, 2007:225). Proses untuk mengukurnya kualitas pelayanan yang diberikan aparatur kepada masyarakan membutuhkan sikap profesionalisme aparatur, kepemimpinan kepala dinas, dan juga kewenangan dinas itu sendiri.

Profesionalisme diartikan oleh tangkilisan yaitu:

Keahlian dan kemampuan aparatur merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Apabila suatu organisasi berupaya untuk memberikan pelayanan publik secara prima, maka organisasi tersebut mendasarkan profesionalisme terhadap tujuan yang ingin dicapai.(Tangkilisan, 2007:226)

Ketika organisasi dan lingkungannya mengalami gejolak dan ketidakpastian, peranan seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Seorang pemimpin yang mempunyai visi sudah barang tentu akan mampu mengelola organisasi dan segala sumber daya yang mendukung. Menurut Tangkilisan:

Pemimpin yang efektif harus mempunyai agenda dalam mencapai tujuan organisasi, menghadapi tantangan dan kemungkinan yang akan terjadi, dan mewujudkan keinginannya dengan visi yang baru serta mengomunikasikannya dan mengajak orang lain bersatu untuk mencapai tujuan baru dengan menggunakan sumber daya dan energy seefisien


(35)

Dwiyanto dalam Tangkilisan (2007:243) mengemukakan bahwa: “Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam regulasi yang baku”. Menurut konteks tersebut maka diskresi dapat diartikan sebagai suatu bentuk kelonggaran pelayanan yang diberikan oleh administrator kepada pengguna jasa.

Menurut Tangkilisan (2007:244): “Diskresi menjadi isu krusial dalam pelayanan publik seriring adanya tuntutan kepada aparat birokrasi untuk dapat memberikan pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel kepada publik”. Diskresi merupakan bentuk kelonggaran pelayanan yang ada akibat adanya keluhan dari masyarakat kepada aparat birokrat agar bisa memberikan pelayanan yang cepat dan maksimal agar terciptanya pelayanan public yang efisien, responsive, dan akuntabel kepada masyarakat pengguna jasa.

Sedarmayanti, menjelaskan bahwa kualitas pelayanan umum dapat diukur dari:

1. Aspek kemampuan sumber daya manusia yang terdiri dari keterampilan, pengetahuan, dan sikap diupayakan untuk ditingkatkan, maka hal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya, dan apabila pelaksanaan tugas dilakukan secara lebih profesional, maka akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

2. Apabila sarana dan prasarana dikelola secara tepat, cepat dan lengkap, sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat, maka hal tersebut akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

3. Prosedur yang dilaksanakan harus memperhatikan dan menerapkan ketepatan prosedur, kecepatan prosedur, serta kemudahan prosedur, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang lebik baik dari sebelumnya.

4. Bentuk jasa yang diberikan kepada masyarakat dapat berupa kemudahan dalam memperoleh informasi, ketepatan, kecepatan pelayanan,


(36)

sehingga kualitas pelayanan yang lebih baik akan dapat diwujudkan. (Sedarmayanti, 1999:207-208).

Tolak ukur kualitas pelayanan pada masyarakat adalah dengan kemampuan aparaturnya memberikan pelayanan secara profesional, sarana dan prasana yang diberikan memenuhi kebutuhan masyarakat, prosedur yang diberikan tidak berbelit-belit dan bentuk sebuah jasa yang sangat mudah untuk memperolehnya dan jasa yang dihasilkan berkualitas sehinnga masyarakat merasa puas.

Kualitas pelayanan dinilai oleh masyarakat dari beberapa faktor layanan. Suatu pelayanan akan dibilang berkualitas apabila pihak yang memberi layanan dapat memahami kebutuhan masyarakat dan kecekatan dari pihak pemberi layanan. Suatu pelayanan akan dikatakan berkualitas apabila adanya kemampuan aparatur dalam memahami kebutuhan masyarakat dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan yang telah dijadikan pedoman oleh aparatur agar memperoleh hasil yang berkualitas dan dapat mendapatkan pengakuan dari masyarakat terhadap bagusnya pelayanan itu sehingga masyarakat merasa puas.

