Penilaian Kualitas Pelayanan Publik Pada Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Keliling Di Unit Pelayanan Teknis Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tebing Tinggi

(1)

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PADA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP

(SAMSAT) KELILING DI UNIT PELAYANAN TEKNIS

DINAS PENDAPATAN DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA TEBING TINGGI

TESIS

Oleh

EMMA NOVIRSARI

097024057/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PADA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP

(SAMSAT) KELILING UNIT PELAYANAN TEKNIS

DINAS PENDAPATAN DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA TEBING TINGGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembagunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

EMMA NOVIRSARI

097024057/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PADA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP (SAMSAT) KELILING UNIT PELAYANAN TEKNIS DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA TEBING TINGGI. Nama Mahasiswa : Emma Novirsari

Nomor Pokok : 097024057

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Subhilhar, Ph.D)

Ketua Anggota

(M.Arifin Nst, S.Sos, MSP)

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Tanggal Lulus : 20 Januari 2012 Telah Diuji Pada

Tanggal 20 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Subhilhar, Ph.D Anggota : 1. M. Arifin Nst, S.Sos, MSP

2. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA 3. Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA


(5)

PERNYATAAN

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PADA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP (SAMSAT) KELILING UNIT PELAYANAN TEKNIS

DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TEBING TINGGI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Medan, 20 Januari 2012


(6)

ABSTRAK

Kualitas pelayanan terhadap masyarakat sering dijadikan tolak ukur didalam melihat keberhasilan suatu organisasi atau instansi pemerintah. Kemudian, pemerintah sebagai penyedia pelayanan berusaha menyediakan pelayanan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara memberikan pelayanan prima sesuai dengan UU 25 tahun 2009. Kemudian Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) meluncurkan program pelayanan samsat keliling untuk memberikan pelayanan prima dan meningkatkan kualitas pelayanan pelayanan. Namun, samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi masih melihat banyaknya keluhan masyarakat mengenai samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi melalui kotak saran yang terdapat di kantor bersama samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi, Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik meneliti tentang Bagaimana Kualitas Pelayanan Publik Pada Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap(SAMSAT) Keliling di Unit Pelayanan Teknis Dinas Provinsi Sumatera Utara Tebing Tinggi.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh melalui wawancara yang diajukan kepada informan untuk kemudian dianalisa oleh peneliti. Disamping itu juga dikumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan-temuan : Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik samsat keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi maka akan dilihat dari sejauh mana Samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yaitu UU 25 tahun 2009 yang meliputi : a.Dasar Hukum, b.Persyaratan, c.Sistem,Mekanisme,dan prosedur, d. Jangka waktu penyelesaian, e. Biaya/tarif, f. Produk Pelayanan, g. Sarana,prasarana dan /atau fasilitas, h. Kompetensi pelaksana, i. Pengawasan internal, j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, k. Jumlah Pelaksana, l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan,dan, n.Evaluasi kinerja pelaksana.Dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat dapat dikatakan bahwa Samsat Keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi masih terdapat kelemahan-kelemahan yang menyangkut kualitas layanan yang dihasilkan.


(7)

ABSTRACT

The government attempted to improve its performance in order to improve the quality of service to the community. Later, the government as a provider of services seeks to provide quality service in accordance with community expectations. Therefore, the North Sumatra provincial government in this case the Department of Revenue of North Sumatra provide excellent service in accordance with Act 25 of 2009. Then Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Launched mobile service. Samsat’s mobile to provide excellent service and improve service quality of service. However samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi still seen many complaints about samsat mobile service from community/taxpayers by advice’s box in the office of samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi.Based on these two researchers interested in examining how the quality of public services on System administration united one roof (SAMSAT) unit of the Technical Services of North Sumatra Province Tebing Tinggi.

This research uses descriptive method with qualitative approach. Data obtained through interviews submitted to the informant and then analyzed by researchers. It also collected secondary data relating to the issues under investigation.

From the result of this study obtained findings : knowing how the quality of public service on samsat’s mobile service at UPT Dispendasu of Tebing Tinggi, Held a service in accordance by the standards of service that is UU No.25/ 2009 which includes : a.basic of law, b.terms of administrative, c.Sistem, Mechanisms and procedures, d. Settlement period, e. Cost / rate, f. Product Services, g. Facilities, infrastructure and / or facilities, h. Competence executors, i. Internal control, j. Handling complaints, suggestions, and input, k. Number of Executor, l. Warranty service that provides certainty of service carried out in accordance with the standards of service, m. Security and safety services in the form of a commitment to providing security, free from danger, and the risk of doubt, and, n.Evaluation of the Executors . In the performance public service to the community can be said that Samsat Roving Unit Dispendasu Tebing Tinggi, there are still deficiencies in the weaknesses relating to the quality of services produced.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbila’lamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah serta karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

Adapun tesis ini oleh penulis diberi judul “PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PADA SISTEM ADMINISTRASI MANUNGGAL SATU ATAP (SAMSAT) UNIT PELAYANAN TEKNIS DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TEBING TINGGI”.

Dalam hal ini penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dilihat dari gaya bahasa maupun kedalaman materinya, hal ini dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis masih sangat terbatas serta kurangnya literatur yang berhubungan dengan pembahasan dengan itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sebagai salah satu upaya penyempurnaan tesis ini.

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ka. Prodi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Kepala UPT DISPENDASU Tebing Tinggi Dr. A. Kadir, SH, M.Si, atas

segala dukungan dan perhatiannya terhadap penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si., selaku Sekretaris Prodi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah


(9)

6. Bapak M. Arifin Nst, S.Sos, MSP , Selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

7. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA., selaku Dosen Penguji/Pembanding, atas segala masukan guna penyempurnaan tesis ini.

8. Bapak Drs.M. Husni Thamrin Nst, M.Si., selaku Dosen Penguji/Pembanding, atas segala masukan guna penyempurnaan tesis ini.

9. Kepada Seluruh Staf pengajar di Magister Studi Pembangunan FISIP USU yang telah memberikan bekal ilmu serta kelancaran dalam proses penyusunan dan penyelesaian tesis ini.

10.Ucapan terima kasih ini tidaklah lengkap bila belum disampaikan kepada kedua orang tua penulis, yaitu kepada Ayahanda penulis H.Salamuddin Simatupang dan Ibunda penulis Ngadirah, yang telah mendoakan, bersusah payah membina, membiayai dan telah membesarkan serta mendidik penulis sejak kecil hingga sekarang. Sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Semoga Allah SWT melindungi keduanya dalam kehidupan di dunia dan akhirat.

11.Kepada Adik penulis Enny Febrisari, SS. Yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis juga membantu penulis dalam pengerjaan tesis ini. 12.Kepada seluruh keluarga, atas segala Do’a, pengertian, perhatian, dukungan

dalam tugas belajar dan penyelesaian tesis ini.

13.Kepada Seluruh teman-teman di MSP FISIP USU khususnya teman-teman, abang-abang dan kakak-kakak MSP angkatan – XVII yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

14.Kepada Ibu Zulmayani Situmorang, SE., MSi yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam pengerjaan tesis ini.


