Implementasi Kebijakan Pelayanan SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggla Satu Atap) Drive THRU Pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

KIRMAN PATTIKUPANG NIM 41704845

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN BANDUNG


(2)

v

SOEKARNO HATTA

Penelitian ini dilakukan karena dilatar belakangi oleh masih terjadinya pelayanan secara manual, dimana masyarakat sebagai wajib pajak yang ingin dilayani secara cepat,mudah dan tidak ber belit-belit, maka dari itu diperlukan Pelayanan Samsat Drive Thru guna meningkatkan pelayanan serba cepat yaitu di dibidang pengesahan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), pembayaran PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori implementasi kebijakan publik dari George C. Edward III. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, studi lapangan dan observasi serta dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dan masyarakat yang menggunakan teknik purposive.

Berdasarkan hasil penelitian, komunikasi pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta cukup efektif terlihat dari penyampaian informasi, Kejelasan, Konsistensi yang berjalan cukup baik, Sumber daya cukup baik terlihat dari sumberdaya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya informasi yang belum dapat dikatakan memadai, Disposisi sudah terlaksana cukup baik terlihat dari pemahaman dan pendalaman, Respon menerima, Intensitas aparatur, Struktur birokrasi cukup baik dan berjalan sesuai dengan bidangnya masing-masing.


(3)

vi HATTA

The research was conducted against background due to there of the service manually, in which society as a taxpayer that wants to be served quick and easy, it is therefore necessary Samsat Services Drive Thru fast-paced in order to improve services in the field of ratification STNK (Letter Signs Number Vehicle), payment PKB (Motor Vehicle Tax)and SWDKLLJ (Mandatory Contribution Fund Road Traffic Accidents).

The theory used in this research that the theory of implementation of public policy from George C. Edward III. Edward III argued the factors that could affect the success of an implementation, namely communication, resources, disposition and bureaucratic structure.

The research method used is descriptive method with qualitative approaches. Data collection techniques performed in this study is through literature study, field studies and observations and by conducting interviews and documentation. Informants in this study were from Dispenda Region City Bandung Soekarno Hatta and the people who use purposive technique.

Based on the results of research, communication at Dispenda Region City Bandung Soekarno Hatta quite effectively invisible from the delivery of information, Clarity, Consistency is going pretty well, looks pretty good resource of human resources, budget resources, information resources that can not be said enough, Disposition 've done enough good looks of understanding and deepening, Response received, intensity apparatus, the bureaucratic structure pretty well and run in accordance with their respective fields.


(4)

vii Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji dan syukur kepada sumber dari suara-suara hati yang bersifat mulia, sumber ilmu pengetahuan, sumber segala kebenaran, Sang Maha Cahaya, Penabur Cahaya Ilham, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan yang terindah, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi umat, Allah

Subbhanahu wa Ta’ala, Karena atas ridho dan rahmat-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya, Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan serta menyampaikan kepada kita semua ajaran Rukun Iman dan Rukun Islam yang telah terbukti kebenarannya, serta makin terus terbukti kebenarannya. Penelitian ini berjudul

“Implementasi Kebijakan Pelayanan Samsat (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta”.

Skripsi ini menggambarkan tentang sistem yang dibuat, yang diharapkan mampu meningkatkan pelayanan serba cepat dan mudah dibidang pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ. Pelayanan Samsat Drive Thrru diharapkan dalam pelaksanaannya dapat menciptakan akuntabilitas publik dengan maksimal.

Segala daya dan upaya telah dicurahkan dalam usaha menyelesaikan skripsi ini, akan tetapi peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan terutama disebabkan karena keterbatasan yang peneliti miliki. Berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, Alhamdulillah semua ini dapat diatasi, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(5)

viii

Pemerintahan selaku Dosen Wali dan juga sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak membimbing dan membantu dalam banyak hal serta memberikan masukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

3. Dewi Kurniasih, S.IP., M.Si. selaku dosen pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

4. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Pemerintahan yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Hj. Eni Suhertini, M.Si selaku Kepala Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta, beserta seluruh Staf Pegawai, yang telah banyak membantu skripsi ini.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang senantiasa mendoakan dan mendorong peneliti agar menjadi anak yang shaleh dan berbakti sehingga dapat berguna bagi nusa dan bangsa serta agama.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk suatu tulisan yang baik. Mudah-mudahan studi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Bandung, Agustus 2011

Peneliti


(6)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan globalisasi di negara Indonesia sangatlah cepat terutama di bidang teknologi informasi. Teknologi informasi merupakan suatu acuan bagi negara Indonesia dalam menghadapi era globalisasi. Perkembangan teknologi yang ada di suatu pemerintahan disebut dengan e-Government. Pemerintah memfokuskan diri pada teknologi, khususnya pengembangan e-Government yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.

Teknologi informasi yang berbasis komputerisasi, saat ini telah menyederhanakan pekerjaan menganalisis jumlah data yang luas, dan teknologi informasi berbasis komputer tersebut dapat memudahkan dalam memanajemen sumber daya aparatur. Proses pengembangan sumber daya aparatur berupa proses pengembangan pegawai, pembinaan pegawai, serta sampai pencatatan para pegawai. Adanya pengembangan sistem informasi di suatu pemerintahan akan memudahkan para pegawai dalam menyimpulkan data dan informasi dengan lebih baik.

Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengolahan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Informasi dan pengetahuan dapat diciptakan secara cepat dan dapat segera


(7)

disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dalam hitungan detik. Hal ini berarti bahwa setiap individu di berbagai negara dapat saling berkomunikasi secara langsung kepada siapapun yang dikehendaki tanpa dibutuhkan perantara (mediasi) apapun.

Kebutuhan masyarakat akan informasi dan pelayanan yang serba cepat dan mudah melalui teknologi digital menjadi suatu tuntutan. Penerapan teknologi informasi pada lembaga pemerintahan dapat mempermudah akses antara pemerintah dengan pemerintah atau pemerintah dengan masyarakat. Bukan melalui komunikasi satu arah saja dimana pemerintah dapat mempublikasikan data dan informasi yang dimilikinya. Akan tetapi juga komunikasi dua arah, yaitu masyarakat dapat menerima dari pemerintah dan memberikan informasi kepada pemerintah. Transparansi antara pemerintah dan pemerintah maupun pemerintah dengan masyarakat dapat terjalin dalam ruang lingkup demokrasi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk mewujudkan praktek pemerintahan yang lebih efesien dan efektif.

