Studi Pemotongan Optimum Pembubutan Keras dan Kering Baja Perkakas Aisi O1 Menggunakan Pahat Keramik (A12O3+TiC)

(1)

(Al

2

O

3

+ TiC)

TESIS

Oleh : YULIARMAN 057015005/TM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

(Al

2

O

3

+ TiC)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Mesin

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh YULIARMAN 057015005/TM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

Nomor Pokok : 057015005 Program Studi : Teknik Mesin

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng ) Ketua

( Dr. Sutarman, M.Sc ) Anggota

( Ir. Syahrul Abda, M.Sc ) Anggota

Ketua Program Studi,

( Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME )

Direktur,


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng Anggota : 1. Dr. Sutarman, M.Sc

2. Ir. Syahrul Abda, M.Sc

3. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME 4. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc


(5)

dilakukan. Kinerja yang lebih baik tersebut adalah dalam artian laju pembuangan material (material removal rate / MRR) dan ternyata pemesinan keras dapat dilakukan pada operasi pemesinan kering. Ada tiga keuntungan yang diperoleh yaitu (a) Laju pembuangan material yang lebih tinggi meningkatkan produktifitas. (b) Operasi pemesinan kering berarti mereduksi ongkos produksi . (c) Operasi pemesinan kering juga berarti upaya mengurangi pencemaran lingkungan. Penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan formula matematika umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc), kedua formula matematika ini dikembangkan dari formula Taylor. Korelasi antara Qc dan Tc dihasilkan formula matematik laju pembuangan geram yaitu Qc/Tc. Selanjutnya formula matematika yang dihasilkan digunakan untuk menentukan kondisi pemotongan optimum dengan mangacu kepada metode Ginting dan Nouari (2007) serta metode respon permukaan (response surface methodology / RSM). Kondisi pemotongan optimum dari kedua metode dibandingkan dan diverifikasi dengan eksperimental. Material benda kerja adalah baja perkakas AISI O1 yang dikeraskan sampai 60 HRC. Material pahat potong adalah keramik (Al2O3+

TiC). Percobaan dilakukan menggunakan mesin bubut CNC Emcoturn 242. Pengumpulan data dilakukan dengan metode faktorial 23 yang kemudian analisa data dilakukan dengan metode multi linear regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian antara metode Ginting dan Nouari (2007) dengan metode respon permukaan adalah pada kondisi pemotongan optimum laju pemotongan (V) 95 m/min, pemakanan (f) 0,09 mm/rev, dan kedalaman potong (a) 0,25 mm. Hasil eksperimental juga menunjukkan verifikasi yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut. Selanjutnya dari kurva 3 parameter V-Tc-MRR yang diplot berdasarkan metode Ginting dan Nouari (2007) menunjukkan bahwa pemesinan laju tinggi tidak dapat direkomendasikan pada pemesinan keras dan kering. Dari seluruh hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemesinan kering dapat dilaksanakan pada pembubutan keras baja AISI O1 menggunakan pahat keramik (AL2O3+ TiC)


(6)

in this thesis. The better performance is in term of material removal rate (MRR) and the possibility to carry out hard turning under dry environment. In this case, there are three benefit can be gained, they are: (a) High material removal rate (MRR) means high productivity. (b) Dry machining operation means reducing production cost and (c) Dry machining also mean saving the environment. This research is focused on producing the mathematical formulation for tool life (Tc) and volume of material removal (Qc) in which both formulations are derived based on the extended Taylor formula. From the correlation between Qc and Tc are produced mathematic formulation for material removal rate (MRR) as Qc/Tc. Furthermore, mathematical formulations are applied to determine the optimum cutting condition using Ginting and Nouari (2007) method and using response surface methodology (RSM). The results of optimum cutting condition from both mothods are compared and verified by the experimental work. The workpiece in this research is the AISI O1 steel which was hardened up to 60 HRC where the ceramic made of Al2O3+ TiC was used as the

cutting tool. The experiment was done at lathe of CNC Emcoturn 242. The data collection was done by factorial 23 and the data was analyzed by multi linear regression method. The result of research shows that there is a good agreement between Ginting and Nouari (2007) method and RSM method in determining the optimum cutting condition, and the value is at cutting speed (V) of 95 m/min, feeding (f) of 0.09 m/rev, and depth of cut (a) of 0.25 mm. The result of experiment also shows a good verification to the result produced by both methods. Furthermore from the curve which correlating among three parameters V-Tc-MRR plotted based on Ginting and Nouari (2007) method shows that high speed machining can not be recommended on hard machining under dry environment. From all aspects resulted from this research, it can be concluded that dry machining can be carried out on hard turning of AISI O1 steel using ceramic cutting tool made of Al2O3+ TiC.


(7)

Rahmat dan NikmatNya akhirnya penelitian tesis dengan judul " Studi Pemotongan Optimum Pembubutan Keras dan Kering Baja Perkakas AISI O1 Menggunakan Pahat Keramik (Al2O3 + TiC)" dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan hasil penelitian

yang dilakukan pada Bengkel dan Labor Mekanik Politeknik Negeri Medan, serta Labor Mekanik PTKI Medan.

Terselesaikannya penelitian tesis ini adalah atas bimbingan, petunjuk dan arahan serta dorongan dari berbagai pihak terutama komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng., Bapak Dr. Sutarman, M.Sc., dan Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc.

Atas bantuan serta dorongan yang telah diberikan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak-bapak sebagaimana tersebut di atas, dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Bapak Dr. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Magister Teknik Mesin, serta kepada rekan-rekan terutama kepada rekan saya Mahendra sitepu dan Jimmi yang telah memberikan sumbang saran, serta dorongan bagi teselesaikannya penelitian tesis ini.

Pada kesempatan ini Kami juga mengucapan terima kasih kami kepada Rekan-rekan dan Bapak-bapak yang ada di Politeknik Medan terutama kepada Bapak Drs. Infarial, Bapak Ir. Agus, Bapak Drs. Parmin MT, Bapak Ir. Abdul Rahman dan


(8)

dari Allah SWT.

Medan, 28 Mei 2008 Penulis,


(9)

Nama : Yuliarman. ST

Tempat/Tanggal Lahir : Lahir di Bukitinggi tgl 16 Juli 1966

Alamat : Komp. Perum. Unand B3/04/10 Ulu Gadut Pdg

Telp./HP : 0751-778443

Email : yuliarman@polinpdg.ac.id Pendidikan

1979 Sekolah Dasar Negeri Nomor 4 Sawahlunto 1982 Sekolah menengah Pertama Negeri Sawahlunto 1985 Sekolah Menengah Atas Negeri Sawahlunto 1989 Diploma 3 Politeknik Institut Teknologi Bandung

1996 Strata 1(S1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Pengalaman Mengikuti Pelatihan / Magang

1989 Metodologi pengajaran di PEDC Bandung 1990 Menajemen Bengkel, PEDC Bandung 1991 Pelatihan Tool Grinding di PEDC Bandung

1999 Magang Bidang Mekanik Dan Produksi, Polman Bandung

2001 Peserta pelatihan Learning Improvement Workshop Bath 5, Polman Bandung

2003 Program Pelatihan Master CAM, Polman Bandung 2004 Pelatihan Manajemen Pendidikan Politeknik di Surabaya 2004 Workshop Pengembangan Model Unit Pemeliharaan Perbaikan

Program Diploma di Surabaya.

2005 Pelatihan penggunaan perangkat lunak CATIA, Politeknik Unand Padang

Pengalaman Bidang pengabdian

1999 Penyuluhan tentang pelaksanaan menajemen produksi tambang rakyat di lokasi tambang KUD Pincuran Batu Sawah Lunto sebagai anggota


(10)

Solok sebagai anggota

2002 Memberikan pelatihan Auto CAD pada siswa STM di labor Mesin Politeknik Negeri Padang sebagai anggota

2004 Memberikan pelatihan Auto CAD pada staf pengajar Politeknik Unand sebagai nara sumber

Pengalaman Bidang Penelitian

2000 Rancang Bangun Alat Bantu Pembuat Lobang pada komponen kompor minyak tanah, dana DIP P5D Dikti sebagai ketua

2001 Rancang Bangun Pengering Cabai Merah Menggunakan Bahan Bakar Minyak Sebagai Sumber Kalor, dana DIP P5D 2001/2003 sebagai anggota

2002 Pengaruh Pengkarbonan Dengan Media Arang Batok Kelapa Terhadap Kekerasan Stell 42, dana Rutin Politeknik Negeri Padang 2002 sebagai anggota

2003 Rancang bangun alat Bantu pembuat batu bata dengan sistim ektrusi, dana DIKTI 2002/2003 sebagai anggota

Medan 28 Mei 2008

Yuliarman

Medan, 22 September 2008 03:37

Yuliarman

Email: yuliarman.s@gmail.com


(11)

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR ISTILAH... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Karakteristik Dan Terminologi Proses Bubut ... 5

2.2. Formasi Pembentukan Geram ... 9

2.3. Proses Bubut Keras... 11

2.4. Keausan dan Umur Pahat ... 12

2.4.1. Keausan Pahat ... 12

2.4.2. Umur Pahat ... 16

2.5. Bahan Pahat pada Proses Bubut Keras ... 17

2.6. Laju Pemotongan Tinggi (High Speed Machining/HSM)... 20

2.7. Perlakuan Panas (Heat Treatment) ... 21

2.7.1. Pre heating... 22

2.7.2. Austenitzing... 22

2.7.3. Holding time... 23

2.7.4. Quenching... 23


(12)

2.9.3. Regresi Berganda ... 28

2.9.4. Analisa Varian (Anava)... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN... 32

3.1 Tempat dan Waktu... 32

3.2 Bahan dan Peralatan ... 32

3.2.1. Material Benda Uji ... 32

3.2.2. Pahat Potong ... 36

3.2.3. Mesin Bubut CNC Emcoturn-242... 38

3.2.4. Mikroskop ... 39

3.2.5. Kaca Skala Ukur ... 40

3.3 Rancangan Kegiatan ... 40

3.3.1. Proses Pemesinan ... 40

3.3.2. Pengukuran Keausan Pahat ... 41

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

4.1 Pengamatan... 43

4.2 Analisa Data ... 44

4.2.1. Menentukan Umur Pahat dan Volume Pembuangan Geram pada Keausan 0,04 mm ... 45

4.2.2. Menentukan Hubungan Kondisi Pemotongan (V, f,dana) dengan Umur Pahat (Tc) dan Volume Pembuangan Geram (Qc) dalam bentuk persamaan Matematika Menggunakan Regresi Berganda ... 46