Berdasarkan pengukuran kualitas pelayanan diatas, maka peneliti memilih teori pengukuran efektivitas menurut Tangkilisan yaitu: Profesionalisme, Kepemimpinan dan Kewenangan diskresi. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti memilih teori ini, karena teori pengukuran kualitas pelayanan dari Tangkilisan relevan dengan permasalahan peneliti dan mudah untuk dipahami dari segi variable serta hubungan antara teori dan masalah yang diteliti.


(37)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kualitas pelayanan merupakan suatu pelayanan yang diberikan Samsat Bandung kepada masyarakat dengan tujuan untuk memberikan kepuasan bagi masyarakat. Pelayanan diberikan baik berupa jasa maupun fasilitas fisik merupakan upaya Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Samsat Cabang III Soekarno Hatta Kota Bandung dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat akan merasa puas apabila, apa yang diharapkan sesuai dengan harapan agar pelayanan itu tidak terdapat kendala dalam pelayanan tersebut.

Kualitas pelayanan untuk dapat menilai sejauh mana yang diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, perlu adanya standar pelayanan yang telah dijadikan pedoman untuk menunjukkan bahwa dalam pelayanan yang diberikan Samsat Bandung dapat di nilai bahwa pelayanan itu berkualitas atau tidak.

Tangkilisan mengemukakan terdapat 3 (tiga) dimensi kualitas pelayanan yaitu: profesionalisme, kepemimpinan, dan kewenangan diskresi. Profesionalisme adalah kemampuan untuk merencanakan, mengkordinasikan, dan melaksanakan fungsinya secara efektif, efisien, inofatif, lentur, dan mempunyai etos kerja yang tinggi meliputi : keahlian, dan, kemampuan. Keahlian adalah aparatur dinas handal atau menguasai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang akan menggunakan jasa Drive Thru. Kemampuan yaitu aparatur Samsat Drive Thru mendengarkan aspirari masyarakat mengenai pelayanan Samsat Drive Thru dan aparatur dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang menggunakan jasanya. yang dimiliki oleh aparatur Samsat Bandung


(38)

Kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi bawahan atau aparatur Samsat untuk memberikan pelayanan yang prima meliputi : pengawsan yaitu memantau bawahan dan diminta untuk melaksanakan tugas sesuai prosedur pelayanan Samsat Drive Thru. Motivasi yaitu perhatian pemimpin kepada kemajuan aparatur Samsat Drive Thru agar menumbuhkan prestasi kerja yang menimbulkan pe;ayanan prima kepada masyarakat.

Kewenangan diskresi adalah suatu langkah yang ditempuh oleh administrator atau aparatur Samsat Drive Thru untuk menyelesaikan kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam regulasi yang baku. Pemaparan indikator-indikator diatas sangat berpengaruh terhadap pengukuran kualitas pelayanan karena indikator-indikator tersebut dapat mengukur keberhasilan sebuah program yang telah di buat, khususnya mengetahui kualitas pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor di Samsat Drive Thru Bandung. Pelayanan pembayaran pajak kendaraan yang di selenggarakan oleh 3 instansi pemerintah yakni Polri, Dinas Pendapatan Daerah, dan PT Jasa Raharja (Persero) memiliki tugasnya masing-masing yang bergabung dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) setiap instansi memberikan tujuan sama yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Masyarakat dalam pelayanan pembayaran pajak tahunan kendaraan bermotor di Samsat Drive Thru membutuhkan pelayanan yang baik. Dalam pelayanan publik Samsat Drive Thru Bandung peneliti masih melihat masalah dari pelayanan pajak kendaraan bermotor. Masyarakat yang telat membayar pajak tidak bisa melakukan pembayaran pajak di Samsat Drive Thru dan akhirnya hanya


(39)

membuang – buang waktu menganti di loket Samsat Drive Thru, lalu menimbulkan keluhan dari masyarakat karena pelayanannya yang diberikan kurang maksimal oleh aparatur Samsat Drive Thru. Oleh karena itu dibutuhkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Samsat Drive Thru dalam pelayanan pembayaran pajak kendaraan bermotor sehingga dapat memuaskan masyarakat.