(10)

15.Kepada Kak Dina, Kak Tika dan Bang Iwan, pegawai administrasi yang telah membantu dalam proses administrasi dan informasi di Program Magister Studi Pembangunan USU.

16.Kepada seluruh sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang senantiasa mendoakan, menjadi tempat seluruh keluh dan kesah penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga atas segala bantuan dan dukungan mereka dapat menjadi amal soleh dan mendapat balasan dan Rahmad yang setimpal dari Allah SWT.

Medan, Januari 2012 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Emma Novirsari

N I M : 097024057

Pekerjaan : Belum Bekerja

Tempat/tanggal lahir : Medan, 19 November 1986 Alamat : Jl. Tombak No.27

Medan

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Orang Tua :

a. Ayah : Salamuddin b. Ibu : Ngadirah

II. Pendidikan

1. SD Negeri 064969 Medan (1999)

2. SLTP Negeri 35 Medan (2002)

3. SMU Negeri 7 Medan (2005)

4. Universitas Negeri Sumatera Utara (2010) 5. S-2 MSP FISIP Universitas Sumatera Utara (2012)


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ………. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ……… vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ……… xi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 3

1.3 Tujuan Penelitian ……… 4

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelayanan ……….. 6

2.2 Perspektif Pelayanan ………... 9

2.3 Standar Pelayanan Publik ………... 14


(13)

2.5 Kualitas Pelayanan Publik ……….. 20

2.6 Dimensi Kualitas Pelayanan ………... 28

2.7 Dimensi Etika Pelayanan Publik ………... 30

2.8 Evaluasi Pelayanan Publik ………. 38

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 41

3.2 Defenisi Konsep ………... 41

3.3 Defenisi Operasional ……… 42

3.3.1 Defenisi Operasioanal Kualitas Pelayanan ………….. 42

3.4 Lokasi Penelitian ………. 44

3.5 Informan ……… 45

3.6 Teknik Pengumpulan Data ……….. 46

3.7 Teknik Analisis Data ………... 48

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum UPT Dispendasu Tebing Tinggi …….. 49

4.2 Hasil ……… 62

4.2.1 Penjelasan Informan atas Kualitas Pelayanan pada SAMSAT UPT Dispendasu Tebing Tinggi ……….. 62 4.3 Pembahasan ………... 108 4.3.1 Kualitas Pelayanan Samsat Keliling di UPT 108


(14)

Dispendasu Tebing Tinggi ……….

BAB V: PENUTUP

5.1 Kesimpulan ……… 136

5.2 Saran ………... 137

DAFTAR PUSTAKA ……….. 138


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1 Sistem Pelayanan Terpadu pada Samsat Keliling UPT

Dispendasu Tebing Tinggi ………... 67 2 Waktu Pelayanan Pengesahan STNK ……….. 77 3 Data Peralatan pada Bus Samsat Keliling ……… 86 4 Jumlah Personel Samsat Keliling UPT Dispedasu Tebing

Tinggi ……… 95

5 Jadwal Pelayanan Samsat Keliling di UPT Dispendasu

Tebing Tinggi ……… 96 6 Daftar Perbandingan Kendaraan dan Realisasi Sebelum dan

Sesudah ada Samsat Keliling UPT Dispendasu Tebing


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Bagan Organisasi Unit Pelayanan Teknis Dinas Pendapatan 2.

Provinsi Sumatera Utara ………. Prosedur Pelayanan Samsat Keliling ...

59 70


(17)

ABSTRAK

Kualitas pelayanan terhadap masyarakat sering dijadikan tolak ukur didalam melihat keberhasilan suatu organisasi atau instansi pemerintah. Kemudian, pemerintah sebagai penyedia pelayanan berusaha menyediakan pelayanan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara memberikan pelayanan prima sesuai dengan UU 25 tahun 2009. Kemudian Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) meluncurkan program pelayanan samsat keliling untuk memberikan pelayanan prima dan meningkatkan kualitas pelayanan pelayanan. Namun, samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi masih melihat banyaknya keluhan masyarakat mengenai samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi melalui kotak saran yang terdapat di kantor bersama samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi, Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik meneliti tentang Bagaimana Kualitas Pelayanan Publik Pada Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap(SAMSAT) Keliling di Unit Pelayanan Teknis Dinas Provinsi Sumatera Utara Tebing Tinggi.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh melalui wawancara yang diajukan kepada informan untuk kemudian dianalisa oleh peneliti. Disamping itu juga dikumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan-temuan : Untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik samsat keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi maka akan dilihat dari sejauh mana Samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yaitu UU 25 tahun 2009 yang meliputi : a.Dasar Hukum, b.Persyaratan, c.Sistem,Mekanisme,dan prosedur, d. Jangka waktu penyelesaian, e. Biaya/tarif, f. Produk Pelayanan, g. Sarana,prasarana dan /atau fasilitas, h. Kompetensi pelaksana, i. Pengawasan internal, j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, k. Jumlah Pelaksana, l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan,dan, n.Evaluasi kinerja pelaksana.Dalam penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat dapat dikatakan bahwa Samsat Keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi masih terdapat kelemahan-kelemahan yang menyangkut kualitas layanan yang dihasilkan.


(18)

ABSTRACT

The government attempted to improve its performance in order to improve the quality of service to the community. Later, the government as a provider of services seeks to provide quality service in accordance with community expectations. Therefore, the North Sumatra provincial government in this case the Department of Revenue of North Sumatra provide excellent service in accordance with Act 25 of 2009. Then Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Launched mobile service. Samsat’s mobile to provide excellent service and improve service quality of service. However samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi still seen many complaints about samsat mobile service from community/taxpayers by advice’s box in the office of samsat UPT Dispendasu Tebing Tinggi.Based on these two researchers interested in examining how the quality of public services on System administration united one roof (SAMSAT) unit of the Technical Services of North Sumatra Province Tebing Tinggi.

This research uses descriptive method with qualitative approach. Data obtained through interviews submitted to the informant and then analyzed by researchers. It also collected secondary data relating to the issues under investigation.

From the result of this study obtained findings : knowing how the quality of public service on samsat’s mobile service at UPT Dispendasu of Tebing Tinggi, Held a service in accordance by the standards of service that is UU No.25/ 2009 which includes : a.basic of law, b.terms of administrative, c.Sistem, Mechanisms and procedures, d. Settlement period, e. Cost / rate, f. Product Services, g. Facilities, infrastructure and / or facilities, h. Competence executors, i. Internal control, j. Handling complaints, suggestions, and input, k. Number of Executor, l. Warranty service that provides certainty of service carried out in accordance with the standards of service, m. Security and safety services in the form of a commitment to providing security, free from danger, and the risk of doubt, and, n.Evaluation of the Executors . In the performance public service to the community can be said that Samsat Roving Unit Dispendasu Tebing Tinggi, there are still deficiencies in the weaknesses relating to the quality of services produced.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada hakekatnya penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan dayasaing daerah.