4.2.3. Menentukan Kondisi Pemotongan Optimum Menggunakan Metode Ginting Dan Nouari... 49

4.2.4. Menentukan Kondisi Pemotongan Optimum Menggunakan Metode RSM ... 50

4.2.5. Perbandingan Kondisi Pemotongan Optimum Metode Ginting & Nouari (2007) dengan RSM dan Hasil Percobaan ... 56

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 58

5.1. Kesimpulan... 58

5.2. Saran ... 59


(13)

2.1. Temperatur Heat Treatment Bahan AISI O1... 25

2.2. Disain Matrik 23Faktorial ... 26

2.3. Anava untuk 23faktorial ... 29

3.1. Lokasi Kegiatan Penelitian ... 32

3.2. Komposisi Kimia Bahan AISI O1 ... 33

3.3. Physical PropertiesAISI O1 ... 33

3.4. Temperatur Proses Perlakuan Panas ... 34

3.5. Mechanical PropertiesBahan AISI O1 Setelah Dikeraskan ... 36

3.6. Physical PropertiesBahan Pahat Keramik... 37

3.7. Data Teknis Mesin Bubut CNC Emcoturn-242 ... 38

3.8. Kondisi Pemotongan Proses Pemesinan... 41

4.1. Data Pengamatan Dengan Waktu Pemotongan (tc) Selama 7 Menit ... 43

4.2. Umur Pahat (Tc) dan Volume Pembuangan Bahan (Qc) ... 45

4.3. Nilai LogaritmaV, f, a, VBc, Tc, danQc ... 46

4.4. Uji Parameter Koofisien Regresi Umur Pahat... 47

4.5. Tabel Anava Umur Pahat... 47

4.6. Uji Parameter Koofisien Volume Pembuangan Geram... 48

4.7. Tabel Anava Volume Pembuangan Geram ... 48

4.8. Kondisi pemotongan Optimum dengan Metode Ginting dan Nouari (2007) ... 50

4.9. Data Perkiraan Metode RSM ... 51


(14)

4.13. Tabel Anava Volume Pembuangan Bahan ... 53 4.14. Kondisi pemotongan Optimum dengan Metode RSM ... 56 4.15. Perbandingan Kondisi pemotongan Optimum Metode Ginting & Nouari


(15)

2.1. Skematis Proses Bubut ... 6

2.2. Penamaan (nomenclature) pahat kanan ... 6

2.3. Proses Bubut ... 7

2.4. Formasi Geram pada Proses Bubut ... 10

2.5. Gaya antara Pahat Potong dan Geram ... 11

2.6. Keausan pada Pahat Bubut ... 15

2.7. Dimensi dan Penamaan Keausan pada Pahat Bubut... 16

2.8. Kecepatan Potong pada Proses laju tinggi... 20

2.9. Geometri 23Faktorial ... 26

3.1. Bentuk dan Geometri Benda Uji ... 33

3.2. Pemeriksaan Data Kekerasan Benda Uji ... 34

3.3. Bentuk dan Ukuran Benda Uji Tarik ... 35

3.4. Kurva Tegangan-Regangan Bahan AISI O1 (60 HRC) ... 35

3.5. Geometri Pahat ... 36

3.6. Pemegang Pahat... 37

3.7. Geometri Sudut Pahat Terpasang pada Holder ... 37

3.8. Mesin Bubut CNC ... 38

3.9. Mikroskop Olympus PM-10AD ... 39

3.10. Kaca Skala Ukur ... 40

3.11. Setup Mesin ... 40


(16)

4.4. KurvaD-OptimalyRespon TerhadapV, f, danapada kondisi pemotongan

V= 92 m/min,f= 0,08 mm/rev, dana= 0,25 mm. ... 55 4.5. KurvaD-OptimalyRespon TerhadapV, f, danapada kondisi pemotongan


(17)

1. Dokumentasi Hasil Pengukuran Aus Pahat ... 62

2. Dokumentasi Hasil Pengukuran Aus Pahat pada Kondisi Optimum ... 65

3. Perbandingan Kondisi Pahat Sebelum dan Sesudah Proses Pemesinan... 66

4. Dimensi Pahat Keramik... 67

5. Rekomendasi Kecepatan Potong (V) ... 68

6. Rekomendasi Pemakanan (f) dan Kedalaman Potong (a) ... 69

7. Standar ASTM untuk uji tarik bahan (ASTM E 8M) ... 70


(18)

a Kedalaman potong [mm]

b Lebar pemotongan [mm]

d Diameter rata-rata [mm]

dm Diameter akhir spesimen [mm]

do Diameter awal spesimen [mm]

f Gerak makan (feed rate) [mm/rev]

 Sudut geram [o]

h Tebal geram sebelum terpotong [mm]

 Sudut potong utama [o]

l Panjang sisi insert [mm]

lt Panjang pembubutan [mm]

MRR Laju pembuangan geram [cm3/min]

N Putaran per menit [rpm]

Qc Volume pembuangan geram [cm3]

r Radius ujung pahat [mm]

tc Waktu pemotongan [min]

Tc Umur pahat [min]

V Kecepatan potong [m/min]

Vf Kecepatan makan (feeding speed) [m/min]

VBc Keausan pahat tepi (flank wear) [mm]

c


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembubutan keras adalah proses pemesinan menggunakan sebuah pahat bermata potong tunggal (single point cutting tool) untuk memotong material dengan kekerasan lebih besar dari 45 HRC, prosesnya sangat serupa dengan proses bubut biasa hanya membutuhkan sebuah mesin dan alat potong yang harus mampu menahan gaya potong yang lebih besar dan temperatur yang lebih tinggi (Harrison, 2004). Perbedaan proses pembubutan keras dengan proses pembubutan biasa terutama pada material yang dipotong, pahat potong yang digunakan serta kondisi pemotongan, dan mekanisme pembuangan geram yang terjadi (Zhang, 2005)

Sejak akhir tahun 1970 penggunaan proses pembubutan keras (hard turning) menjadi pilihan pada proses pemotongan material karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan bila dibandingkan proses gerinda (Stier, 1988). Keuntungan pembubutan keras adalah dapat digunakan untuk proses pemotongan pengasaran (roughing), dan juga dapat digunakan untuk proses penghalusan (finishing). Biaya produksi proses pembubutan keras lebih kecil bila dibandingkan dengan proses gerinda, karena kadar laju pembuangan geram (material removal rate) pada proses pembubutan keras lebih besar dari pada proses gerinda (Tonshoff, et. al, 1996). Proses pembubutan keras dapat mereduksi waktu pemesinan hingga 60% (Tonshoff, et. al, 1995).


(20)

Menurut Klocke (1997) isu pemesinan kering mulai masuk ke industri pemotongan logam. Pemesinan kering memiliki kelebihan yaitu tidak digunakannya cairan pemotongan, oleh harena itu dapat mengurangan ongkos produksi sebesar 16-20% (Sreejith, at al, 2000) dan penyelamatan lingkungan karena tidak ada cairan pemotongan bekas dibuang ke lingkungan. Namun demikian suhu yang tinggi disebabkan tidak adanya media cairan pemotongan mengakibatkan gangguan pada pahat dan permukaan akhir (surface finish) benda kerja.

Penggunaan proses pembubutan keras dan kering pada dunia industri relatif masih rendah meskipun memiliki banyak kelebihan bila dibandingkan dengan proses pemesinan biasa karena proses pembubutan keras relatif baru (Dowson, 2002). Hal ini melatar belakangi dibuatnya penelitian ini sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi secara akademis.

1.2. Perumusan Masalah

Kekerasan benda kerja yang tinggi (lebih besar dari 45 HRC) pada proses bubut keras membutuhkan gaya potong dan temperatur kerja yang tinggi pada saat berlangsungnya pemotongan. Kondisi ini sangat mempengaruhi sifat fisik dan kimia dari pada pahat potong. Kerusakan berupa keausan atau bahkan pecah pada pahat dapat terjadi bila pahat potong yang digunakan tidak mampu bekerja pada kondisi ini. Abrasi, adhesi, difusi dan reaksi kimia adalah mekanisme aus yang dominan pada proses bubut keras dengan pola aus utama adalah aus tepi (flank wear), aus kawah (crater wear), pecah, nothing wear dan chipping (Chou, 1994 ; Huang, 2002).


(21)

Disebabkan terjadinya keausan ini akan mengakibatkan pahat makin lemah dan rapuh sehingga akan mengurangi usia pakai pahat (tool life).

Agar proses pemesinan dapat dilakukan pada proses bubut keras dan kering, pahat potong yang digunakan harus mampu menahan beban yang tinggi dan komposisi kimianya harus tahan terhadap proses abrasi, adesi, dan difusi ke dalam benda kerja pada temperatur tinggi sehingga dapat meningkatkan usia pakai (tool life). Dari berbagai bahan pahat yang ada hingga kini keramik memiliki potensi besar untuk digunakan, karena sifat harafiah keramik yang tidak tahan terhadap kejutan termal yang disebabkan oleh cairan pemotongan maka keramik cocok digunakan untuk pemesinan keras dan kering.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan umum

Mengetahui kondisi pemotongan optimum pembubutan keras baja Perkakas AISI O1 menggunakan pahat keramik.

Tujuan khusus

1. Menyusun model matematika umur pahat (Tc), Volume benda kerja terbuang (Qc), dan laju pembuangan geram (MRR).

2. Menggunakan ketiga model Tc, Qc, MRR untuk memperoleh kondisi pemotongan optimum sesuai metode Ginting dan Nouari (2007).


(22)

3. Menggunakanresponse surface methodology (RSM) untuk memperoleh kondisi pemotongan optimum dan membandingkan hasilnya dengan metode Ginting dan Nouari (2007).