Berdasarkan Kerangka Pemikiran di atas maka definisi operasional dari Penelitian ini sebagai berikut :

1. Kualitas ialah sejauh mana pelayanan yang diberikan dalam meingkatkan kualitas pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung melalui Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta .

2. Sistem administrasi manunggal satu atap (Samsat) ialah suatu sistem administrasi yang dibuat untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan pada masyarakat, yang dilakukan pada satu gedung guna mengingkatkan pelayanan publik yang prima.

3. Drive Thru ialah layanan pengesahan STNK, PKB, SWDKLLJ yang melakukan pelayanan tersebut masyarakat tidak harus turun dari kendaraan hanya melakukan transaksi pelayanan yang dibutuhkan, melalui alat pendeteksi pelayanan.

4. Kulitas Pelayanan Publik sistem administrasi manunggal satu atap (Samsat) Drive Thru Kota Bandung ialah untuk mencapai target dan tujuan terciptanya pelayanan prima yang lebih baik lagi di Kota Bandung. Sebelumnya untuk mengukur kulitas pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan indikator-indikator sebagai berikut :


(40)

1) Profesionalisme adalah keahliaan yang dimiliki oleh aparatur dalam meningkatkan suatu pelayanan publik pada masyarakat penggunna diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Keahlian ialah berupa keahlian aparatur Samsat dalam menciptakan cara meningkatkan suatu pelayanan publik yang ada di Dinas Pendapatan Daerah Cabang III Soekarno Hatta melalui Samsat Drive Thru di Kota Bandung.

b. Kemampuan pada penrapan program ialah sikap aparatur dalam mengembangkan penerapan program agar penerapan program yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah kota bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta Kota Bandung agar tujuan serta dinas terkait bisa tercapai guna meningkatkan kepuasan masyarakat pada pelayanan public di Kota Bandung khusunya.

2) Kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya dalam mengagendakan, merencanakan, dan member solusi pada setiap masalah yang ada menjalankan kewajibannya dalam meningkatkan kinerja aparatur guna meningkatan pelayanan publik pada Samsat melalui Drive Thru di Kota Bandung, artinya ukuran dari pada kulitas pelayanan kepemimpianan aparatur Samsat, dianataranya sebagai berikut :

a. Mengkomunikasikan ialah salah satu tugas atau kewajiban yang berkaitan dengan kepemimpinan agar peningkatan pelayanan publik di Dinas Pendapatan Daerah pada Samsat Drive Thru bias berjalan dengan baik, serta mengkomunikasikan pada aparatur bagaimana cara kerja


(41)

yang baik agar penangan masalah yang ada pada sistem Drive Thru bias berjalan sesuai dengan tujuan program.

b. Mengagendakan setiap program dan bagaimana memberikan solusi atas masalah yang mundul di Dinas Pendapatan Derah Kota Bandung adalah salah satu hal yang harus dilaksanakan oleh setiap pemimpin.

c. Memecahkan masalah ialah salah satu tidakan yang harus dimiiki oleh setiap pemimpin karena pemimpinlah yang harus memberikan solusi agar dinas dan juga masyarakat pengguna pelayanan bisa berjalan dengan baik pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung.

3) Kewenangan diskresi merupakan kewenangan dalam menyamakan program dan visi misi kantor Samsat serta tujuan dari peningkatan kulitas pelayanan publik bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor, kewenagan diskresi bagiannya sebagai berikut :

a. Kemampuan dalam mengatasi masalah, saat mengambil keputusan pengelola layanan dan juga pengurus sistem Drive Thru di Samsat Kota Bandung harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat guna meningkatkan kulitas pelayanan yang diberikan oleh Samsat, aparatur harus memberikan solusi dalam masalah yang ada di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung.

b. Kelonggaran pelayanan, aparatur dan juga kebijakan yang ada di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Samsat Drive Thru Cabang III Kota


(42)