Hal ini membawa dampak yang cukup signifikan terhadap sikap masyarakat yang semakin menuntut keterbukaan dan kebebasan. Masyarakat menjadi cepat tanggap terhadap sistem pengelolaan dan kebijakan dari suatu instansi atau badan baik milik negara maupun swasta. Salah satu yang menjadi perhatian masyarakat adalah pelayanan publik terutama di kantor-kantor pemerintah. Pelayanan publik menjadi sorotan apakah instansi tersebut sudah dikelola dengan baik atau belum.

Peningkatan pelayanan saat ini sangat diperlukan, hal ini dikarenakan masih banyak kelemahan dalam pemberian pelayanan pada masyarakat. Pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah melibatkan seluruh aparat pegawai negeri makin terasa dengan adanya peningkatan kesadaran bernegara dan bermasyarakat, maka pelayanan meningkat kedudukannya dimasyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak


(20)

atas pelayanan dari aparat pemerintah. Namun ternyata hak masyarakat atau perorangan untuk memperoleh pelayanan dari aparat pemerintah masih terasa belum memenuhi harapan semua pihak, baik masyarakat itu sendiri maupun pemerintah.

Pemerintah Sumatera Utara dalam hal ini Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara merespon positif dan menganggap suatu tantangan yang harus ditangani secara serius pada pasca Otonomi Daerah dengan memberikan pelayanan yang semakin baik pada masyarakat dan disesuaikan dengan perundang-undangan UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik maka dibentuklah Samsat Keliling di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dispendasu Tebing Tinggi sebagai institusi yang khusus bertugas memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat dalam pengurusan registrasi kenderaan bermotor, pembayaran pajak, dan SWDKLLJ. Dalam operasionalisasinya secara koordinatif dilakukan oleh tiga instansi yaitu pihak Dinas Pendapatan Provinsi dibidang pemungutan Pajak Kenderaan Bermototor (PKB) dan Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor (BBN-KB), POLRI yang mempunyai fungsi dan kewenangan dibidang registrasi dan identifikasi kenderaan bermotor dan PT. AK Jasa Raharja (Persero) yang berwenang dibidang penyampaian Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ). Ketiga unit kerja ini sama-sama bertujuan memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat. Apabila salah satu instansi saja yang bermasalah akan mempengaruhi kinerja pelayanan pada Samsat Keliling secara keseluruhan.


(21)

Dalam penyelenggaraan pelayanan pada samsat keliling harus ada keseimbangan antara pertumbuhan wajib pajak dengan penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan pada samsat keliling, termasuk system/prosedur pelayanan dan informasi bagi masyarakat/wajib pajak. Dari hasil form yang didapat dari kotak saran, banyak keluhan masyarakat yang belum merasakan adanya pelayanan yang baik pada samsat keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi. Berangkat dari informasi tersebut, maka melalui tesis ini akan mengkaji lebih mendalam implementasi pelayanan publik pada samsat keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi .

Pengkajian ini tentunya akan dicoba memandang dari berbagi aspek mendasari diantaranya adalah penyedian infrastruktur sarana dan prasarana untuk mengimbangi laju pertumbuhan wajib pajak , tingkat pemahaman wajib pajak terhadap aturan , kepedulian aparat untuk melayani wajib pajak secara lebih baik sampai kepada standar pelayanan samsat keliling itu sendiri.

1.2. Perumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan dan identifikasi masalah yang menjadi latar belakang kajian ini, maka akan menjawab permasalahan penelitian ini diperlukan pertanyaan yang akan berguna bagi arah dan langkah penelitian dalam bentuk pertanyaan. Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah : “


(22)

Bagaimana Kualitas Pelayanan Pada Samsat Keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi?”

I.3. Tujuan Penelitian

Mengacu pada latar belakang diatas maka tujuan penelitian adalah : “Untuk mengetahui kualitas pelayanan pada samsat keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi”.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Magister Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada UPT Dispendasu Tebing Tinggi dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada Samsat Keliling dan demi meningkatkan Pendapatan Daerah.


(23)

3. Bagi Magister Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah referensi bahan bacaan dan referensi dari satu karya ilmiah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pelayanan

Menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sedangkan Gronroos dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa pelayanan merupakan proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasa (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan, jasa dan sumber daya, fisik atau barang, dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan.

Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono (2005) mengemukakan perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasai jasa; dan (2) penyampaian jasa.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain, dalam hal ini, kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai


(25)

dengan harapan atau keinginan pelanggan dengan tingkat persepsi mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan yaitu:

a. Adanya rasa cinta dan kasih sayang.

Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa yang ada padanya sesuai kemampuaanya, diwujudkan menjadi layanan dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma, sopan santun, dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.

b. Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya.

Rasa tolong menolong merupakan gerak naluri yang sudah melekat pada manusia. Apa yang dilakukan oleh seseorang untuk orang lain karena diminta oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan, disamping ada unsur pengorbanan, namun kata pelayanan tidak pernah digunakan dalam hubungan ini.

c. Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu bentuk amal.

Inisiatif berbuat baik timbul dari orang yang bukan berkepentingan untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan, proses ini disebut pelayanan.

Keinginan berbuat baik timbul dari orang lain yang membutuhkan pertolongan, ini disebut bantuan. Menurut Payne (2000) mengatakan bahwa layanan pelanggan terdapat pengertian:


(26)

1. Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses, menyampaikan dan memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan.

2. Ketepatan waktu dan reabilitas penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan sesuai dengan harapan mereka.

3. Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu untuk menyampaikkan produk dan jasa tersebut sedemikian rupa sehingga dipersepsikan memuaskan oleh pelanggan dan yang merealisasikan pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.

4. Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan.

5. Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan tidak lanjut tanggapan keterangan yang akurat. Disamping itu adanya suatu sistem pelayanan yang baik terdiri dari tiga elemen, yakni:

a. Strategi pelayanan, suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik mungkin kepada para pelanggan.

b. Sumber daya manusia yang memberikan layanan.

c. Sistem pelayanan, prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang memiliki dan seluruh sumber daya manusia yang ada.

Dalam penetapan sistem pelayanan mencakup strategi yang dilakukan, dimana pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dapat merasakan langsung, agar tidak terjadai distorsi tentang suatu kepuasan yang akan mereka terima. Sementara secara spesifik adanya peranan pelayanan yang diberikan secara nyata akan memberikan pengaruh bagi semua pihak terhadap manfaat yang dirasakan pelanggan.


(27)

2.2. Perspektif Pelayanan Publik

Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara sejahtera (walfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan pelayanan umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dilakukan dengan berbagai macam pola antara lain :

1. Pola Pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

2. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal oleh satu instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenangan dari instansi pemerintah lainnya yang bersangkutan.


(28)

3. Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan secara terpadu pada suatu tempat/tinggal oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangannya masing-masing.

4. Pola pelayanan secara terpusat, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan oleh satu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan.

Thery dalam Toha (1996) menggolongkan lima unsur pelayanan yang memuaskan, yaitu : merata dan sama, diberikan tepat pada waktunya, memenuhi jumlah yang dibutuhkan, berkesinambungan, dan selalu meningkatkan kualitas serta pelayanan (proggresive service). Setiap orang mengharapkan pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah) yang efektif dalam pencapaian tujuan dan sasaran.

Bila jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa/layanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya bila jasa/layanan yang diterima lebih rendah dari pada diharapkan, maka kualitas/layanan akan dipersepsikan buruk.