4. Menganalisis kemungkinan laju pemotongan tinggi (high speed machining) dapat diimplementasikan pada pembubutan keras berdasarkan metode Ginting dan Nouari (2007).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia industri pada umumnya dan bagi peneliti sendiri pada khususnya, adapun manfaat tersebut adalah tersedianya informasi data akademis tentang kondisi pemotongan optimum menggunakan pahat keramik pada proses pembubutan keras terhadap benda kerja yang memiliki kekerasan lebih besar dari 45 HRC, seperti industri yang memproduksi alat tekan untuk proses pemotongan dan pembentukan, serta dapat dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya sebagai data pendukung.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik dan Terminologi Proses Bubut

Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi tinggi. Prinsip pemotongan logam dapat defenisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi proses pemotongan logam adalah sangat komplek.

Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana N

adalah putaran poros utama, f adalah pemakanan, dan a adalah kedalaman potong.

Bahagian-bahagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan sisi dengan ujung potong (cutting edge) dan berpengaruh terhadap umur pahat, gaya radial, dan permukaan akhir.


(24)

Gambar 2.1. Skematis Proses Bubut

(a) (b)

Gambar 2.2. Penamaan (nomenclature) pahat kanan

Ada tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap gaya potong, peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda kerja yang dihasilkan. Ketiga parameter itu adalah kecepatan potong (V), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a). Kecepatan potong adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan (m/min), pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu putaran benda kerja dengan satuan (mm/rev), kedalaman potong adalah tebal material terbuang pada arah radial dengan satuan (mm).


(25)

Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada lima elemen dasar yang perlu dipahami, yaitu :

a. Kecepatan potong (cutting speed ) :V (m/min) b. Kecepatan makan (feeding speed) :Vf (mm/min) c. Kedalaman potong (depth of cut) :a (mm) d. Waktu pemotongan (cutting time) :tc (min) e. Laju pembuangan geram (material removal rate) :MRR (cm3/min)

Elemen dasar pada proses bubut dapat diketahui menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3 berikut ini :

Gambar 2.3 Proses Bubut Geometri benda kerja : do = diameter awal (mm)

dm = diameter akhir (mm)

lt = panjang pemesinan (mm) Geometri pahat : r = sudut potong utama (o)


(26)

o = sudut geram (o)

Kondisi pemesinan a = kedalaman potong

a =

2

m

o d

d

(mm) 2.1

f = pemakanan (mm/putaran)

N = putaran poros utama (rpm)

Dengan diketahuinya besaran-besaran di atas sehingga kondisi pemotongan dapat diperoleh sebagai berikut :

 Laju pemotongan

1000 N d

V    (m/min) 2.2

Dimana : d= diameter rata-rata

o m o

d d d

d   

2 (mm) 2.3

 Laju pemakanan VffN (mm/min) 2.4

 Waktu pemotongan

f t c

V l

t  (min) 2.5

 Laju pembuangan geram MRRAV (cm3/min) 2.6 Dimana : A= penampang geram sebelum terpotong

A= fa (mm2) 2.7

Maka MRR =Vfa (cm3/min) 2.8

Sudut potong utama (principal cutting edge angle/r) adalah sudut antara mata potong utama dengan laju pemakanan (Vf), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh


(27)

geometri pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin bubut. Untuk nilai pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h) sebagai berikut :

 Lebar pemotongan

r

Sin a b

 (mm) 2.9

 Tebal geram sebelum terpotong

r

Sin f h

 (mm) 2.10

Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah :

h b a f

A    (mm) 2.11

2.2. Formasi Pembentukan Geram

Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal, tergantung pada parameter kerja mesin. Geram yang dihasilkan berupa suatu lembar tali berkelanjutan atau berupa potongan-potongan, dalam banyak kasus formasi geram yang terjadi adalah seperti terlihat pada Gambar 2.4. Ini menunjukkan bahwa pemotongan adalah proses diskontinu dan gaya antara geram dan alat potong tidak konstan (Kalpakjian, et.al., 2002)

Formasi geram yang dihasilkan juga dapat dilakukan dengan pendekatan model permesinanorthogonalsebagaimana yang dikemukakan oleh Merchant, model ini mengasumsikan formasi geram dengan dua dimensi.


(28)

Gambar 2.4. Formasi Geram pada Proses Bubut

Diagram gaya antara pahat potong dan geram terlihat pada Gambar 2.5. Fs adalah gaya geser yang mendeformasikan material pada bidang geser sehingga melampaui batas plastis, Fsn adalah gaya normal pada bidang geser yang menyebabkan pahat tetap menempel pada benda kerja,Fv adalah gaya potong (searah dengan kecepatan potong), Ff adalah gaya makan (searah kecepatan makan), F adalah gaya gesek pada bidang geram, dan Fn adalah gaya normal pada bidang geram. Sewaktu pemotongan mulai berlangsung gaya potong Fv akan membesar, mata potong akan menderita tegangan geser dengan arah dan nilai yang bervariasi, salah satu bidang akan menderita tegangan geser terbesar dan dengan meningkatnya gaya potong maka tegangan geser pada bidang tersebut (bidang geser) akan melampaui batas elastis (yield) sehingga terjadideformasi plastis yang menyebabkan terbentuknya geram (Rochim, 1993).


(29)

Gambar 2.5. Gaya antara Pahat Potong dan Geram 2.3. Proses Bubut Keras

Proses bubut keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses bubut keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan lebih besar dari 45 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadapabrasivedibanding proses bubut biasa.

Proses bubut keras dapat dilakukan terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan (steel alloy), baja untuk bantalan (bearing steel), hot and cold work tool steel, high speed steel, die steel, dan baja tuang yang dikeraskan (Baggio, 1996).


(30)

Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), setup peralatan dan waktu untuk inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi.

Keuntungan yang sangat signifikan dari pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda.

2.4. Keausan dan Umur Pahat 2.4.1. Keausan Pahat

Selama proses pembentukan geram berlangsung, pahat dapat mengalami kegagalan dari fungsinya yang normal karena berbagai sebab antara lain :

a. Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat. b. Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong pahat. c. Deformasi plastis yang dapat merubah bentuk/geometri pahat.

Jenis kerusakan yang terakhir di atas disebabkan oleh tekanan dan temperatur yang tinggi pada bidang aktif pahat dimana kekerasan dan kekuatan material pahat


(31)

akan turun bersamaan dengan naiknya temperatur. Keausan dapat terjadi pada bidang geram dan pada bidang utama pahat, karena bentuk dan letaknya yang spesifik keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah (crater wear) dan keausan pada bidang utama dinamakan keausan tepi (flank wear) (Rochim, 1993)

Keausan tepi dapat dapat diukur dengan menggunakan mikroskop, dimana bidang mata potong diatur sehingga tegak lurus sumbu optik. Dalam hal ini besarnya keausan tepi dapat diketahui dengan mengukur panjang VB (Gambar 2.7 c) yaitu jarak antara mata potong sebelum terjadi keausan sampai kegaris rata-rata bekas keausan pada bidang utama. Sementara keausan kawah hanya dapat diukur dengan mudah memakai alat ukur kekasaran permukaan, dalam hal ini jarum atau sensor alat ukur digeserkan pada bidang geram dengan sumbu penggeseran diatur sehingga sejajar bidang geram (Rochim, 1993)

Kebanyakan dari deformasi bahan itu dilokalisir pada daerah geser (shear zone), temperatur tinggi terjadi pada daerah ini. Daerah geser adalah suatu daerah yang terletak pada ujung alat potong sampai kedalaman potong. Ada beberapa model yang dapat menjelaskan gejala ini, tergantung pada laju potong dan kombinasi bahan benda kerja dan pahat potong. Panas yang timbul selama proses pemotongan akan terdistribusi pada benda kerja sebesar 5%, 20% akan diserap oleh alat potong dan sisanya diserap oleh geram (Rochim, 1993).

Meskipun ada kemajuan ilmu pengetahuan mengenai bahan untuk alat potong, ketahanan alat potong tetap terbatas, hal ini disebabkan oleh adhesion, abrasion,


(32)

Kerusakan akibat Adhesion terjadi ketika alat potong dan benda kerja kontak pada suhu dan tekanan yang tinggi. Dalam hal ini, kedua bahan membentuk suatu ikatan kimia dan lalu rusak terpisah karena gaya mekanis dan menyobek alat potong.

Kerusakan akibat Abrasive terjadi karena adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama-sama aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat.

Kerusakan akibatdiffusion adalah kerusakan yang terjadi pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesion) antara material benda kerja dengan alat potong pada temperatur dan tekanan yang tinggi serta adanya aliran metal akan menyebabkan timbulnya diffusi yaitu terjadinya perpindahan atom metal dan karbon dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Kecepatan keausan karena proses diffusi tergantung pada daya larut dari berbagai fasa dalam struktur pahat terhadap benda kerja., temperatur, dan kecepatan aliran metal yang melarutkan.

Pada Gambar 2.6 dapat dilihat bentuk keausan daerah utama pahat potong. Pahat bergerak ke seberang permukaan benda kerja, muka tepi bergesekan melawan arah benda kerja sehingga menimbulkan keausan yang disebut keausan tepi (flank wear). Keausan tepi disebabkan terutama oleh sifat pengeleman (adhesion) dan abrasi (abration), dan keausan tepi akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Lebar dari daerah keausan tepi sama dengan kedalaman potong, dan keausan tepi biasanya disebut juga dengan depth-of-cut line. Jumlah dari keausan tepi adalah pada umumnya diGambarkan oleh panjang rata-rata (sejajar dengan lintasan tool).


(33)

Keausan kawah atau keausan lobang terjadi karena tumbukan geram pada pahat. Selama proses pemesinan berlangsung keausan kawah meningkat dan berkembang sehingga berbentuk seperti mangkuk pada permukaan pahat. Faktor yang utama yang mempengaruhi keausan kawah adalah suhu dan sifat kimia dari pahat dan benda kerja (Tlusty, 2000)

Akibat terjadinya keausan ini akan menyebabkan pahat makin lemah dan rapuh. Aus tepi dan aus kawah membentuk suatu sisi tajam yang mudah putus tiba-tiba dan menimbulkan kerusakan. Pada akhirnya pahat potong menjadi sangat tidak layak lagi untuk digunakan (Dawson, 1999).

Aus tepi sangat mempengaruhi hasil akhir, integritas permukaan, gaya dan daya potong. Aus tepi sangat menentukan kriteria usia pakai pahat (tool life) dan merupakan indeks yang sangat penting untuk mengevaluasi peforman dari pahat potong (Takatsu, et. al., 1983)

(a) (b)

Gambar 2.6. Keausan pada Pahat Bubut (a) keausan kawah atau keausan lobang (crater wear), (b) keausan tepi (flank wear)


(34)

(a) (b) (c)

Gambar 2.7. Dimensi dan Penamaan Keausan pada Pahat Bubut (a) Flank dan crater wear pada alat potong kanan. (b) Nose radius R dan bentuk crater wear pada rake face dari alat potong. (c) flank wear dan garis depth-of-cut (J.C. Keefe, Lehigh University).