Bandung, agar masyarakat yang sedang mendesak melakukan pelayanan bias cepat mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti membuat model kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

Pelayanan Publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta

1. Profesionalisme a. Keahlian

b. Kemampuan

dalam penerapan program

2. Kepemimpinan

a. Mengkomunkasikan

b. Mengagendakan c. Memecahkan

masalah

3.Kewenangan Diskresi

a. Kemampuan

mengatasi masalah b. Kelonggaran

pelayanan

Terwujudnya Pelayanan Publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung Pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta yang berkualitas


(43)

2.3 Preposisi

Preposisi dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan publik ditentukan oleh profeosionalisme, kepemimpinan dan kewenangan direksi pada Samsat drive thru Cabang III Soekarno Hatta Kota Bandung.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deksriptif ini akan mencoba untuk mencari dalam penjelasan yang tepat dan cukup dari setiap aktivitas dalam pelaksanaan pelayanan Dinas Pendapatan Dearah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta Kota Bandung. Peneliti akan mengumpulkan fakta dan identifikasi mengenai pelaksaanaan pelayanan public kebijakan lama dan kebijakan baru pada program Samsat Drive Thru Kota Bandung berdasarkan faktor yang menjadi pendukung, kemudian merangkum sejumlah data-data yang masih mentah dapat dijadikan sebagai informasi yang dapat diinterpretasikan oleh peneliti

3.2 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam Penelitian ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data. Teknik penentuan Informan dalam penelitian ini adalah Purposive, yaitu sejumlah informan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan sesuai kreteria peneliti dan objek penelitian yaitu aparatur yang bersangkutan mengenai Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung. Pengambilan informan berdasarkan Purposive,yang peneliti lakukan sebagai berikut :


(45)

1. Bpk Moh Wawan di bidang Pusat Informasi Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat (POLDA JABAR). Beliau dijadikan nara sumber karena beliau mengetahui tentang prosedur dari sistem Pelayanan Samsat Drive Thru.

2. Bpk H. M Salman Fauzi dibagian Bidang Pajak Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta. Beliau dijadikan narasumber karena mengetahui berbagai pungutan pajak dibidang pajak kendaraan khususnya PKB.

3. Bpk Dharmawan dan Bpk Dedi Suhendar dibagian Humas PT. Jasa Raharja (Persero) Provinsi Jawa Barat. Beliau dijadikan narasumber karena mengetahui berbagai pungutan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).

4. Bpk Angki Fauzi Putra dan Eko Koswandi Di bagian pendaftaran Samsat Drive Thru. Beliau di jadikan Narasumber Karena di tempatkan di bagian pendaftaran dan administrasi Samsat Drive Thru.

Teknik penentuan Informan dalam penelitian bagi masyarakat adalah accidental , yaitu sejumlah informan yang sesuai dengan objek penelitian yaitu masyarakat yang pengguna layanan layanan Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung. Pengambilan informan berdasarkan teknik accidental karena peneliti memilih informan yang melakukan penelitian secara spontan sesuai dengan kebuhan penelitian.


(46)

1. Mayarakat sebagai wajib pajak yang melakukan pembayaran PKB dan SWDKLLJ melalui Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta demi terciptanya pelayanan publik yang profesional.

3.2.Teknik Pengunpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki tujuan agar dapat menjaring data-data yang valid pada penelitian. Peneliti akan menggunakan metode sebagai berikut :

3.3.1. Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, peneliti akan menganalisis beberapa data berupa referensi berdasarkan buku yang berkaitan dengan teori-teori yang menjadi acuan peneliti serta diktat perkuliahan, artikel, buku-buku dan dokumentasi lainnya untuk dikumpulkan sebagai bahan acuan yang dijadikan landasan dalam menyusun penelitian Pelayanan public dinas pendapatan daerah kota bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung.