(29)

Dengan demikian, baik atau buruknya kualitas jasa/layanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyelenggara, tetapi harus dilihat dari sudut pandang atau persepsi pelanggan.

Salah satu semangat reformasi adalah menghilangkan kekuasaan yang tidak berpihak kepada rakyat, semangat untuk meningkatkan sektor pelayanan kepada publik. Jadi kalau pada era reformasi sekarang ini ternyata pelayanan kepada publik masih juga belum tergarap dengan baik, itu berarti pengingkaran terhadap nilai-nilai reformasi. Itulah sebabnya lembaga pelayanan publik yang terpilih memegang mandat untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan keberhasilan meraka adalah untuk mendekatkan harapan dan kenyataan tersebut.

Profesionalisme aparat dan citra pelayanan publik adalah dua hal yang saling berkaitan. Meningkatkan profesioanlisme dalam menjalankan fungsi dan peran sesuai bidang tugas yang diemban. Aparat sudah seharusnya berusaha meningktkan kualitas diri yang menyangkut keahlian, memahami hakekat dan tanggung jawab profesi. Pelayanan publik profesional artinya bercirikan adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan.

Untuk mencapai pelayanan publik yang profesional maka perlu memahami prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik yaitu, kesederhanaan, kejelasan,


(30)

kepastian, waktu, akurasi serta kenyamanan. Prinsip pelayanan publik di atas harus disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.

Hal tersebut harus secepatnya diatasi karena persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik dapat berubah secara drastis. Pelayanan yang baik merupakan hak penuh masyarakat yang harus dijawab dengan kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan yang prima.

Aparatur pemerintah berada pada posisi yang penting tetapi di sisi lain berapa pada posisi yang sulit. Karena aparatur pelayanan masyarakat merupakan ujung tombak yang langsung berhadapan dengan masyarakat . Menghadapi masyarakat yang tinggi tuntunannya serta selalau mendapatkan tudingan negatif dari masyarakat seperti kurang mampu memberikan pelayanan, lamban dan kurang inisiatif.

Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis pelayanan yaitu 1. Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum pemerintahan seperti pelayanan Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Imigrasi.

2. Pelayanan Pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat


(31)

dalam aktifitasnya sebagai warga masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.

3. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan transportasi.

4. Pelayanan Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.

5. Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.

Secara umum fungsi sarana pelayanan antara lain :

a. Mempercepat prtoses pelaksanaan kerja (hemat waktu); b. Meningkatkan produktifitas barang dan jasa;

c. Ketepatan ukuran/kualitas produk terjamin peneyerahan gerak pelaku pelayanan dengan fasilitas ruangan yang cukup;

d. Menimbulkan rasa kenyamanan;

e. Menimbulkan perasaan puas dan mengurangi sifat emosional penyelenggara. Pelayanan publik yang dilakukan pemerintah saat ini perlu lebih diorientasikan kepada kaidah akuntabilitas publik secara langsung dengan cara penyajian


(32)

manajemen kualitas pelayanan yang terintegrasi. Hal ini mencoba menguraikan pemikiran yang bersifat asumtif dan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin baik akuntabilitas publik semakin baik pemerintahan.

2.3. Standar Pelayanan Publik

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggarakan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik tersebut harus disesuaikan dengan asas-asas umum pemerintah didalam memberikan perlindungan kepada setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melalui Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mengesahkan Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Menurut UU No.25 tahun 2009 tersebut, Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.


(33)

Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Menurut UU NO.25 tahun 2009 tersebut penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Didalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan penyelenggara wajib mengikut sertakan masyarakat dan pihak terkait. Kemudian, penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan tersebut. Pengikut sertaan masyarakat dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah dan mengutamakan musyawarah serta memperhatikan keberagaman. Penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Adapun komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :

1. Dasar hukum,

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar. 2. Persyaratan,


(34)

Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif.

3. Sistem, mekanisme dan prosedur,

Tata cara pelayanan yang dibekukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

4. Jangka waktu penyelesaian,

Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

5. Biaya/tarif,

Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

6. Produk pelayanan,

Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

7. Sarana, prasarana, dan / atau fasilitas,

Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.

8. Kompetensi pelaksana,

Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan keahlian, keterampilan dan pengalaman.


(35)

9. Pengawasan internal,

Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.

10. Penanganan pengaduan, saran dan masukan,

Tata cara pelaksanaan pengamanan pengaduan dan tindak lanjut. 11. Jumlah pelaksana,

Tersedianya pelaksanaan sesuai dengan beban kerjanya.

12. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan

14. Evaluasi kinerja Pelaksana,

Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standard pelayanan.

(Pasal 21 UU No.25 tahun 2009)

Kemudian, menurut UU tersebut didalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib mengikut sertakan masyarakat dan pihak terkait. masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, badan hukum yang berkedudukan


(36)

sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.4. Sistem Pelayanan Terpadu

Sistem pelayanan ini menyelenggarakan perizinan dan non perizinan, yang pengelolaanya dilakukan terpadu dalam satu tempat. Pelayanan ini pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi penyelenggaraan pelayanan dalam bentu; pemangkasan tahapan dan prosedur lintas instasi maupun dalam instam instansi yang bersangkutan, pemangkasan pembiayaan, pengurangan jumlah persyaratan, pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang diperlukan, dan pengurangan waktu pemrosesan.

Dengan dilaksankannya sistem ini, maka telah terjadi perubahan paradigm dalam penyelenggaraan pelayanan publik, hal ini dapat dilihat dalam penyelenggaraannya, sebagai berikut:

a.Tujuan hakiki adalah peningkatan kualitas pelayanan

b.Reinventing Government. Proses transformasi sektor publik ini didasari prinsip-prinsip:

1) Pemerintah pengatur dan pengendali, bukan pelaksana

2) Pemerintah mendorong iklim kompetisi dalam member pelayanan 3) Sebaiknya lebih beroreintasi pada hasil


(37)

4) Melayani masyarakat secara optimal, bukan masyarakt yang melayani birokrasi

5) Melimpahkan tugasnya kepada partisipasi masyarakat dan kerja tim

6) Berorientasi kepada pasar, mengurangi hambatan birokrasi, dan meningkatkan daya saing.

c. Banishing Bureaucracy (memangkas birokrasi) dengan ditetapkannya lima strategi:

1) Strategi inti, pendekatan pada kejelasan tujuan, peran dan arahan 2) Strategi Konsekuensi, pendekatan pada penilaian kinerja

3) Strategi Pelanggan, pendekatan pada pilihan pelanggan, kompetensi dan kualitas

4) Strategi kekuatan, pendekatan pada pemberdayan, dan partisipasi masyarakat

5) Strategi Kultur, pendekatan pada nilai, kebiasaan, visi dan nurani.

