Fungsi Bahasa Lisan Bahasa Lisan

his language. Langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu, sama bagi semuanya dan berbeda di luar kemauan penyampainya. Langue adalah suatu sistem yang memiliki susunan sendiri. Langue merupakan norma dari segala pengungkapan bahasa. Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa, karena penggunaan bahasa bersifat heterogen. Konsep penggunaan bahasa itu didasari teori Saussure, yaitu diistilahkan dengan parole. Parole adalah bahasa sebagaimana ia dipakai karena itu sangat bergantung pada faktor-faktor linguistik ekstern. Kaitannya dengan penelitian ini penggunaan bahasa yang dimaksud adalah parole. Setiap penutur dapat dikatakan terampil berbahasa apabila ia memiliki kompetensi atau langue dari bahasa yang dikuasainya. Keterampilan bahasa yang terdiri atas berbicara, mendengar, menulis, membaca ini pun pada umumnya jarang dikuasainya penutur yang sama baiknya. Ada penutur yang terampil berbicara, tetapi kurang terampil menulis dan begitu pula halnya dengan keterampilan yang lainnya. Namun, dengan pemakaiannya keterampilan penutur dalam menggunakan bahasa sesuai dengan sistem-sistem di atas, belumlah dapat dikatakan mampu berbahasa dengan baik. Berbahasa dengan baik berarti bukan saja dapat menguasai struktur bahasa dengan baik, tetapi juga dapat memakainya secara serasi, sesuai pokok permasalahan, tokoh bicara, dan suasana pembicaraan. Untuk mengetahui ragam bahasa apa yang dipakai oleh seseorang kita dapat mengenalnya melalui 1 pilihan kata atau leksis, 2 fonologi, 3 morfologi, 4 sintaksis, dan 5 intonasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nababan 1984: 22 menjelaskan bahwa “Setiap bahasa mempunyai banyak ragam, yang dipakai dalam keadaan atau keperluantujuan yang berbeda-beda. Ragam-ragam itu menunjukan perbedaan struktural dalam unsur-unsurnya. Perbedaan struktural ini berbentuk ucapan, intonasi, morfologi, identitas kata-kata, dan sintaksis. ” Berkaitan dengan pendapat di atas, dalam penelitian ini akan memfokuskan pada pemakaian bahasa, yang dilihat dari segi fonologi pelafalanpengucapan, morfologi bentuk kata, leksis pilihan kata, dan kosakata. 2. Pelafalan Pengucapan Masyarakat Indonesia terdiri atas beratus-ratus suku, dan masing-masing suku memiliki bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut dipergunakan oleh bangsa masyarakat Indonesia sebagai sarana komunikasi antar suku, dan juga dipergunakan di lingkunagn keluarga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau bahasa daerah tersebut sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Keadaan seperti ini akan berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Indonesia. Pengaruh tersebut beragam. Ada pengaruh lafal, ada pengaruh bentuk kata, ada pengaruh makna kata, ada juga pengaruh struktur kalimat. Lagi pula agaknya pengaruh-pengaruh tersebut sulit untuk dihindari dengan sepenuhnya. Selaras dengan yang dikatakan di atas, bahwa tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari pengaruh itu seratus persen. Lebih lanjut dikatakan, yang mungkin adalah bahwa pengaruh ini sangat sedikit, sehingga sukar kita menerka dari suku manakah orang yang bertutur itu berasal Badudu, 1985: 12. Dari beberapa pengaruh tersebut, tampaknya pengaruh lafal bahasa daerah sering kita dengar bahwa yang sering sukar dihindari adalah pengaruh lafal bahasa daerah, karena lidah penutur yang sudah „terbentuk‟ sejak kecil oleh lafal bahasa daerahnya Badudu, 1985: 12. Bila kita perhatikan lafal orang Tapanuli misalnya, kata-kata yang befonem e akan dilafalkan dengan E . Kata-kata seperti mengapa, karena, kemana, diucapkan dengan menggunakan e benar,atau orang yang berasal dari Jawa, akhiran „-kan‟ akan diucapkan dengan ken . Demikian pula dengan suku-suku lain misalnya Sunda, Bali, Aceh, bila berbicara akan diwarnai oleh pengaruh bahasa daerahnya. Jika seseorang dalam berbahasa Indonesia lisan terdengar bahasa daerahnya, maka lafalnya tergolong lafal nonbaku. Akan tetapi, bila seseorang dalam berbahasa Indonesia tidak terdengar lafal bahasa daerahnya, maka lafalnya dapat digolongkan kepada bahasa baku standar. Mengenai pengertian lafal baku tersebut, menjelaskan bahwa lafal bahasa Indonesia baku adalah lafal yang tidak memperdengarkan “warna” lafal bahasa daerah atau dialek, juga tidak memperdengarkan “warna” lafal bahasa asing seperti bahasa Belanda, Inggris atau Arab Badudu, 1985: 115. Lafal bahasa Indonesia yang standar adalah tuturan bahasa Indonesia yang tidak terlalu menonjol ciri lafal daerah penuturnya Soemantri, 1987: 11. Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar. menjelaskan pula perbedaan bahasa lisan dan tulisan. Bahasa lisan lebih bebas bentuknya daripada bahasa tulisan karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur, sedangkan dalam bahasa tulisan, situasi harus dinyatakan dengan kalimat-kalimat. Disamping itu, bahasa lisan yang digunakan dalam tuturan dibantu pengertiannya, jika bahasa tutur itu kurang jelas oleh situasi, oleh gerak-gerak pembicara, dan oleh mimiknya. Dalam bahasa tulisan, alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada. Itulah sebabnya, bahasa tulis harus disusun lebih sempurna Badudu, 1985: 6. Dalam penggunaan bahasa lisan, saran-saran suprasegmental memberi sumbangan yang berarti terhadap keberhasilan suatu komunikasi. Saran suprasegmental itu, antara lain gejala intonasi yang berupa aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, dan keras lembutnya suara. Penggunaan bahasa lisan, meskipun kalimat yang diucapkan oleh seorang pembicara tidak lengkap, kita dapat menangkap maknanya dengan melihat lagu kalimatnya serta gerak-gerik tangan, mata dan anggota badan lainnya. Dalam hal ini mengutip pernyataan Uhlenbeck yang menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada efek sarana- sarana lingual saja, pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang „subtil‟ dari data pengetahuan lingual dan ekstra lingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif berdasarkan pengetahuan dan penafsiran Teeuw, 1984: 27.