3.3.2. Studi Lapangan

Yaitu teknik pengumpulan data primer yang diperoleh melalui peninjauan lapangan, dengan beberapa teknik sebagai berikut:


(47)

3.3.2.1. Observasi

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi non partisipan, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta. Guna memperoleh gambaran yang tepat mengenai masalah dan hambatan yang dihadapi serta upaya perbaikan yang diperlukan, dengan catatan peneliti tidak ikut serta dalam proses kegiatan sehari-hari objek yang diteliti.

3.3.2.2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalah yang harus diteliti, Peneliti juga ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Peneliti akan menggunakan wawancara tak berstruktur karena peneliti hanya mengumpulkan data yang berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dengan membawa alat wawancara seperti : buku catatan, tape recorder, dan kamera.

3.3.2.3. Dokumentasi

Dokumentasi yang peneliti lakukan yakni pengumpulan data dari catatan-catatan tertulis, dari hasil tulisan-tulisan pada mata kuliah yang peneliti dapatkan, atau tentang berbagai peristiwa pada waktu yang lalu dalam permasalahan-permasalahan mengenai pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada SAMSAT Drive Thru Cabang III Kota Bandung.


(48)

Sebagai tahapan awal pengumpulan informasi melalui internet pada penelitian ini, di mana masing-masing sampel sudah memiliki dokumentasi data yang terbuka pada halaman website Dinas Pendapatan Dearah Kota Bandung. Jadi sebelum melakukan penelitian ke lapangan sebelumnya peneliti sudah dapat memperoleh berbagai informasi menyangkut data yang berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung.

3.3.Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif sehingga memerlukan strategi penyelidikan yang naturalistis dan induktif dalam mendekati suatu suasana (setting) tanpa hipotesis-hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Data Reduction (reduksi data)

Teknik analisis data pada bagian reduksi data ini setelah peneliti mendapatkan hasil wawancara dari narasumber, peneliti akan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting mengenai pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung, serta mencari titik temu pembahasan masalah dalam penelitian, dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan


(49)

dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka peneliti akan membuat penyajian data. Penyajian data peneliti melakukan susunan informasi mengenai penerapan pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung, kemudian peneliti melakukan penarikan sebuah kesimpulan dari informasi yang telah peneliti dapatkan dan mengubahnya serta menyusunya ke dalam bentuk uraian singkat dan bagan yang selanjutnya peneliti buat menjadi sebuah teks yang bersifat naratif.

3. Conclution Verification (penarikan kesimpulan)

Setelah adanya penyajian data, maka peneliti melakukan peninjauan kembali secara sepintas pada catatan lapangan yang bertujuan untuk dapat memahami kualitas pelayanan publik Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung pada Samsat Drive Thru Cabang III Kota Bandung, agar dapat memperoleh kesimpulan dan pemahaman yang lebih cepat.

3.4.Uji Keabsahan Data

Setelah data penelitian diperoleh data tersebut tidak dapat langsung digunakan. Data tersebut harus melalui pengecekan keabsahan data terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh benar-benar valid dan reliabel, sehingga nantinya penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana


(50)

mestinya. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa macam uji, salah satu diantaranya adalah uji kredibilitas data. Uji ini berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain uji kredibilitas data dilakukan untuk melihat apakah desain penelitian yang dilakukan dapat mencapai tujuan penelitian sesuai dengan apa yang diharapkan. Uji kredibilitas data atau uji kepercayaan terhadapa data penelitian dapat dilakukan dengan beragam cara.

Cara-cara tersebut antara lain perpanjangan pengamatan, ketekunan pengamatan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, kecukupan referensial, analisis kasus negatif, serta member check. Penelitian ini digunakan teknik triangulasi dalam menguji keabsahan data yang diperoleh. Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedure. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecakan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga macam jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, serta triangulasi waktu. Pengujian kredibilitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi teknik pengumpulan data dilakukan untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama namun dengan teknik yang berbeda.


(51)

Cabang III Kota Bandung dengan menggunakan banyak teknik seperti wawancara, observasi dan lain-lain. Pengecekan tersebut dilakukan kepada narasumber yang dianggap kompeten, dalam hal pelayanan publik Samsat Drive Thru Kota Bandung.