Dengan adanya konsep kebijakan pelayanan terpadu atap, konsep ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan peningkatan pelayanan, yang terdiri dari beberapa aspek antara lain:

1. Wewenang dan Penandatanganan 2. Koordinasi


(38)

4. Pengawasan

5. Standar Pelayanan Prima 6. Lokasi dan Model Pelayanan 7. Kelembagaan

8. Target PAD

9. Status Kepegawaian

2.5. Kualitas Pelayanan Publik

Bagi perusahaan yang memberikan pelayanan perlu diperhatikan mutu atau kualitas yang dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Menurut Lovelock dalam Laksana (2008), “Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.” Dengan demikian, kualitas merupakan faktor kunci sukses bagi suatu organisasi atau perusahaan, seperti yang dimukakan oleh Welch dalam Kotler (2001), “Kualitas merupakan jaminan terbaik kita atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam menghadapi persaingan asing, dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng.”

Menurut Zeithaml et. al dalam Laksana (2008), “Kualitas pelayanan yang diterima konsumen dinyatakan besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka”. Sedangkan menurut Payne (2000) “


(39)

Kualitas pelayanan berkaitan dengan kemampauan suatu organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan”.

Wyckof dalam Purnama (2006) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Inti dari penjelasan Wyckof ini adalah bahwa konsep kualitas pelayanan umum terkait dengan upaya untuk memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang dituntut atau yang diinginkan oleh pelanggan. Sedangkan Lebouf (1992) menyatakan bahwa ”Kualitas layanan merupakan kemampuan suatu layanan yang diberikan oleh pemberi layanan dalam memenuhi keinginan penerima layanan tersebut”.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggannya. Kualitas pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan yang diberikan oleh perusahaan yang menawari jasa. Keberhasilan suatu perusahaan yang bergerak di sector jasa tergantung kualitas pelayanan yang ditawarkan.

Dengan demikian organisasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, hendaknya selalu berfokus kepada pencapaian pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan diharapkan dapat diberikan untuk memenuhi pelanggan. Menerapkan prinsip menyiapkan kualitas pelayanan sebaik mungkin,


(40)

perlu dilakukan untuk dapat menghasilkan kinerja secara optimal, sehingga kualitas pelayanan dapat meningkat, dimana yang penting untuk dilakukan adalah kemampuan membentuk layanan yang dijanjikan secara tepat dan memiliki rasa taggung jawab terhadap mutu pelayanan. Disamping itu, untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang didasarkan pada sistem kualitas memiliki cara atau karakteristik tertentu, antara lain dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

Gronroos dalam Purnama (2006) menyatakan bahwa kualitas layanan meliputi : 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari :

dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses dan service mindedness.

2. Kualitas teknis dengan output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output.

3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi dimata konsumen.

Selanjutnya Gronroos mengemukakan bahwa terdapat tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu :

1. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia layanan menyangkut profesionalisme dan ketrampilan. Konsumen menyadari bahwa penyedia layanan memiliki sistem


(41)

operasi, sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah konsumen secara profesional.

2. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari :

a. Sikap dan perilaku pekerja

b. Kendalan dan sifat dapat dipercaya

c. Tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan

3. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanannya.

Disamping itu, Fitzsimmons dalam Sedarmayanti (2004) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga untuk menentukan sejauhmana kualitas dari pelayanan tersebut, dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :

1. Reliability (Handal), kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen / pelanggan.

1. Responsiveness (Pertanggungjawaban), kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

2. Assurance (Jaminan), pengetahuan atau wawasan, kesopansantunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, serta respon terhadap konsumen.


(42)

3. Empathy (Empati), kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberi perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

4. Tangibles (Terjamah), penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

Berdasarkan pada apa yang telah diutarakan, maka pada dasarnya kualitas pelayanan dapat meliputi beberapa aspek kemampuan yaitu sebagai berikut : 1. Aspek Sumber Daya Manusia. Kemampuan sumber daya manusia terdiri dari

ketrampilan, pengetahuan dan sikap. Bila ketrampilan pengetahuan dan sikap diupayakan untuk ditingkatkan menjadi lebih profesional maka hal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan tugas, dan apabila pelaksanaan tugas dilakukan secara lebih profesional, maka akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

2. Aspek Sarana dan Prasarana. Apabila pengelolaan atau pemanfaatan sarana dan prasarana dilakukan secara cepat, tepat dan lengkap, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pelanggan, maka hal tersebut akan menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih baik.

3. Aspek Prosedur yang dilaksanakan. Berkaitan dengan aspek prosedur yang dilaksanakan, kualitas pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat pelanggan dapat diciptakan bila memperhatikan dan menerapkan ketepatan, kecepatan serta


(43)

kemudahan prosedur, sehingga dapat meningkatkan kuaitas pelayanan untuk menjadi prima atau lebih baik dari sebelumnya.

4. Aspek Jasa yang diberikan. Aspek jasa yang diberikan peningkatan kualitas pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat pelanggan diharapkan dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam mendapat informasi, kecepatan dan ketepatan pelayanan sehingga pelayanan prima atau pelayanan yang lebih baik dapat diwujudkan.

Dalam rangka menyiapkan suatu pelayanan berkualitas yang sesuai dengan yang diharapkan perlu berdasarkan pada sistem kualitas yang memiliki katakteristik tertentu. Suatu masyarakat pelanggan, akan selau bertitik tolak kepada pelanggan, sehingga pelayanan yang diberikan dapat memenuhi keinginan pelanggan.

Beberapa karakteristik kualitas pelayanan menurut Nasir dalam Tjandra, dkk (2005) sebagai berikut :

1. Ketepatan waktu pelayanan.

2. Aksebilitas dan kemudahan untuk mendapatkan jasa meliputi lokasi, keterjangkauan waktu operasi (waktu pelayanan yang cukup memadai), keberadaan pegawai pada saat konsumen memerlukan jasa publik)

3. Akurasi pendampingan/pelayanan jasa yang diberikan. 4. Sikap sopan santun karyawan yang memberikan pelayanan


(44)

6. Kondisi dan keamanan fasilitas yang digunakan oleh konsumen

7. Kepuasan konsumen terhadap karakteristik atau aspek-aspek tertentu dari jasa publik yang diberikan

8. Kepuasan konsumen terhadap jasa publik secara keseluruhan

Kemudian dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara menetapkan Keputusan Nomor KEP/25/M-PAN/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Dalam Pedoman ini, selain dimaksudkan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat kinerja masing-masing unit pelayanan instansi pemerintah, juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menilai secara objektif dan periodik terhadap perkembangan kinerja unit pelayanan. Dalam keputusan tersebut ditetapkan 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat, yaitu sebagai berikut :

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan


(45)

4. Kedisplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan berlaku. 5. Tanggung jawab petugas pelayanan, kejelasan wewenang dan tanggung jawab

petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. 7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanandapat diselesaikan dalam waktu

yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapat pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yakni sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.

10.Kewajaran biaya pelayanan, yaitu kejangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

11.Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan

12.Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


(46)

13.Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14.Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

2.6. Dimensi Kualitas Pelayanan

Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, yang memenuhi keinginan pelanggan, dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk. Berarti kualitas harus sesuai dengan standar hal ini seperti yang dikemukankan oleh ISO 8402 Gaspersz dalam Laksana (2008), “Bahwa kualitas merupakan totalitas dari suatu karakteristik pelayanan yang sesuai dengan persyaratan atau standar”.

Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono dan Chandra (2005) mendefinisikan “Kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”.


(47)

Berdasarkan defenisi ini, kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya utnuk mengimbangi harapan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman di dalam Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceivedservice). Apabila pelayanan yang dirasakan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas layanan bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika pelayanan yang dirasakan melebihi pelayanan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih buruk dibandingkan pelayanan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan negative atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi. Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Banyaknya para ahli mengungkapkan dimensi-dimensi kualitas pelayanan, namun dalam penelitian Zeithaml dalam Tjiptono dan Chandra, (2005) menyatakan adanya overlapping di antara beberapa dimensi. Oleh sebab itu, para


(48)

peneliti menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi yang disebut dimensi SERVQUAL, yakni:

1. Bukti Fisik ( tangibles)

Berkenaan dengan daya fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

2. Keandalan (reability)

Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

3. Daya Tanggap (responsiveness)

Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kepada jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.

4. Jaminan (assurance)

Yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan biasa menciptakan rasa aman bagi para pelanggan. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertayaan atau masalah pelanggan.


(49)

Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.

2.7. Dimensi Etika Pelayanan Publik

Hubungannya dengan dimensi etika pelayanan publik seperti dikemukakan Bruce Mc. Callum (dalam Fadillah, 2001) ada beberapa dimensi yang dapat dijabarkan dalam melihat perbedaan antara sektor publik dan sektor privat, yaitu dalam hal tujuan dan sasaran, akuntabilitas, meryt system, jaminan kerja, koordinasi, keterlibatan politik dalam pembuatan keputusan, konsistensi dalam pengambilan keputusan, personalitas dan perfomance antara manajer publik dan privat.

Menurut Widodo, (2001) dalam berorganisasi dikenal tiga macam etika yaitu: 1. Etika individu etika ini menentukan baik buruk perilaku orang perorangan dalam

hubungannya dengan orang lain

2. Etika organisasi menetapkan parameter dan merinci kewajiban-kewajiban organisasi itu sendiri dan ;

3. Etika profesi perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam bentuk kode etik. Kaitannya dengan etika pelayanan publik aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat (public servant) dalam memberikan pelayanan pada organisasi publik harus mengacu pada ketiga macam etika tersebut. Dengan demikian, etika tersebut idealnya dapat diikuti dan dipatuhi dan sekaligus dijadikan pedoman, pegangan, referensi seseorang


(50)

dalam melakukan hubungan dengan orang dalam organisasi, dan menjalankan tugas organisasi dan profesinya.

Dalam hubungannya dengan etika administrasi negara, American society for Public Administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi Negara), mengatakan prinsip-prinsip etika sebagai berikut, Wachs (dalam Keban, 1994) yaitu (1) pelayanan publik harus diutamakan, (2) rakyat yang berdaulat, (3) hukum mengatur semua kegiatan pelayanan publik, (4) manajemen yang efesien dan efektif dasar bagi administrator publik, (5) sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, di implementasikan dan dipromosika (6) mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak dapat dibenarkan, (7) keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan empati merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus di promosikan, (8) kesadaran moral penting dalam memilih alternatif keputusan, (9) administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari kesalahan, tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran.

Selain itu, Kumorotomo (1992) menguraikan unsur-unsur etis yang langsung menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang pegawai dapat dilihat dalam PP N0. 10 tahun 1979. Peraturan tersebut menggariskan tentang cara-cara menilai prestasi pegawai meskipun sebagai pedoman evaluasi, tetapi dapat digunakan sebagai tuntunan bagi pegawai tentang cara bekerja yang baik. Di dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), yang merupakan inti peraturan tersebut, ada delapan


(51)

unsur penilaian pegawai, yaitu sebagai berikut: 1) Kesetiaan, 2) Prestasi kerja, 3) tanggung jawab, 4) Ketaatan, 5) Kejujuran, 6) Kerja sama, 7) Prakarsa dan 8) Kepemimpinan, yang selanjutnya dilakukan penilaian kinerja sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 yaitu penyelenggara berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala dan penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja berdasarkan standard pelayanan.

Sedangkan, etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik menurut Dwiyanto (2002) dapat dilihat dari sudut apakah seorang aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat merasa mempunyai komitmen untuk menghargai hak-hak dari konsumen untuk mendapatkan pelayanan secara transparan, efesien, dan adanya jaminan kepastian pelayanan. Perilaku aparat birokrasi yang memiliki etika dapat tercermin pada sikap sopan dan keramahan dalam menghadapi masyarakat pengguna jasa. Selanjutnya dikatakan etika juga mengandung unsur moral, sedangkan moral memiliki ciri rasional, objektif, tanpa pamrih, dan netral. Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada publik sudah sepantasnya untuk tidak melakukan berbagai bentuk diskriminatif yang merugikan pengguna jasa.

Selanjutnya, menurut Widodo (2001) dalam hal pelayanan publik, maka pelayanan publik yang professional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan. Dimana pelayanan publik yang professional dimensinya dapat dilihat yaitu, antara lain: (1) efektif, (2)


(52)

sederhana, (3) kejelasan dan kepastian (transparan) dalam hal prosedur/tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif, unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya, dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan, (4) keterbukaan, (5) efesiensi, (6) ketepatan waktu, (7) responsive, (8) adaptif .

Sedangkan, Lovelock (dalam Widodo, 2001) mengemukakan lima prinsip yang harus diperhatikan dalam pelayanan publik.

Agar kualitas pelayanan dapat dicapai, yaitu:

1. Tangible (terjamah), seperti kemampuan fisik, peralatan, personil dan komunikasi

2. Realiable (handal), kemampuan membentuk pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan memiliki keajegan

3. Responsivnes (pertanggung jawaban), yakni rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan

4. Assurance (jaminan), pengetahuan, perilaku dan kemampuan pegawai 5. Empathy (empati), perhatian perorangan pada pelanggan.

Disamping itu, pihak pelayan publik dalam memberikan layanan publik setidaknya harus mengetahui kebutuhan yang dilayani, menerapkan persyaratan manajemen untuk mendukung penampilan dan memantau dan mengukur kinerja. Sebagai perwujudan agar kualitas pelayanan publik menjadi baik, maka dalam


(53)

memberikan layanan publik harus mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan (prosedurnya sederhana), mendapat pelayanan yang wajar, mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih dan mendapat perlakuan jujur dan terus terang (transparansi).

Zethaml (dalam Widodo, 2001) mengemukakan tolok ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi yaitu

1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi

2. Reliable terdiri kemampuan unit dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan tepat

3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan

4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan

5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta melakukan kontak hubungan pribadi

6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat 7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya

dan resiko


(54)

9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat

10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

Lembaga Administrasi Negara Widodo ,(2001) membuat beberapa kriteria pelayanan publik yang baik yaitu:

1. Kesederhanaan, mengandung arti prosedur tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

2. Kejelasan dan kepastian mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: prosedur/tata cara pelayanan; persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif; unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan jadwal waktu penyelesaian pelayanan

3. Keamanan, mengandung arti proses hasil pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat

4. Keterbukaan mengandung makna prosedur/tatacara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi layanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain berkaitan dengan proses pelayanan , wajib


(55)

diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta

5. Efesiensi mengandung arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hak-hak berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan produk pelayanan, dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait

6. Ekonomis mengandung arti pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang dan jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar, ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

7. Keadilan yang merata mengandung arti cakupan/jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat

8. Ketepatan waktu mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan

9. Kuantitatif meliputi jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per bulan atau per tahun), perbandingan periode pertama dengan berikutnya menunjukkan adanya peningkatan atau tidak; lamanya waktu pemberian pelayanan masyarakat sesuai dengan permintaan (dihitung secara rata-rata). Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan


(56)

mempermudah pelayanan kepada masyarakat; frekwensi keluhan dan atau pujian dari masyarakat penerima pelayanan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit kerja/kantor pelayanan yang bersangkutan.