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 Tanggal 09 Juni 2003. Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional pengembangan e-Government. Pada intinya, Inpres tersebut membahas tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Hal ini didasarkan pada perkembangan teknologi informasi di dunia yang demikian pesatnya, sehingga Indonesia ditakutkan akan ketinggalan dari negara-negara lain dalam persaingan bebas.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi Information and Communication Technology (ICT) di dunia telah semakin luas. Hal ini dapat


(8)

dilihat dari penggunaan ICT yang tidak terbatas pada segala bidang. ICT ini dipergunakan karena memiliki kelebihan-kelebihan yang menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan cara tradisional dalam melakukan interaksi. Kelebihan dari ICT ini adalah dalam hal kecepatan, kemudahan dan biaya yang lebih murah, sehingga mempengaruhi kelancaran aliran informasi antara pemerintah dengan pemerintah atau pemerintah dengan masyarakat.

Provinsi Jawa Barat dalam mengembangkan potensi yang dimiliki daerah baik dari sumber daya manusia maupun sumber daya alam, perlu di dukung dengan penggunaan teknologi dan informasi. Penggunaan teknologi dan informasi yang lebih kompetitif dapat menjalankan roda pemerintahan dan mewujudkan pembangunan bidang teknologi dan informasi di Jawa Barat. Kemajuan teknologi dan informasi di Provinsi Jawa Barat, dapat dilihat dari suatu organisasi pemerintahan yang sudah banyak mengguanakan konsep teknologi pemerintahan atau yang sering disebut dengan e-Government.

Dasar Hukum Pelayanan Samsat Drive Thru adalah keputusan tim pembina Samsat Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Direktur Lalu Lintas Polda (Kepolisisan Daerah) Jawa Barat, Kepala Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Barat dan Kepala Cabang PT. Jasa Raharja (Persero) Jawa Barat tentang Pelayanan Drive Thru khususnya di Kota Bandung.

Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Provinsi Jawa Barat memiliki 33 Kantor Cabang Dispenda Provinsi Jawa Barat yang tersebar di Kabupaten/Kota se Jawa Barat khususnya yang menerapkan Pelayanan Samsat Drive Thru diantaranya yaitu :


(9)

1. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Depok I.

2. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Depok II Cinere. 3. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Bogor. 4. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bogor. 5. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Sukabumi.

6. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Sukabumi I Cibadak. 7. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kab. Sukabumi II Palabuhan Ratu. 8. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Cianjur.

9. Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bekasi. 10.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Bekasi. 11.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Karawang. 12.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Purwakarta. 13.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Subang. 14.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Cirebon.

15.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Cirebon I Sumber. 16.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Cirebon II Ciledug. 17.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Indramayu I.

18.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Indramayu II Haurgeulis

19.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Kuningan. 20.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Majalengka. 21.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung I Pajajaran. 22.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung II Kawaluyaan.


(10)

23.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Bandung III Soekarno Hatta. 24.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Bandung I Rancaekek. 25.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Bandung II Soreang. 26.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Sumedang.

27.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Garut. 28.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Tasikmalaya. 29.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Tasikmalaya. 30.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Ciamis I.

31.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kabupaten Ciamis II Pangandaran 32.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Cimahi.

33.Cabang Pelayanan Dispenda Prov. Wil. Kota Banjar.

Dari 33 Kantor Cabang Pelayanan Dispenda di Kabupaten/Kota se Jawa Barat ini, memiliki tugas dan fungsi yang sama khususnya dibidang Pelayanan Samsat Drive Thru, yang bertugas dan melayani kebutuhan masyarakat dalam hal memberikan pelayanan pengesahan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) kepada para pengguna kendaraan secara efektif dan efisien. Pelayanan Samsat Drive Thru tempat pelaksanaan khusunya di Wilayah Kota Bandung, dimana Kota Bandung memiliki 3 (tiga) Kantor Cabang Dispenda Provinsi wilayah yaitu: Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung I Pajajaran, Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan dan Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota


(11)

Bandung III Soekarno Hatta. Ketiga Dispenda ini memiliki tugas dan fungsi yang sama khusunya di bidang Pelayanan Samsat Drive Thru.

Diantara 3 Kantor Cabang Pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah khususnya di Kota Bandung yang menerapkan Pelayanan Samsat Drive Thru ini, penulis memilih salah satu diantaranya yaitu di Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta. Pelayanan Samsat Drive Thru yang ada pada Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta antara lain yaitu, pengesahan STNK, PKB dan SWDKLLJ, serta memiliki pesyaratan yang harus dilengkapi antara lain: STNK tahun kemarin dan belum jatuh tempo, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Kartu Tanda Penduduk (KTP) sesuai BPKB atau STNK, Membawa Kendaraan yang akan dibayarkan pajaknya.

Sejalan dengan kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta telah melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas pelayanan yaitu peningkatan sarana dan prasarana fisik seperfi gedung atau kantor, halaman parkir, ruang tunggu serta fasilitas dan sarana pendukung lainnya yang mendukung terlaksananya pelaksanaan pelayanan yang baik dan menyenangkan dan memberikan pelatihan pelayanan prima kepada aparatur yang bertugas pada Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno serta menyelenggarakan Pelayanan Samsat Drive Thru di Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta.

Masalah lainnya yaitu dalam perpanjangan STNK, apabila STNK tersebut sudah melebihi jatuh tempo perpanjangan atau pembayaran dalam kurun waktu


(12)

yang sudah ditentukan, maka tidak bisa dilayani di Samsat Drive Thru melainkan di 3 Wilayah Kantor Pusat Samsat Kota Bandung.

Berkaitan dengan latar belakang di atas, penulis sangat tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Pelayanan Samsat Drive Thru yang berkaitan dengan pelayanan publik yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul: Implementasi Kebijakan Pelayanan Samsat (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membuat identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses komunikasi dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta ?

2. Bagaimana sumber daya dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta ?

3. Bagaimana sikap pelaksana (Disposisi) dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta ?

4. Bagaimana struktur birokrasi dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta ?


(13)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta . Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses komunikasi dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta .

2. Untuk mengetahui sumber daya dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta .

3. Untuk mengetahui sikap pelaksana (Disposisi) dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta .

4. Untuk mengetahui struktur birokrasi dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta .

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

2. Secara teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori implementasi kebijakan yang peneliti gunakan yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi ini.


(14)

3. Secara praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya dalam Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan roda Pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terlaksananya pemerintahan yang demokratis. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat salah satunya dengan penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi dalam pemerintahan dikenal dengan sebutan e-Government, yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan.

Penggunaan teknologi secara elektronik dalam kenyataan dan prakteknya adalah pengolahan data dengan menggunakan jaringan komputer dan semua sarana pendukungnya dengan tujuan untuk mempermudah pelayanan. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya jaringan komputerisasi menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya. Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut.


(15)

Pelaksanaan dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengkapi dan menyelesaikan. Pelaksanaan juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Pressman dan Wildavsky,1973:21).

Pengertian implementasi menurut Abdul Wahab adalah:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2004:65).

Jadi pelaksanaan itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak.

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, George C. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu implementasi, adalah sebagai berikut :

1. Communication (Komunikasi) 2. Resource (Sumber daya) 3. Disposition (Disposisi)


(16)

Model pendekatan implementasi menurut George C. Edward III dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut Georgr C. Edward III

Sumber: George III Edwards, (1980:148). 1. Communication (Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with discretion as they attempt to turn general policies into specific actions. This discretion as they attemp to turn general policies into specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to further the aims of the original decision makers. Thus, implementation instruction that are not transmitted, that are too precise may hinder implementation, directives that are too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht are too precise may hinder implementation by stifling creativity and adaptability.(Komunikasi yang tidak memadai juga menyediakan pelaksana dengan kebijaksanaan karena mereka berusaha untuk mengubah kebijakan umum menjadi tindakan spesifik. Kebijakan ini berusaha untuk mengubah kebijakan umum menjadi tindakan spesifik. Kebijakan ini tidak akan selalu dilaksanakan untuk memajukan tujuan para pengambil keputusan asli. Dengan demikian, pelaksanaan instruksi yang tidak menular, yang terlalu tepat dapat menghalangi pelaksanaan, petunjuk yang terlalu tepat dapat menghalangi implementasi. Sebaliknya, arahan yang terlalu tepat dapat menghalangi pelaksanaan oleh kreativitas dan kemampuan adaptasi).(George III Edwards, 1980:10)

Communication

Disposition

Resources

Bureaucratic Structure


(17)

2. Resource (Sumber daya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementation will not be effective. Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of the others involved in implementation; the authority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment, land and supplies) in which or with which to provide services. Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not provided, and reasonable regulation in policy implementation.(Tidak peduli bagaimana pelaksanaan perintah yang jelas dan konsisten dan tidak peduli seberapa akurat mereka ditransmisikan, jika personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kekurangan sumber daya untuk melakukan pekerjaan yang efektif, pelaksanaannya tidak akan efektif. Sumber daya penting termasuk staf ukuran yang tepat dan dengan keahlian yang diperlukan, informasi yang relevan dan memadai tentang cara untuk menerapkan kebijakan dan pada kepatuhan orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut dilakukan karena mereka dimaksudkan, dan fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, dan persediaan) di mana atau dengan yang untuk menyediakan jasa. Keterbatasan sumberdaya akan berarti bahwa hukum tidak akan ditegakkan, layanan tidak akan disediakan, dan peraturan yang wajar dalam implementasi kebijakan).(George III Edwards, 1980:10-11)

3. Disposition (Disposisi).

”This dispositions or attitudes of implementors is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. If implementation is to proceed effectively, not only must implementors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. Most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of policies. One of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. Another reason is the complexity of the policies themselves. The way in which implementors exercise their discretion, however, depends in large part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies affecting their organizational and personal interests.(Disposisi atau sikap dari pelaksana merupakan faktor penting ketiga dalam pendekatan kami untuk mempelajari implementasi kebijakan publik. Jika implementasi untuk melanjutkan efektif, tidak hanya harus pelaksana tahu apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi mereka harus juga keinginan untuk melaksanakan kebijakan. Sebagian besar pelaksana dapat menerapkan kebijaksanaan yang cukup besar dalam pelaksanaan kebijakan. Salah satu


(18)

alasannya adalah kemerdekaan mereka dari atasan nominal yang merumuskan kebijakan. Alasan lain adalah kompleksitas dari kebijakan itu sendiri. Cara di mana pelaksana menerapkan kebijaksanaan mereka, bagaimanapun, tergantung sebagian besar pada disposisi mereka terhadap kebijakan. Sikap mereka, pada gilirannya, akan dipengaruhi oleh pandangan mereka terhadap kebijakan dan bagaimana mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan mereka organisasi dan pribadi).”(George III Edwards, 1980:11) 4. Bureaucratic strcture (Struktur birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a policy exits and implementors know what to do and want to do it, implementation may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic stricture. Organizational fragmentation may hinder the coordination necessary to implement succesfully a complex policy requiring the cooperation of many people, and it may also waste scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies working at cross-purposes, and result in important function being overlooked.(Bahkan jika sumber daya yang cukup untuk melaksanakan keluar kebijakan dan pelaksana tahu apa yang harus dilakukan dan ingin melakukannya, pelaksanaan masih dapat digagalkan karena kekurangan dalam penyempitan birokrasi. Organisasi fragmentasi dapat mengganggu koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan yang kompleks sukses membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan juga mungkin limbah sumber daya yang langka, menghambat mengubah, membuat kebingungan, menyebabkan kebijakan bekerja di lintas tujuan, dan hasil dalam fungsi penting yang terlewatkan).(George III Edwards, 1980:11-12)

Berdasarkan pengertian George C. Edwards III diatas yaitu Komunikasi, Sumber daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi peneliti menginteperetasikan sebagai berikut:

Komunikasi Berdasarkan pengertian George C. Edwards III, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru. Pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru yang efektif terjadi apabila para aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan)


(19)

kepada bagian personalia yang tepat. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi, kejelasan, dan konsistensi.

Sumber daya Berdasarkan pengertian George C. Edwards III, sumber daya adalah keberhasilan proses implementasi yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, Anggaran, dan waktu. Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

Disposisi Berdasarkan pengertian George C. Edwards III, disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru ingin efektif, maka para aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan Pelayanan Samsat Drive Thru.