2.4 Penggunaan Ragam Lisan Resmi

Penggunaan ragam lisan resmi terbagi atas bentuk baku, pilihan kata diksi, lafal dan kalimat efektif. Hal tersebut akan dibahas sebagai berikut. 2.4.1 Bentuk Baku Kata baku merupakan kata yang cara pengucapan ataupun penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang dibakukan. Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman ejaan EYD, tata bahasa baku, dan kamus umum Kosasih dan Hermawan, 2012: 83. Ragam bahasa baku atau ragam bahasa standar dapat dibatasi dengan beberapa sudut pandang, diantaranya sudut pandang kebakuan bahasa yang digunakan, sudut pandang informasi, dan sudut pandang pengguna bahasa. Berdasarkan sudut pandang kebakuan bahasa, bahasa baku adalah bahasa yang baik tata tulis jika bahasa tulis, kosakata, maupun tata bahasanya, sesuai dengan hasil pembakuan bahasa. Bahasa baku adalah ragam bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan. Berdasarkan sudut pandang pengguna bahasa, ragam bahasa baku dapat dibatasi dengan ragam bahasa yang lazim digunakan oleh penutur yang paling berpengaruh, seperti ilmuan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan kaum jurnalis atau wartawan. Bahasa merekalah yang dianggap ragam bahasa baku Mulyono, 2011: 5. Bahasa baku merupakan salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar Chaer, 2011: 4. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata baku yaitu kata-kata yang lazim digunakan dalam situasi formal atau resmi yang penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang dibakukan. Kaidah standar yang diamaksud dapat berupa pedoman ejaan EYD. Kriteria kata baku atau baku tidaknya sebuah kata dapat dilihat dari segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalannya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan juga bahwa bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok acuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar, digunakan secara efektif, baik, dan benar. Efektif karena memuat gagasan-gagasan yang mudah diterima dan diungkapkan kembali. Baik karena sesuai kebutuhan, ruang dan waktu. Dan, benar karena sesuai kaidah kebahasaan, secara tertulis maupun terucap.