Sehubungan dengan itu, apabila merujuk membicarakan etika dalam pelayanan publik bagaimana keduanya bisa dikaitkan gagasan-gagasan yang ada dalam pelayanan publik menjadi kajian etika pada tatanan praktis, bagaimana gagasan-gagasan dasar etika mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk dapat menjelaskan hakikat pelayanan publik. Dengan begitu, masalah etika dalam birokrasi menjadi keprihatinan yang sangat besar karena perilaku dan tingkah laku birokrasi mempengaruhi bukan hanya dirinya tetapi masyarakat banyak.

2.8 Evaluasi Pelayanan Publik

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara menetapkan Keputusan Nomor KEP/25/M-PAN/2004. Dalam Pedoman ini, selain dimaksudkan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat kinerja masing-masing unit pelayanan instansi pemerintah, juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menilai secara objektif dan periodik terhadap perkembangan kinerja unit pelayanan. Dalam keputusan tersebut ditetapkan 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat, yaitu sebagai berikut:


(57)

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administrative yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

3. Kejelasan petugas Pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan

4. Kedisplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan berlaku. 5. Tanggung jawab petugas pelayanan, kejelasan wewenang dan tanggung jawab

petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanandapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapat pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yakni sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.


(58)

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu kejangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13. Kenyamanan Lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Selanjutnya Gronroos (dalam Purnama, 2006) mengemukakan bahwa terdapat tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu :

1.Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia layanan menyangkut profesionalisme dan ketrampilan. Konsumen menyadari bahwa penyedia layanan memiliki sistem operasi, sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah konsumen secara profesional.


(59)

2. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari :

a. Sikap dan perilaku pekerja

b. Kendalan dan sifat dapat dipercaya

c. Tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan

3. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanannya.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Dimana penelitian ini berupaya menjelaskan penilaian Kualitas Pelayanan Publik Pada Samsat Keliling di UPT Dispendasu Tebing Tinggi.

3.2 Defenisi Konsep

Pelayanan Publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prisipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat, di Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Samsat Keliling adalah suatu strategi pelayanan dan merupakan layanan baru yang memberikan kesempatan kepada pemilik kendaraan bermotor untuk dapat melakukan pendaftaran, pengesahan STNK/membayar pajak kendaraan bermotor melalui. Samsat keliling.


(61)

Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) terdiri dari 3 unit kerja yang terdapat didalamnya yaitu : pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja.

Standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi melaksanakan standar pelayanan ini menurut Undang-undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

3.3 Defenisi Operasional

3.3.1 Defenisi Operasional Kualitas Pelayanan :

Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggarakan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi melaksanakan standar pelayanan ini Undang-undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sekurang-kurangnya meliputi :

15. Dasar hukum,

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar. 16. Persyaratan,


(62)

Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif.

17. Sistem, mekanisme dan prosedur,

Tata cara pelayanan yang dibekukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

18. Jangka waktu penyelesaian,

Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

19. Biaya/tarif,

Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.

20. Produk pelayanan,

Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

21. Sarana, prasarana, dan / atau fasilitas,

Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.

22. Kompetensi pelaksana,

Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan keahlian, keterampilan dan pengalaman.


(63)

23. Pengawasan internal,

Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.

24. Penanganan pengaduan, saran dan masukan,

Tata cara pelaksanaan pengamanan pengaduan dan tindak lanjut. 25. Jumlah pelaksana,

Tersedianya pelaksanaan sesuai dengan beban kerjanya.

26. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

27. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan

28. Evaluasi kinerja Pelaksana,

Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standard pelayanan.

(Pasal 21 UU No.25 tahun 2009)

3.4 Lokasi Penelitian

Untuk menjawab semua kritikan atas pelaksanaan pelayanan pada samsat keliling, maka Lokasi penelitian ini dilakukan pada Samsat Keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi.


(64)

3.5 . Informan

Adapun metode yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan penilaian kualitas pelayanan publik pada samsat keliling di UPT Tebing Tinggi Dispendasu, maka akan dilakukan wawancara dengan Informan. Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pertanyaan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan tertentu. Menurut Suyanto (2005) Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu :

1. Informan kunci (Key Informan), merupakan mereka yang mengetahui berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

2. Informan Utama, merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

3. Informasi tambahan, merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan informasi kunci dan informasi utama dang informan tambahan sebagai berikut :

1. Informan Kunci (Key Informan), adalah : Kepala Unit Pelayanan Teknis (KA-UPT) Dispendasu Tebing Tinggi.


(65)

a. Petugas Samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi b. Masyarakat / Wajib Pajak.

3. Kemudian informan tambahan adalah : a. Petugas Samsat keliling Medan Utara b. Petugas Samsat Kantor Pusat

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder.

a. Data primerdiperoleh melalui : 1. Wawancara (In-depth Intervieuw)

Wawancara (In-depth Intervieuw) menurut Koentjaraningrat (dalam Bungin, 2007) membagi wawancara ke dalam dua hal golongan besar, yaitu (1) wawancara berencana atau standardized interview; dan (2) wawancara tak berencana tau understandardized interview. Perbedaannya terletak pada perlu tidaknya peneliti menyusun daftar pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman untuk mewawancarai informan. Sementara itu, dipandang dari sudut bentuk pertanyaannya, wawancara dapat dibedakan antara : (1) wawancara tertutup atau closed interview dan (2) wawancara terbuka open interview. Perbedaannya adalah apabila jawaban yang dikehendaki tidak terbatas, maka termasuk wawancara tersebut tertutup, sedangkan apabila jawaban yang dikehendaki tidak terbatas,


(66)

maka termasuk wawancara cara terbuka. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara ke dalam golongan wawancara tak berencana dan wawancara ini dilakukan secara terbuka.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi dari beberapa orang informan tentang pelayanan publik pada samsat keliling di UPT Tebing Tinggi. Informan-informan tersebut terdiri dari informan kunci 1 orang yaitu KA-UPT Tebing Tinggi dan informan utama yaitu : petugas samsat keliling dan masyarakat/Wajib Pajak sebagai pemakai pelayanan samsat keliling.

2. Observasi (observation)

Dalam melakukan observation, penulis berada di lokasi penelitian di dan mengamati secara teliti dan seksama keadaan yang sesungguhnya di lapangan serta mengamati gejala-gejala yang ada dan timbul untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan observasi langsung diharapkan akan lebih melengkapi teknik wawancara yang diperkirakan sulit untuk ditanyakan serta memperkuat dan membenarkan data yang dikumpul melalui teknik wawancara. Hasil observasi ini mempermudah dalam menjelaskan keterkaitan dan fenomena-fenomena yang ada.


