Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE

32 3.5.5 Tata Letak Penanaman Kedelai Populasi F3 Keturunan Tanggamus x Taichungdan Tetua X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X F 3 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X P 1 P 2 U S Gambar 1. Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x Taichung dan kedua tetuanya.F 3 = Populasi F 3 Hasil Persilangan Tanggamus x Taichung Genotipe No. 06, P 1 = Tetua Varietas Tanggamus, P 2 = Tetua Varietas Taichung 3.5.5 Pemupukan Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada awal tanam atau disebut pemupukan pertama sebelum 2 mst dengan mengaplikasikan KCl, SP-36, dan KCl. Pada pemupukan kedua diaplikasikan Ureapada awalfase generatif. Dosis pupuk yang diaplikasikan yaitu KCl 100 kgha, SP-36 100 kgha, dan Urea 50 kgha. Pupuk diaplikasikan dengan teknik larik sejauh 5 cm dari lubang tanam. 3.5.6 Inokulasi SMV di Lapangan Tanaman kedelai yang sudah memiliki daun terbuka sempurna 7 – 10 hst dapat diinokulasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah penaburan zeolit pada permukaan daun yang akan diinokulasi. Setelah itu, daun diolesi dengan sap SMV kemudian kembali denganaquades secukupnya menggunakan hand sprayer. 3.5.7 Pelabelan Setiap tanaman uji diberi label yang berisi keteranganbaris tanaman, nomor tanaman dan tanggal inokulasi untuk mempermudah kegiatanpengamatan. 3.5.8 Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman Perawatan dan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman tanaman yang mati, penyiraman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit, memperbaiki label yang rusak maupunparanet yang rusakbergeser. Penyiangan gulma dilakukan secara mekanis yaitu menggunakan koret. Penyemprotan insektisida dan fungisida sebagai pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai kebutuhan. Insektisida yang digunakan yaitu Decis sedangkan, fungisida yang digunakan yaitu Dithane. Pada penelitian ini, penyiraman dilakukan setiap sore hari dengan menggunakan gembor dan selang. 3.5.9 Pemanenan Ciri-ciri siap panen pada tanaman kedelai secara umum yaitu polong matang dan berwarna kuning kecoklatan secara merata, dan daun tanaman sebagian besar telah rontok. Pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman kedelai satu per satu secara utuh, kemudian memasukkan pada kantong panen yang telah diberi label. 3.5.10 Pengamatan Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman kedelai yang ditanam. Peubah- peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu : 1. Periode inkubasi, dihitung dari waktu inokulasi sampai dengan timbulnya gejala Mulia, 2008. 2. Keparahan penyakit, diamati minggu ke-6 setelah tanam dan dilakukan terhadap 10 daun tanaman uji, serta dihitung menurut Campbell dan Madden yang dikutip Mulia 2008: KP = ∑��� ��� x 100 Keterangan: KP: Keparahan penyakit N : Jumlah sampel yang diamati Z : Nilai skor tertinggi n : Jumlah sampel untuk kategori serangan V : Nilai skor untuk kategori serangan A B C D E Gambar 2. Skor gejala penyakit Keterangan: 0= Tidak bergejala A; 1= Klorosis dan tulang daun memucat B; 2= Mosaik dengan klorosis pada tulang daun dan permukaan daun C; 3= Mosaik berat, klorosis dan terjadi pembengkokan pada permukaan daun, daun melengkung ke bawah atau ke atas; dan 4 = Malformasi daun E. Kategori ketahanan: Keparahan penyakit : – 15 = Tahan 16 – 25 = Agak tahan 26 – 35 = Agak rentan 36 – 55 = Rentan 56 – 100 = Sangat rentan Akin, 2003. Peubah yang diamati pada setiap tanaman dalam penelitian ini : 1. Periode inkubasi, diamati setelah tanaman menunjukkan gejala setelah diinokulasi. 2. Keparahan penyakit, gejala penyakit yang timbul diamati pada minggu ke-6 ke dalam kriteria keparahan penyakit. 3. Umur berbunga, dihitung sejak tanaman berbunga. 4. Umur panen, dihitung sejak tanam sampai tanaman siap untuk dipanen. 5. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan setelah panen; 6. Jumlah cabang produktif, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat menghasilkan polong setelah panen; 7. Total jumlah polong, dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman setelah panen; 8. Jumlah polong bernas, dihitung berdasarkan jumlah polong bernas per tanaman setelah panen; 9. Total jumlah biji, dihitung berdasarkan jumlah total biji per tanaman setelah panen; 10. Persentase biji sehat, jumlah biji sehat : total biji x 100 setelah panen; 11. Persentase biji sakit, jumlah biji sakit : total biji x 100 setelah panen; 12. Bobot 100 butir per tanaman, diamati setelah dikeringanginkan sekitar 3 minggu setelah panen g setelah panen; 13. Bobot biji per tanaman, dengan cara menimbang biji setiap tanaman.