2.4.2. Umur Pahat

Umur pahat sangat tergantung pada keausan yang dialaminya. Semakin besar keausan yang dialami pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jika pahat tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan rusak sama sekali sehingga tidak layak lagi untuk digunakan, artinya pahat telah sampai pada tahapan umur maksimal penggunaannya.

Keausan yang terjadi dapat menimbulkan peningkatan gaya pemotongan sehingga akan berdampak pada kerusakan pahat yang lebih fatal, kerusakan mesin perkakas, dan kerusakan pada benda kerja, oleh karena itu perlu ditetapkan batas harga keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi.

Pengaruh kondisi pemotongan terhadap umur pahat telah dinyatakan berdasarkan pengembangan formula Taylor sesuai persamaan 2.12 berikut ini :


(35)

q p n

a f C Tc

V      2.12

Dimana : V = Kecepatan potong (m/min)

Tc = Umur pahat (min)

C = Konstanta.

f = Pemakanan (mm/rev).

a = Kedalaman potong (mm)

p = Pangkat untuk tebal pemakanan.

q = Pangkat untuk kedalaman potong 2.5. Bahan Pahat pada Proses Bubut Keras

Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk proses bubut keras adalahcubic boron nitride(CBN), Keramik, dan cermet (Dawson, 1999).

CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan pada proses bubut keras. Insert CBN mulai meningkat popularitasnya


(36)

setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride

sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996).

Keramik dapat digunakan untuk proses bubut keras selain CBN dengan harga yang lebih murah, tetapi keramik lebih mudah rusak (Schneider, 1999). Keramik juga kurang bagus bila mengalami kejutan panas dan kejutan mekanik dan tidak cocok digunakan pada pemesinan basah atau menggunakan cairan pendingin (Schneider, 1999).

Pahat potong yang digunakan pada proses bubut keras harus cukup kuat untuk menahan gaya pemotongan yang tinggi dan komposisi kimianya harus tahan terhadap proses diffusi pada temperatur tinggi. Yang sangat penting pahat potong harus lebih keras dari material benda kerja pada temperatur dimana proses pemesinan berlangsung (Tlusty, 2000).

Keramik adalah material paduan metalik dan non metalik, sedangkan menurut defenisi yang luas berarti semua material kecuali metal atau material organik. Dari berbagai defenisi keramik yang luas itu mencakup pula berbagai jenis Karbida, Nitrida, Oksida, Borida, dan Silikon, serta karbon. Keramik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu keramik tradisional dan keramik industri, keramik yang digunakan pada proses pemesinan adalah kelompok keramik industri. Keramik industri digunakan untuk berbagai keperluan sebagai komponen dari peralatan, mesin dan perkakas termasuk perkakas potong atau pahat potong. Karena kegunaannya yang amat luas dan penting keramik dari bahan alamiah digantikan dengan keramik hasil industri yang diproses dengan teknologi maju dan terkontrol dengan baik yang


(37)

dikenal dengan nama advance ceramic, High-Technology Ceramic, Fine Ceramic. Keramik canggih ini dibuat menjadi bahan mentah berupa serbuk untuk diproses lebih lanjut secara powder processing. Melalui proses atomisasi dapat dihasilkan serbuk yang murni dan homogen serta ukuran yang terkontrol (Rochim, 1993).

Keramik mempunyai karakteristik yang lain daripada metal atau polimer karena perbedaan ikatan atom-atomnya. Ikatan atomnya dapat berupa ikatan kovalen, ionik, dan gabungan kovalen ionik, ataupun sekunder. Ikatan kovalen merupakan ikatan yang paling kuat karena elektronnya dipakai bersamaan antara dua atom yang berdekatan. Ikatan kovalen menimbulkan sifat-sifat kekerasan, titik lebur, dan tahanan listrik yang tinggi serta koeffisien muai dan keuletan yang rendah (Rochim, 1993).

Dengan keragaman jenis atom dan ikatan atom yang ada pada keramik maka sifat-sifat fisik, kimiawi maupun mekanik dari berbagai jenis keramik akan berbeda sehingga masing-masing jenis mempunyai kegunaan yang spesifik (Rochim, 1993).

Dalam industri pemesinan yang dikenal dengan nama pahat keramik adalah dari jenis oksida aluminium (Al2O3) murni atau ditambah s/d 30% karbida titanium

(TiC) untuk menaikkan kekuatan sifat non adhesif. Penambahan serat halus (whisker) dari SiC dimaksudkan untuk menguragi kegetasan, demikian pula dengan penambahan zirconia (ZrO2) untuk menaikkan jumlah retak mikro yang tidak

terorientasi guna menghambat pertumbuhan retak besar akan tetapi menurunkan sifat statiknya . Selain oksida aluminium juga digunakan digunakan nitrida silikon (SiO4)


(38)

atau paduannnya sehingga disebut dengan oxynitrides (kombinasi Si-Al-O-N, “sialon”) (Rochim, 1993).

2.6. Laju Pemotongan Tinggi (High Speed Machining/HSM)

Banyak defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi (high speed machining) yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu terhadap pendefenisian tersebut seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong sebesar 5 – 10 kali lebih besar daripada proses konvensional (Schulz. 1999), dan Schulz et.al. (1992) mengatakan bahwa Proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.


(39)

2.7. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Sifat mekanik baja dapat dirubah melalui perlakuan panas (heat treatment), yaitu suatu proses pemanasan baja yang dilakukan sampai temperatur pengerasan (temperatur austenit), kemudian ditahan beberapa waktu sehingga temperaturnya merata. Pada temperatur tersebut kemudian dilakukan pendinginan cepat (quenching) pada media pendingin air, oli atau udara. Proses ini menghasilkan struktur mantensit yang keras tetapi getas, untuk menurunkan sifat getasnya dilakukan proses tempering.

Perlakuan panas secara umum dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu :

Through Hardening

Surface Hardening

Case Hardening

Annealing

Through hardening adalah proses heat treatment yang bertujuan untuk

mendapatkan kekerasan maksimum pada bagian permukaan dan bagian dalam dari benda kerja. Prosesthrough hasdeningdilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu :

Pre heating

Austenizing

Holding time

Quenching

Tempering


(40)

Proses stress relieving merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang dihasilkan pada proses pemesinan, karena tegangan sisa ini apabila tidak dihilangkan akan mengakibatkan retak atau deformasi pada prosesheat treatment. Prosesstress relievingdilakukan sebelum tahapan proses

through hardening. Prinsipnya baja dipanaskan pada temperatur antara 600 s.d. 700

o

C kemudian ditahan beberapa menit sampai temperaturnya merata kemudian didinginkan di udara terbuka.

Proses soft annealing adalah proses pemanasan baja sampai temperatur austenit, dan ditahan dalam selang waktu tertentu kemudian didinginkan lambat sehingga menghasilkan material yang lunak.

2.7.1. Pre heating

Pre heating adalah proses pemanasan baja dengan temperature dibawah

temperatur pengerasan. Proses ini bertujuan untuk memberikan kesempatan panas merambat dari permukaan sampai kebagian tengah, sehingga tidak ada pebedaan temperatur antara bagian luar dan bagian dalam baja. Proses pre heating dapat dilakukan satu kali atau dua kali tergantung temperatur pengerasan dan dimensi benda kerja.

2.7.2. Austenitzing

Temperatur pemanasan sering disebut juga temperatur austenit. Pada proses ini terjadi perubahan fasa ferit ke fasa austenit. Temperatur pada proses austenitzing

ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: kandungan karbon, unsur-unsur paduan dan tujuan dari pemanasan. Temperatur pemanasan sangat menentukan hasil dari


(41)

proses heat treatment, temperatur pemanasan terlalu rendah fasa austenit belum terbentuk sempurna dan apabila temperatur pemanasan terlalu tinggi akan terjadi pertumbuhan butir-butir austenit yang dapat menyebabkan ketangguhan menurun. 2.7.3. Holding time

Setelah temperatur austenit tercapai lalu dilakukan penahanan (holding time) yang berfungsi untuk melarutkan karbida-karbida sehingga karbonnya dapat larut kedalam fasa austenit. Dengan meningkatnya kadar karbon pada matrik austenit maka kekerasan akan meningkat.

2.7.4. Quenching

Quenching adalah proses pencelupan benda kerja ke dalam media pendingin.

Kecepatan laju pendinginan akan mempengaruhi tingkat kekerasan benda kerja, pendinginan yang cepat dapat menghasilkan material yang keras dengan struktur martensit dan pendinginan yang lambat dapat menghasilkan material yang lunak dengan struktur perlit atau bainit. Kecepatan laju pendinginan ini sangat ditentukan oleh media dan metode yang digunakan. Jenis pendingin yang biasa digunakan pada prosesquenchingadalah : Air, Oli, Campuran air dan oli, dan udara

2.7.5. Tempering

Tempering adalah proses pemanasan kembali pada temperatur antara 100 s.d.

600 oC dilanjutkan dengan pendinginan lambat pada udara terbuka yang bertujuan untuk menaikkan ketangguhan dan sedikit menurunkan kekerasan


(42)

2.8. Pemilihan Bahan

Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan kandungan karbon tidak lebih dari 1,7 %. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel) unsur paduan utama adalah : Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molibdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja (Alamsyah, 1993). Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan panas (Heat treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya melalui perlakuan panas adalah kelompok baja perkakas (tool material).

Punh, Diedan Mould adalah komponen peralatan produksi yang terbuat dari

baja perkakas. Komponen ini banyak digunakan pada industri manufaktur sebagai alat bantu produksi yang berfungsi untuk memotong, membentuk bahan lembaran plat baja, dan sebagai cetakan untuk komponen dari bahan plastik. Salah satu persyaratan dari pada bahan untuk pembuatan Punh, Die dan Mould adalah mampu dikeraskan. Kekerasan dari komponen ini biasanya berkisar antara 54 s.d. 62 HRC. AISI O1 adalah baja perkakas jenis baja pengerjaan dingin (cold work tool steel) yang dapat digunakan untuk pembuatan Punh, Die dan Mould. Bahan ini memiliki kemampuan mesin, stabilitas dimensi saat mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang tinggi. Bahan AISI O1 biasanya digunakan untuk tingkat produksi rendah dengan kemampuan produksi maksimal 100.000 buah.