(67)

b. Data sekunder diperoleh melalui: Studi kepustakaan

Studi kepustakaan (library research) yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, leteratur dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan serta studi-studi penelitian sejenis yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian.

3.7 Teknis Analisis Data

Dalam pelaksanaan penelitian, analisis data dapat dilakukan secara bersamaan dengan proses pengamatan. Jadi selama proses penelitian berlangsung data yang diperoleh dapat langsung di analisis.

Data yang diperoleh dari lapangan, baik data primer maupun data sekunder akan disusun dan disajikan serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif yang kemudian dianalisis dan dinarasikan sesuai dengan masalah penelitian.


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum UPT Dispendasu Tebing Tinggi

Pada mulanya urusan Pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam koordinasi Biro Keuangan (Sekretariat) sebagai bagian pajak dan pendapatan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 102/II/GSU tanggal 6 Maret 1973 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Setwilda Tingkat I Sumatera Utara, sejak 16 Mei 1973 Biro Keuangan berubah nomenklatur menjadi Direktorat Keuangan. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut maka Bagian Pajak dan Pendapatan mengalami perubahan menjadi Sub Direktorat Pendapatan Daerah pada Direktorat Keuangan.

Perubahan terus dilakukan dengan diterbitkannya SK Gubernur Sumatera Utara tanggal 21 Maret 1975 Nomor 137/II/GSU (sebagai tindaklanjut Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri R.I. tanggal 7 Nopember 1974 Nomor Finmat 7/15/3/74), sehingga sejak tanggal 1 April 1975, Sub Direktorat Pendapatan Daerah ditingkatkan statusnya menjadi Direktorat Pendapatan Daerah. Selanjutnya, melalui SK Mendagri No. KUPD 3/12/43 tertanggal 1 September 1975 tentang “Pembentukan Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II seluruh Indonesia”, Direktorat Pendapatan Daerah berubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah. Semula


(69)

pembentukannya dilakukan berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 143/II/GSU, yang lebih lanjut keberadaannya diperkuat dengan Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 1976 (mulai berlaku tanggal 31 Maret 1976).

Sebagai tindak lanjut dari UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tanggal 31 Juli 2001 tentang Dinas-Dinas sebagai institusi teknis, yang membantu pemerintah provinsi dalam melaksanakan tugas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Salah satu dinas tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Dispendasu). Mengingat luasnya wilayah kerja dari Dinas Pendapatan yang meliputi seluruh wilayah Sumatera Utara maka untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tupoksinya maka dibentuklah UPTD/Unit Pelaksana Teknis Dinas (sebelumnya disebut cabang dinas), antara lain adalah Unit Pelaksana Teknis Tebing Tinggi.

Peran strategis yang dimiliki UPT Dispendasu Tebing Tinggi antara lain: 1. Mampu meningkatkan PAD secara terus menerus khususnya penerimaan dari

Pajak daerah

2. Mampu mewujudkan Pelayanan Prima dalam pelaksanaan administrasi Pajak Daerah


(70)

3. Mampu mengoptimalkan kewenangan di bidang Pajak Daerah

4. Mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pajak.

Dalam rangka pengelolaan pendapatan daerah agar dikelola dengan baik ; maka Visi UPT Dispendasu Tebing Tinggi sebagai berikut: ‘Terwujudnya Pelayanan Prima sebagai Bukti Pengabdian Kepada Masyarakat”. Untuk merealisasikan visi, guna memberikan arah dan tujuan yang fokus terhadap kegiatan pengelolaan pendapatan daerah maka ditetapkan misi sebagai berikut:

1. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kepada Masyarakat

2. Meningkatkan Keamnana dan Keselamatan Pemilik Kenderaan Bermotor 3. Meningkatkan Pendapatan Daerah dan Negara.

Susunan Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Tebing Tinggi adalah sebagai berikut :

a. Kepala UPT

b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha c. Kepala Seksi Penagihan Pajak d. Kepala Seksi Pendapatan Lain-lain e. Kelompok Jabatan Fungsional

Kepala Unit Pelaksana Teknis mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dibidang pendapatan


(71)

1. Untuk menyelenggarakan tugasnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis, mempunyai uraian fungsi:

a. Penyelenggaraan pembinaan , bimbingan, arahan dan penegakan disiplin pegawai pada lingkup Unit Pelaksanaan Teknis dinas .

b. Menyelenggarakan pemberian arahan dan bimbingan kepada Pegawai dilingkungan Unit Pelaksana Teknis Dinas;

c. Menyelenggarakan keamanan dan kenyamanan tugas pada lingkungan Kantor;

d. Menyelenggarakan penyusunan perencanaan dan program kegiatan Unit Pelaksana Teknis Dinas;

e. Penyelenggaraan penyusuan pelaksanaan konsep standar , norma – norma , kriteria – kriteria dibidang tugas administrasi keuangan, kepegawaian dan urusan umum dan pelayanan pada Unit Pelaksana Teknis Dinas;

f. Menyelenggarakan pendataan potensi pajak, retribusi dan Pendapatan lain-lain;

g. Menyelenggarakan penyuluhan dan sosialisasi dibidang perpajakan, dan retribusi;

h. Menyelenggarakan penagihan dan pengutipan pajak dan retribusi, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

i. pengutipan yang dilakukan


(1)

LAMPIRAN DOKUMENTASI FOTO-FOTO PENELITIAN

Adapun yang terlampir disini yaitu foto-foto yang dijadikan dokumen guna

untuk melengkapi penelitian ini :

Prosedur Pelayanan Samsat Keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi :

Gambar 1. Prosedur Pelayanan

Petugas kepolisian yang bertugas menangani Pendaftaran terhadap wajib

pajak.


(2)

Gambar 3 : Prosedur Pelayanan

Sarana Prasarana dan fasilitas Pada samsat keliling UPT Dispendasu

Tebing Tinggi

1.

Mesin Genset yang terletak dibelakang Bus Samsat Keliling UPT

Dispendasu Tebing Tinggi

Mesin Genset


(3)

UPT Dispendasu Tebing Tinggi

AC pada samsat keliling

Printer

Gambar 5 : Sarana Prasarana dan fasilitas samsat keliling UPT Dispendasu Tebing Tinggi

Komputer


(4)

Sc

a

nne

r

Laptop

Gambar 7 : sarana parasarana dan fasilitas samsat keliling Pada UPT Dispendasu Tebing Tinggi


(5)

Foto –foto wajib pajak sedang mengantri tanpa loket

Foto –foto wajib pajak setelah selesai mengurus , tanpa tenda dan terletak di pinggir jalan umum. Pengambilan STNK.


(6)

Mewawancarai KA-UPT Dispendasu Tebing Tinggi beserta personil yang bertugas di Samsat Keliling UPT Dispendasu, petugas dari PT.Jasa Raharja dan Dispendasu Tebing Tinggi. Penelitian di lakukan di Kecamatan Dolok Masihul.