3.2.6 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penulis melaksanakan penelitian di Kantor Samsat Bandung, yang berlokasi di Jalan Soekarno Hatta No. 528 Telepon (022) 7500240 Bandung 40286. Adapun jadwal penelitian in sebagai berikut:

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan Tahun 2015

Maret April Mei Juni Juli Agustus 1 Pengajuan Judul

2 Penyusunan UP 3 Seminar UP 4 Persiapan Penelitian 5 Pengumpulan Data 6 Pengolahan Data 7 Analisis Data 8 Bimbingan Skripsi 9 Penyusunan Skripsi 10 Sidang Skripsi


(1)

94

Prawirosentono, Suryadi. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia : Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Menuju Organisasi Kompetitif Dalam Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta : BPFE.

Rasyid, M. Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan, Jakarta : Yarsif Watampoe.

. 1997. Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru, Jakarta : Yarsif Watampoe.

Rachmadi, F. 1994. Public Relation dalam Teori dan Praktik. Jakarta : PT. Gramedia.

Ruky, Ahmad. S. 2001. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sastropoetro, R.A. Santoso. 1998. Partisipasi, Kominikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung : Penerbit Alumni.

Sedarmayanti. 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Mneghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bangung : Mandar Maju. 2001.

2000. Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung : Mandar Maju.

Sondang, Siagian.(2006). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara. Silalahi, Uber. 2006. Metode Penelitian sosial. Bandung : Unpar Press

Simamora. 2001. Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profesional. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta : Bumi Aksara.

Subana, M. Dan Sudrajat, 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung : CV Pustaka Pelajar.

Sulistiani, Ambar Teguh. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Konsep dan Implementasi dalam Organisasi Publik. Jogjakarta : Graha Ilmu.

Susanto, Azhar. 2007. Sistem Informasi Manajemen Konsep dan Pengembangannya. Bandung : Lingga Jaya.


(2)

95

Sutanta, Edhy. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : PT.Graha Ilmu. Suyanto, Bagong. 2005. Metode penelitian social: berbagai alternative

pendekatan. Jakarta : Prenada Media.

Syafiie, Inu Kencana dkk. 2004. Ilmu Administrasi. Binaman Pressindo.

Tangkilisan, Nogi Hessel. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI. Tjiptono, Fandy. 2000. Manajemen Jasa. Yogyakarta : Penerbit Andi.

. 2005. Service, Quality, and Satisfaction Edisi Kedua. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Ttiguno. 1997. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : Golden Terayon Press

Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wahyono, Teguh. 2004. Sistem Informasi Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Waworuntu, Bob, 1997, Dasar-Dasar Keterampilan Melayani Nasabah Bank, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Widjaja, A.W. 1985. Penerapan Motivasi Dalam Kepemimpinan. Jakarta : Era Swara

Dokumen-Dokumen

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dan Peraturan Pelaksanaannya.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan daerah. Selayang Pandang Dispenda Pemerintah Kota Bandung 2014


(3)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, dan nabi yang mengantarkan umat manusia kejalan yang benar yang diridhoi oleh Allah SWT.

Alhamdulillah dengan rahmat dan berkah serta hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KualitasPelayananPublikDinasPendapatan Daerah Kota Bandung (StudipadaSamsatDrive ThruCabang III SoekarnoHatta)”ini yang telah banyak memberikan pengalaman-pengalaman

Serta tambahan ilmu kepada peneliti yang merupakan bekal hidup bagi peneliti dikemudian hari nanti. Namun demikian, dengan penuh kerendahan hati serta kesadaran diri peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam Penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan ketulusan hati serta penuh keridhoan diri agar pembaca berkenan untuk memakluminya.

Dengan keterbatasan yang ada pada diri peneliti, skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan. Oleh karena itu ijinkanlah peneliti untuk menyampaikan rasa hormat serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Yth. BapakProf. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan FakultasIlmuSosial Dan IlmuPolitik, UniversitasKomputer Indonesia. 2. Yth. IbuDr. Dewi Kurniasih, S.IP, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu

Pemerintahan,UniversitasKomputer Indonesia danjugaketua siding skripsi yang telahmemberikanmasukanuntukperbaiakanpenelitianini.