(43)

Pada proses perlakuan panas temperatur adalah variabel utama yang sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanik bahan, dimana masing-masing bahan memiliki level temperatur dan menggunakan media pendingin spesifik saat dilakukan proses perlakuan panas. Untuk bahan AISI O1 memiliki persyaratan temperatur dan media pendingin pada proses perlakuan panas sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1. Temperatur Heat Treatment Bahan AISI O1

AISI

Temperatur

Soft Annealing

Temperatur

Austenitizing

Media

Quenching

Kekerasan setelah di Tempering pada Temperatur

200 300 500 550 600

O1 780 800 - 850 oli 61 57 44 40 36

Sumber : Assab 2.9. Teori Statistik 2.9.1. Metode Faktorial

Metode faktorial adalah salah satu metode yang banyak digunakan dalam penelitian teknik. Dengan metode ini data yang diperoleh adalah hasil investigasi terhadap kombinasi dari berbagai faktor yang terlibat (Montgomery, 2001).Jumlah dan level faktor yang diamati adalah dua hal penting yang sangat menentukan terhadap perencanaan pengumpulan data, kedua hal ini pada metode faktorial biasanya dituliskan dalam bentuk bilangan berpangkat dimana bilangan melambangkan jumlah level, dan pangkat melambangkan jumlah faktor.

Bila ada 3 faktor yang akan diamati pengaruhnya terhadap suatu respon, misal faktor A, faktor B, dan faktor C, dan dari masing-masing faktor diambil 2 level nilai ,


(44)

maka metode faktorial yang digunakan dinamakan 23 faktorial, sehingga nantinya akan didapatkan 8 kombinasi faktor yang mempengaruhi respon.

Ada tiga metode untuk melambangkan level dari pada faktor pada metode 23 faktorial yaitu : “+” atau “1” untuk melambangkan level tinggi, “-“ atau “0” untuk melambangkan level rendah atau menggunakan huruf kecil dari masing-masing faktor untuk melambangkan kombinasi perlakuan dari masing-masing faktor, (Montgomery, 2001). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.11 di bawah ini :

Tabel 2.2. Disain Matrik 23Faktorial

No A B C label A B C

1 - - - (1) 0 0 0

2 + - - a 1 0 0

3 - + - b 0 1 0

4 + + - ab 1 1 0

5 - - + c 0 0 1

6 + - + ac 1 0 1

7 - + + bc 0 1 1

8 + + + abc 1 1 1


(45)

2.9.2. Response Surface Methodogy(RSM)

Response Surface Methodology (RSM) merupakan kumpulan teknik

matematik dan statistik yang digunakan untuk modeling dan analisis permasalahan pada respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan memperoleh optimasi respon (Montgomery, 2001). Kecocokan model orde duaCentral Composite

Design (CCD) banyak digunakan. Secara umum, CCD mempunyai faktorial 2k

dengan banyak data (nf), sumbu (2k), dan pusat (nc). CCD sangat efisien untuk

kecocokan model orde dua. Dua parameter spesifik dalam CCD adalah jarak sumbu yang dijalankan dari pusat desain dan jumlah titik pusat nc(Montgomery, 2001).

Pada penelitian ini rancangan percobaan menggunakan kecocokan model CCD dengan 3 faktor, masing-masing faktor terdiri dari 2 level, dan 6 titik pusat, percobaan dilakukan dengan 1 kali ulangan. Rancangan percobaan penelitian dengan tanpa pengkodean menggunakan kecocokan model CCD

Perhitungan optimasi pengaruh kecepatan potong (V), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a) terhadap keausan (VBc) menggunakan RSM dengan kecocokan model CCD. Persamaan RSM orde dua yaitu

Y=0+

k

i 1

 iXi+

k

i 1

 iiX2i +



j i

ijXiXj+  2.19

Dimana Y adalah respon keausan pahat (VBc). 0adalah konstanta. i,ii,ij

adalah koefesien dari faktor atau variabel bebas X dengan tanpa kode. X1 adalah kecepatan potong (V) dengan level 80 m/min, dan 120 m/min ;X2 adalah pemakanan


(46)

(f) dengan level 0,05 mm/rev, dan 0,15 mm/rev, dan X3adalah kedalaman potong (a) dengan level 0,15 mm, dan 0,35 mm.

2.9.3. Regresi Berganda

Bila sebuah variabel terikat (dependent variabel) atau responytergantung atau dipengaruhi oleh k variabel bebas misal : x1, x2, x3, …, xk, maka hubungan antara variabel ini disebut regresi berganda (multi linear regression), secara matematis dapat dituliskan sebagai :

Y =0+1x1+2x2+3x3+. . .+kxk+ 2.20 Dimana :0,1,2,3, ...kadalah koofisien regressi

Persamaan di atas dalam bentuk persamaan matrik :

i

X

y   2.21

                                                                          k k nk n2 n1 2k 22 21 1k 12 11

n 1 x x x

x x x 1 x x x 1 y y y      . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 1 1 0 2 1 2.22

Selanjutnya kooffisien regressi dapat dihitung dengan persamaan : y

X' X) (X' b 1

2.23 Model persamaanfitted regressionadalah :

Xb


(47)

Kesalahan (residual) adalah Perbedaan antara respon y hasil pengukuran dengan fitted regressionyˆ:

y y

e  ˆ 2.25

2.9.4. Analisa Varian (Anava)

Analisa varian (anava) adalah metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran pengaruh dari setiap variabel terhadap respon apakah masing-masing perlakuan memberikan pengaruh atau tidak terhadap respon, keputusan untuk menolak atau menerima hipotesaH0diambil dengan jalan membandingkan nilai rasio

F0yang diperoleh terhadap F,a-1,N-amenggunakan kurva F. Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan rasio F0 secara teoritis adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.3. Anava untuk 23faktorial

Faktor

Sum of Square (SS)

Degree of Freedom

(DF)

Mean Square

(MS)

F0

A treatment SSA (a-1) MSA MSA/MSE

B treatment SSB (b-1) MSB MSB/MSE

C treatment SSC (c-1) MSC MSC/MSE

AB treatment SSAB (a-1) (b-1) MSAB MSAB/MSE

AC treatment SSAC (a-1) (c-1) MSAC MSAC/MSE

BC treatment SSBC (b-1) (c-1) MSBC MSBC/MSE

ABC treatment SSABC (a-1) (b-1) (c-1) MSABC MSABC/MSE

Error SSE abc(n-1) MSE

Total SST abcn-1


(48)

Dimana : A, B,danC adalah : faktor/variabel

a, b, c, ab, ac, bc, abcadalah : tingkat pengaruh terhadap respon Formulasi pengaruh faktor-faktor terhadap respon adalah :

a ab ac abc b c bc

n

A    (1)  

4 1

2.26

b ab ac abc a c bc

n

B    (1)  

4 1

2.27

c ac bc abc a b ab

n

C    (1)  

4 1

2.28

(1)

4 1       

abc bc ab b ac c a n

AB 2.29

a b ab c ac bc abc

n

AC (1)      

4 1

2.30

a b ab c ac bc abc

n

BC  (1)      

4 1

2.31

(1)

4 1       

abc bc ac c ab b a n

ABC 2.32

Formulasi jumlah kuadrat (Sum of square) adalah :

n bc c b abc ac ab a n A Contrast SSA 8 ) 1 ( 2 ) ( 2 3 2          2.33

n bc c a abc ac ab b n B Contrast SSB 8 ) 1 ( 2 ) ( 2 3 2          2.34

n ab b a abc bc ac c n C Contrast SSc 8 ) 1 ( 2 ) ( 2 3

2       


(49)

n a c ac b ab bc abc n B Contrast SSAB 8 ) 1 ( 2 ) A ( 2 3 2          2.36

n abc bc ac c ab b a n A Contrast SSAC 8 ) 1 ( 2 ) C ( 2 3

2       

  2.37

n abc bc ac c ab b a n BC Contrast SSBC 8 ) 1 ( 2 ) ( 2 3

2       

  2.38

n a b ab c ac bc abc n BC Contrast SSABC 8 ) 1 ( 2 ) A ( 2 3 2          2.39

Besarnya jumlah rata-rata (Mean square) adalah :

treatment treatment

DF SS

MStreatment  2.40


(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu

Tempat dan waktu pengujian dilakukan pada beberapa tempat seperti tertera pada Tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1. Lokasi Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tempat Waktu

1 2 3 4 5

Persiapan bahan uji untuk diheat treatment Heat treatment

Pengujian (Bubut keras dan kering)

Pengukuran aus tepi (flank wear/VBc) pahat Pembuatan laporan dan analisa

Polmed Medan. Polmed PTKI Medan

Medan

1 bln 3 mgg 2,5 bln 3 bln 2 bln

3.2. Bahan dan Peralatan 3.2.1. Material Benda Uji

Material benda uji adalah AISI O1, dimana material ini termasuk kelompok baja perkakas pengerjaan dingin (cold work tool steel). Pertimbangan pemilihannya adalah karena material ini mampu dikeraskan hingga mencapai 62 HRC dan termasuk kelompok material dengan kemampuan produksi rendah yaitu kurang dari 100.000 buah produk.

Komposisi kimia dan sifat fisika material ini dapat dilihat sebagaimana tertera pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 berikut ini :


(51)

Tabel 3.2. Komposisi Kimia Bahan AISI O1

Unsur C Si Mn Cr V Mo W

Komposisi Kimia 0,9 0.3 1,2 0,5 O,1 0,2 0,5 Standar spesifikasi AISI O1

Kodisi Soft annealingdengan kekerasan 190 HB (10 HRC) Sumber : Assab DF-3

Tabel 3.3.Physical PropertiesAISI O1

Temperatur Berat Jenis [kg/m3]

Konduktifitas Panas [W/moC]

Modulus Elastisitas

[MPa]

Panas Spesifik [J/kgoC] 20oC

200oC 400oC

7800 7750 7700

32 33 34

190 000 185 000 170 000

460 --Sumber : Assab DF-3

Gambar 3.1. Bentuk dan Geometri Benda Uji

Karena kekerasan awal material bahan uji adalah sebesar 190 HB (10 HRC) maka benda uji terlebih dahulu diberikan perlakuan panas (heat treatment) yang bertujuan untuk manaikkan kekerasannya sehingga mencapai kekerasan sesuai yang dibutuhkan yaitu sebesar 60 HRC,


(52)

Proses perlakuan panas dilakukan dengan tahapan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4. Temperatur Proses Perlakuan Panas

No. Proses Temperatur[o

C]

Waktu Penahanan [min]

1. 2. 3. 4.

