Struktur Organisasi Leasing PERJANJIAN LEASING DI PT OTO MULTIARTHA FINANCE

B. Struktur Organisasi

Gambar 3.1 Struktur organisasi PT. OTO MULTIARTHA FINANCE

C. Leasing

1. Pengertian Leasing

Istilah Leasing berasal dari bahasa Inggris to Lease yang berarti menyewakan. Leasing atau sewa guna adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahaan badan hukum atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan secara berkala dan dalam waktu jangka menengah atau panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut Leessor, sedangkan perusahaan yang mengajukan leasing disebut Lessee. Transaksi konsumen yang menimbulkan hubungan hukum sewa menyewa atau menyewakan hak guna barang diartikan sebagai leasing. Pengertian leasing baru dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP- 122MKIV21974, No.32MSK21974, dan No.30KpbI1974 tanggal 7 Februari 1974 disebutkan leasing ialah, “ Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang- barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama”. Definisi leasing atau sewa guna usaha terdapat pula dalam SK Menkeu No.48 Tahun 1991, yaitu Kegiatan pembiayaan dalam bentuk menyediakan barang modal, baik sewa guna usaha dengn hak opsi finance lease maupun sewa guan usaha tanpa hak opsi operating lease untuk digunakan oleh leasse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran berkala. 2. Pihak-pihak Yang Terlibat Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemberian fasilitas leasing, dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Masing- masing pihak dalam melakukan kegiatannya selalu bekerja sama dan saling berkaitan satu sama lainnya melalui kesepakatan yang dibuat bersama. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut: 1. Lessor. Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. 2. Lessee Nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada Lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan. 3. Supplier Pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara Lessors dengan Lessee dan dalam hal ini supplier juga dapat bertindak sebagai Lessor. 4. Asuransi Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara Lessor dengan Lessee. Dalam hal ini Lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan

3. Jenis-jenis Lesing

a. Finance Leasing sewa guna usaha pembiayaan Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha Lessor adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha Lessee biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada Lessee. Sebagai imblan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada Lessor sejumlah uang yang beruba uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh Lessor ditambah fktor bunga serta keuntungan pihak Lessor. Selanjutnya capital atau finance lease masih bias dibedakan menjadi 2, yaitu : 1 Direct finance lease Transaksi ini terjadi jika Lessee sebelumny belum pernah memilike barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Lessor membeli suatu barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh Lessee. 2 Sale and lease back Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada Lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan uatu konrak leasing antara lesse dengan Lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yng bisa dipergunakan untuk tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem saale and lease back memungkinkan Lessor memberikan dana untuk keperluan pa saja kepada kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease. b. Operating lease sewa menyewa biasa Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan. c. Sales – Typed Lease sewa guna usaha penjualan Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan. d. Leveraged Lease Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan Lessor dan Lessee juga melibatkan bank atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi. e. Cross Border Lease Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara Lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara Lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.

D. Pengaturan Leasing di Indonesia

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 37 116

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Wanprestasi Dalam Kredit Tanpa Agunan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 9 74

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 2 21

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada

0 3 13

PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NASABAH DALAM ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 6

PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS TIDAK BERFUNGSINYA AIRBAG PADA KENDARAAN RODA EMPAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.

0 0 2

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen - Repository Unja

0 0 13