Struktur Birokrasi Berdasarkan pengertian George C. Edwards III birokrasi sebagai pelaksana harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. dapat disimpulkan bahwa struktur organisasi Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta sangat berperan penting dimana untuk menentukan keberhasilan dari suatu pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru, struktur organisasi yang tertata rapih guna tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama.


(20)

Secara etimologis, arti pelayanan menurut Poerwadarminta, yaitu:

“berasal dari kata “layan” yang berarti membantu menyiapkan atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai, perihal atau cara melayani, service atau jasa, sehubungan dengan jual beli barang atau jasa” (Poerwadarminta, 1995:571)

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, bahwa pelayanan merupakan membantu, menyiapkan, melayani atau mengurus apa-apa yang diperlukan oleh seseorang.

Sedangkan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang dan atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan, selanjutnya dijelaskan kembali bahwa pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan sesorang.

Menurut Moenir, pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik dapat dilakukan dengan cara:

1. Memberikan kemudahan dalam pengurusan hal-hal yang dianggap penting 2. Memberikan pelayanan secara wajar

3. Memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih 4. Bersikap jujur dan terus terang.

(Moenir, 2006:47)

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik dapat dilakukan dengan cara memberi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat tanpa harus membeda-bedakan status dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam mengurus sesuatu yang di anggap penting dan pemerintah juga dituntut mempunyai jiwa pengabdian yang besar dimana pemerintah dalam menjalankan tugas atau kewenangan harus diiringi rasa tanggung jawab.


(21)

Sejalan pendapat yang telah dikemukakan di atas menyatakan bahwa, kegiatan pelayanan oleh pemerintah merupakan fungsi utama sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama, dengan cara membantu, menyiapkan, mengurus sesuatu yang diperlukan oleh seseorang atau pengguna jasa. Pemerintah memiliki peran dan fungsi melakukan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut pendapat Saefullah mendefinisikan pelayanan sebagai berikut:

“Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi penduduk negara yang bersangkutan, dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah” (Saefullah, 1995:5)

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, bahwa pelayanan merupakan suatu interaksi yang terjadi antara yang memberi pelayanan dengan diberi pelayanan, peran pemerintah mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan pendapat di atas, berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan publik sebagai:

“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”(Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003).

Berdasarkan pengertian di atas dapat di ketahui bahwa pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik dapat di lakukan dengan cara memberi pelayanan yang terbaik atau prima kepada publik/masyarakat tanpa harus


(22)

membeda-bedakan status dan memberi kemudahan pada masyarakat dalam mengurus sesuatu yang di anggap penting dan pemerintah juga di tuntut untuk mempunyai jiwa pengabdian yang besar di mana pemerintah dalam menjalankan tugas atau ke wenangannya harus di iringi rasa tanggung jawab yaitu dengan bersikap jujur dan terus terang.

Pelayanan adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Berdasarkan Pengertian diatas maka dapat diartikan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan maupun kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hattauntuk mempermudah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat diterapkan Pelayanan Samsat Drive Thru. Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta menerapkan Pelayanan Samsat Drive Thru untuk meningkatkan pelayanan publik dan dengan Pelayanan Samsat Drive Thru diharapkan masyarakat bisa lebih mudah dalam pelayanan Pengesahan STNK, Pembayaran PKB dan SWDKLLJ yang tempat pelaksanaannya luar Gedung khususnya di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dan memungkinkan Wajib Pajak melakukan transaksi tanpa harus turun dari kendaraan yang dikendarainya sesuain pensyaratan dan ketentuan yang berlaku.

Pelayanan Samsat Drive Thru yang merupakan bagian dari hasil pengolahan data, ini tentunya diharapkan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat


(23)

khususnya masyarakat Kota Bandung di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta sebagai pengguna kendaraan. Pelayanan yang diberikan Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta melalui Pelayanan Samsat Drive Thru salah satu tujuannya adalah meningkatkan mutu pelayanan publik, khususnya Pengesahan STNK, Pembayaran PKB dan SWDKLLJ.

Berdasarkan kerangka pemikiran, penulis menyusun definisi operasional sebagai berikut :

1. Implementasi Kebijakan adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu atau suatu kelompok baik pemerintahan maupun swasta untuk mencapai satu tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan pelaksanaan.

2. Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta adalah Kantor Cabang dari 3 Kantor Cabang Dispenda Provinsi Wilayah khususnya di Kota Bandung terbagi menjadi 3 Kantor Cabang Pelayanan yaitu, Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung I Pajajaran, Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung II Kawaluyaan dan Dispenda Provinsi Wilayah Kota Bandung III Soekarno Hatta, yang bergerak dibidang pemugutan pajak khususnya pajak kendaraan dan untuk meningkatkan Pajak Asli Daerah (PAD).

3. Implementasi Kebijakan Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta adalah pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru dalam hal ini Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta memberikan pelayanan di bidang pengesahan STNK,


(24)

pembayaran PKB, pembayaran SWDKLLJ agar dapat berjalan secara efektif dan efisien, sehingga dalam pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru perlu adanya indikator:

1) Komunikasi adalah proses penyampaian pesan, informasi, gagasan dari Aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hattakepada masyarakat sebagai pengguna Pelayanan Samsat Drive Thru.

Komunikasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Transformasi atau penyampaian informasi adalah penyaluran oleh aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dalam Implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru akan dapat menghasilkan suatu pelaksanaan yang baik, apabila penyampaian informasi tersebut dilakukan dengan yang telah direncanakan. b. Kejelasan adalah penyampaian yang jelas dari aparatur Dispenda

Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dalam Implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru kepada masyarakat pengguna Pelayanan Samsat Drive Thru.

c. Konsistensi adalah aturan yang dibuat aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dalam Implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, jangan sampai kebijakan yang dibuat oleh aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya.


(25)

2) Sumberdaya adalah sumber penggerak aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dalam menentukan suatu keberhasilan pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru. Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan Implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru. Sumberdaya dalam penelitian ini meliputi :

a. Sumber daya manusia, implementasi kebijakan Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta sangat tergantung pada sumber daya manusia yaitu aparaturnya. Jika aparaturnya mempunyai kualitas keahlian yang tinggi maka akan tercapai tujuan untuk meningkatkan pelayanan publik.

b. Sumber daya anggaran, dengan sumber daya anggaran yang maksimal maka akan terlaksananya Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dengan tujuan meningkatkan pelayanan publik tentang pelayanan pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ.

c. Sumber daya informasi, informasi yang relevan dan akurat akan memudahkan terlaksananya Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dengan tujuan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

3). Disposisi adalah salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif, disposisi atau sikap dari aparatur dalam pelaksana Pelayanan Samsat Drive Thru yang ada pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta, juga


(26)

diperlukan untuk mengatur dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru.