Preheating Austenitizing Quenching

(media oli)

Tempering

650 825 Hingga 80

200

15 30 5 120 Sumber : Assab DF-3

Setelah mengalami proses perlakuan panas kekerasan benda uji diperiksa menggunakan portable hardness tester (Gambar 3.2). Dari hasil pengujian diperoleh data kekerasan benda uji sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 8 dengan nilai rata-rata kekerasan sebesar 60 HRC.

(a) (b)

Gambar 3.2.Pemeriksaan Data Kekerasan Benda Uji : (a)Portable Hardness Tester

(b) Cara Penggunaan Alat

Impact Device LCD


(53)

Untuk mengetahui sifat mekanik yang lainnya dari pada bahan uji (AISI O1) setelah dikeraskan dilakukan dengan cara pengujian tarik dengan bentuk dan dimensi bahan uji sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.3, dan dari hasil pengujian diperoleh sifat mekanik bahan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Gambar 3.3. Bentuk dan Ukuran Benda Uji Tarik

DIAGRAM TEGANGAN TARIK MATERIAL

AISI O1 DENGAN KEKERASAN 60 HRC

0 500 1000 1500 2000 2500

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

STRAIN [mm/mm]

S

T

R

E

S

S

[

M

p

a

]


(54)

Tabel 3.5.Mechanical PropertiesBahan AISI O1 Setelah Dikeraskan (60 HRC)

Mechanical Properties Nilai

Yield Stress(N/mm2)

Maximum Stress(N/mm2)

Elasticity Modulus(N/mm2)

Elongation(%)

Reduction of Area(%)

1544.66 2054.77 206912.03 0.67 1.66 Sumber : Hasil percobaan

3.2.2. Pahat Potong

Pahat potong yang digunakan terbuat dari keramik dengan bahan dasar alumina ditambah titanium karbida (Al2O3 + TiC), bentuk dan ukuran sesuai standar

ISO yaitu CNGA120408T01020, bahan ini direkomendasikan penggunaannya terutama untuk operasi akhir (finishing operation) pada besi cor, baja yang dikeraskan, campuran logam besi cor dan bersifat tahan panas dan tahan aus .

Gambar 3.5. Geometri Pahat


(55)

Tabel 3.6.Physical PropertiesBahan Pahat Keramik

Phisical properties Nilai

Hardness(HRC)

Young’s modulus(GPa)

Density(g/cm3)

Grain size(m)

Thermal Conductivity(W/mK)

82 410 4,15

2 28

Sumber :Proceedings of the Institution of Mechanical Engineers(2005)

Pemegang pahat (tool holder) yang digunakan sesuai standar ISO yaitu PCLNL 2020 K12T.

Gambar 3.6. Pemegang Pahat


(56)

3.2.3. Mesin Bubut CNC Emcoturn-242

Pemesinan dilakukan menggunakan mesin bubut CNC Emcoturn-242 beserta perlengkapannya dengan data teknis sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan Table 3.7 berikut ini :

Gambar 3.8. Mesin Bubut CNC

Tabel 3.7. Data Teknis Mesin Bubut CNC Emcoturn-242

No. Uraian Nilai Dan Satuan

1 2 3 4

Daya Putaran

Diameter penjepitan maksimum Panjang benda kerja maksimum

15 kW 4500 rpm

158 mm 255 mm


(57)

3.2.4. Mikroskop

Untuk mengambil data Gambar keausan yang terjadi pada pahat setelah proses pemesinan digunakan Mikroskop Olympus PM-10AD yang dilengkapi dengan kamera Olympus C 35AD-2 (komponen 2 Gambar 3.9).

Gambar 3.9. Mikroskop Olympus PM-10AD Keterangan Gambar :

1. Mikroskop 2. Kamera

3. Kontrol kamera 4. Spesimen

5. Alat bantu pemasang specimen 3

1

5 4


(58)

3.2.5. Kaca Skala Ukur

Kaca skala ukur berfungsi sebagai pembanding untuk mendapatkan ukuran keausan yang terjadi pada pahat. Pada permukaan alat ini terdapat skala ukur dengan kemampuan ukur terkecil sebesar 0.1 mm

Gambar 3.10. Kaca Skala Ukur 3.3. Rancangan Kegiatan

3.3.1. Proses Pemesinan

Proses pemesinan dilakukan menggunakana mesin bubut cnc emcoturn 242 dengan setup peralatan seperti terlihat pada Gambar 3.11 berikut ini :

Gambar 3.11. Setup Mesin

3

4 1


(59)

Keterangan Gambar :

1. Chuck. 2. Tailstock.

3. Pahat potong 4. Spesimen

Proses pengumpulan data dilakukan menggunakan metode 23faktorial dengan dua kali pengukuran sehingga jumlah data yang diperoleh adalah sebanyak 16 data dengan waktu proses selama 7 (Davim, et, al., 2007) menit dengan kondisi pemotongan sebagaimana terlihat pada Tabel 3.8 di bawah ini :

Tabel 3.8. Kondisi Pemotongan Proses Pemesinan

No V [m/min] f [mm/rev] a [mm] 1 2 3 4 5 6 7 8 80 120 80 120 80 120 80 120 0,05 0,05 0,15 0,15 0,05 0,05 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,35 0,35 0,35 0,35

Setiap kali selesai melakukan proses pemesinan pada setiap kondisi pemotongan insert dilepaskan dari holdernya untuk pengambilan data keausan dan diganti dengan insert (mata potong) yang baru.

3.3.2. Pengukuran Keausan Pahat

Pengukuran keausan dilakukan terhadap keausan tepi (flank wear) menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera seperti terlihat pada Gambar 3.9, Gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan menggunakan kamera konvensional kemudian di konversikan kedalam bentuk gambar digital, setelah


(60)

gambar digital di peroleh barulah dilakukan pengukuran menggunakan perangkat lunak grafis komersial dengan tahapan sebagai berikut :.

a. Sisi potong pahat (cutting edge) terlebih dahulu dibersihkan dengan tujuan untuk menghilangkan serpihan spesimen yang menempel padanya menggunakan larutan alkohol.

b. Spesimen ditempatkan pada dudukan berupa lempengan plat menggunakan bahan lilin sebagai pemegang dengan bantuan alat penekan.

c. Spesimen beserta dudukannya ditempatkan pada meja mikroskop yang dapat digerakkan pada 3 arah sumbu koordinat (x, y, dan z).

d. Melakukan pengambilan gambar keausan yang terjadi pada pahat menggunakan kamera (komponen 5 Gambar 3.4) dengan terlebih dahulu mengatur fokus lensa sehingga dapat menghasilkan kualitas gambar yang baik. Lensa yang digunakan adalah lensa dengan pembesaran 100 x dan 200 x.

e. Melakukan pengambilan gambar kaca skala ukur dengan pembesaran yang sama dengan pengambilan gambar keausan sebagaimana langkah tersebut di atas. f. Melakukan proses negatif dan transper dari gambar analog ke digital

g. Setelah gambar digital diperoleh dilakukan proses pengukuran menggunakan komputer dengan perangkat lunak corel draw dengan jalan membandingkan gambar ukuran spasi kaca skala ukur dengan gambar ukuran keausan. Jarak spasi kaca skala ukur diukur terlebih dahulu sehingga diperoleh jarak spasi kaca skala ukur dalam satuan pixel, sehingga diperoleh konstata atau bilangan konversi dari pixel ke mm.


(61)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan

Dengan melakukan pengukuran sebanyak dua kali pengulangan terhadap keausan yang dialami oleh masing-masing pahat pada setiap kondisi pemotongan maka di peroleh data sebagaimana tertera pada Tabel 4.1 di bawah ini :

Tabel 4.1. Data Pengamatan Dengan Waktu Pemotongan (tc) Selama 7 Menit

N0 do dm lt V f a VBc

[mm] [mm] [mm] [m/min] [mm/put] [mm] [mm] 1 34.60 34.00 128.8 80 0.05 0.15 0.045 2 43.50 42.60 102.4 120 0.05 0.15 0.059 3 38.80 37.30 137.8 80 0.15 0.15 0.046 4 52.00 50.20 128.5 120 0.15 0.15 0.067 5 41.40 40.00 107.6 80 0.05 0.35 0.038 6 47.70 46.30 140.1 120 0.05 0.35 0.056 7 47.20 44.40 141.6 80 0.15 0.35 0.064 8 54.00 49.80 123.8 120 0.15 0.35 0.060 9 34.60 34.00 128.8 80 0.05 0.15 0.047 10 43.50 42.60 102.4 120 0.05 0.15 0.061 11 38.80 37.30 137.8 80 0.15 0.15 0.050 12 52.00 50.20 128.5 120 0.15 0.15 0.068 13 41.40 40.00 107.6 80 0.05 0.35 0.042 14 47.70 46.30 140.1 120 0.05 0.35 0.060 15 47.20 44.40 141.6 80 0.15 0.35 0.062 16 54.00 49.80 123.8 120 0.15 0.35 0.061

Gambar digital hasil pengukuran aus pahat (VBc) menggunakan perangkat lunak grafis komersial selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.