a. Baku dari Segi Lafal

Lafal baku bahasa Indonesia adalah lafal yang tidak “menampakkan” lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing . Lafal yang tidak baku dalam bahasa lisan pada gilirannya akan muncul pula dalam bahasa tulis karena penulis terpengaruh oleh lafal bahasa lisan itu. Perhatikan contoh berikut Kata-kata sebelah kiri adalah kata-kata yang tidak baku di sebelah kanan adalah kata yang baku. Tidak Baku Baku atep atap anem, enem enam Semangkin semakin dengen dengan menggunaken menggunakan rapet rapat cuman cuma dudu‟ duduk gubug gubuk

b. Baku dari Segi Ejaan

Ejaan Bahasa Indonesia yang baku telah diberlakukan sejak 1972. Nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan disingkat EYD. Oleh karena itu, semua kata yang tidak ditulis menurut kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata yang tidak baku, yang ditulis sesuai dengan aturan EYD adalah kata yang baku. Berikut merupakan sejumlah kata yang ejaannya tidak baku, yang seperti sering kita jumpai dalam berbagai tulisan di masyarakat. Lalu sebelah kanannya diberikan yang ditulis sesuai dengan pedoman EYD. Tidak Baku Baku ekpres, espres ekspres komplek kompleks sistim sistem do‟a doa jum‟at, jumahat jumat jadual jadwal nasehat nasihat apotik apotek kwalitas, kwalitet kualitas kosa kata kosakata walikota wali kota aktip aktif standarisasi standardisasi sub-judul subjudul ber-lari berlari-lari

c. Baku dari Segi Gramatika

Secara gramatika kata-kata baku ini harus dibentuk menurut kaidah-kaidah gramatika. Perhatikan kata-kata ngontrak, sekolah, tinjau, kedudukkan, dan bikin bersih pada kalimat-kalimat berikut 1 Beliau ngontrak rumah di Rawamangun 2 Anaknya sekolah di luar negeri 3 Gubernur tinjau daerah longsor 4 Dia punya kedudukkan penting di kantor itu 5 Tolong bikin bersih ruangan ini Bentuk baku kata ngontrak pada kalimat 1 adalah mengontrak. Bentuk baku kata sekolah pada kalimat 2 adalah bersekolah. Mengapa? Karena sekolah adalah kata benda, sedangkan predikat harus sebuah kata kerja, yaitu kata bersekolah. Bentuk baku kata tinjau adalah kata meninjau; sebuah awalan me- harus digunakan secara konsisten. Bentuk baku kata kedudukkan satu k. Lalu, bentuk baku kata bikin bersih adalah “bersihkan”.

d. Baku dari Segi Nasional

Kata- kata yang masih bersifat kedaerahan, belum bersifat “nasional” hendaknya jangan digunakan dalam karangan ilmiah. Kalau kata-kata dari bahasa daerah itu sudah bersifat nasional, artinya, sudah menjadi bagian dari kekayaan kosakata bahasa Indonesia boleh saja digunakan. Simak dan bandingkan kedua deret kosakata berikut Sebelah kiri yang tidak baku dan sebelah kanan yang baku. Tidak Baku Baku lempeng lurus ndak, nggak tidak banget sekali, sangat semrawut kacau manut menurut mudun landai ngomong bicara

e. Baku dari Bahasa Asing

Kata serapan dari bahasa asing disebut baku jika ejaannya telah dibuat menurut pedoman penyesuaian ejaan bahasa asing, seperti yang disebutkan dalam EYD maupun dalam buku Pedoman Pembentukan Istilah Chaer, 2011: 134. Simak dan perhatikan deretan kata berikut Disebelah kiri yang tidak baku, dan di sebelah kanan yang baku. Tidak Baku Baku standard standar standarisasi standardisasi kolektip kolektif certifikat sertifikat analisa analisis kwantitas kuantitas konsekwen konsekuen kondite konduite hirarki hierarki Namun, perlu diperhatikan penyesuaian dari bahasa asing yang tidak ditulis dengan huruf latin seperti bahasa arab dan bahasa Cina, ada yang disebut