Disposisi dalam penelitian ini meliputi:

a. Pemahaman, dengan pemahaman yang tinggi maka akan mempermudah terlaksananya implementasi Pelayanan Samsat Dirve Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta. b. Respon masyarakat terhadap aparatur, ditunjang dengan Respon menerima, netral atau menolak akan mempermudah terlaksananya implementasi Pelayanan Samsat Dirve Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

c. Intensitas aparatur, ditunjang dengan kemampuan yang tinggi maka akan mempermudah terlaksananya implementasi kebijakan Pelayanan Samsat Dirve Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

4). Struktur Birokrasi adalah faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta, dalam memberikan informasi tentang Pelayanan Samsat Drive Thru. Struktur birokrasi dalam penelitian ini meliputi : a. Fragmentasi, Penyebaran tanggung jawab oleh aparatur dalam

pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta terhadap aktivitas pegawai di tiap unit-unit kerja.


(27)

b. Standar Prosedur, Kegiatan yang dilaksanakan oleh aparatur Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta, dalam pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Secara singkat, kerangka pemikiran di atas dapat dilihat secara jelas dalam model kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 1.2

Model Kerangka Penelitian 1. Komunikasi

a. Transformasi b. Kejelasan b. Konsistensi 2. Sumber Daya

a. S.D.Manusia b. S.D Anggaran c. S.D Informasi 3. Disposisi

a. Pemahaman Aparatur b. Respon Masyarakat

c. Intensitas Aparatur 4. Struktur birokrasi

a. Fragmentasi b. Standar Prosedur

Implementasi Kebijakan Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta

Meningkatkan Pelayanan Publik Dalam Bidang Pengesahan STNK,

Pembayaran PKB dan SWDKLLJ

Bertujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan tersebut harus

tepat dan benar, kemudahan mendapatkan pelayanan, dan


(28)

1.6 Metode Penelitian

Sesuai dengan masalah yang ditulis pada penelitian ini, khususnya yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan penulisan dan pengamatan.

Demikian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai :

“Penyelidikan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang di alami, suatu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak, tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing dan sebagainya”(Unaradjan, 2000:139)

Berdasarkan metode yang digunakan, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berupa gambaran dari jawaban informan. Pendekatan kualitatif merupakan strategi penyelidikan yang naturalistis dan induktif dalam mendekati suatu suasana tanpa hipotesis-hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, komprehensif, mengenai


(29)

peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaannya, serta referensi-referensi lain yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diangkat dalam penulisan penelitian ini. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka peneliti memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Peninjauan yang dilakukan langsung di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta yang menjadi objek penelitian dengan tujuan mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan-bahan-bahan yang lebih banyak, lebih tepat, lebih up to date. Peneliti juga melakukan suatu penelitian dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Observation)

Pengumpulan data dengan mengamati secara langsung keadaan instansi atau lembaga dengan segala aspek kegiatan yang berhubungan dengan penelitian. Observasi dilakukan peneliti terhadap Pelayanan Samsat Drive Thru.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik-teknik penelitian sosial, Ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden. Peneliti melakukan wawancara dengan narasumbernya, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam Pelayanan Samsat Drive Thru.


(30)

c. Dokumentasi (Docummentation) yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan buku, buku, majalah dan sebagainya. Metode ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengkaji secara mendalam data-data mengenai implementasi kebijakan Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta tentang Pengesahan STNK, Pembayaran PKB dan SWDKLLJ.

1.6.2Teknik Penentuan Informan

Tehnik penentuan informan dalam penelitian ini adalah Purposive, yaitu : “teknik pengambilan sampel/informan dalam teknik ini yaitu siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan, pengumpulan data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Jadi, pengumpul data yang telah diberikan penjelasan oleh peneliti akan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian” (Soehartono, 2002:63).

Informan khususnya Pelayanan Samsat Drive Thru ini, yaitu:

1. Bpk Moh Wawan S.sos di bidang Pusat Informasi Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat (POLDA JABAR). Beliau dijadikan nara sumber karena beliau mengetahui tentang prosedur dari sistem Pelayanan Samsat Drive Thru.

2. Bpk H. M Salman Fauzi S.IP., M.Si dibagian Bidang Pajak Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta. Beliau dijadikan narasumber karena mengetahui berbagai pungutan pajak dibidang pajak kendaraan khususnya PKB.

3. Bpk Drs Dharmawan dan Bpk Dedi Suhendar dibagian Humas PT. Jasa Raharja (Persero) Provinsi Jawa Barat. Beliau dijadikan


(31)

narasumber karena mengetahui berbagai pungutan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).

4. Mayarakat sebagai wajib pajak yang melakukan pembayaran PKB dan SWDKLLJ melalui Pelayanan Samsat Drive Thru pada Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta demi terciptanya pelayanan publik yang profesional.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan ini terdapat tiga teknik, yang dikutip dari pendapat Santori dan Komariah dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif menyebutkan ada tiga unsur dalam kegiatan proses analisa data, sebagai berikut:

1. Data Reducation (Redukasi data), yaitu laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok berdasarkan suatu konsep, tema, dan kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan.

2. Data Display (Penyajian Data), yaitu menkatagorikan data dengan cara yang diperoleh dikategorikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.

3. Data Analysis (Analisis Data), yaitu suatu fase penelitian kualitatif yang sangat penting karena memulai analisis data inilah peneliti dapat memperoleh wujud dari penelitian yang dilakukannya.

(Santori, 2010: 96-97)

Peneliti menggunakan analisis ini supaya dapat mengklasifikasikan secara efektif dan efesien mengenai data-data yang terkumpul, sehingga siap untuk diinterprestasikan.


(32)

1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta No. 528 Bandung Tlp. (022) 7500240 Fax. (022) 7500240 Kode Pos : 40286.