(62)

4.2. Analisa Data

4.2.1. Menentukan Umur Pahat dan Volume Pembuangan Geram pada Keausan 0,04 mm

Laju keausan (wear rate) yang terjadi pada pahat selama proses pemotongan pada setiap kondisi percobaan adalah :

c

t VBc c

VB  [mm/min] 4.1

dimana : VBc = Laju keausan [mm/min]

VBc = Keausan tepi [mm]

tc = Waktu pemotongan [min]

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa keausan terkecil yang dialami oleh pahat adalah sebesar 0,04 mm, kondisi ini diambil sebagai kriteria untuk menentukan umur pahat (Tc), dengan asumsi bahwa kondisi ini dialami oleh setiap pahat pada percobaan yang lainnya. Sehingga umur pahat dengan kriteria keausan sebesar 0,04 mm dapat dihitung secara matematika untuk setiap kondisi sebagai berikut :

c VB

Tc 0,04 [min] 4.2

Dimana : Tc = Umur pahat [min]

0,04 = Nilai keausan tepi yang digunakan sebagai kriteria untuk menentukan umur pahat [mm]

c


(63)

Laju pembuangan geram (MRR) dihitung menggunakan pengembangan Persamaan 2.8 sebagai berikut :

) ( 4 2 2 m o c t d d t l MRR  

  [cm3/min] 4.3

Selanjutnya volume pembuangan geram (Qc) dapat dihitung menggunakan persamaan :

MRR Tc

Qc  4.4

Dengan tahapan sebagaimana dijelaskan di atas maka hasil perhitungan umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc) untuk seluruh kondisi pemotongan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2. Umur Pahat (Tc) dan Volume Pembuangan geram (Qc)

N0 VBC c

.

VB Tc MRR Qc

[mm] [mm/min] [min] [cm3/min] [cm3]

1 0.045 0.006 6.181 0.6 3.709

2 0.059 0.008 4.734 0.9 4.261

3 0.046 0.007 6.067 1.8 10.920

4 0.067 0.010 4.200 2.7 11.340

5 0.038 0.005 7.280 1.4 10.192

6 0.056 0.008 4.964 2.1 10.424

7 0.064 0.009 4.380 4.2 18.395

8 0.060 0.009 4.680 6.3 29.484

9 0.047 0.007 6.000 0.6 3.600

10 0.061 0.009 4.603 0.9 4.142

11 0.050 0.007 5.600 1.8 10.080

12 0.068 0.010 4.148 2.7 11.200

13 0.042 0.006 6.720 1.4 9.408

14 0.060 0.009 4.634 2.1 9.732

15 0.062 0.009 4.541 4.2 19.070


(64)

4.2.2. Menentukan Hubungan Kondisi Pemotongan (V, f, dan a) dengan Umur Pahat (Tc) dan Volume Pembuangan Geram (Qc) dalam bentuk persamaan Matematika Menggunakan Regresi Berganda

Hubungan kondisi pemotongan atau variabel bebas (V, f, dan a) dengan respon umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc) dalam bentuk persamaan matematis dapat ditentukan menggunakan persamaan 2.12 yang telah dikonversikan kedalam bentuk persamaan transformasi logaritma sebagai berikut :

a n q f n p V n C n

Tc 1log T 1log log log

log     4.5

a n q f n p V n C n

Qc T log log log

1 log 1

log     4.6

Tabel 4.3. Nilai LogaritmaV, f, a, VBc, Tc, danQc

Log V Log f Log a Log VBC Log Tc Log Qc

1.90309 -1.30103 -0.82391 -1.34391 0.79107 0.56922 2.07918 -1.30103 -0.82391 -1.22808 0.67524 0.62948 1.90309 -0.82391 -0.82391 -1.33579 0.78295 1.03822 2.07918 -0.82391 -0.82391 -1.17609 0.62325 1.05461 1.90309 -1.30103 -0.45593 -1.41497 0.86213 1.00826 2.07918 -1.30103 -0.45593 -1.24864 0.69580 1.01802 1.90309 -0.82391 -0.45593 -1.19428 0.64144 1.26469 2.07918 -0.82391 -0.45593 -1.22309 0.67025 1.46959 1.90309 -1.30103 -0.82391 -1.33099 0.77815 0.55630 2.07918 -1.30103 -0.82391 -1.21586 0.66302 0.61726 1.90309 -0.82391 -0.82391 -1.30103 0.74819 1.00346 2.07918 -0.82391 -0.82391 -1.17070 0.61785 1.04922 1.90309 -1.30103 -0.45593 -1.38021 0.82737 0.97350 2.07918 -1.30103 -0.45593 -1.21884 0.66600 0.98822 1.90309 -0.82391 -0.45593 -1.20995 0.65711 1.28036 2.07918 -0.82391 -0.45593 -1.21289 0.66005 1.45939


(65)

Selanjutnya dari matrik data pada Tabel 4.3 di atas dapat dihitung nilai koofisien regresi ( CT

nlog

1

,

n 1

,

n p

, dan

n q

) menggunakan metode multi linear

regression. Dengan bantuan perangkat lunak komersial diperoleh persamaan regresi

umur pahat (Tc), dan volume pembuangan geram (Qc) sebagai berikut : A. Umur Pahat

logTc= 1.71 - 0.580 logV- 0.146 logf+ 0.0001 loga 4.7 Dengan uji parameter pengaruh faktor dan analisa varian (anava) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.4. Uji Parameter Koofisien Regresi Umur Pahat

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 1.709552 0.27620 6.19 0.000

log V -0.579920 0.13446 -4.31 0.001

log f -0.146107 0.04962 -2.94 0.012

log a 0.000148 0.06434 0.00 0.998

Tabel 4.5. Tabel Anava Umur Pahat

Source DF SS MS F P

Regression 3 0.061151 0.020384 9.091 0.002

Residual 12 0.026908 0.002242

Total 15 0.088059

B. Volume Pembuangan Bahan


(66)

Dengan uji parameter pengaruh faktor dan analisa varian (anava) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan 4.7.

Tabel 4.6. Uji Parameter Koofisien Volume Pembuangan Geram

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 1.709552 0.27620 6.19 0.000

log V 0.420080 0.13446 3.12 0.009

log f 0.853893 0.04962 17.21 0.000

log a 1.000148 0.06434 15.54 0.000

Tabel 4.7. Tabel Anava Volume Pembuangan Geram

Source DF SS MS F P

Regression 3 1.227608 0.409203 182.492 0.000

Residual 12 0.026908 0.002242

Total 15 1.254516

Dari analisa variabel secara menyeluruh sebagaimana dapat dilihat pada Tabel anava dari kedua persamaan (Tabel 4.5 dan 4.7) diperoleh nilai P lebih kecil dari 0.05, ini berarti bahwa persamaan dapat diterima untuk mempresentasikan hubungan antara kondisi pemotongan atau variabel bebas kecepatan potong (V), pemakanan (f). dan kedalaman potong (a) dengan respon atau variabel terikat umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc). Kedua persamaan dapat dikonversikan kembali kedalam bentuk persamaan Taylor sebagai berikut :

0001 , 0 146 , 0 580 , 0

51.233226 V f a

Tc    4.9

000 , 1 584 , 0 420 , 0

51.233226 V f a


(67)

Persamaan laju pembuangan geram dapat ditentukan denganQc/Tc, sehingga diperoleh : 9999 0 438 0 16

0, , ,

-a f

V

MRR    4.11

4.2.3. Menentukan Kondisi Pemotongan Optimum Menggunakan Metode Ginting Dan Nouari (2007)

Metode Ginting dan Nouari (2007) yaitu metode dengan menggunakan kurva 3 parameter (V-Tc-MRR) untuk memperoleh kurva Tc model (Tcm) dan MRR model (MRRm). Kurva ini digambarkan berdasarkan nilai-nilai dengan menggunakan persamaan Tc, Qc, dan MRR sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini :

Kecepatan Potong vsTc danMRR

0 1 2 3 4 5 6 7

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Kecepatan Potong (m/min)

M R R (c m 3 /m in ) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 T c (m in )

M RRm p ada f=0,11, ac=0.25 M RRm p ada f=0.09, ac=0.25 M RRm p ada f=0.08, ac=0.25 M RRm p ada f=0.07, ac=0.25 Tcm p ada f=0.11, ac=0.25 Tcm p ada f=0.09, ac=0.25 Tcm p ada f=0.08, ac=0.25 Tcm p ada f=0.07, ac=0.25


(68)

Kurva model Tcm untuk mensimulasikan umur pahat dengan kecepatan potong (V) yang bervariasi (0 s/d 350 m/min), pemakanan (f) adalah 0,11 ; 0,09 ; 0,08, dan 0,07 mm/rev dan kedalaman potong (a) adalah 0,25 mm, kurvaMRRmodel (MRRm) untuk mensimulasikan laju pembuangan geram.

Kondisi pemotongan optimum berada pada titik perpotongan kurva MRRm

dengan kurvaTcmyaitu pada :

Tabel 4.8. Kondisi pemotongan Optimum dengan Metode Ginting dan Nouari (2007)

V

[m/min]

f

[mm/rev]

a

[mm]

Qc

[cm3]

Tc

[min]

MRR

[cm3/min]

83 0.11 0.25 12.446 5.453 2.283

95 0.09 0.25 11.098 5.192 2.138

104 0.08 0.25 10.425 5.012 2.080

114 0.07 0.25 9.667 4.846 1.995

4.2.4. Menentukan Kondisi Pemotongan Optimum Menggunakan Metode RSM

Data percobaan dibutuhkan sebanyak 23 faktorial (sebanyak 8 data) menggunakan data pada Tabel 4.1 ditambah 6 data pada titik pusat dan 6 data pada titik aksial, sehingga total pengamatan adalah sebanyak 20 data, 6 data pada titik pusat dan 6 data pada titik aksial diprediksi dengan cara interpolasi dari 8 data yang telah ada dan dianalisa secara statistik dengan bantuan perangkat lunak komersial, matrik data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.9.