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data dapat disimpulkan: 1. Sebaran frekuensi karakter ketahanan kedelai terhadap SMV, tinggi tanaman, bobot 100 butir per tanaman, persentase biji sehat per tanaman, dan umur panen termasuk ke dalam karakter kualitatif, sedangkan karakter jumlah cabang produktif, total jumlah polong per tanaman, jumlah polong bernas per tanaman, total jumlah biji per tanaman, persentase biji sakit pertanaman, bobot biji per tanaman, periode inkubasi dan umur berbunga termasuk ke dalam karakter kuantitatif. 2. Pola segregasi karakter ketahanan kedelai terhadap SMV 1 : 2 : 1, tinggi tanaman3 : 1, bobot 100 butir biji per tanaman 9 : 6 : 1 , persentase biji sehat per tanaman 9 : 3 : 4, umur panen 13 : 3sejalan dengan nisbah Mendel atau modifikasinya. Karakter jumlah cabang produktif, total jumlah polong per tanaman, jumlah polong bernas per tanaman, total jumlah biji per tanaman, persentase biji sakit pertanaman, bobot biji per tanaman, periode inkubasi dan umur berbunga mengikuti sebaran normal. 3. Terdapat 6nomor genotipe harapan tanaman kedelai hasil persilangan Taichung x Tanggamus generasi F 3 yang memiliki karakter ketahanan terhadap SMV dan berproduksi tinggi. Nomor-nomor harapan tersebut, yaitu 6.6.22 ; 6.6.24 ; 6.6.25 : 6.6.37 ; 6.6.65 ; 6.6.73.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap karakter ketahanan dan agronomi yang diamati, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian6 genotipe dengan nomor-nomor harapan 6.6.22 ; 6.6.24 ; 6.6.25 : 6.6.37 ; 6.6.65 ; 6.6.73. PUSTAKA ACUAN Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Jakarta. Penebar Swadaya. 92 hlm. Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713 hlm. Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta. Kanisius. 187 hlm. Akin, H. M. dan M. Barmawi. 2005. Ketahanan beberapa varietas kedelai terhadap SSV soybean stunt virus. Jurnal Agrotropika. X1: 15- 19. Allard, R. W. 2005. Principles of plant breeding. John Wiley and Sons Ltd. New York. 485 pp. Andayanie, W. R. 2012. Evaluation of low temperature treatment induced mutant of soybean mosaic virus SMV for cross protection in soybean. J.Australasian Plant Pathology. 122: 185-191. Andrianto, T. T. dan Novo, I. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang . Penerbit Absolut. Yogyakarta. 56 hlm. Aslichah, N. 2014. Seleksi karakter ketahanan terhadap soybean mosaic virus dan karakter agronomi kedelai generasi F 2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung. Skripsi. Universitas Lampung. 62 hlm. Ardiansyah, S. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai Glycine max [l.] merrill generasi F 2 hasil persilangan Wilis x Malang 2521. Skripsi. Universitas Lampung. 70 hlm. Badan Pusat Statistik. 2014. Produktivitas kedelai Indonesia. http:bps.go.idtnmn_pgn.php?kat=3id_subyek=53notab=0. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2014 Pukul 14:45. Baihaki, A. 2000. Teknik rancangan dan analisis penelitian pemuliaan. Bandung. Universitas Padjajaran. 91 hlm. 61 Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang 2521. Jurnal Hama Penyakit Tumbuhan Tropika . 71: 48-52. Barmawi, M., A. Yushardi, dan N. Sa’diyah. 2013. Daya waris dan harapan kemajuan seleksi karakter agronomi kedelai generasi F 2 hasil persilangan antara Yellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 11 :20-24. Bowers GR Jr, Paschal EH II, Bernard RL, dan Goodman RM, 1992. Inheritance of resistance to soybean mosaic virus in ‘‘Buffalo’’ and ‘‘HLS’’ soybean. Crop Sci 32: 67–72. Buss G.R., Roane C.W., dan Tolin S.A. 1985. Breeding for resistance to virus in soybeans. Proceedings of World Soybean Research Conference III. 433-438 pp. Cho, E.K., B.J. Chung, and S.H. Lee. 1977. Studies of identification and classification of soybean virus diseases in Korea. II. Etiology of necrotic disease of Glycine max . Plant Dis. 6: 313-317. Crowder, L. V., 1997. Genetika tumbuhan diterjemahkan dari plant genetics oleh Lilik kusdiati. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hlm. Fehr, W.R, 1987. Principles of cultivar development Vol. 1 theory and technique . Macmillan Pub. Co. New York. 536 pp. Gai J, Hu YZ, Zhang YD, Xiang YD, and Ma RH, 1989. Inheritance of resistance of soybeans to four local strains of soybean mosaic virus. In: Proceedings of World Soybean Research Conference IV. BuenosAires, Argentina, March 5 –9, 1989 Pascale AJ, ed. Argentina: Orientacion Grafica Editora SRL; 1182–1187. Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Statistical procedures for Agriculture Research . An IRRI Book. John Wiley Sons. Sixth Edition. New York. 688 pp. Gunduz, I. 2000. Genetic analysis of Soybean mosaic virus resistance in soybean.Disertasi. Virginia Polytechnic Institute and State University. Virginia. 124 pp. Hill, J. 1999. Soybean mosaic. compendium of soybean diseases, 4th ed Hartman G.L., Sinclair J.B., and Rupe J.C., eds.. St. Paul. American Phytopathological Society Press.