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian Waktu Kegiatan Tahun 2011

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt S e p O k t Observasi Lokasi Penelitian Pengajuan Judul Penelitian Penyusunan Usulan Penelitian Pengajuan Surat ke Tempat Penelitian Seminar Usulan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penulisan Skripsi Sidang Revisi Skripsi Wisuda


(33)

28 2.1 Implementasi Kebijakan

2.1.1 Implementasi

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya jaringan komputerisasi menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya. Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut. Untuk menunjang terciptanya tertib administrasi dan peningkatan pelayanan publik, perlu didukung dengan adanya implementasi yang berorientasi pada pelayanan dan tujuan yang akan di tercapai.

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Implementasi menurut Lukman Ali adalah mempraktekkan, memasangkan (Ali, 1995:1044). Implementasi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.


(34)

Implementasi Riant Nugroho pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003:158). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.

Implementasi menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa:

Implementation encompasses those action by public and private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives ser forth in prior policy decisions. (Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan)”. (Van Meter, 1975:447-8)

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

Mazmanian dan Sabatier dalam bukunya Implementation and Public Policy juga mengemukakan implementasi sebagai:

Implementation of the basic policy decision, usually in the form of laws, but can also form the commandments or the decision-keoutusan important executive or judicial bodies or decision. Typically, this decision identifies the problem you want addressed, explicitly mention the purpose or objectives to be achieved, and various ways to structure or organize the


(35)

implementation process. (Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keoutusan eksekutif yang penting atau atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya)” (Mazmanian, 1983:61)

Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

2.1.2 Kebijakan

Kebijakan saat ini masih banyak berorientasi pada nasihat dan rancangan para pakar dan kaum elit tanpa melibatkan masyarakat dalam suatu debat dan musyawarah publik. Pola kebijakan seperti ini masih dianggap sebagai kebijakan tradisionaldan cenderung mengarah padatindakan yang otoriter dan belum tercerahka semangat musyawarah (deliberation) untuk mencapai mufakat (consensus) dalam demokrasi yang sebenarnya.

Kebijakan pada dasarnya menitikberatkan pada “publik dan masalah-masalahnya”. Kebijakan membahas bagaimana isu-isu dan persoalan tersebut disusun (constructed), didefinisikan, serta bagaimana semua persoalan tersebut diletakkan dalam agenda kebijakan. Charles L. Cochran mengemukakan inti dari


(36)

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah policy consists of political decision for implementing program to achieve social goal (kebijakan terdiri dari keputusan politis untuk mengimplementasi program dalam meraih tujuan demi kepentingan masyarakat) (Cochran, 1999: 2).

Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris “policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “wisdom”.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa kebijaksanaan merupakan suatu pedoman yang menyeluruh guna mencegah terjadinya penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan. Kebijaksanaan juga merupakan suatu rencana yang mengarah pada daya pikir dari pengambilan keputusankearah tujuan yang diinginkan. Kebijakan mungkin terjadi dan berasal dari seperangkat keputusan yang tampaknya tetap untuk hal-hal yang sama.

Kebijakan diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. George C. Edward III dalam buku Implenting Public Policy mengungkapkan komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (George III Edward, 1980:10-11). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.


(37)

Kebijakan menurut W.I. Jenkins dalam bukunya Public Analysis mengemukakan bahwa:

“Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang saling terkait yang ditetapkan oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi di mana keputusan-keputusan itu pada dasarnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor”. (Jenkins, 1978:2)

Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan juga mengemukakan pengertian kebijakan dalam bukunya yang berjudul Power and Society sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (Lasswell, 1970:17). Berdasarkan pengertian tersebut, suatu kebijakan berisi suatu program untuk mencapai tujuan, nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah.

Thomas R. Dye mengatakan definisi kebijakan sebagai apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan (Dye, 1995:1). Berdasarkan definisi tersebut, penulis mendapat pemahaman bahwa terdapat perbedaan antara apa yang akan dikerjakan oleh pemerintah dan apa yang sesungguhnya harus dikerjakan oleh pemerintah.

Definisi lain mengenai kebijakan yang diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam buku Man and His Government, yang mengatakan kebijakan adalah:

“Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud” (Friedrich, 1963:79)


(38)

Berdasarkan pengertian diatas, maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, dimana kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud dan tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan.

Richard Rose mengungkapkan definisi lain mengenai kebijakan, yaitu kebijakan sebagai sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan (Rose, 1969:10). Berdasarkan pengertian tersebut, kebijakan merupakan pola kegiatan dan bukan hanya suatu kegiatan dalam pola regulasi, bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Kebijakan sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, istilah kebijakan seringkali disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Jika diuraikan terdapat perbedaan antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan lebih ditekankan kepada pertimbangan dan kearifan seseorang yang berkaitan dengan dengan aturan-aturan yang ada. Sedangkan kebijakan mencakup seluruh bagian aturan-aturan yang ada termasuk konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik. Menurut M. Irfan Islamy berpendapat bahwa:

“Kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat


(39)

diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom”. (Islamy, 1997:5)

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan pada dasarnya suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah.

2.1.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Winarno dalam buku Teori dan Proses Kebijakan Publik menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”. (Winarno, 2002:101-102) Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan


(40)

dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.

Pengertian implementasi kebijakan di atas selain menurut Edward III yaitu : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi, maka Van Meter dan Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. “Ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan

3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Sikap para pelaksana, dan

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik” (Van Meter, 2004:79).

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :

Kesatu yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Pelayanan Samsat Drive Thru yang menjadi kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat dan kemudahan dalam pembuatan berbagai urusan tentang pelayanan pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ. Tujuan dari implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru, yaitu untuk memberikan layanan secara cepat dan aman dalam proses pelayanan pengesahan STNK, pembayaran PKB dan SWDKLLJ.


(41)

Kedua, sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Van Meter, 2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).

Pendapat lain, menurut Subarsono watak, karakteristik atau ciri-ciri yang

dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis (Subarsono, 2006:91-92). Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi

sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik yang baik, maka dia akan dapat


(42)

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

Keempat, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Wahab bahwa:

“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”. (Wahab, 2004:77)

Menurut Edward III, komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III, 1980:10). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Kelima, menurut Subarsono, bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam, dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut Agustino adalah sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal


(43)

tersebut adalah ekonomi, sosial, dan politik (Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi, sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi.

2.2.1 Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Karena itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan organisasi.