(69)

Tabel 4.9. Data Perkiraan Metode RSM

No V

[m/min]

f

[mm/rev]

a

[mm]

VBc

[mm] c

. VB

[mm/min]

Tc

[min]

Qc

[cm3]

1 80 0.05 0.15 0.046 0.007 6.089 3.654

2 120 0.05 0.15 0.060 0.009 4.668 4.201

3 80 0.15 0.15 0.048 0.007 5.824 10.483

4 120 0.15 0.15 0.067 0.010 4.174 11.270

5 80 0.05 0.35 0.040 0.006 6.989 9.784

6 120 0.05 0.35 0.058 0.008 4.793 10.066

7 80 0.15 0.35 0.063 0.009 4.459 18.726

8 120 0.15 0.35 0.061 0.009 4.625 29.138

9 66 0.1 0.25 0.054 0.008 5.206 8.637

10 134 0.1 0.25 0.075 0.011 3.752 12.536

11 100 0.02 0.25 0.052 0.007 5.384 2.141

12 100 0.18 0.25 0.086 0.012 3.258 14.996

13 100 0.1 0.08 0.056 0.008 4.963 4.061

14 100 0.1 0.42 0.059 0.008 4.752 19.871

15 100 0.10 0.25 0.033 0.005 8.418 21.045 16 100 0.10 0.25 0.041 0.006 6.764 16.911

17 100 0.1 0.25 0.034 0.005 8.340 20.850

18 100 0.1 0.25 0.033 0.005 8.422 21.056

19 100 0.1 0.25 0.033 0.005 8.379 20.947

20 100 0.1 0.25 0.037 0.005 7.503 18.757

Selanjutnya data pada Tabel 4.9 di atas diolah dan dihitung untuk mendapatkan persamaan orde dua menggunakan perangkat lunak komersial. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa respon (Tc dan Qc) hanya ditentukan secara signifikan oleh pengaruh linear dan kuadratik dari variabel bebas (V, f, a, V2,f2, dan a2). Persamaan orde dua umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc) selengkapnya adalah:


(70)

A. Persamaan Umur Pahat

Tc = -11.8822 + 0.300172V+ 46.6182f+ 25.9105a- 0.001639V2- 284.585f2

-52.1781a2 4.12

Dengan uji parameter pengaruh faktor dan analisa varian (anava) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan 4.11 di bawah ini :

Tabel 4.10. Uji Parameter Koofisien Regresi Umur Pahat

Predictor Coef SE Coef T P

Constant -11.882 4.6236 -2.570 0.023

V 0.300 0.0867 3.461 0.004

f 46.618 14.2540 3.271 0.006

a 25.910 8.8090 2.941 0.011

V*V -0.002 0.0004 -3.799 0.002

f*f -284.585 69.0300 -4.123 0.001

a*a -52.178 17.2575 -3.024 0.010

Tabel 4.11. Tabel Anava Umur Pahat

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Regression 6 22.3985 22.3985 3.73309 8.70 0.001

Linear 3 7.7955 11.3022 3.76740 8.78 0.002

Square 3 14.6030 14.6030 4.86766 11.34 0.001

Residual 13 5.5796 5.5796 0.42920

Total 19 27.9781

B. Persamaan Volume Pembuangan Geram

Qc = -74.5197 + 0.971578V+ 294.683f+ 113.339a - 0.00451767V2 - 1008.22f2


(71)

Dengan uji parameter pengaruh faktor dan analisa varian (anava) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan 4.13 di bawah ini :

Tabel 4.12. Uji Parameter Koofisien Regresi Volume Pembuangan Geram

Predictor Coef SE Coef T P

Constant -74.52 18.783 -3.967 0.002

V 0.97 0.352 2.757 0.016

f 294.68 57.905 5.089 0.000

a 113.34 35.786 3.167 0.007

V*V -0.00 0.002 -2.578 0.023

f*f -1008.22 280.427 -3.595 0.003

a*a -131.93 70.107 -1.882 0.082

Tabel 4.13. Tabel Anava Volume Pembuangan Bahan

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

Regression 6 766,794 766,794 127,7990 18,04 0,000

Linear 3 627,313 264,828 88,2759 12,46 0,000

Square 3 139,481 139,481 46,4937 6,56 0,006

Residual 13 92,080 92,080 7,0831

Total 19 858,874

Dari analisa varian secara menyeluruh sebagaimana dapat dilihat pada Tabel anava dari kedua persamaan (Tabel 4.11 dan 4.13) diperoleh nilaiP lebih kecil dari 0.05, ini berarti bahwa persamaan dapat diterima untuk mempresentasikan hubungan antara kondisi pemotongan atau variabel bebas kecepatan potong (V), pemakanan (f). dan kedalaman potong (a) dengan respon atau variabel terikat umur pahat (Tc) dan volume pembuangan geram (Qc).


(72)

Kontur dan permukaan respon umur pahat (Tc) dan respon volume pembuangan geram (Qc) terhadap kecepatan potong (V) dan pemakanan (f) adalah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3 di bawah ini :

V f 6 5 4 4 4 3 130 120 110 100 90 80 70 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 Hold Values a0.25

Plot Kontur Tc vs V dan f

0.15 Tc 2 0.10 4 6 f

60 80 0.05

100 120 0.00 V

Hold Values a0.25

Plot Permukaan Tc vs V dan f

(a) (b)

Gambar 4.2. (a) Plot konturTcvsVdanf, (b) Plot PermukaanTcvsVdanf

V f 15 10 5 0 130 120 110 100 90 80 70 0.18 0.16 0.14 0.12 0.10 0.08 0.06 0.04 0.02 Hold Values a0.25

Plot Kontur Qc vs V dan f

0.15 Qc 0 0.10 10 f 20

60 80 0.05

100 120 0.00 V

Hold Values a0.25

Plot Permukaan Qc vs V dan f

(a) (b)

Gambar 4.3. (a) Plot konturQcvsVdanf, (b) Plot PermukaanQcvsVdanf

Kondisi pemotongan optimum adalah pada puncak maksimum kurva plot permukaan umur pahat atau pada daerah didalam lingkaran dengan diameter paling kecil (Gambar 4.3). Dengan kurva D-Optimally kondisi pemotongan pada kurva tersebut akan dapat dijelaskan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan 4.5.


(73)

Gambar 4.4. KurvaD-OptimalyRespon TerhadapV, f, danapada kondisi pemotonganV= 92 m/min,f= 0,08 mm/rev, dana= 0,25 mm

Gambar 4.5. KurvaD-OptimalyRespon TerhadapV, f, danapada kondisi pemotonganV= 95 m/min,f= 0,09 mm/rev, dana= 0,25 mm


(74)

Dari hasil analisa menggunakan kurva D-optimally (Gambar 4.4 dan 4.5) diperoleh kondisi pemotongan optimum adalah sebagai berikut :

Tabel 4.14. Kondisi pemotongan Optimum dengan Metode RSM

V [m/min] f [mm/rev] a [mm] Qc

[cm3]

Tc

[min]

MRR

[cm3/min] 92 95 0,08 0,09 0,25 0,25 13,839 15,452 6,986 6,949 1,981 2,224

4.2.5. Perbandingan Kondisi Pemotongan Optimum Metode Ginting & Nouari (2007) dengan RSM dan Hasil Percobaan

Dengan menggunakan dua kondisi pemotonan optimum yang diperoleh dengan metode Ginting dan Nouari dan dua kondisi pemotongan optimum menggunakan metode RSM dilakukan percobaan dengan hasil sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.15 di bawah ini :

Tabel 4.15. Perbandingan Kondisi pemotongan Optimum Metode Ginting & Nouari (2007), Metode RSM dan Hasil Percobaan

Metode V [m/min] f [mm/rev] a [mm] VBc [mm] Qc

[cm3]

Tc

[min]

MRR

[cm3/min] G & N 95

104 0,09 0,08 0,25 0,25 0,040 0,040 11,098 10,425 5,192 5,012 2,138 2,080 RSM 92 95 0,08 0,09 0,25 0,25 0,040 0,040 13,839 15,452 6,986 6,949 1,981 2,224 Percobaan 95 104 92 95 0,09 0,08 0,08 0,09 0,25 0,25 0,25 0,25 0,043 0,044 0,048 0,046 10,284 9,869 12,465 14,318 5 5 7 7 2,057 1,974 1,781 2,045


(75)

Dari data pada Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa kondisi pemotongan dengan kecepatan potongV= 95 m/min, pemakanan f= 0,08 mm/rev, dan kedalaman potong

a = 0,25 mm dengan umur pahat 5 min memiliki nilai kesalahan antara aus pahat yang diperoleh secara teori dan percobaan relatif lebih kecil dibandingkan yang lainnya yaitu sebesar (0,043-0,04)/0,04 = 7,5 %. Dengan menggunakan persamaan

0001 , 0 146 , 0 58 , 0

51.233226 V f a

Tc    diperoleh kecepatan potong V = 1.625 m/min untuk umur pahatTc= 1 menit, dari kondisi ini disimpulkan bahwa :

a. Kondisi pemotongan optimum dengan kecepatan potong (V) lebih besar dari kecepatan potong pada saat umur pahat (Tc) = 1 min tidak dapat dilakukan. b. Tidak dimungkinkan dilakukan laju pemotongan tinggi (high speed machining)

karena kecepatan potong yang disyaratkan untuk laju pemotongan tinggi (V > 350 m/min) sudah berada diluar daerah optimum.

c. Penggunaan laju pemotongan tinggi ditentukan oleh kekerasan material.

Proses pemesinan dengan kecepatan potong (V) = 1.625 m/min dapat dikategorikan laju pemotongan tinggi (high speed machining) sebab batas laju pemotongan tinggi adalah lebih besar atau sama dengan 350 m/min. Namun demikian berdasarkan metode Ginting & Nouari (2007) laju pemotongan sebesar 1.625 m/min adalah berada diluar daerah dimana kondisi pemotongan optimum berada, ini mengindikasikan bahwa laju pemotongan tinggi tidak dapat dilakukan pada pembubutan keras dan kering baja AISI O1.


(1)

Perbandingan Kondisi Pahat Sebelum dan Sesudah Proses Pemesinan

(a)

(b)

Gambar L.3.1.

Kondisi Pahat (pembesaran 200 x) (a) Pahat Sebelum Digunakan, (b) Pahat

Setelah Digunakan

Gambar L.3.2.

Cutting Edge

Tampak Atas Setelah Digunakan

100 x

200 x


(2)

Lampiran 4

Tabel L.4.

Dimensi Pahat Keramik


(3)

L

am

pi

ran

5

T

ab

el

L

.5.

R

ekom

enda

si

K

ec

ep

at

an

P

ot

ong

S

um

be

r

:

S

andvi

k

C

or

om

ant


(4)

Lampiran 6


(5)

(6)

Lampiran 8

(a)

(b)

Gambar L.8. Distribusi Pengambilan Sampel Data Kekerasan Benda Uji

Tabel L.8. Data Kekerasan Benda Uji

No

Nilai Kekerasan pada

Bidang Aksial

(Gambar L.8a)

(HRC)

Nilai Kekerasan pada

Bidang Radial

(Gambar L.8b)

(HRC)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

59,9

59,1

61,0

59,6

60,6

58,0

60,7

60,4

61,1

58,4

60,8

60,6

61,4

59,3

60,3

58,4

60,7

61,4

60,4

Rata-rata

60

60,8