3. Yth. IbuTatikRohmawati, S.IP., M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan pengarahan sebelum peneliti melaksanakan skripsi dan yang memberikan pengesahan pada skripsi untuk di presentasikan.


(4)

viii

4. YthBapakDr. AosKuswandi,

S.IP.,M.Sisebagaipenelaahkarenatelahmemberikanmasukan yang dapatmembangundanmemberikanmotivasilebihkepadapenelitidalammenye mpurnaanpenulisanskripsi.

5. Yth.IbuTatikFidowaty, S.IP., M.Si selaku dosen walibagipeneliti yang telahmembimbingdanmemberikan arahanselamamenjalaniperkuliahan 6. Seluruh DosendanStafProdi IlmuPemerintahanUniversitasKomputer

Indonesia, yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

7. Universitas Komputer Indonesia khususnya Program Studi Ilmu Pemerintahan sebagai lembaga pendidikan tinggi yang selama ini dijadikan tempat untuk menambah pengetahuan bagi peneliti secara formal.

8. SeluruhPegawaiDinasPendapatan Daerah Kota Bandung danaparaturpemberipelayanan SAMSAT di Cabang III SoekarnoHatta. 9. Teristimewauntukkeduaorangtuakutercintayang tak henti-hentinya

mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan memberikan hasil yang maksimal dalam penelitian ini.

10.Sahabatku tercinta Victor, Agus Deny, dan teman – teman Team Rusuh FORBITterimakasih atas ketersediannya dalam memberikan dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis.

11.Semua pihak yang telah membantu sebelum dan selama pelaksanaanpenulisanskripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga segala amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Semoga skripsi yang telah dibuat ini mendapatkan hidayah dari-Nya sehingga dapat berguna bagi semua pihak. Akhirnya, peneliti ucapkan segala puji bagi Allah, semoga kita diberi kemudahan atas segalanya. Amin.


(5)

ix Wassalamu’alaikumWr. Wb

Bandung, 6Agustus2015 Peneliti

YudhaSupangkat NIM. 41710028


(6)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Ahli Madya, Sarjana, Master dan Doktor) baik di Universitas Komputer Indonesia maupun perguruan tinggu lainnya di Kota Bandung

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan jelas ditentukan sebagai acuan dalam naskah yang disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini serta sangsi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi.

Bandung. Maret 2016

Yudha Supangkat NIM. 41710028


Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kualitas Pelayanan Publik(Studi Pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu (Upt) Samsat Medan Selatan)

47 290 138

Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Pada Bank Riau Kepri Cabang Taluk Kuantan (Studi Pada Bank Riau Kepri Cabang Taluk Kuantan)

6 61 98

Penilaian Kualitas Pelayanan Publik Pada Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Keliling Di Unit Pelayanan Teknis Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tebing Tinggi

4 63 168

Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Samsat Medan Selatan)

46 186 127

KEBIJAKAN PENERAPAN SISTEM CEPAT (DRIVE THRU) SAMSAT KOTA BATU (Studi Penelitian pada Samsat Kota Batu)

0 6 1

Kualitas Pelayanan Publik Dinas Pandapatan Daerah Kota Bandung (Studi Pada Samsat Drive Thru Cabang III Soekarno Hatta)

0 12 1

Implementasi Kebijakan Pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggla Satu Atap) Drive THRU Pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta

7 41 124

Pengaruh Penerapan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Roda Empat terhadap Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Jawa Barat (Studi Kasus pada Kantor Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat dan SAMSAT CPDP Kota Bandung III Soekarno Hatta).

2 6 18

KUALITAS PELAYANAN PT. PLN (Persero) AREA SURAKARTA DALAM PELAKSANAAN DRIVE THRU.

0 1 13

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN WAJIB PAJAK KENDARAAN BERMOTOR PADA SAMSAT DRIVE THRU MATARAM UPTD PELAYANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH (PPDRD) MATARAM Ervan Anwar

0 1 14