Melengkapi uraian tersebut, ada beberapa pengertian pelayanan publik menurut Dwiyanto bahwa “Pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat” (Dwiyanto, 2005:141). Oleh karena itu, pelayanan publik merupakan serangkaian aktifitas yang diberikan oleh suatu organisasi atau birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat.

Pelayanan publik selain menurut Dwiyanto, juga didefinisikan menurut Moenir sebagai berikut:

“Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya (Moenir, 2006:26). Pelayanan umum merupakan kegiatan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok dengan landasan melalui sistem atau prosedur yang telah ditentukan


(44)

untuk usaha memenuhi kepentingan masyarakat. Pelayanan umum harus mendahulukan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat, karena pelayanan umum berfungsi memenuhi kepentingan masyarakat umum yang membutuhkan pelayanan.

Pengertian pelayanan publik menurut Dwiyanto dan Moenir di atas, maka Sinambela juga mendefinisikan pelayanan publik sebagai beikut :

“Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat”.(Sinambela, 2006:5) Pelayanan publik menurut beberapa uraian di atas, maka pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah. Pelayanan publik juga merupakan serangkaian atau sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah atau birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena pemerintah dan negara didirikan oleh masyarakat atau publik dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan pelanggan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayanai keutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (menurus) apa yang diperlukan seseorang. Kep. MenPan No. 81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah/BUMN/BUMD, dalam


(45)

rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seperti yang kita ketahui, salah satu fungsi pemerintah adalah memberikan pelayanan publik. Mengenai peran dan fungsi pemerintahan dalam pelayanan dijelaskan oleh Arief Budiman sebagai berikut:

“sebagaimana fungsi pemerintah dalam melakukan pelayanan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Negara yang dijalankan melalui pemerintahannya mempunyai misi tersendiri yaitu menciptakan masyarakat yang lebih baik dari sekarang” (Budiman, 1996:2).

Pendapat tersebut di atas menyatakan bahwa kegiatan pelayanan oleh pemerintah, merupakan fungsi utama sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama, dengan demikian pemerintah memiliki peran dan fungsi melakukan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat. Dalam membahas pengertian pelayanan publik, sebaiknya terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian pelayanan.

Secara etimologis, arti pelayanan menurut Poerwadarminta, yaitu:

“berasal dari kata “layan” yang berarti membantu menyiapkan atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai, perihal atau cara melayani, service atau jasa, sehubungan dengan jual beli barang atau jasa” (Poerwadarminta, 1995:571).

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, bahwa pelayanan merupakan membantu, menyiapkan, melayani atau mengurus apa-apa yang diperlukan oleh seseorang.

Sedangkan Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang dan atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan, selanjutnya dijelaskan kembali bahwa pelayanan adalah


(46)

usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan sesorang.

Menurut Moenir, pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik dapat dilakukan dengan cara:

1. Memberikan kemudahan dalam pengurusan hal-hal yang dianggap penting 2. Memberikan pelayanan secara wajar

3. Memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih-kasih 4. Bersikap jujur dan terus terang.

(Moenir, 2006:47)

Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik dapat dilakukan dengan cara memberi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat tanpa harus membeda-bedakan status dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam mengurus sesuatu yang di anggap penting dan pemerintah juga dituntut mempunyai jiwa pengabdian yang besar dimana pemerintah dalam menjalankan tugas atau kewenangan harus diiringi rasa tanggung jawab.

Menurut pendapat Saefullah mendefinisikan pelayanan sebagai berikut: “Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi penduduk negara yang bersangkutan, dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah”. (Saefullah, 1995:5)

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas, bahwa pelayanan merupakan suatu interaksi yang terjadi antara yang memberi pelayanan dengan diberi pelayanan, peran pemerintah mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.


(47)

Berdasarkan pengertian di atas dapat di ketahui bahwa pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik dapat di lakukan dengan cara memberi pelayanan yang terbaik atau prima kepada publik/masyarakat tanpa harus membeda-bedakan status dan memberi kemudahan pada masyarakat dalam mengurus sesuatu yang di anggap penting dan pemerintah juga di tuntut untuk mempunyai jiwa pengabdian yang besar di mana pemerintah dalam menjalankan tugas atau ke wenangannya harus di iringi rasa tanggung jawab yaitu dengan bersikap jujur dan terus terang.


(48)

43 3.1 Gambaran Umum Kota Bandung 3.1.1 Sejarah Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota Bandung dibangun dengan tenggang waktu cukup jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk sekitar pertengahan abad ke-17 masehi, secara pasti tidak diketahui berapa lama Kota Bandung dibangun. Kota Bandung dibangun bukan atas prakarsa Daendles, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh Bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A Wiranatakusuma II adalah pendiri (the founding father) Kota Bandung.

Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810. Awalnya, Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeh Kolot) kira-kira 11 kilometer kearah selatan dari pusat Kota Bandung sekarang. Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati ke-6, yaitu R.A Wiranatakusuma II (1794-1829) yang dijuluki

“Dalem Kaum1”, kekuasaan di Nusantara beralih dari komponen ke

pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jendral pertama Herman Willem Daendels (1808-1811).


(49)

Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur kira-kira 1000 km) untuk kelancaran tugasnya di Pulau Jawa. Jalan Raya Pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada.

Jalan raya pos itu adalah Jalan Raya Sudirman, Jalan Raya Asia Afrika, Jalan Raya Ahmad Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahlan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat sungai Cikapundung, tepi selatan jalan raya pos yang sedang dibangun (pusat Kota Bandung sekarang) alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai pusat ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.

Tahun 1808/awal 1809, Bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekati lahan yang akan dijadikan ibukota baru. Mula-mula Bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, kemudian selanjutnya ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan Sekarang).

Tanggal 21 Februari 1906, pada masa pemerintahan R.A.A Martanegara (1893-1918). Kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung, statusnya berubah menjadi Gemente (Kota Pradja), dengan pejabat Walikota pertama


(50)

adalah tuan B. Coops. Sejak saat itulah Kota Bandung resmi terlepas dari pemerintaan Kabupaten Bandung sampai sekarang.

3.1.2 Letak Geografis Kota Bandung

Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 1070 – 430 Bintang Timur dan 60 00 – 60 20 Lintang Selatan. Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 Meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 Meter di atas permukaan laut. Kota Bandung di bagian Selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara berbukit-bukit, sehingga merupakan panorama yang indah.

Adapun batas-batas administratif Kota Bandung, sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten Bandung.

Kota Bandung sebagai bagian dari Metropolitan Bandung harus mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing,


(51)

maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh masyarakat kota yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan berdisiplin.

Lokasi Kota Bandung cukup strategis baik dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan, hal ini disebabkan:

a. Kota Bandung terletak pada poros pertemuan poros jalan raya : Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara. Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan).

b. Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.

Kota Bandung juga mempunyai Kecamatan, dimana Kecamatan merupakan unsur pelaksana dan penunjang Pemerintah Daerah yang masing-masing dipimpin oleh seorang Camat dan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Walikota sesuai dengan spesifikasi tugas pokok dan fungsinya. Tugas pokok Kecamatan yaitu melaksanakan sebagian kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dibidang Pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban serta koordinasi dengan instansi otonom dan UPTD di wilayah kerjanya.

Kota Bandung terdiri dari 27 Kecamatan, diantaranya yaitu: Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, Kecamatan Andir, Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung Wetan,


(1)

fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab, Proses Standard Operating Prosedure (SOP) dimana merupakan pedoman yang digunakan Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta untuk meningkatkan pelayanan publik.

5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang sudah peneliti kemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan oleh Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta dalam pelaksanaan pelayanan Pelayanan Samsat Drive Thru. Saran-saran tersebut antara lain :

1. Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta harus lebih meningkatkan lagi kinerjanya di dalam proses komunikasi antara aparatur dengan aparatur maupun aparatur dengan masyarakat, melalui penyampaian informasi, kejelasan dan konsisten untuk pelaksanaan Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

2. Sumber daya yang ada di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta harus dilaksanakan secara maksimal, karena sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya informasi dan kewenangan sangat mempengaruhi terlaksananya implementasi Pelayanan Samsat Dirve Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.


(2)

115

3. Sikap para aparaturnya harus lebih diperbaiki dan harus meningkatkan pemahaman dan pendalaman terhadap aparatur dan lebih meningkatkan intensitas yang lebih tinggi untuk terlaksananya keberhasilan implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.

4. Struktur Birokrasi di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta harus lebih ditingkatkan, agar tidak terjadi struktur birokrasi yang menyimpang dan meningkatkan proses Standars Operating Prosedure (SOP), untuk terlaksananya Implementasi Pelayanan Samsat Drive Thru di Dispenda Wilayah Kota Bandung Soekarno Hatta.


(3)

116

Ali, Lukman dkk, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka Anwar, M. Khoirul. 2004. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi

Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Budiman, Arief, 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Cochran, Charles L. 1999. Public Policy. McGraw: Hill College

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press Dye, Thomas R. 1995. Understanding Public Policy. New Jersey: Englewood

Cliffs

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press

Edwards III George. 1980. Implementing Public Policy. Washington, D.C. Robert L. Peabody

Eko Indrajit, Richardus. 2004. Electronic Government Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi

Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. Newyork:McGraw-Hill

Harold D. Laswell, Abraham Kaplan. 1970. Power and Society, New Haven: Yale University Press

Islamy, Irfan M. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Jenkins, W.I., 1978 . Policy Analysis, Oxford, Martin Robertson Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi

Mazmanian, D.A. and Sabatier, P.A. 1981. Effective Policy Implementation. Lexington : Heath and Co


(4)

117

Hasibuan S.P Malayu, 1999, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Buku I ,Jakarta : CV. Haji Masagung

Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:PT.Elek Media Komputindo

Pamudji, S. 1985. Perbandingan Pemerintahan. Jakarta: Bina Aksara

Poerwadarminta, W.J.S. 1995. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: PT.Balai Pustaka

Pressman, J.L. and Wildavsky, 1973. Implementation. Barkley and Los Angeles: University of California Press

Ratminto, Winarsih 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:PT.Pustaka Pelajar.

Rose, Richard. 1969. The Power Elite. New York: Oxford University Press

Saefullah, 1995. Konsep dan Metode Pelayanan Umum yang Baik, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Sumedang: Fisip UNPAD

Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta:PT. Bumi Aksara

Sirait, Alfonsus. (1991). Manajemen. Jakarta: Erlangga

Soehartono, Irawan. (2002). Metode Penelitian Sosial (Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya). Bandung:PT. Remaja Rosdakarya Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Unaradjan, Dolet. 2000. Pengantar Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: PT Grasindo

Van Meter, D.S. and Van Horn, C.E. 1974. The Policy Implementation Process : A Conceptual framework.” Administration And Society. February

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan:Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta:PT. Bumi Aksara

Wahyono, Teguh. 2004. Sistem Informasi: Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu


(5)

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo

Dokumen-Dokumen :

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 Tanggal 09 Juni 2003. Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional pengembangan e-Government.

Instruksi Bersama Menhankam, Mendagri Dan Menkeu Tanggal 11 Oktober 1999 Tentang Tata Laksana Samsat.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pelayanan Publik.

Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 65 Tahun 2002 Tanggal 2 Desember 2002 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas pada Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat.

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2001 Tanggal 18 Juli 2001 tentang Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2001 Tanggal 18 Juli 2001 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Rujukan Elektronik:

Situs resmi Dispenda Provinsi Jawa Barat.

http://www.dispenda.jabarprov.go.id/index.php/samsat-drive-thru , diakses 18 Maret 2011.


(6)

131

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Kirman Pattikupang

NIM : 417.04.845

Tempat/ Tgl. Lahir : Bula, 10 Oktober 1985

Suku Bangsa : Ambon

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat Badan : 56 Kg

Tinggi Badan : 168 cm

Alamat : Jl Haur Pancuh No.49-Bandung

Kelurahan Lebak Gede Kode Pos - 40132

Telepon : 0821-1631-7620

E-mail : [email protected]

Data Keluarga

Nama Bapak : Abdul Rauf Pattikupang

Nama Ibu : Sukartini Pattikupang

Alamat Orang Tua : Jl. A Tamaela Bula. Kabupaten Seram Bagian Timur

Telepon : -

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Pendidikan

SD : SD Inpres 2 Bula (1992 – 1999)

SLTP : SLTP Negeri 1 Bula (1999 – 2002)

SMU : SMK Otista Bandung (2002 – 2004)

PT : Diterima sebagai Mahasiswa Program Studi

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, tahun 2004

Bandung, Agustus 2011